Anda di halaman 1dari 18

Aspek Teknis/Operasi dan Teknologi

1.1 Uraian Materi


Setelah melakukan analisis kelayakan aspek pasar dan pemasaran, maka tahap berikutnya
adalah melakukan analisis teknik atau operasional dan teknologi. Artinya, apakah dari segi
pembangunan proyek dan segi implementasi operasional bisnis secara teknis dapat dilaksanakan,
demikian juga dengan aspek teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, aspek teknis dan teknologi
merupakan aspek yang terkait dengan proses pembangunan proyek secara teknis, teknologi, dan
operasionalnya setelah proyek tersebut selesai dibangun.
Aspek teknis atau operasi dalam istilah lain disebut sebagai aspek produksi. Mengacu pada
penjelasan di atas, maka secara spesifik analisis kelayakan aspek produksi merupakan analisis untuk
menilai kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menilai ketepatan lokasi, luas
produksi, dan tata letak (lay-out) serta kesiapan mesin-mesin dan teknologi, metode persediaan serta
sistem informasi manajemen yang akan digunakan. Namun, kelengkapan analisis aspek
teknik/operasional sangat tergantung pada jenis usaha yang dijalankan. Dengan demikian, penilaian
aspek teknis/operasi dan teknologi bertujuan agar pelaku usaha dapat menentukan:
1. Lokasi yang tepat, baik untuk lokasi pabrik, gudang, cabang maupun kantor pusat;
2. Layout yang sesuai dengan proses produksi yang dipilih, sehingga dapat memberikan efisiensi;
3. Teknologi yang paling tepat dalam menjalankan produksi;
4. Metode persediaan yang paling baik untuk dijalankan sesuai bidang usaha;
5. Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan sekarang dan di masa yang akan datang

1.2 LOKASI USAHA


Analisis lokasi usaha bersumber dari bidang ilmu manajemen operasional. Oleh karena itu,
konsep dan teori yang digunakan untuk menganalisis lokasi usaha diambil dari bidang ilmu manajemen
operasional. Lokasi usaha merupakan salah satu keputusan paling penting yang dibuat oleh pelaku
usaha/perusahaan karena lokasi usaha sangat mempengaruhi biaya, baik biaya tetap maupun biaya
variabel, sehingga pada akhirnya berdampak pada laba/rugi yang dihasilkan.
Suatu usaha yang menawarkan harga terjangkau dan kualitas nomor satu, namun apabila lokasi
usaha tersebut tidak dapat dijangkau, maka penjualan yang dicapai dapat tidak optimal. Sebaliknya bila
lokasi usaha mudah dijangkau dan memiliki fasilitas pendukung yang baik (tempat parkir luas, bebas
macet, dll) walaupun produk atau jasa yang ditawarkan berkualitas standar, masih ada kemungkinan

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 1


mendapatkan penjualan yang optimal. Oleh karena itu, perbedaan keberhasilan suatu perusahaan dan
perbedaan kekuatan atau kelemahan, seringkali dipengaruhi oleh faktor pemilihan lokasi. Dengan
demikian, lokasi usaha yang dipilih harus memiliki nilai strategis dan menjadi bagian dari kebijakan
jangka panjang perusahaan (Haming & Nurnajamuddin, 2011).
1.2.1 JENIS-JENIS LOKASI USAHA
Lokasi usaha dapat dibedakan menjadi empat (Manullang, 1990), yaitu:
1) Lokasi usaha yang terikat pada alam
Lokasi usaha yang terikat pada alam adalah lokasi usaha yang tidak dapat dipengaruhi oleh manusia
melainkan tergantung atau terikat pada alam. Contoh:??
2) Lokasi usaha berdasarkan sejarah
Lokasi usaha yang berada di suatu tempat atau daerah tertentu yang hanya dapat dijelaskan
berdasarkan sejarah. Contoh:??
3) Lokasi usaha berdasarkan kebijaksanaan pemerintah
Lokasi usaha yang ditentukan oleh pemerintah. Contoh:??
4) Lokasi usaha yang dipengaruhi faktor ekonomi
Lokasi usaha yang mempertimbangkan faktor ekonomi yang ada di tempat tersebut. Contoh:??

1.2.2 Teori Penentuan Lokasi


Lokasi berbagai kegiatan seperti rumah tangga, pertokoan, pabrik, pertanian, pertambangan,
sekolah, dan tempat ibadah tidak asal saja atau acak berada di lokasi tersebut, melainkan menunjukkan
pola dan susunan yang dapat diselidiki dan dapat dimengerti (Tarigan, 2005). Pernyataan ini mengacu
pada berbagai teori lokasi, yaitu:
1) Teori Lokasi Menurut Von Thunen
2) Penentuan Lokasi Usaha Menurut Weber
3) Teori Lokasi Pendekatan Pasar Losch
4) Model Penentuan Lokasi Menurut Both, Terry dan Rawstron
5) Teori Lokasi Memaksimumkan Laba
6) Teori Pemilihan Lokasi Secara Komprehensif

1.2.3 Pendekatan Pemilihan Lokasi


Untuk memilih lokasi tergantung dari jenis usaha yang dijalankan. Secara kualitatif, umumnya
terdapat 2 (dua) pendekatan penentuan/pemilihan lokasi, yaitu:

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 2


1. Pendekatan berdasarkan kedekatan dengan bahan baku (raw material approximity approach)
Pendekatan ini berpandangan bahwa sebaiknya lokasi perusahaan berada di daerah sekitar bahan
baku. Dengan demikian biaya angkut bahan baku dari sumbernya ke pabrik menjadi lebih rendah.
Jadi, pertimbangan pendekatan ini adalah efisiensi biaya, sehingga strategi pendekatan ini adalah
minimalisasi biaya
Contoh perusahaan yang menggunakan pendekatan ini:
 Perusahaan/pabrik semen harus berlokasi di daerah gunung kapur sebagai bahan baku semen;
 Perusahaan pengolahan minyak harus terletak di kawasan yang terdapat tambang minyak;
 Perusahaan air minum kemasan harus berlokasi di daerah yang terdapat sumber mata air yang;
 Perusahaan tambang batu bara harus berlokasi di daerah yang terdapat deposit batu bara.

2. Pendekatan berdasarkan kedekatan dengan daerah pemasaran (Market Approximity Approach)


Berdasarkan pendekatan ini, maka perusahaan harus ditempatkan di sekitar daerah pemasaran.
Strategi pendekatan ini maksimalisasi pendapatan. Beberapa contoh perusahaan yang menggunakan
pendekatan ini??

3. Kawasan Industri (misal: KIM, Jababeka, KIG, KIT)  pendekatan?

1.2.4 Prosedur Pemilihan Lokasi


Secara pragmatis, pemilihan lokasi menggunakan 3 (tiga) tahapan, yaitu:
I. Memilih wilayah (daerah). Pada langkah ini, ada 5 (lima) faktor sebagai dasar pertimbangan, yaitu:
(1) Dekat dengan pasar;
(2) Dekat dengan bahan baku;
(3) Tersedianya fasilitas pengangkutan;
(4) Terjaminnya pelayanan umum seperti listrik, air, dan bahan bakar;
(5) Kondisi iklim dan lingkungan yang menyenangkan.
II. Mengidentifikasi lingkungan masyarakat pada wilayah yang dipilih pada langkah 1. Pada tahap ini,
pilihan didasarkan atas enam faktor:
(1) Tersedianya tenaga kerja secara cukup dalam jumlah dan tipe skill yang diperlukan;
(2) Tingkat upah yang lebih murah;
(3) Adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer dalam hal bahan baku,
hasil produksi, buruh dan tenaga terampil yang dibutuhkan;
(4) Adanya kerjasama yang baik antar sesama perusahaan yang ada;

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 3


(5) Peraturan daerah yang menunjang, dan;
(6) Kondisi dan sikap masyarakat setempat yang dapat mempengaruhi aktivitas usaha baik
positif maupun negatif.
III. Memilih lokasi yang terbaik. Pertimbangan utama pada tahapan ini adalah soal tanah. Adakah tanah
yang cukup longgar untuk bangunan, halaman, tempat parkir, dan adanya kemungkinan untuk
perluasan (ekspansi).

1.2.5 Kriteria Lokasi Usaha Strategis


Pengertian tempat strategis dapat berbeda antara satu jenis usaha lainnya. Pemilihan tempat
atau lokasi strategis memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor (Tjiptono, 2006),
diantaranya:
1. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum;
2. Visibilitas, lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan;
3. Lalu lintas (traffic), dimana ada dua yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a) Banyaknya orang yang berlalu lalang yang berdampak pada terjadinya peluang impulse
buying;
b) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas
4. Tempat parkir yang luas dan aman;
5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari.
6. Lingkungan, dukungan daerah sekitar pada jasa yang ditawarkan, misalnya: kosan, asrama
mahasiswa, perkantoran
7. Persaingan, yaitu lokasi pesaing misalnya dalam menentukan lokasi cafe, apakah di jalan atau
daerah yang sama telah banyak terdapat usaha cafe.
8. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang tempat usaha berada di pemukiman
penduduk.

1.2.6 Metode/Teknik Pemilihan Lokasi


Terdapat beberapa metode pemilihan/penentuan lokasi usaha, diantaranya:
1. Metode Beban Skor/Faktor Peringkat (Factor Rating Method)
2. Metode Perbandingan Biaya
3. Metode BEP
4. Metode Transportasi

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 4


5. Metode Load Distance
6. Metode Centre of Gravity

Metode Rating
Merupakan metode penentuan lokasi secara kualitatif. Pendekatan ini sangat subjektif karena
Bobot (B), Skala Penilaian (SK), dan Nilai (N) ditentukan sendiri oleh pengusaha, sehingga jarang
digunakan. Langkah-langkah penggunaan metode ini, sebagai berikut:
1) Tentukan faktor-faktor yang akan dinilai/relevan pada alternatif lokasi yang ditentukan, misal:
letak lokasi, sumber bahan baku, sewa tempat, sarana transportasi, ketersediaan tenaga kerja,
lingkungan
2) Berikan Bobot (B) kepada setiap faktor yang menunjukkan tingkat kepentingannya terhadap
faktor-faktor lain. Total bobot untuk semua faktor adalah 1 atau 100 persen.
3) Tentukan skala penilaian terhadap semua faktor.
4) Berikan Nilai (N) pada setiap alternatif lokasi. Lokasi yang dianggap terbaik harus diberikan nilai
maksimal atau tertinggi, sedangkan alternatif lokasi lainnya mendapat nilai yang proposional
dibandingkan alternatif terbaik.
5) Kalikan bobot dengan nilai untuk setiap faktor, dan jumlahkan untuk setiap alternatif lokasi.
6) Lokasi dengan total nilai tertimbang yang terbesar adalah yang sebaliknya dipilih.
Berikut gambaran hasil dari langkah-langkah di atas:
Metode Rating
Bobot (B) Lokasi A Lokasi B
Faktor
(%) Nilai (N) SK = B x N Nilai (N) SK = B x N
Letak Lokasi 25 100 25 95 23,75
Letak Sumber Bahan Baku 20 95 19 100 20
Tenaga Kerja 22 85 18,7 90 19,8
Infrastruktur (listrik) 18 88 15,84 90 16,2
Infrastruktur (ketersediaan air) 10 90 9 95 9,5
Transportasi 5 80 4 85 4,25
100 91,54 93,5

Simpulan: dari tabel, alternatif lokasi yang dipilih adalah lokasi yang menghasilkan skor tertinggi (Lokasi
B)

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 5


Metode Perbandingan Biaya (Cost Volume Analysis Method)
Merupakan pendekatan yang menekankan pada faktor biaya dalam memilih suatu lokasi,
dengan cara membandingkan total biaya produksi dari berbagai alternatif lokasi. Pendekatan ini hanya
dapat digunakan jika usaha menghasilkan 1 (satu) jenis produk saja. Bila multi produk, metode ini cukup
sulit dilakukan bagi pelaku usaha untuk menentukan lokasi yang ideal. Metode ini mengharuskan
ketelitian dalam melakukan penghitungan berbagai jenis biaya secara tepat atau minimal mendekati.
Disamping itu, asumsi-asumsi yang dipakai harus mendekati dengan kenyataannya atau asumsi-asumsi
yang dirumuskan. Penghitungan hanya berlaku untuk satu produk saja, bila multi produk, metode ini
cukup sulit dilakukan bagi seorang pengusaha untuk menentukan lokasi usaha yang ideal. Analisis dapat
dilakukan secara numeris maupun grafis
Prosedur penggunaan pendekatan ini sebagai berikut:
1. Tentukan fungsi biaya pada alternatif lokasi;
2. Hitung total biaya pada kapasitas produksi terendah dan tertinggi pada masing-masing lokasi;
3. Hitung unit produksi yang menghasilkan total biaya yang sama pada setiap lokasi;
Contoh Penggunaan Pendekatan:
Seorang pelaku usaha sedang menilai pendirian usaha baru. Terdapat 3 (tiga) alternatif lokasi yang dapat
dipilih, yaitu: sekitaran kampus, tengah kota, sekitaran pemukiman. Perhitungan besarnya biaya tetap
dan biaya variabel pada masing-masing lokasi, sebagai berikut:
Lokasi
Faktor yang Dinilai
Sekitaran Kampus Tengah Kota Sekitaran Pemukiman
Biaya Tetap (FC) Rp. 600.000,- Rp. 900.000,- Rp. 1.200.000,-
Biaya Variabel (VC/Unit) Rp. 1.600,- Rp. 1.200,- Rp. 800,-
Harga Jual/Unit Rp. 3.200,- Rp. 3.200,- Rp. 3.200,-

Rencana produksi untuk setiap lokasi ditetapkan dalam range 500 unit sampai 1.200 unit.
Penyelesaian:
1) Menentukan fungsi biaya masing-masing lokasi
Persamaan Matematis: TC = a + bX
TC = Total Cost
a = Biaya Tetap
b = Biaya Variabel
X = Rencana Unit Produksi

Fungsi biaya masing-masing lokasi:

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 6


a) Sekitaran Kampus  TC = 600.000 + 1.600 X

b) Tengah Kota  TC = 900.000 + 1.200 X

c) Sekitaran Pemukiman  TC = 1.200.000 + 800 X

2) Total biaya pada kapasitas 500 unit

a) Sekitaran Kampus  TC = 600.000 + 1.600 (500) = Rp. 1.400.000,-

b) Tengah Kota  TC = 900.000 + 1.200 (500) = Rp. 1.500.000,-

c) Sekitaran Pemukiman  TC = 1.200.000 + 800 (500) = Rp. 1.600.000,-


Total biaya pada kapasitas 1.200 unit

a) Sekitaran Kampus  TC = 600.000 + 1.600 (1.200) = Rp. 2.520.000,-

b) Tengah Kota  TC = 900.000 + 1.200 (1.200) = Rp. 2.340.000,-

c) Sekitaran Pemukiman  TC = 1.200.000 + 800 (1.200) = Rp. 2.160.000,-

3) Unit produksi yang menghasilkan total biaya yang sama untuk setiap lokasi:
600.000 + 1.600 X = 900.000 + 1.200 X
400 X = 300.000
X = 750 unit
600.000 + 1.600 X = 1.200.000 + 800 X
800 X = 600.000
X = 750 unit
900.000 + 1.200 X = 1.200.000 + 800 X
400 X = 300.000
X = 750 unit
Simpulan:
 Jika kapasitas produksi antara 500 – 750 unit, maka lokasi sekitaran kampus yang dipilih (biaya
terendah)
 Jika kapasitas produksi antara 750 – 1.200 unit, maka lokasi sekitaran pemukiman yang dipilih (biaya
terendah)
 Jika kapasitas produksi 750 unit, maka ketiga lokasi dapat dipilih (masing-masing lokasi sama baiknya
= indifference)

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 7


Metode Break Even Point (BEP)
Merupakan salah satu metode untuk memilih alternatif lokasi yang optimum
Persamaan Matematis BEP:

1) BEP  FC = Marginal Income (P – VC)

2) BEP  FC/Marginal Income

3)

4)

5)

Dari contoh sebelumnya maka:

 BEP lokasi sekitaran kampus 

 BEP lokasi tengah kota 

 BEP lokasi pemukiman 

Simpulan: Dari hasil perhitungan BEP, alternatif lokasi yang dipilih??

Quizz
Seorang pelaku usaha sedang mempertimbangkan 3 (tiga) lokasi alternatif. Pelaku usaha tersebut
berencana membiayai lokasi usaha (bangunan) tersebut dengan menarik hutang bank yang menetapkan
tingkat bunga 10%. Data biaya setiap alternatif lokasi tersebut, sebagai berikut:

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 8


Lokasi
Biaya
A B C
Bangunan Rp. 160.000.000,- Rp. 150.000.000,- Rp. 150.000.000,-
Tenaga Kerja/Unit Rp. 3.000,- Rp. 3.300,- Rp. 2.400,-
Bahan Baku/Unit Rp. 1.900,- Rp. 2.100,- Rp. 1.700,-
Listrik/tahun Rp. 8.500.000,- Rp. 7.500.00,- Rp. 7.500.00,-
Air/tahun Rp. 7.500.00,- Rp. 6.500.00,- Rp. 7.500.00,-
Transportasi/Unit Rp. 1.400,- Rp. 1.300,- Rp. 1.100,-
Pajak/tahun Rp. 6.500.00,- Rp. 6.500.00,- Rp. 8.500.000,-

Pertanyaan:
a. Bila perusahaan menghendaki output produk 160.000 unit, lokasi mana yang menguntungkan secara
ekonomis?
b. Bila produk akan dijual tiap unit Rp12.500,-. Lokasi mana yang paling menguntungkan?
c. Buatlah grafiknya untuk menentukan lokasi mana yang strategis.

1.3 TATA LETAK (LAYOUT)


Layout merupakan suatu bentuk dan penempatan fasilitas yang dapat menentukan efisiensi
produksi/operasi. Layout dirancang berkenaan dengan produk, proses, sumber daya manusia dan
lokasi sehingga dapat tercapai efisiensi operasi.
Dengan adanya layout akan diperoleh berbagai keuntungan antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan ruang gerak yang memadai untuk beraktivitas dan pemeliharaan
2. Pemakaian ruangan yang efisien
3. Mengurangi biaya produksi maupun investasi
4. Aliran material menjadi lancar
5. Pengangkutan material dan barang jadi yang rendah
6. Kebutuhan persediaan yang rendah
7. Memberikan kenyaman, kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih baik

Pada umumnya jenis layout didasarkan pada situasi sebagai berikut:


a. Posisi Tetap (Fixed Position)
Layout jenis ini terkait karena ukuran, bentuk atau hal–hal lain menyebabkan tak mungkin
untuk memindahkan produk. Jadi produk tetap di tempat, sedangkan peralatan dan tenaga kerja
yang mendatangi produk. Contoh: produksi kapal atau pesawat terbang.
b. Orientasi Proses (Process Oriented)

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 9


Layout orientasi proses umumnya menempatkan fasilitas yang secara bersamaan
menangani suatu produk atau jasa yang berbeda. Contoh: rumah sakit.
c. Process layout (functional layout), merupakan jenis layout dengan menempatkan mesin–
mesin atau peralatan yang sejenis atau memilikifungsi yang sama dalam suatu kelompok atau satu
ruangan. Contohnya, untuk industri tekstil, semua mesin pemotong dikelompokkan dalam satu
area atau semua mesin jahit dikelompokkan dalam satu area.
d. Tata Letak Kantor (Office Layout)
Layout jenis ini berkaitan dengan penempatan fasilitas sesuai posisi pekerja, peralatan
kerja, tempat yang diperuntukan untuk perpindahan informasi. Jika, perpindahan informasi
semuanya diselesaikan dengan telepon/alat telekomunikasi, masalah layout akan sangat mudah,
jika perpindahan orang dan dokumen dilakukan secara alamiah layout perlu dipertimbangkan
dengan matang.
e. Tata Letak Pedagang Eceran/ Pelayanan (Retail And Service Layout)
Layout yang berkenaan dengan pengaturan dan alokasi tempat serta arus bermacam
produk atau barang agar lebih banyak barang yang dapat dipajang sehingga lebih besar
penjualannya.
f. Tata Letak Gudang (Warehouse Layout)
Layout ini lebih ditujukan pada efisiensi biaya penanganan gudang dan memaksimalkan
pemanfaatan ruangan gudang. Jadi, tujuan dari layout ini adalah untuk memperoleh optimum
trade- off antara biaya penanganan dan ruang gudang.
g. Tata Letak Produk (Product Layout)
Layout jenis ini mencari pemanfaatan personal dan mesin yang terbaik dalam produksi
yang berulang – ulang dan berlanjut atau kontinu. Biasanya layout ini cocok apabila proses
produksinya telah distandarisasikaan serta diproduksi dalam jumlah yang benar. Setiap produk
akan melewati tahapan operasi yang sama dari awal sampai akhir. Contoh: perakitan mobil atau
sepeda motor

Untuk memperoleh layout yang baik maka perusahaan perlu mempertimbangkan hal–hal berikut :
1. Kapasitas dan tempat yang dibutuhkan
Dengan mengetahui tentang pekerja, mesin dan peralatan yang dibutuhkan maka, dapat
ditentukan layout dan penyediaan tempat atau ruangan untuk setiap komponen tersebut.
2. Peralatan untuk menangani material atau bahan

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 10


Alat yang digunakan juga sangat tergantung pada jenis material atau bahan yang dipakai,
misalnya; derek dan kereta otomatis untuk memindahkan bahan.
3. Lingkungan dan estetika
Keleluasaan dan kenyamanan tempat kerja juga mendasari keputusan tentang layout,
seperti: jendela, sirkulasi ruang udara.
4. Arus informasi
Pertimbangan tentang cara terbaik untuk memindahkan informasi atau melakukan
komunikasi perlu juga dibuat.
5. Biaya perpindahan antara tempat kerja yang berbeda
Pertimbangan di sini lebih ditekankan pada tingkat kesulitan pemindahan alat dan bahan.
Contoh: layout peralatan pabrik.

1.4 PEMILIHAN TEKNOLOGI


Aspek teknologi berkaitan dengan peralatan yang digunakan, seperti mesin ataupun teknologi yang
mendukung proses produksi serta operasional suatu perusahaan. Oleh karena suatu produk tertentu
dapat diproses dengan lebih dari satu cara, sehingga teknologi yang dipilih perlu ditentukan secara jelas.
Namun, benchmark umum pemilihan teknologi sebaiknya memperhatikan seberapa jauh derajat
mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Beberapa kriteria lainnya adalah
kesesuaian teknologi dengan bahan baku yang digunakan, keberhasilan teknologi tersebut di tempat
lain, kemampuan tenaga kerja mengoperasikan teknologi, antisipasi/pertimbangan terhadap teknologi
lanjutan, dan besarnya biaya investasi dan pemeliharaan (Husein Umar, 2003). Literatur lain (Sutojo
Siswanto, 1993) menyatakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis teknologi:
Pertama, jenis teknologi yang diajukan harus dapat menghasilkan mutu produksi yang dikehendaki
pasar. Kedua, teknologi tersebut harus cocok dengan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai
kapasitas produksi ekonomis yang telah ditentukan. Selain itu, pilihan jenis teknologi juga akan
dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan (jenis dan jumlah) tenaga ahli, bahan baku dan bahan
pembantu yang diperlukan untuk penerapannya, dan biayanya, baik untuk jangka pendek maupun
panjang.
Bilamana teknologi yang diperlukan harus diperoleh dari perusahaan lain, perlu diteliti cara
memilihnya, tentunya yang paling menguntungkan. Secara umum teknologi dapat diperoleh dengan tiga
macam cara yaitu, menyewa, membeli dan mendirikan perusahaan patungan dengan pemilik hak paten
teknologi.

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 11


1.5 Penentuan Kapasitas Produksi
Kapasitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan pembatas berproduksi dalam waktu tertentu.
Kapasitas dapat dilihat dari sisi masukan (input) atau keluaran (output). Contoh kapasitas dari masukan
(input), misalnya adalah kapasitas suatu perguruan tinggi dapat dilihat dari kemampuannya untuk
menampung mahasiswa atau kapasitas sebuah mobil didasarkan jumlah tempat duduknya. Contoh
kapasitas dari keluaran (output) misalnya, pabrik tempe di ukur dari kemampuannya menghasilkan
tempe atau kapasitas mahasiswa memahami mata kuliah SKB diukur dari kemampuannya menyusun
proposal kelayakan usaha.
Dalam istilah kapasitas ada namanya kapasitas produksi ekonomis, yaitu volume atau jumlah satuan
produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu misalnya: satu hari, bulan atau tahun secara
menguntungkan. Menentukan kapasitas produksi ekonomis bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,
namun penting peranannya karena hasil yang ditentukan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi operasi proyek/usaha yang akan didirikan. Di dalam kegiatan ini diperlukan
kerjasama yang erat antara para tenaga teknis dan ekonomi, karena besarnya kapasitas produksi
ekonomis ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi
diantaranya: perkiraan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang, kemungkinan pengadaan
bahan baku, pembantu dan tenaga kerja inti dan tersedianya mesin dan peralatan di pasar.

MANAJEMEN PERSEDIAAN
ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

Untuk jenis usaha tertentu, permasalahan persediaan sangat penting untuk dipertimbangkan dan
dianalisis. Salah satu teknik persediaan yang sering digunakan adalah metode Economic Order Quantity
(EOQ).
EOQ merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling
rendah. Artinya, setipa kali memesan bahan mentah perusahaan dapat menghemat biaya yang akan
dikeluarkan. Hal – hal yang berkaitan dengan EOQ dan sangat perlu untuk diperhatikan adalah masalah
klasifikasi biaya. Pentingnya klasifikasi biaya akan memudahkan pelaku usaha melakukan analisis,
sehingga hasil yang akan diperoleh dapat diakui kebenarannya.
Secara umum klasifikasi biaya dalam konsep EOQ dibedakan kedalam 2 (dua), yaitu:
a. Biaya angkut/ penyimpanan atau Carrying Cost (CC)
b. Biaya pemesanan atau Ordering Cost (OC)

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 12


Penjumlahan dari kedua biaya di atas merupakan biaya total atau Total Cost (TC).

Formulasi untuk menghitung atau mencari EOQ disesuaikan dengan keadaan. Secara umum, terdapat 7
(tujuh) keadaan yang bisa digunakan untuk menghitung EOQ. Dua diantaranya:
1. EOQ dengan kebutuhan tetap dan;
2. EOQ dengan kapasitas lebih.

EOQ dengan Kebutuhan Tetap

Formulasi perhitungan:

Keterangan: D = demand
Q = quantity
D/Q = jumlah pemesanan selama setahun
Q/2 = rata-rata persediaan
OC = ordering cost (biaya pemesanan)
CC = carrying cost (biaya penyimpanan)

Contoh soal

Royal Bakery memerlukan bahan baku 6000 unit dengan biaya pemesanan Rp. 5/unit dan biaya
penyimpanan Rp. 6/unit. Dari data maka pesanan paling ekonomis berdasarkan pendekatan EOQ:

Jawab:
D = 6.000 unit
CC = Rp. 6/unit
OC = Rp. 5/unit

Jadi, pesanan yang paling ekonomis adalah 100 unit, dengan total biaya:

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 13


EOQ dengan Kapasitas Lebih
Royal Bakery bermaksud mengubah metode persediaannya, mengingat selama ini sering kali terjadi
keterlambatan dan tidak efisiennya biaya yang telah dikeluarkan.
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Demand = 1.000 unit/hari


Kemampuan Produksi (P) = 2.000 unit
OC = Rp. 12.000
CC = Rp. 16

Dari data di atas, maka persediaan ekonomis sebesar:

SAFETY STOCK (SS)

Merupakan persediaan pengaman atau persediaan tambahan yang dilakukan perusahaan agar
tidak terjadi kekurangan bahan. Kegunaan SS: mengantisipasi membludaknya permintaan akibat dari
permintaan yang tak terduga.

Pendekatan pengukuran: Expected Value dan Kurva Normal

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 14


REORDER POINT (ROP)

ROP merupakan waktu perusahaan akan memesan kembali atau batas waktu pemesanan
kembali dengan melihat jumlah minimal persediaaan yang ada. Kepentingan: menghindari terjadinya
kekurangan bahan pada saat dibutuhkan. Terdapat banyak model reorder point yang dapat digunakan
sesuai dengan kondisi perusahaan, diantaranya: model jumlah permintaan maupun masa tenggang
waktu konstan (constant demand rate, constant lead time). Rumus yang digunakan sebagai berikut :

ROP = D yang diharapkan + SS selama tenggang waktu (leadtime)

Contoh Perhitungan:

Rizki Barus, seorang mahasiswa yang sangat pendiam didalam kelas, akibat setiap hari minum 2 (dua)
botol susu lembu yang dikirim oleh pengantar 3 (tiga) hari setelah Riski Barus menelepon.

Pertanyaan: kapan Riski Barus akan menelepon untuk melakukan pemesanan kembali?

Jawab:

Diketahui: Demand = 2 botol susu lembu sehari


Lead Time = 3 hari

Maka: ROP = 2 X 3 = 6 botol susu. Simpulan: Riski Barus harus menelepon kembali apabila minimal stock
susu lembu tinggal 6 botol

Contoh Kasus Layaknya Sebuah Usaha dari Aspek Pasar dan Aspek Teknis

Warunk Upnormal merupakan salah satu brand yang dipandang berkembang cukup pesat dalam
segmen usaha kuliner. Cabang pertamanya didirikan di kota Bandung pada tahun 2014, dan dalam
jangka waktu pendek PT. Cita Rasa Prima (CRP) Group sebagai induk usaha Warunk Upnormal mampu
melakukan ekspansi dengan membuka cabang di berbagai kota besar di Indonesia. Ide awal berdirinya
Warunk Upnormal dilatarbelakangi oleh banyaknya warung indomie dan roti bakar tradisional di
Bandung. Fenomena ini direspon oleh manajemen PT Cita Rasa Prima Group dengan cara mengubah
konsep tradisional menjadi kekinian. Oleh pihak manajemen, konsep tradisional warung indomie
dikemas sedemikian rupa menjadi warung indomie bernuansa kekinian, baik dalam bentuk penyajian
maupun ambience yang nyaman.
Dengan mengusung tagline “Makan Indomie dengan Suasana Starbucks”, Warunk Upnormal
mengusung konsep warung indomie bernuansa café dengan berbagai varian rasa mie instan plus
topping (walaupun menurut saya nggak enak-enak banget…), namun dengan harga terjangkau berkisar
antara Rp. 5.000,- sampai dengan Rp. 40.000,-. Strategi penetapan harga tersebut menjadikan Warunk

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 15


Upnormal sebagai tempat makan yang value for money. Manuver bisnis yang dilakukan ini mampu
membentuk dan menciptakan persepsi publik, yaitu menempatkan Warunk Upnormal sebagai kelas
premiumnya Warmindo (Warung Makan Indomie). Prestasi ini mengindikasikan bahwa Upnormal
berhasil menangkap kebutuhan pasar. Dalam arti, Upnormal mampu mengetahui peluang dan potensi
pasar, yang merupakan langkah awal dalam studi kelayakan bisnis, yaitu analisis aspek pasar.
Tindak lanjut dari aspek pasar adalah menentukan strategi, kebijakan, dan program pemasaran
untuk meraih sebagian pasar potensial (market share) tersebut. Dalam melakukan kegiatan ini,
Upnormal mempunyai visi “menjadi warung indomie kekinian nomor satu di Indonesia”. Sedangkan misi
perusahaan menjadi local food chain yang mampu menghadirkan kebahagiaan konsumen melalui
pengalaman menyantap makanan di setiap outlet (bring happiness through eating experience). Untuk
mencapai visi dan menjalankan misinya tersebut, pihak manajemen selalu berupaya melakukan
pembaharuan dan mengikuti perkembangan zaman, dengan terus berupaya meng-update konsep
kulinernya untuk memberikan experience kekinian bagi konsumennya, yaitu segmen millennial yang
cenderung ingin eksis dan narsis. Oleh karena itu, dalam tujuan melayani segmen pasar kreativitas dan
inovasi produk lokal menjadi fokus pihak manajemen dan terus dikembangkan untuk menyentuh hati
konsumen atau target pasarnya, yang tidak semata-mata produk mie instan akan tetapi produk-produk
lainnya, seperti susu, roti, kopi, dan kreasi nasi. Pengembangan bisnis sedemikian menjadikan posisi
Upnormal di atas rata-rata normal (Upnormal) warung tradisional.
Selain dari sisi menu makanan, perbedaan atau kelebihan Upnormal dari warung sejenis lainnya
ditunjukkan dari ambience yang diciptakan. Ambience customer merupakan faktor penting yang
diperhatikan oleh pihak manajemen. Dalam arti, konsumen yang datang harus mendapatkan
kenyamanan. Oleh karena itu, pihak manajemen terus berupaya untuk menyesuaikan dan memenuhi
keinginan golongan millennial. Konsep ambience dibangun sedemikian rupa agar pengunjung
mendapatkan pengalaman (experience) tersendiri. Pengalaman yang dimaksud berupa alunan musik
yang disesuaikan dengan target market, board games (UNO, monopoli, kartu bridge), fasilitas (wifi, stop
kontak, ruangan AC, televisi), kualitas pelayanan, dan desain interior serta eksterior yang disesuaikan
dengan kekinian. Pengalaman yang diperoleh tersebut menjadi daya tarik bagi pengunjung dan
mempengaruhi untuk melakukan repeat coming (datang kembali).
Disain interior Warunk Upnormal didominasi oleh warna coklat dan unsur kayu pada furniture-
nya, yang didesain kekinian sesuai untuk kalangan millennial. Aspek komunikasi yang baik ditonjolkan
oleh pihak manajemen melalui tatanan interior dengan memajang lukisan dan quote-quote unik untuk
memotivasi pengunjung yang datang. Disamping itu, selain menyediakan ruang outdoor pihak
manajemen juga menyediakan private room untuk acara-acara meeting dengan kapasitas dua puluh
orang beserta fasilitasnya (AC, layar, dan infocus). Fasilitas lainnya berupa musholla, toilet, dan tempat
parkir.
Hingga saat ini, Upnormal telah tersebar luas hampir keseluruh Indonesia, baik dalam bentuk
cabang maupun waralaba (kemitraan). Konsep yang dipergunakan Warunk Upnormal di setiap
cabangnya selalu sama. Jika ada perbedaan tersendiri dari setiap cabang hanya dikarenakan ada pola,
ketentuan, dan aturan yang harus diikuti, seperti: cabang yang berlokasi di mall memiliki jam
operasional yang terbatas dan tidak tersedia smoking area karena harus mengikuti kebijakan dari
manajemen mall. Fasilitas yang disediakan juga berbeda, seperti: tidak terdapat toilet dan mushola
karena sudah tersedia dalam mall. Target market cabang di mall juga berbeda dengan cabang diluar
mall. Pengunjung yang datang di cabang mall lebih bervariasi, tidak saja dari kalangan millennial namun
juga dari golongan lain. Namun, keseluruhan konsep Warunk Upnormal tetap sama. Pengunjung yang
datang lebih didominasi kalangan millennial yang membutuhkan tempat untuk nongkrong kekinian
dalam bentuk café, namun dengan harga sesuai kantong. Pengembangan bisnis sedemikian tidak
ditemukan pada warung mie instan pada umumnya.

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 16


Sejak awal didirikan, Upnormal menawarkan konsep produk yang unik, yaitu berbagai kreasi mie
instan. Hanya dengan satu bungkus indomie dapat diciptakan berbagai macam cita rasa mie instan. Ciri
khas yang diciptakan ini membuat Upnormal diberikan predikat sebagai “Warung Pelopor Mie Kekinian”.
Predikat sedemikian menunjukkan bahwa Upnormal mampu merancang produk dan bauran
pemasarannya sehingga tercipta kesan tertentu diingatan segmen pasarnya, yang pada akhirnya
konsumen memahami dan menghargai apa yang dilakukan perusahaan. Upaya perusahaan dalam
meraih keunggulan produk tidak terlepas dari product positioning strategy yang diterapkan. Pertama,
ambience yang diciptakan perusahaan sehingga mampu menarik pelanggan baru. Kedua, kreasi produk
yang diciptakan, harga yang ditawarkan, dan nama merek yang ditonjolkan beserta tagline-nya (Pelopor
Warunk Indomie Kekinian) mampu mengungguli pesaingnya dan menciptakan value bagi segmen
pasarnya.
Efektivitas product positioning strategi di atas dapat terwujud ditunjang oleh dukungan
rancangan strategi pemasaran yang terintegrasi, yang ditunjukkan dari:
 Produk yang unik
 Harga yang terjangkau
 Lokasi yang strategis
 Pelayanan menyeluruh yang memuaskan (menurut saya nggak juga….)
 Proses yang cepat dan rapi (menurut saya nggak juga….)
 Fisik yang menarik dan bersih
 Komunikasi pemasaran yang masif dan agresif melalui digital marketing channels sebagai media
customer engagement, sharing promo dan membangun brand, menjaga kualitas pelayanan, dan
mengetahui customer behaviour untuk mempertahankan eksistensi konsep bisnis yang diusung.
Kekuatan online ini membuat Upnormal meninggalkan media tradisional.
Kemampuan mengintegrasi keseluruhan unsur bauran pemasaran di atas, secara signifikan menaikkan
brand awareness dan brand image perusahaan. Disamping itu, strategi bisnis kemitraan dengan model
franchise (waralaba) turut juga memberikan kontribusi terciptanya brand equity perusahaan. Kemitraan
dengan Upnormal dapat diperoleh dari nilai Rp. 800 juta hingga Rp. 5.5 milyar, dengan rata-rata BEP
selama 36 bulan. Rata-rata omzet per-hari yang dapat dihasilkan berkisar Rp. 25 juta, sehingga per-bulan
dapat menghasilkan pendapatan lebih kurang Rp. 750.000.000,-. Dengan rata-rata profit margin sebesar
20%, maka rata-rata net income dalam satu bulan sebesar Rp. 150 juta.
Analisis teknis dan operasi/teknologi merupakan penilaian kesiapan perusahaan dalam
menjalankan usaha. Dari faktor lokasi, Warunk Upnormal umumnya mengambil tempat dekat dengan
segmen pasarnya, seperti: tidak jauh dari kampus, berseberangan, bersebelahan, atau di dalam pusat
perbelanjaan, dan cenderung di daerah yang ramai usaha kuliner. Sementara dalam menjaga luas
produksi, Upnormal bekerja sama langsung dengan Indofood dalam penyediaan distribusi dan logistik
mie instan di seluruh gerai. Sedangkan untuk produk kopi, Upnormal menjalin kerja sama dengan petani
lokal.
Untuk faktor layout, Upnormal menetapkan standarisasi untuk setiap outlet-nya. Luas bangunan
outlet minimal 400 m2 dengan lebar depan minimal 8 m 2. Standarisasi ini terkait dengan perencanaan
kapasitas mengingat setiap harinya cenderung over capacity, sehingga keadaan lapangan parkir yang
luas juga menjadi perhatian manajemen. Sedangkan untuk furniture di setiap outlet, langsung di suplai
dari kantor pusat dengan ukuran dan desain yang telah distandarisasi. Secara umum, bangunan
operasional Upnormal terdiri dari 2 (dua) ruangan, yaitu outdoor dan indoor, yang operasionalnya
terkonsentrasi pada pelayan. Ruangan strategis sebanyak satu ruangan, yaitu private room dengan
kapasitas 20 orang. Sementara itu, layout untuk proses produksi terpisah dari ruangan operasional,
yaitu dapur, kecuali untuk proses produksi kopi. Berbagai peralatan dan perlengkapan digunakan dalam
proses produksi, seperti mesin pembuat kopi, freezer, ice cube machine, dan cashier machine

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 17


Dari faktor sumber daya manusia, Upnormal menetapkan SOP untuk masing-masing elemen pekerja
yang dikontrol langsung oleh supervisor, dan konsisten mengadakan training sehingga diharapkan
menghasilkan tingkat efektifitas kerja yang optimal dan mampu memberikan kenyamanan bagi pembeli.

ASPEK TEKNIS/OPERASI DAN TEKNOLOGI Page 18

Anda mungkin juga menyukai