Metode Rating
Merupakan metode penentuan lokasi secara kualitatif. Pendekatan ini sangat subjektif karena
Bobot (B), Skala Penilaian (SK), dan Nilai (N) ditentukan sendiri oleh pengusaha, sehingga jarang
digunakan. Langkah-langkah penggunaan metode ini, sebagai berikut:
1) Tentukan faktor-faktor yang akan dinilai/relevan pada alternatif lokasi yang ditentukan, misal:
letak lokasi, sumber bahan baku, sewa tempat, sarana transportasi, ketersediaan tenaga kerja,
lingkungan
2) Berikan Bobot (B) kepada setiap faktor yang menunjukkan tingkat kepentingannya terhadap
faktor-faktor lain. Total bobot untuk semua faktor adalah 1 atau 100 persen.
3) Tentukan skala penilaian terhadap semua faktor.
4) Berikan Nilai (N) pada setiap alternatif lokasi. Lokasi yang dianggap terbaik harus diberikan nilai
maksimal atau tertinggi, sedangkan alternatif lokasi lainnya mendapat nilai yang proposional
dibandingkan alternatif terbaik.
5) Kalikan bobot dengan nilai untuk setiap faktor, dan jumlahkan untuk setiap alternatif lokasi.
6) Lokasi dengan total nilai tertimbang yang terbesar adalah yang sebaliknya dipilih.
Berikut gambaran hasil dari langkah-langkah di atas:
Metode Rating
Bobot (B) Lokasi A Lokasi B
Faktor
(%) Nilai (N) SK = B x N Nilai (N) SK = B x N
Letak Lokasi 25 100 25 95 23,75
Letak Sumber Bahan Baku 20 95 19 100 20
Tenaga Kerja 22 85 18,7 90 19,8
Infrastruktur (listrik) 18 88 15,84 90 16,2
Infrastruktur (ketersediaan air) 10 90 9 95 9,5
Transportasi 5 80 4 85 4,25
100 91,54 93,5
Simpulan: dari tabel, alternatif lokasi yang dipilih adalah lokasi yang menghasilkan skor tertinggi (Lokasi
B)
Rencana produksi untuk setiap lokasi ditetapkan dalam range 500 unit sampai 1.200 unit.
Penyelesaian:
1) Menentukan fungsi biaya masing-masing lokasi
Persamaan Matematis: TC = a + bX
TC = Total Cost
a = Biaya Tetap
b = Biaya Variabel
X = Rencana Unit Produksi
3) Unit produksi yang menghasilkan total biaya yang sama untuk setiap lokasi:
600.000 + 1.600 X = 900.000 + 1.200 X
400 X = 300.000
X = 750 unit
600.000 + 1.600 X = 1.200.000 + 800 X
800 X = 600.000
X = 750 unit
900.000 + 1.200 X = 1.200.000 + 800 X
400 X = 300.000
X = 750 unit
Simpulan:
Jika kapasitas produksi antara 500 – 750 unit, maka lokasi sekitaran kampus yang dipilih (biaya
terendah)
Jika kapasitas produksi antara 750 – 1.200 unit, maka lokasi sekitaran pemukiman yang dipilih (biaya
terendah)
Jika kapasitas produksi 750 unit, maka ketiga lokasi dapat dipilih (masing-masing lokasi sama baiknya
= indifference)
3)
4)
5)
Quizz
Seorang pelaku usaha sedang mempertimbangkan 3 (tiga) lokasi alternatif. Pelaku usaha tersebut
berencana membiayai lokasi usaha (bangunan) tersebut dengan menarik hutang bank yang menetapkan
tingkat bunga 10%. Data biaya setiap alternatif lokasi tersebut, sebagai berikut:
Pertanyaan:
a. Bila perusahaan menghendaki output produk 160.000 unit, lokasi mana yang menguntungkan secara
ekonomis?
b. Bila produk akan dijual tiap unit Rp12.500,-. Lokasi mana yang paling menguntungkan?
c. Buatlah grafiknya untuk menentukan lokasi mana yang strategis.
Untuk memperoleh layout yang baik maka perusahaan perlu mempertimbangkan hal–hal berikut :
1. Kapasitas dan tempat yang dibutuhkan
Dengan mengetahui tentang pekerja, mesin dan peralatan yang dibutuhkan maka, dapat
ditentukan layout dan penyediaan tempat atau ruangan untuk setiap komponen tersebut.
2. Peralatan untuk menangani material atau bahan
MANAJEMEN PERSEDIAAN
ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)
Untuk jenis usaha tertentu, permasalahan persediaan sangat penting untuk dipertimbangkan dan
dianalisis. Salah satu teknik persediaan yang sering digunakan adalah metode Economic Order Quantity
(EOQ).
EOQ merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling
rendah. Artinya, setipa kali memesan bahan mentah perusahaan dapat menghemat biaya yang akan
dikeluarkan. Hal – hal yang berkaitan dengan EOQ dan sangat perlu untuk diperhatikan adalah masalah
klasifikasi biaya. Pentingnya klasifikasi biaya akan memudahkan pelaku usaha melakukan analisis,
sehingga hasil yang akan diperoleh dapat diakui kebenarannya.
Secara umum klasifikasi biaya dalam konsep EOQ dibedakan kedalam 2 (dua), yaitu:
a. Biaya angkut/ penyimpanan atau Carrying Cost (CC)
b. Biaya pemesanan atau Ordering Cost (OC)
Formulasi untuk menghitung atau mencari EOQ disesuaikan dengan keadaan. Secara umum, terdapat 7
(tujuh) keadaan yang bisa digunakan untuk menghitung EOQ. Dua diantaranya:
1. EOQ dengan kebutuhan tetap dan;
2. EOQ dengan kapasitas lebih.
Formulasi perhitungan:
Keterangan: D = demand
Q = quantity
D/Q = jumlah pemesanan selama setahun
Q/2 = rata-rata persediaan
OC = ordering cost (biaya pemesanan)
CC = carrying cost (biaya penyimpanan)
Contoh soal
Royal Bakery memerlukan bahan baku 6000 unit dengan biaya pemesanan Rp. 5/unit dan biaya
penyimpanan Rp. 6/unit. Dari data maka pesanan paling ekonomis berdasarkan pendekatan EOQ:
Jawab:
D = 6.000 unit
CC = Rp. 6/unit
OC = Rp. 5/unit
Jadi, pesanan yang paling ekonomis adalah 100 unit, dengan total biaya:
Merupakan persediaan pengaman atau persediaan tambahan yang dilakukan perusahaan agar
tidak terjadi kekurangan bahan. Kegunaan SS: mengantisipasi membludaknya permintaan akibat dari
permintaan yang tak terduga.
ROP merupakan waktu perusahaan akan memesan kembali atau batas waktu pemesanan
kembali dengan melihat jumlah minimal persediaaan yang ada. Kepentingan: menghindari terjadinya
kekurangan bahan pada saat dibutuhkan. Terdapat banyak model reorder point yang dapat digunakan
sesuai dengan kondisi perusahaan, diantaranya: model jumlah permintaan maupun masa tenggang
waktu konstan (constant demand rate, constant lead time). Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Contoh Perhitungan:
Rizki Barus, seorang mahasiswa yang sangat pendiam didalam kelas, akibat setiap hari minum 2 (dua)
botol susu lembu yang dikirim oleh pengantar 3 (tiga) hari setelah Riski Barus menelepon.
Pertanyaan: kapan Riski Barus akan menelepon untuk melakukan pemesanan kembali?
Jawab:
Maka: ROP = 2 X 3 = 6 botol susu. Simpulan: Riski Barus harus menelepon kembali apabila minimal stock
susu lembu tinggal 6 botol
Contoh Kasus Layaknya Sebuah Usaha dari Aspek Pasar dan Aspek Teknis
Warunk Upnormal merupakan salah satu brand yang dipandang berkembang cukup pesat dalam
segmen usaha kuliner. Cabang pertamanya didirikan di kota Bandung pada tahun 2014, dan dalam
jangka waktu pendek PT. Cita Rasa Prima (CRP) Group sebagai induk usaha Warunk Upnormal mampu
melakukan ekspansi dengan membuka cabang di berbagai kota besar di Indonesia. Ide awal berdirinya
Warunk Upnormal dilatarbelakangi oleh banyaknya warung indomie dan roti bakar tradisional di
Bandung. Fenomena ini direspon oleh manajemen PT Cita Rasa Prima Group dengan cara mengubah
konsep tradisional menjadi kekinian. Oleh pihak manajemen, konsep tradisional warung indomie
dikemas sedemikian rupa menjadi warung indomie bernuansa kekinian, baik dalam bentuk penyajian
maupun ambience yang nyaman.
Dengan mengusung tagline “Makan Indomie dengan Suasana Starbucks”, Warunk Upnormal
mengusung konsep warung indomie bernuansa café dengan berbagai varian rasa mie instan plus
topping (walaupun menurut saya nggak enak-enak banget…), namun dengan harga terjangkau berkisar
antara Rp. 5.000,- sampai dengan Rp. 40.000,-. Strategi penetapan harga tersebut menjadikan Warunk