Anda di halaman 1dari 92

PELAKSANAAN KEPEMIMPINAN KLINIS DI RUMAH

SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA


UTARA TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

LISA ITAWARI
NIM. 131000342

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


PELAKSANAAN KEPEMIMPINAN KLINIS DI RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISA ITAWARI
NIM. 131000342

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


i Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 12 Desember 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.


Anggota : 1. Roymond H. Simamora, S.Kep., Ners., M.Kep.
2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H.

ii Universitas Sumatera Utara


Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Desember 2019

Lisa Itawari

iii Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Kepemimpinan klinis merupakan kemampuan seorang klinisi baik dokter sebagai


pemimpin tim dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit secara
inovasi dan kreatif. Kemampuan kepemimpinan klinis yang belum optimal
menjadi masalah manajemen rumah sakit dan berpengaruh terhadap rendahnya
kualitas pelayanan. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di rumah sakit sudah
diterapkan namun belum optimal dalam pengaplikasiannya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara. Jenis metode penelitian kualitatif dengan
menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan sumber informan
dengan tujuan mengetahui Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara Tahun 2019. Metode pengumpulan data dengan
wawancara mendalam berpedoman pada panduan wawancara yang telah
dipersiapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima kerangka
kepemimpinan klinis belum optimal diterapkan dalam pengaplikasiannya. Seperti
dalam hal menunjukkan kualitas pribadi, bekerja dengan orang lain, mengelola
pelayan sudah diterapkan namun dari keempat poin yang ada masing-masing
sudah diterapkan dengan baik dua poin, dan dua poin lainnya masih belum
optimal dalam pengaplikasiannya. Meningkatkan pelayanandari keempat poin,
satu poin dalam memastikan keselamatan pasien sudah diterapkan dengan baik
sesuai SKP (sasaran keselamatan pasien) dan dalam menetapkan arah dalam
mengidentifikasi konteks untuk perubahan sudah diterapkan namun belum
optimal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masih belum optimal pelaksanaan
kepemimpinan klinis di rumah sakit.

Kata kunci: Kepemimpinan klinis, dokter, rumah sakit

iv Universitas Sumatera Utara


Abstract

Clinical leadership is the ability of a clinician, both a doctor as a team leader, to


improve the quality of service in a hospital in an innovative and creative way.
Clinical leadership skills that have not been optimal are a matter of hospital
management and affect the low quality of service. Implementation of clinical
leadership in hospitals has been applied but has not been optimal in its application.
The purpose of this study was to identify the Implementation of Clinical Leadership
at the University Hospital of North Sumatra. This type of qualitative research
methods using purposive sampling techniques to determine the source of informants
with the aim of knowing the Implementation of Clinical Leadership in the University
Hospital of North Sumatra in 2019. The method of data collection with in-depth
interviews is guided by the interview guidelines that have been prepared. The results
showed that the five clinical leadership frameworks were not optimally applied in
their application. As in terms of showing personal qualities, working with others,
managing servants have been applied, but of the four points, each has been
implemented well two points, and the other two points are still not optimal in its
application. Improving services from all four points, one point in ensuring patient
safety has been implemented properly according to the SKP (patient safety goals)
and in setting direction in identifying the context for change that has been
implemented but not yet optimal. The conclusion of this study is that the
implementation of clinical leadership in hospitals is not yet optimal.

Keywords: Clinical leadership, doctors, hospitals

v Universitas Sumatera Utara


Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah

yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang

ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara dan selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu dan

dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis

dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Roymond H. Simamora, S.Kep., Ners, M.Kep., selaku Dosen Penguji I dan

Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penguji II

yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

vi Universitas Sumatera Utara


5. Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU.

6. Seluruh Dosen Departemen AKK, seluruh dosen Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis

dan Pegawai dan Staf yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

7. Pihak Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis

selama melakukan penelitian dan seluruh Dokter yang telah bersedia menjadi

informan dalam penelitian ini dan telah meluangkan waktunya untuk proses

wawancara penelitian.

8. Teristimewa untuk Orangtua tercinta Hamdan dan Rukanah yang telah

memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik

dan memberi dukungan kepada penulis.

9. Teristimewa untuk saudara penulis Irfan Thuhiyazs dan Azam Alfath yang

telah memberikan semangat kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi saya yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas bantuan dan motivasinya.

vii Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Desember 2019

Lisa Itawari

viii Universitas Sumatera Utara


Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5

Tinjauan Pustaka 6
Kepemimpinan Klinis 6
Teori kepemimpinan 6
Kriteria kepemimpinan 7
Syarat kepemimpinan 9
Teori kepemimpinan klinis 9
Kerangka kepemimpinan klinis 13
Perkembangan Kepemimpinan Klinik dan Mutu 17
Kepemimpinan klinik versus otonomi klinik 17
Kepemimpinan klinik dan evidence-based medicine 17
Kepemimpinan klinis dalam program keselamatan pasien 19
Rumah Sakit 20
Definisi rumah sakit 20
Kewajiban rumah sakit 20
Tugas dan fungsi rumah sakit 22
Kesalahan medis rumah sakit 23
Landasan Teori 24
Kerangka Berpikir 25

Metode Penelitian 26
Jenis Penelitian 26
Lokasi dan Waktu Penelitian 26

ix Universitas Sumatera Utara


Subjek Penelitian 26
Definisi Konsep 27
Metode Pengumpulan Data 28
Metode Analisis Data 28

Hasil dan Pembahasan 29


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 29
Karakteristik Informan 31
Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit USU 32
Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Menunjukkan
Kualitas Pribadi 32
Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Bekerja dengan
Orang Lain 40
Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Mengelola Pelayanan 47
Pelaksanan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Meningkatkan
Pelayanan 53
Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Menentukan Arah 58
Keterbatasan Penelitian 65

Kesimpulan dan Saran 66


Kesimpulan 66
Saran 67

Daftar Pustaka 68
Lampiran 71

x Universitas Sumatera Utara


Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Informan Penelitian Rumah Sakit USU 32

xi Universitas Sumatera Utara


Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka berpikir 25

xii Universitas Sumatera Utara


Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 71

2 Surat Izin Penelitian 73

3 Surat Selesai Penelitian 75

xiii Universitas Sumatera Utara


Daftar Istilah

DJP Dokter Penanggung Jawab Pasien


EMB Evidence Based Medicine
ICU Intensive Care Unit
IOM Institute of Medicine
KSM Kelompok Staf Medis
KTD Kejadian Tidak Diharapkan
MLCF The Medical Leadership Competency Framework
NHS National Health Service
RS Rumah Sakit
SDM Sumber Daya Manusia
SOP Standar Operasional Prosedur
WHO World Health Organization

xiv Universitas Sumatera Utara


Riwayat Hidup

Penulis bernama Lisa Itawari berumur 24 tahun. Penulis lahir di Aceh

Tengah pada tanggal 31 Agustus 1995. Penulis beragama Islam, anak pertama

dari tiga bersaudara dari pasangan Hamdan dan Rukanah.

Pendidikan formal dimulai di TK Aisyiah Bustanul Athfal Aceh Tengah

Tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di MIM Teritit Tahun 2001 – 2007,

sekolah menengah pertama di SMP Swasta Darul ilmi Murni, Kabupaten Deli

Serdang Medan Tahun 2007-2010, dan sekolah menengah atas di MAN 1 Medan

Tahun 2010-2013. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi

S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Medan, Desember 2019

Lisa Itawari

xv Universitas Sumatera Utara


Pendahuluan

Latar Belakang

Rumah sakit mempunyai dampak yang besar dalam meningkatkan

kesehatan. Sesuai dengan tujuannya rumah sakit sebagai salah satu fasilitas

pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya

mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia (Aditama,

2010).

Rumah sakit adalah pelayanan klinisi. Pasien dan keluarganya dating ke

rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan klinis dari tenaga kesehatan yang

bekerja di dalamnya. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit terdiri dari

berbagai profesi dan masing-masing profesi memiliki hirarki kompetensi yang

beragam. Banyaknya variasi ini merupakan pembatas bagi terselenggaranya

pelayanan yang berorientasi pada keselamatan dan kepuasan pasien, jika tidak ada

kepemimpinan yang menyatukan visi pelayanan dari berbagai profesi tersebut.

Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang membangun spirit kebersamaan melalui

adanya shared vision dan shared value dalam mekanisme pelayanan di rumah

sakit.

Konsep five-star doctor dari WHO tidak menyebutkan kepemimpinan.

Demikian pula dalam pendidikan, kepemimpinan adalah satu aspek yang harus

ditemukan sendiri dalam pengalaman klinis, walau tidak ada standar mengenai

bagaimana kepemimpinan dibentuk selama pendidikan dokter dan dokter spesialis

di Indonesia.

Dalam jurnal yang disusun Tim Swanwick dipaparkan bahwa, dorongan

1
Universitas Sumatera Utara
2

bagi klinisi untuk menjadi seorang pemimpin dan manajer semakin meningkat

diseluruh dunia. Sir kennet, 1991 mengatakan ada dua alasan penting mengapa

kepemimpinan menjadi topik utama dalam manajemen rumah sakit yaitu:

1. Bahwa sumber daya utama di rumah sakit adalah SDM. SDM akan bekerja

lebih baik jika bekerja dalam tim. Tim tersebut akan bekerja optimal jika

ada pemimpin dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki

leadership.

2. Rumah sakit adalah organisasi yang dinamis. Organisasi yang dinamis

selalu mengalami perubahan, dalam melakukan perubahan diperlukan

leadership, karena ledership adalah modal untuk mengelola pelayanan.

Kepemimpinan klinis tidak hanya menuntut kemampuan untuk

mengkombinasikan antara kemampuan klinis dengan kemampuan

manajerial, tetapi juga harus mampu menetapkan ukuran-ukuran dan

indikator-indikator yang secara visual dapat dipergunakan untuk menilai

kinerja pelayanan secara komprehensif. Kepemimpinan klinis merupakan

kemampuan seorang klinisi baik dokter sebagai pemimpin tim dalam

meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit secara inovasi dan kreatif.

Kemampuan kepemimpinan klinis yang belum optimal menjadi masalah

manajemen rumah sakit dan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas

pelayanan. Agar kepemimpinan klinis dapat berjalan secara efektif, maka

harus diwujudkan dalam bentuk komitmen yang tinggi terutama dari

pemimpin klinis (Dwiprahasto, 2004).

National Healt System (NHS) Inggris, pada tahun 2009, telah

Universitas Sumatera Utara


3

mengembangkan Medicine Leadership Competency Frame Work. Frame work ini

dibuat atas dasar konsep kepemimpinan bersama dimana kepemimpinan tidak

terbatas hanya pada pimpinan saja, dan dimana ada rasa tanggung jawab bersama

bagi keberhasilan organisasi dan layanannya. Tindakan kepemimpinan dapat

datang dari siapa saja dalam organisasi, dan terfokus pada pencapaian kelompok

daripada inividu. Karena itu konsep kepemimpinan yang dikembangkan

merupakan konsep kepemimpinan bersama secara aktif untuk mendukung kerja

sama tim yang efektif. Maka diperlukan program yang sistematis untuk

mengembangkan kapasitas kepemimpinan dengan Kerangka kerja Medical

Leadership Competency dari NHS dipergunakan sebagai dasar pengembangan

program kepemimpinan klinis.

Dalam melihat pelaksanaan kepemimpinan klinis di RS Universitas

Sumatera Utara dapat kita lihat dengan lima domain kerangka kepemimpinan

klinis yaitu menunjukkan kualitas pribadi, bekerja dengan orang lain, mengelola

pelayanan, meningkatkan pelayanan dan menetepkan arah. Berdasarkan setelah

wawancara penelitian yang dilakukan di RS Universitas Sumatera Utara dalam

pelaksanaan kepemimpinan klinis sudah diterapkan namun belum optimal dalam

pengaplikasiannya.

Beberapa faktor yang menjadikan dokter kurang mampu untuk menjadi

seorang yang memiliki kepemimpinan klinis seperti kurang mampu dalam

mengeksplorasi diri mereka. Setiap dokter memiliki kemampuan dan mampu

menjadi seorang pemimpin, akan tetapi setiap pemimpin memiliki sifat atau

karakter yang berbeda, ada yang mampu dan ada yang kurang mampu dalam

Universitas Sumatera Utara


4

memimpin suatu tim.

Kasusnya seperti kurang berinteraksi antara petugas kesehatan lain yang

seharusnya pemimpin dapat bermain sebagai anggota tim, dan juga menunjukkan

pengaruh yang cukup untuk mendorong kontribusi masing-masing anggota tim

lainnya, karena pada dasarnya didalam pelaksanaan program kesehatan diperlukan

seorang pemimpin yang mampu menjaga hubungan dengan para kolega ataupun

antara pimpinan dengan bawahan dalam satu institusi pelayanan kesehatan karena

sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.

Kasus lainnya seperti dalam hal meningkatkan pelayanan jarang ada

seorang inovator yang menonjol disuatu tim yang dapat membawa anggota timnya

keluar dari zona nyaman karena keberaniannya untuk mencoba hal baru, dan tidak

jarang pula seorang tenaga kesehatan seperti dokter kurang percaya diri dalam

mengambil keputusan untuk suatu kasus atau suatu orientasi pada misi rumah

sakit yang seharusnya ini menjadi salah satu upaya untuk menjadi seorang

kepemimpinan klinis.

Dari penjelasan pada latar belakang dan juga berdasarkan apa yang sudah

penulis amati maka dapat dilihat kurangnya akan informasi ataupun pegetahuan

tentang lima domain kerangka kepemimpinan klinis. Maka peneliti tertarik untuk

mengidentifikasi pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan kepemimpinan klinis

Universitas Sumatera Utara


5

di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan

kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

1. Bagi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan evaluasi

ataupun masukan untuk seluruh tenaga kesehatan terutama dokter tentang

pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara.

2. Bagi Institusi Peneliti

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan untuk institusi pendidikan dalam

hal pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta keterampilan bagi

mahasiswa, serta sebagai bahan pembanding bagi peneliti lain tentang

kepemimpinan klinis.

3. Bagi Peneliti

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, juga

merupakan suatu ilmu pengetahuan baru tentang kepemimpinan klinis yang

penerapan ilmunya untuk memperluas wawasan dalam bidang pelayanan

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Tinjauan Pustaka

Kepemimpinan Klinis

Teori kepemimpinan. Kepemimpinan sudah ada saat dimulainya sejarah

manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang dan beberapa orang

yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk

apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena

manusia selalu mempunyai keterbatasan atau kelebihan tertentu (Darwito, 2008).

Menurut Siagian (2013) kepemimpinan merupakan suatu sikap untuk

mempengaruhi kepribadian seseorang agar bekerja bersama-sama menuju suatu

arah tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan

ialah kemampuan seseorang mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan

kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli diatas

dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak

dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih

merupakan konsep berdasarkan pengalaman.

Menurut Harold dan Cvril O’Donnel kepemimpinan merupakan upaya

mengajak orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama-sama.

Singkatnya kepemimpinan ialah suatu upaya yang dilakukan seseorang dalam

hubungan antar manusia untuk mempengaruhi seseorang dalam hubungan antara

manusia untuk mempengaruhi influence orang lain atau diarahkan melalui proses

komunikasi dengan maksud mencapai tujuan bersama, yang dimaksud dengan

komunikasi ialah setiap gerak gerik, tatacara, bicara dan segala tindakan yang

6
Universitas Sumatera Utara
7

dilakukan oleh seseorang.

Hampir sebagian besar definisi kepemimpinan mempunyai kesamaan kata

kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita mendapatkan bahwa

konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal

“siapa yang memanfaatkan pengaruh, maksud dari upaya mempengaruhi, cara-

cara menggunakan pengaruh tersebut” (Darwito, 2008).

Kriteria kepemimpinan. Menurut Depkes RI (2006) terdiri dari:

1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang

memerlukan perhatian, mulai dari Kejadian Nyaris Cedera (Near miss)

sampai dengan Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse event).

3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan

pasien.

4. Tersedia prosedur cepat tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain

dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang

Analisis Akar Masalah (RCA), Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan

Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai

dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara


8

6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya

menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk

memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam

kaitan dengan Kejadian Sentinel.

7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan

antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar

disiplin.

8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam

kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,

termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.

9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah

sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan

implementasinya.

Mengikut sertakan aspek kepemimpinan dan manajemen dalam sistem

pelayanan kesehatan dalam skala tim, departemen, rumah sakit atau pemerintah

dibidang kesehatan bukanlah merupakan sebuah pilihan, namun kewajiban bagi

semua klinisi. Dalam aspek pendidikan klinis dan medis, kata Tim Swanwick dan

Judy McKimm, pendidik memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa klinisi pada

generasi mendatang cukup terlibat dan memiliki pengetahuan, kemampuan dan

perilaku organisasi yang memadai untuk meningkatkan sistem pelayanan

kesehatan. Karena, upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan sangat

Universitas Sumatera Utara


9

bergantung pada perubahan sistem, bukan hanya perubahan di dalam tim (Rahma,

2013).

Syarat kepemimimpinan. Menurut W.A. Gerungan (1999) setiap

pemimpin minimal memiliki tiga syarat yaitu:

1. Memiliki Persepsi Sosial (Social Perception)

Persepsi sosial adalah keahlian untuk cepat melihat atau mengerti

perasaan, perbuatan, dan kebutuhan anggota kelompok.

2. Kemampuan Berpikir Abstrak (Ability in Abstract Thinking)

Keahlian berfikir secara abstrak dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk

bisa memahami kecenderungan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar

kelompok, dalam kaitannya beserta tujuan kelompok. Keahlian tersebut

memerlukan tingkatan intelektual yang tinggi pada seorang pemimpin.

3. Keseimbangan Emosional (Emotional Stability)

Pada diri seorang pemimpin harus ada kedewasaan emosional yang

berlandaskan pemahaman yang mendalam akan keperluan, harapan, cita-

cita dan semangat, serta penyatuan semua hal tersebut ke dalam suatu

perilaku yang harmonis sehingga seorang pemimpin dapat turut

mengharapkan keinginan dan cita-cita anggota kelompoknya.

Teori kepemimpinan klinis. Kepemimpinan klinis merupakan pendorong

upaya pengembangan visi pelayanan klinis di rumah sakit. Terciptanya visi

pelayanan klinis kelas dunia dan strategi pencapaiannya merupakan contoh praktis

keberadaan kepemimpinan klinis di rumah sakit. Namun menjadi klinisi belum

tentu memiliki kemampuan kepemimpinan klinis. Mengingat banyaknya variasi

Universitas Sumatera Utara


10

profesi di rumah sakit dan kompleksitas manajeman organisasi rumah sakit, maka

situasi ini akan menghalangi para klinisi untuk mengembangkan kemampuan

kepemimpinan. Situasi ini menjadi lebih sulit lagi oleh karena adanya otonomi

pada masing-masing profesi, hirarki komptensi, dan beban kerja yang tinggi. Oleh

sebab itu diperlukan mekanisme untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan

klinis bagi para klinisi dan calon klinisi di rumah sakit (NHS, 2009).

Kepemimpinan klinis umumnya menggambarkan keterkaitan antara nilai-

nilai kepemimpinan yang efektif dengan proses atau metode-metode yang

digunakan oleh seorang pemimpin. Seorang dikatakan sebagai pemimpin apabila

memiliki ciri-ciri kepemimpinan klinis sebagai berikut:

1. Memiliki visi dan tujuan ke depan yang jelas dan terukur.

2. Mampu secara dinamis mengkomunikasikan visi dan mnilai-nilai yang

terdapat di dalamnya kepada kolega yang lain.

3. Menciptakan iklim saling percaya, menghargai, dan memiliki keyakinan

yang tinggi untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara optimal.

4. Mendorong dan membantu kolega yang lain untuk senantiasa

meningkatkan kapasitas masing-masing dan selalu mendasarkan pada

segenap potensi yang ada.

5. Memiliki kemampuan sebgai dinamisator di lingkungan kerjanya dan

mampu menunjukan semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas

organisasi secara benar dan bertanggung jawab serta berorientasi pada

tindakan nyata dapat diteladani.

Universitas Sumatera Utara


11

Detmer and Ford menekankan bahwa kepemimpinan tidak dapat

dipisahkan dari clinical practice, kepemimpinan klinis merupakan aktivitas

dimanifestasikan dalam kegiatan sehari-hari dan mencerminkan peran klinis yang

konsisten, profesional, dan accountable. Dalam kenyataannya tidak sedikit para

klinisi yang merasa bahwa kepemimpinan klinis bukan jadi tanggung jawabnya

dan menganggap bahwa kepemimpinan adalah berkaitan dengan manajemen

sehingga harus dipisahkan dari urusan klinis.

Pemimpin klinis yang efektif harus mampu meningkatkan perannya dalam

melayani pasien, meningkatkan mutu outcome klinik, dan mencegah atau

meminimalkan risiko atas tidakan medik yang dilakukan melalui hubungan

interpersonal dan komunikasi yang baik, sikap kepemimpinan klinis harusla

diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab medik yang tinggi, berani mengakui

setiap kekeliruan prosedur yang dilakukan, dan segera melakukan tindakan

korektif yang diperlukan. Kepemimpinan klinis dengan demikian tidak saja

mencerminkan tingkat kepandaian dan keilmuan, tetapi juga logika serta

kebijaksanaan yang jauh lebih besar dari sekedar pengalaman sebagai klinisi.

Detmer and ford juga menyatakan bahwa dalam rangka kepemimpinan

klinis yang memadai, seorang klinisi harus senantiasa mampu mengantisipasi dan

mengadaptasi setiap perkembangan teknologi medik yang ada, sehingga selalu

mampu menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang terjadi yang didasarkan

pada temuan keilmuan yang mutakhir. Seorang pemimpin klinis harus bersedia

berkorban untuk meninggalkan metode-metode penatalaksanaan medik yang

Universitas Sumatera Utara


12

selama ini dianutnya, apabila metode-metode tersebut ternyata terbukti lebih do

more than good berdasarkan hasil-hasil penelitian yang valid.

Sikap kepemimpinan klinis dengan demikian haruslah melekat pada setiap

individu dokter, klinisi, perawat, dan semua petugas pelayanan kesehatan yang

terlibat langung dalam pelayanan penderita. Perkembangan sistem pelayanan

kesehatan saat ini menuntut sikap kepemimpinan klinis dan manajemen yang

lebih besar dari seluruh klinisi dari semua bidang keilmuan. Konsep ini di inggris

selajutnya menjadi salah satu isu sentral dalam pelaksanaan clinical govermance.

Kebutuhan untuk pembelajaran dalam organisasi menjadi salah satu fokus

utama dari kementrian kesehatan inggris dalam dokumen disebut An Organisation

with a Memory yang disiapkan oleh kelompok ahli yang tergabung dalam Expert

group on learning from adverse events in the NHS. Didalam dokumen tersebut

dikemukakan bahwa budaya organisasi merupakan sentral dari setiap tahapan

pada pembelajaran dalam organisasi, mulai dari upaya untuk menjamin bahwa

setiap adverse event sekecil apapun harus diidentifikasi dan dilaporkan untuk

selanjutnya dapat dibuat langkah-langkah koreksinya. Dalam dokumen tersebut

juga dikemukakan bahwa safety culture harus menjadi bagian utama dari suatu

lingkungan pembelajaran bukannya budaya saling menyalahkan.

Veronica dari Institute Of Clinical Leadership mengatakan bahwa ada

tujuh kompetensi dokter dalam kepemimpinan klinis. Ketujuh kompetensi

tersebut adalah :

1. Keterlibatan dalam semua sejawat klinis dalam menjaga dan

meningkatkan keselamatan.

Universitas Sumatera Utara


13

2. Berkontribusi dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait

peningkatan mutu dan luaran playanan.

3. Mengangkat isu dan bertindak nyata dalam kepedulian terhadap

keselamatan pasien.

4. Mendemonstrasikan kerja sama tim dan kepemimpinan yang efektif.

5. Mendukung lingkungan kerja yang bebas deskriminai, perundungan

(bullying), dan pelecehan.

6. Berkontribusi pada pendidikan dan profesi klinis lain termasuk mejadi

teladan (role model) dalam arti positif.

7. Mempergunakan sumber daya untuk kebaikan pasien dan masyarakat.

Untuk meraih ketujuh kompetensi tersebut, dokter dapat belajar dari

clinical leadership competency framework yang diterbitkan olen NHS Leadership

Academy. Adapun lima doamin yang terdapat dalam clinical leadership

competency framework yaitu sebagai berikut.

Kerangka kepemimpinan klinis. Menurut NHS, 2009 adapun lima

domain yang terdapat dalam kerangka kepemimpinan yaitu:

1. Menunjukkan Kualitas Pribadi

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif perlu memanfaatkan

nilai-nilai, kekuatan dan kemampuan mereka untuk memberikan

perawatan standar yang tinggi. Ini membutuhkan dokter untuk

menunjukkan kompetensi dalam bidang:

Universitas Sumatera Utara


14

a. Mengembangkan kesadaran diri: dengan menyadari nilai-nilai, prinsip,

dan asumsi mereka sendiri, dan dengan mampu belajar dari

pengalaman.

b. Mengelola diri sendiri: dengan mengatur dan mengelola diri sendiri

sambil mempertimbangkan kebutuhan dan prioritas orang lain.

c. Pengembangan pribadi berkelanjutan: dengan belajar melalui

berpartisipasi dalam pengembangan profesional berkelanjutan dan dari

pengalaman dan umpan balik.

d. Bertindak dengan integritas: dengan berperilaku secara terbuka, jujur,

dan etis.

2. Bekerja dengan Orang Lain

Dokter menunjukkan kepemimpinan dengan bekerja sama dengan orang

lain dalam tim dan jaringan untuk memberikan dan meningkatkan layanan.

Ini mengharuskan dokter untuk menunjukkan kompetensi dalam bidang:

a. Mengembangkan jaringan: dengan bekerja dalam kemitraan dengan

pasien, perawat, pengguna layanan dan perwakilan mereka, dan kolega

di dalam dan di seluruh sistem untuk menyampaikan dan meningkatkan

layanan.

b. Membangun dan memelihara hubungan: dengan mendengarkan,

mendukung orang lain, mendapatkan kepercayaan dan menunjukkan

pemahaman.

c. Mendorong kontribusi: dengan menciptakan lingkungan di mana orang

lain memiliki kesempatan untuk berkontribusi.

Universitas Sumatera Utara


15

d. Bekerja dalam tim: untuk memberikan dan meningkatkan layanan.

3 Mengelola Pelayanan

Dokter yang menunjukkan kepemimpinan efektif berfokus pada

keberhasilan organisasi tempat mereka bekerja. Ini mengharuskan dokter

untuk menunjukkan kompetensi dalam bidang:

a. Perencanaan: dengan secara aktif berkontribusi pada rencana untuk

mencapai tujuan layanan.

b. Mengelola sumber daya: dengan mengetahui sumber daya apa yang

tersedia dan menggunakan pengaruhnya untuk memastikan bahwa

sumber daya digunakan secara efisien dan aman, dan mencerminkan

keragaman kebutuhan.

c. Mengelola orang: dengan memberikan arahan, meninjau kinerja,

memotivasi orang lain, dan mempromosikan kesetaraan dan keragaman.

d. Mengelola kinerja: dengan meminta pertanggungjawaban diri sendiri

dan orang lain atas hasil layanan.

4 Meningkatkan Pelayanan

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif membuat perbedaan

nyata bagi kesehatan masyarakat dengan memberikan layanan berkualitas

tinggi dan dengan mengembangkan peningkatan layanan. Ini

mengharuskan dokter untuk menunjukkan kompetensi dalam bidang:

a. Memastikan keselamatan pasien: dengan menilai dan mengelola risiko

pada pasien yang terkait dengan pengembangan layanan,

Universitas Sumatera Utara


16

menyeimbangkan pertimbangan ekonomi dengan kebutuhan keamanan

pasien.

b. Mengevaluasi kritis: dengan dapat berpikir analitis, konseptual, dan

mengidentifikasi dimana layanan dapat ditingkatkan, bekerja secara

individu atau sebagai bagian dari tim.

c. Mendorong peningkatan dan inovasi: dengan menciptakan iklim

peningkatan layanan berkelanjutan.

d. Memfasilitasi transformasi: dengan berkontribusi aktif untuk mengubah

proses yang mengarah pada peningkatan layanan kesehatan.

5 Pengaturan Arah

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif berkontribusi pada

strategi dan aspirasi organisasi dan bertindak dengan cara yang konsisten

dengan nilai-nilainya. Ini membutuhkan dokter untuk menunjukkan

kompetensi dalam bidang:

a. Mengidentifikasi konteks untuk perubahan: dengan menyadari

berbagai faktor yang harus dipertimbangkan.

b. Menerapkan pengetahuan dan bukti: dengan mengumpulkan

informasi untuk menghasilkan tantangan berbasis bukti untuk

sistem dan proses untuk mengidentifikasi peluang perbaikan

layanan.

c. Membuat keputusan: menggunakan nilai-nilai mereka, dan bukti,

untuk membuat keputusan yang baik.

Universitas Sumatera Utara


17

d. Mengevaluasi dampak: dengan mengukur dan mengevaluasi hasil,

mengambil tindakan korektif jika perlu dan dengan dimintai

pertanggung jawaban atas keputusan mereka.

Perkembangan Kepemimpinan Klinis dan Mutu

Kepemimpinan klinis versus otonomi klinis. Kepemimpinan klinis

umumnya berhubungan dengan klinisi yang secara langsung berperan serta dalam

proses pelayanan pasien. Istilah clinical leader biasanya juga digunkan untuk

seorang tenaga kesehatan yang selain masih ikut dalam proses manajerial

termasuk diantaranya manajemen SDM. Hal ini berbeda dengan klinisi yang

diangkat sebagai manajer dan terpaksa tidak lagi terlibat langsung dalam

penatalaksanaan pasien.

Dalam praktik kedokteran tempo dulu dikenal istilah otonomi klinis yaitu

bahwa seorang klinis memiliki otoritas penuh dalam pengambilan keputusan

medik dan penatalaksanaan klinis bagi pasiennya. Istilah ini selanjutnya

berkembang menjadi clinical freedom atau kebebasan klinis dari seorang dokter

dalam mengobati pasien. Melalui paradigma baru kedokteran yaitu evidence-

based medicine, maka konsep kebebasan klinik dianggap sudah usang dan harus

ditinggalkan karena pada dasarnya setiap upaya medik harus bisa dipertanggung

jawabkan secara ilmiah berdasarkan hasil-hasil penelitian yang terbaru dan valid.

Atas dasar baru paradigma ini maka penatalaksanaan medik yang hanya berbasis

pada pengalaman, dan pendapat individu sudah ditinggalkan orang.

Kepemimpinan klinis dan evidence-based medicine. Ilmu kedokteran

berkembang sangat pesat. Teori-teori lama segera diganti dengan teori baru yang

Universitas Sumatera Utara


18

lebih mapan dan didasarkan pada hasil penelitian yang lebih valid. Pengambilan

keputusan klinik yang hanya didasarkan oleh pengalaman akan segera terkubur

dan current best evidence yang menunjukan bahwa beberapa prasarat medik

sudah harus ditinggalkan karena terbukti membahayakan pasien atau

menimbulkan medical error. Beberapa contoh prasarat medik yang semula

dianggap benar tetapi saat itu disebut medical error antar lain: melakukan

tindakan episiotomi rutin pada primigravida, pemasangan kateter di bangsal

perawatan, digitalisasi perinfus bukannya melalui injection pump dan

menegakkan diagnosis tifus abdominalis menggunakan pemeriksaan widal.

Evidence-based medicine telah mengubah kultur medik yang semula lebih

mendewakan kemampuan klinis seorang menjadi suatu upaya medik yang harus

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Tuntutan terhadap adanya tanggung

jawab profesional secara kolektif saat ini sudah menjadi bagian integral dari

sistem pelayanan kesehatan yang baik. Dalam kenyataannya, kepemimpinan klinis

tidak hanya mengharuskan keahlian untuk mengkombinasikan antara keahlian

klinis dengan keahlian manajerial, tetapi juga harus bisa menetapkan ukuran-

ukuran dan indikator-indikator yang secara langsung dapat dilihat dan digunakan

untuk menilai kinerja pelayanan kesehatan secara luas. Agar kepemimpinan klinis

mampu berjalan secara ampuh maka patut diwujudkan dalam bentuk perjanjian

yang tinggi daripada klinisi untuk melaksanakan setiap upaya medik secara

accountable dibawah koordinasi seorang clinical leader yang ditunjuk di antara

mereka sendiri.

Universitas Sumatera Utara


19

Kepemimpinan klinis dalam program keselamatan pasien.

Kepemimpinan klinis bukan merupakan konsep baru dalam dunia layanan

kesehatan. Ia bahkan merupakan sebuah kebutuhan untuk mengoptimalkan

potensi seluruh profesi di bidang layanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk

memberi pelayanan kesehatan yang sempurna dan meningkatkan keluaran pasien.

Saat ini, dorongan bagi klinisi untuk jadi pemimpin dan manajer semakin

meningkat diseluruh dunia. Kondisi ini mendorong upaya agar tema

kepemimpinan klinis dapat dikembangkan dan didukung oleh agenda kebijakan

seperti tema keselamatan pasien dan peningkatan kualitas (Rahma, 2013).

Kepemimpinan berisi metode kesejahteraan pasien diperlukan untuk

menjamin kelangsungan program mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penetapan visi dan misi berorientasi keselamatan pasien dalam pelayanan RS

menjadi indikator penilaian proses kepemimpinan berjalan efektif. Pemilihan

strategi untuk pencapaian tujuan dari program juga perlu ditentukan. Strategi-

strategi yang dipilih berdasarkan kondisi yang ada di organisasi dan tujuan yang

ingin dicapai serta memenuhi semua unsur yang terdapat dalam struktur dan

sistem. Kepemimpinan di tingkat rumah sakit seperti: (1) ada anggota direksi yang

bertanggung jawab atas keselamatan pasien; (2) di beberapa bagian ada yang

menjadi “penggerak” (champion) keselamatan pasien; (3) prioritaskan

keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/manajemen; (4) masukkan

keselamatan pasien dalam program pelatihan staf.

Kegiatan di tingkat tim keselamatan pasien dapat berupa: (1) ada

“penggerak” dalam tim yang memimpin gerakan keselamatan pasien; (2)

Universitas Sumatera Utara


20

menjelaskan relevansi dan manfaat keselamatan pasien bagi setiap staf; (3)

menumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden. Kegiatan di

tingkat tim ini harus terintegrasi dengan upaya yang dilakukan di tingkat

organisasi (Lestari, 2014).

Rumah Sakit

Definisi rumah sakit. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif,

dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh

ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang baik.

Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh (integral) dari organisasi

sosial dan medis; berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap

kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan

keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan; dan rumah sakit juga merupakan

pusat untuk latihan tenaga kesehatan serta untuk latihan biososial (Ilyas, 2012).

Kewajiban rumah sakit. Adapun kewajiban rumah sakit dalam Pasal 29

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu:

1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


21

2. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan Rumah Sakit.

3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya.

4. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

5. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin.

6. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

buang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar

biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

7. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan

di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

8. Menyelenggarakan rekam medis.

9. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,

anak-anak, lanjut usia.

10. Melaksanakan sistem rujukan.

11. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan

etika serta peraturan perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara


22

12. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien.

13. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.

14. Melaksanakan etika rumah sakit.

15. Melaksanakan etika rumah sakit.

16. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

17. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional.

18. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

19. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by

laws).

20. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah

Sakit dalam melaksanakan tugas.

21. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa

rokok.

Tugas dan fungsi rumah sakit. Menurut Permenkes RI No.

1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di

Lingkungan Departemen Kesehatan, tugas rumah sakit adalah melaksanakan

pelayanan kesehatan paripurna, dan pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya dalam

melaksanakan tugas di atas, rumah sakit menyelenggarakan fungsi-fungsi:

1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier.

Universitas Sumatera Utara


23

2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian

pelayanan kesehatan.

3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

4. Pelaksanaan administrasi rumah sakit.

Kesalahan medis di rumah sakit. Kelalaian medik dapat digolongkan

sebagai malpraktek, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur

kelalaian medik, dengan perkataan lain malpraktek mempunyai cakupan yang

lebih luas daripada kelalaian medik (Siswoyo, 2010). Menurut Institute of

Medicine,medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to

be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to

achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan

sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk

diselesaikan tidak seperti yang diharapkan, kesalahan tindakan atau perencanaan

yang salah untuk mencapai suatu tujuan. Kesalahan yang terjadi dalam proses

asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada

pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan

/KTD). Hal ini sangat merugikan dan membahayakan, pasien dapat mengalami

hal buruk dan pemberi tindakan juga dapat terkena pasal pelanggaran hukum

(Pontoh, 2013).

Hampir setiap kegiatan medik memiliki risiko yang dibuktikan dari

laporan IOM (Institute of Medicine). Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar

Universitas Sumatera Utara


24

48.000-100.000 pasien wafat dampak dari kekeliruan medik diberbagai pusat

sarana kesehatan. Data pasti kekeliruan medik di Indonesia sulit diperoleh, karena

sebagian tidak dikenali, dianggap biasa, atau tidak dicatat. Pemahaman dan

keahlian yang kurang mengenal serta sikap takut pada atasan menyebabkan

insiden yang terjadi tidak dicatat dan dilaporkan. Berdasarkan beberapa studi

dalam laporan IOM diketahui bahwa, kesalahan medik dengan konsekuensi serius

paling sering terjadi di ICU (Intensive Care Unit), ruang operasi, dan unit gawat

darurat (Nasution, 2009).

Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

kerangka kepemimpinan klinis NHS (2009) yang menjelaskan bahwa ada 5

kerangka kepemimpinan klinis, yaitu:

a. Menunjukkan kualitas pribadi

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif perlu memanfaatkan

nlai-nilai, kekuatan dan kemampuan mereka untuk memberikan perawatan

standar yang tinggi.

b. Bekerja dengan orang lain

Dokter menunjukkan kepemimpinan dengan bekerja sama dengan orang

lain dalam tim dan jaringan untuk memberikan dan meningkatkan layanan.

c. Mengelola pelayanan

Dokter menunjukkan kepemimpinan efektif berfokus pada keberhasilan

organisasi tempat mereka bekerja.

d. Meningkatkan pelayanan

Universitas Sumatera Utara


25

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif dengan membuat

perbedaan nyata bagi kesehatan masyarakat dengan memberikan layanan

berkualitas tinggi dan dengan mengembangkan peningkatan layanan.

e. Pengaturan arah

Dokter menunjukkan kepemimpinan yang efektif berkontribusi pada

strategi dan aspirasi organisasi dan bertindak dengan cara yang konsisten

dengan nilai-nilainya.

Kerangka Berpikir

Menunjukkan
kualitas pribadi

Bekerja dengan
Menetapkan arah
orang lain

Kepemimpinan
Klinis
Meningkatkan Mengelola
pelayanan pelayanan

Gambar 1. Kerangka berpikir

Universitas Sumatera Utara


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Ciri dari metode kualitatif

adalah data yang disajikan dalam bentuk deskripsi yang berupa teks naratif, kata-

kata, ungkapan, pendapat, gagasan yang dikumpulkan oleh peneliti dari beberapa

sumber sesuai dengan teknik atau cara pengumpulan data. Kemudian, data

dikelompokkan berdasarkan kebutuhan dengan pendekatan interpretatif terhadap

subjek selanjutnya dianalisis (Denzin dan Lincoln, 2009).

Pendekatan kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses dan makna

yang bersifat deskriptif didapat melalui kata atau gambar serta bersifat induktif

(Creswell, 1994). Oleh karena itu, jenis penelitian kualitatif yang digunakan pada

penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan

kepemimpinan klinisdi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara tahun 2019.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian. Lokasi penelitian di Rumah Sakit Universitas

Sumatera Utara Tahun 2019.

Waktu penelitian. Penelitian diawali dari proses pembuatan proposal

yang dimulai sejak bulan November 2018. Proses penelitian dilakukan bulan

september 2019.

Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling

(bertujuan), yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mampu

memberi informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan

26
Universitas Sumatera Utara
27

kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019.

Adapun kriteria yang menjadi sumber informan adalah sebagai berikut:

1. Subjek penelitian memiliki peran yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

2. Subjek penelitian mempunyai waktu untuk mengikuti rangkaian

kegiatanpenelitian.

3. Subjek penelitian dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya

sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini yaitu:

1. Dokter Anak tiga orang

2. Dokter Penyakit Dalam dua orang

Definisi Konsep

Definisi Konsep dalam penelitian ini dibuat berdasarkan kerangka berfikir

adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan Kualitas Pribadi dapat dilihat berdasarkan kompetensi:

mengembangkan kesadaran diri, mengola diri sendiri, pengembangan

pribadi berkelanjutan dan bertindak dengan integritas.

2. Bekerja dengan orang lain dapat dilihat berdasarkan kompetensi:

mengembangkan jaringan, membangun dan memelihara hubungan,

mendorong kontribusi dan bekerja dalam tim.

3. Mengelola pelayanandapat dilihat berdasarkan kompetensi: perencanaan,

mengelola sumber daya, mengelola orang dan mengelola kinerja.

Universitas Sumatera Utara


28

4. Meningkatkan pelayanan dapat dilihat berdasarkan kompetensi:

memastikan keselamatan pasien, mengevaluasi kritis, mendorong

peningkatan dan inovasi dan memfasilitasi transformasi.

5. Menetapkan arah dapat dilihat berdasarkan kompetensi: mengidentifikasi

konteks untuk perubahan, menerapkan pengetahuan dan bukti, membuat

keputusan dan mengevaluasi dampak.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam

berpedoman pada panduan wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif interaktif yaitu merupakan

studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang

dalam lingkungan alamiahnya. Peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena

bagaimana orang mencari makna daripadanya (Sukmadinata, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Hasil Penelitian dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara adalah entitas Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan/Dikti yang pengelolaannya dilaksanakan oleh

Universitas Sumatera Utara. Rumah Sakit Universitas berdiri tahun 2011. Rumah

Sakit ini ditetapkan Kementrian Kesehatan Kelas C dan sejak 1 April 2016 telah

bekerjasama dengan BPJS. Kemudian Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan

Tinggi (Menristek Dikti) Prof. Muhammad Nasir meresmikan Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara pada hari Senin Tanggal (09/01/2017).

Rumah Sakit USU dibangun diatas lahan milik USU dengan sertifikat hak

pakai seluas 38.000 m2, berlokasi di Pusat Kota, jalan. Dr. T. Mansyur,

bersebrangan dengan Kampus Universitas Sumatera Utara. Bangunan Utama

berlantai 5 dengan luas total 52.200 m2, menempati sekitar 35% dari tapak lahan.

Rumah Sakit USU dirancang untuk dapat mengakomodasi pelayanan

rawat jalan di sejumlah klinik/sub spesialis, pelayanan rawat inap dengan

kapasitas 400 tempat tidur, instalasi gawat darurat dengan pelayanan 24 jam,

kamar bedah, ruang persalinan, perawatan intensif, pelayanan hemodialise dan

rehabilitasi medik. Berbagai peralatan radiodiagnostik/pencitraan, laboratorium

klinik dan fasilitas/peralatan pelayanan lainnya dilengkapi untuk penyelenggaraan

fungsi rumah sakit. dalam menyelenggarakan pelayanan Rumah Sakit USU

memilih motto: Kualitas, Aman, Bersahabat (Quality,Safety, Friendly).

Departemen Pelayanan Medis terdiri dari 23 Departemen yaitu Gigi dan

Mulut, Ilmu Penyait Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Bedah, Obsetri dan

29
Universitas Sumatera Utara
30

Ginekologi, Neurologi, Pulmologi, Kardiologi, Optimologi, THT-KL,

Dermatologi, Psikiatri, Anestesiologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik, Bedah

Urologi, Radiologi, Patologi Klinis Gizi Klinis, Psikologi Klinis dan Kedokteran

Kehakiman.

Filsafah Rumah Sakit USU. Filsafah Rumah Sakit USU yaitu :

1. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan;

2. Kesehatan masyarakat yang paripurna akan terwujud melalui pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau;

3. Pelayanan kesehatan yang bermutu terselenggara melalu proses

pengembangan sumber daya kesehatan yang berkualitas.

Rumah Sakit USU menganut dua nilai dasar yang pertama, Kepulihan

Pasien adalah unit tertinggi yang maksudnya adalah pelayanan berorientasi

kepada pasien. Kedua, tidak membahayakan keselamatan pasien.

Visi dan misi Rumah Sakit USU. Visi Rumah Sakit USU adalah sebagai

pusat pengembangan IPTEKDOK 2025 di wilayah Indonesia Barat. Adapun misi

Rumah Sakit USU yaitu:

1. Meningkatkan mutu Dokter, Dokter Spesialis dan tenaga kesehatan serta

mutu Pelayanan Kesehatan khususnya di Sumatera Bagian Utara.

2. Mengembangkan IPTEKDOK secara terpadu antara berbagai cabang ilmu

kedokteran dan kesehatan maupun ilmu-ilmu lain yang menunjang.

Universitas Sumatera Utara


31

Tujuan Rumah Sakit USU. Adapun tujuan Rumah Sakit USU adalah:

1. Menghasilkan sumber daya manusia bidang kedokteran/kesehatan yang

bermutu, handal dan tulus dalam melaksanakan serta mengintegrasikan

pelayanan pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan penelitian;

2. Mewujudkan upaya pelayanan pemeliharaan kesehatan yang paripurna,

menyeluruh, terintegrasi, terjangkau dan berkesinambungan;

3. Menciptakan suasana akademik yang mendukung pendidikan, penelitian

dan pelayanan pemeliharaan kesehatan yang bermutu dan aman;

4. Membina tim kerjasama profesional yang solid dengan perbaikan mutu

kinerja berkesinambungan;

5. Menyelenggarakan jejaringan rumah sakit yang mengemban tugas

pendidikan, penelitian dan memelihara kesehatan serta mampu menjadi

pusat rujukan regional rumah sakit di wilayah Sumatera Utara;

6. Meningkatkan kemandirian Universitas Sumatera Utara dalam

pelaksanaan Tridarma dan pengembangan otonomi Perguruan Tinggi.

Karakteristik Informan

Informan penelitian ini terdapat 5 orang Dokter yang terdiri dari 3 Dokter

Spesialis Anak dan 2 Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Karakteristik dari masing-

masing informan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


32

Tabel 1

Karakteristik Informan RS Universitas Sumatera Utara Tahun 2019

Unit Pendidikan Terakhir Jenis kelamin Umur


Informan 1 S2 Laki-laki 38 Tahun
Informan 2 S2 Perempuan 35 Tahun
Informan 3 S2 Perempuan 39 Tahun
Informan 4 S2 Perempuam 34 tahun
Informan 5 S2 Perempuan 32 tahun

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera


Utara

Pelaksanaan kepemimpinan klinis penting dilakukan, mulai dari penerapan

prilaku kepemimpinan klinis yang sederhana ataupun kompleks. sikap

kepemimpinan klinis memiliki peran untuk mengembangkan visi pelayanan klinis

untuk mengoptimalkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan keluaran

pasien yang semakin baik. Karena itu pentingnya sikap kepemimpinan klinis

diketahui oleh seluruh klinisi yang masi terkait dengan pelayanan pasien dan juga

manajemen di rumah sakit. penelitian ini mendeskripsikan tanggapan seorang

Doktek Anak dan Dokter Penyakit Dalam tentang Pelaksanaan Kepemimpinan

Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Menunjukkan Kualitas


Pribadi

Berbagai jawaban yang dikemukkan oleh informan terkait pelaksanaan

kepemimpinan klinis dalam hal menunjukkan kualitas pribadi. Informan diberikan

pertanyaan mengenai bagaimana tanggapan informan terkait mengembangkan

kesadaran diri, mengelola diri sendiri, pengembangan pribadi berkelanjutan dan

bertindak dengan integritas dalam Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah

Universitas Sumatera Utara


33

Sakit Universitas Sumatera Utara.

Mengembangkan kesadaran diri. Dokter sebagai seorang pemimpin

klinis mengembangkan kesadaran diri dengan mengerti prinsip dan asumsi diri

dan mampu belajar dari pengalaman. Terdapat tiga informan mengatakan bahwa

dokter sebagai seorang pemimpin klinis mengembangkan kesadaran diri harus

tahu batas kemampuan dirinya, tidak memaksakan sesuatu diluar batas

kemampuan mereka dan tahu posisinya sebagai apa dan perannya apa.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“harus tau batas kemampuan dia, maksudnya kalau dia Cuma


tau ilmunya dari a sampai e minsalnya pasiennya perlu f berarti
dia harus konsul jangan memaksakan diri dia. Dia juga harus
tau kelengkapan fasilitas rumah sakit, biar jangan memaksa
bahwa kasus ini kalau memang gak bisa ditangani di rumah
sakit ini karena fasilitasnya gak lengkap dia harus segera
merujuknya. Dia juga harus mengetahuai SDM dari perawat,
maksudnya kalau perawat gak ngerti dengan apa yang
disarankan si dokter si pemimpin klinis tadi contohnya, si dokter
nyuruh pantau kencingnya pasien, si perawat malah cuma
melihat si pasien kecing atau tidak karna tidak tau apa yang
mau dilihat.”(Informan 1)

“dia harus berusaha menyadari apasih kekurangan dari dalam


dirinya sehingga dia mau menyadari untuk mengembangkan
kekurangannya tersebut tanpa malu untuk bertanya dengan
teman sejawatnya yang lain. Kemudian dia juga harus bisa
bekerjasama dalam melaksanakan pelayanan kepasien, jadi
tidak semua harus dilakukan padahal satu pasien itu bisa saja
dia komprehensif perlu penanganan kerjasama dengan orang
lain.”(Informan 3)

“yang penting kita tau posisi kita ada dimana artinya kita
mungkin kalo untuk merawat pasien sebagai DPJP kita tau,
mungkin kita yang memberi keputusan ya, kemudian kita
mungkin ada kendala-kendala dalam perawatan atau pelayanan
mungkin kita yang mesti cari solusi mungkin kayak minsalnya
obat gak tersedia kita cari solusinya, terus kalo memahami diri
sih ya kita tau aja posisi kita sebagai apa dan perannya gitu aja
sih.”(Informan 5)

Universitas Sumatera Utara


34

Menurut dua informan lainnya mengembangkan kesadaran diri itu

tergantung pribadinya masing-masing dan DPJP sudah harus memiliki

kepemimpinan. Seperti berikut:

“tergantung pribadi masing-masing orangnya, apakah bisa


menjadi seorang pemimpin yang baik dan benar bukan dari
jabatan yang dia miliki.”(Informan 2)

“Sudah sekali memang, karena seluruh DPJP disini sebagai


dosen, dosen yang notabennya harus memiliki
kepemimpinan.”(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terkait

mengembangkan kesadaran diri dalam menunjukkan kualitas pribadi didapatkan

bahwa dokter sebagai seorang kepemimpinan klinis harus tahu batas

kemampuannya, dia harus berusaha menyadari apa kekurangan dari dalam

dirinya, tidak memaksakan diri diluar batas kemampuannya, tahu perannya

sebagai apa dan mengatakan kepemimpinan sudah dimiliki setiap DPJP dan

tergantung dari pribadinya masing-masing bisa menjadi seorang pemimpin atau

tidak.

Kesadaran diri tidak terbentuk secara otomatis, melainkan karena adanya

usaha individu. Tahapan kesadaran individu ditentukan oleh beberapa besar atau

sejauh mana individu tersebut berusaha mengembangkan kesadaran dirinya.

Kesadaran yang meningkatkan kesadaran dirinya akan kemampuan yang dimiliki,

mampu memilih dan memilah hal-hal dilakukan dalam menjalani kehidupan,

sehingga setiap tindakan yang dilakukan tidak mengandung unsur yang

merugikan pada dirinya.

Dari hasil wawancara dalam mengembangkan kesadaran diri sudah

Universitas Sumatera Utara


35

diterapkan dengan baik seperti diatas namun belum optimal. Seperti menurut teori

The Medical Leadership Competency Framework (MLCF) mengembangkan

kesadaran diri, sikap dan kompetensi yang harus ditunjukkan seorang dokter

sebagai seorang pemimpin dalam elemen mengembangkan kesadaran diri sikap

yang harus ditunjukkan seorang dokter yaitu kesadaran diri dengan menyadari

nilai, prinsip dan mampu belajar dari pengalaman dengan kompetensi yang harus

ditunjukkan dengan: 1) mengakui nilai dan prinsip yang dimiliki diri sendiri dan

membedakan antara kelompok dan individu, 2) mengidentifikasi kekuatan dan

keterbatasan diri serta dampak dari prilaku dan tingkat stres diri kepada orang

lain, 3) mengidentifikasi emosi dan persepsi diri serta bagaimana pengaruh

dengan penilaian orang lain, dan 4) memperoleh, menganalisis dan bertindak

umpan balik dari berbagai sumber.

Mengelola diri sendiri. Terdapat dua informan yang di wawancarai

mengatakan bahwa dalam mengelola diri sendiri sudah memiliki pengalaman baik

ke pasien ataupun ke rekan kerja mereka jadi belajar dari pengalaman. Berikut

yang diungkapkan informan:

“saya rasa dengan masing-masing sudah memiliki pengalaman


sendiri gitu kan, selama sebelum kita menjadi spesialis itu kan
sudah sekolah lama di dalam sekolah itulah kita sudah ada
pengalaman, baik pengalaman langsung terjun ke pasien
maupun bagaimana berhadapan dengan teman sejawat gitu.
Jadi selama perjalanan, yang sudah ditempah itulah mereka
sudah terbiasa, belajar dari pengalaman juga, jadi sudah
mengalir gitu aja jadinya saya rasa seperti itu dan intinya kami
sebagai profesi dokter ini adalah saling menghormati satu sama
lain teman sejawat. Sebagaimana kita ingin diperlakukan teman
kita begitu juga kita memperlakukan teman.”(Informan 4, 5)

Universitas Sumatera Utara


36

Menurut dua informan lainnya mengatakan bahwa harus bisa mengelola

diri mereka karena pasien sekarang sangat kritis terhadap suatu hal. Berikut

ungkapan informan penelitian:

“harus bisa, apalagi pasien sekarang sangat kritis dalam suatu


hal, sangat banyak pertanyaannya, bahkan bisa di ulang-ulang,
bahkan sudah dijelaskan panjang lebar dia ngulang pertanyaan
yang sama. Belum lagi diluar yang sibuk nanyak si perawat
yang gak ngerti apa yang dianjurkan dokter. Karena ini kita
pekerjaannya dengan manusia bukan dengan alat.”(Informan
1,3)

Menurut salah satu informan lagi mengatakan bahwa mengelola diri itu

kalau saya bilang semuanya baik, harus menarik ucapan tersebut. Berikut

ungkapan informan penelitian:

“kalau saya bilang semuanya seorang klinis itu adalah baik


kepemimpinannya, saya harus menarik ucapan itu sendiri
tergantung dari orangnya gak bisa saya bilang kalau uda
pemimpinnya klinisi uda oke.”(Informan 2)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terkait mengelola

diri sendiri dalam menunjukkan kualitas pribadi didapat bahwa dokter sebagai

seorang kepemimpinan klinis harus bisa mengelola diri mereka karena pasien

jaman sekarang sangat kritis terhadap satu hal dan harus belajar dari pengalaman

juga untuk menjadi lebih baik lagi dalam melayani pasien.

Mengelola diri adalah sebuah proses merubah baik itu dari segi intelektual,

emosional, spiritual dan fisik agar apa yang kita inginkan dapat tercapai (Wijono,

2010). Kemampuan mengelola diri seseorang sangat erat kaitannya dengan

mengelola diri yang dimilikinya. Menurut Goleman (2000), mengelola diri adalah

kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to

Universitas Sumatera Utara


37

manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.

Mengelola diri dari hasil penelitian sudah diterapkan namun belum

optimal seperti menurut teori MLCF. Seharusnya seorang dokter yang memiliki

kepemimpinan yang baik memiliki sikap seperti menurut teori The Medical

Leadership Competency Framework (MLCF) Mengelola Diri Sendiri, sikap yang

dokter sebagai kepemimpinan klinis yaitu mengelola dan mengatur diri dalam

mempertimbangkan kebutuhan dan prioritas orang lain dengan memiliki

kompetensi yang ditunjukkan seperti: 1) mengelola dampak dari emosi diri

dengan mempertimbangkan efeknya kepada orang lain, 2) bertanggung jawab dan

berkomitmen dengan baik, 3) memiliki rencana dan sikap yang fleksibel serta

memperhatikan kebutuhan orang lain, dan 4) membuat rencana kerja untuk

memenuhi target sesuai dengan persyaratan profesi dengan tetap mengutamakan

kesehatan diri.

Pengembangan pribadi berkelanjutan. Keempat informan mengatakan

hal yang sama pengembangan pribadi berkelanjutan dalam menunjukkan kualitas

pribadi biasanya mengikuti seminar-seminar atau pelatihan baik dari rumah sakit

itu sendiri atau dari luar rumah sakit. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“ya ikut seminar-seminar ya kalo secara realnya yang ada


pembuktiannya, kita ikut seminar baik dalam rumah sakit, dari
luar rumah sakit, luar kota atau mungkin luar negeri. Terus ikut
pelatihan-pelatihan mungkin untuk mengembangkan
pengetahuan atau sebenarnya untuk pengembangan diri ya,
banyak terus belajar karena kita rumah sakit pendidikan juga,

Universitas Sumatera Utara


38

terus dari pelayanan kita juga terus belajar.”(Informan 1, 3, 4


dan 5)

Menurut salah satu informan mengatakan ungkapan seperti berikut:

“lebih mempelajari tetang yang tadi aku bilang kesegala


kekurangannya di bidang administrasi.”(Informan 2)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terkait

pengembangan pribadi berkelanjutan dalam menunjukkan kualitas pribadi dokter

sebagai seorang kepemimpinan klinis didapatkan empat informan mengatakan

pengembangan pribadi berkelanjutan dikembangkan yaitu dengan mengikuti

seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan baik dari rumah sakit atau dari luar

rumah sakit.

Pengembangan pribadi berkelanjutan dari hasil wawancara bisa dilihat

sudah diterapkan dengan baik. Seperti menurut The Medical Leadership

Competency Framework (MLCF) Pengembangan pribadi berkelanjutan, sikap

yang harus ditunjukkan dokter sebagai kepemimpinan dalam pengembangan

pribadi berkelanjutan adalah berpartisipasi dalam pengembangan diri yang

profesional dari pengalaman dan hasil umpan balik dengan kompetensinya yang

ditunjukkan dengan 1) aktif mencari peluang dan tantangan untuk pembelajaran

dan pengembangan diri, 2) belajar dari kesalahan dan menjadikannya sebagai

kesempatan untuk belajar, 3) berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan diri

secara profesional dan 4) memperbaiki prilaku setelah mendapatkan umpan balik.

Bertindak dengan integritas. Kelima informan yang di wawancarai

mengatakan bahwa dokter sebagai seorang kepemimpinan klinis disini sudah

bertindak dengan integritas. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

Universitas Sumatera Utara


39

“kalau di sini saya lihat sudah, karena kan saling menjalin


komunikasi, dimana sih, apa sih kekurangan yang harus diisi,
kekurangan yang harus dilengkapi, kemudian saling memberi
tahu kalau ada event-event tertentu atau seminar saling
mengajak untuk mengisi keilmuan atau keahlian.”(Informan 4)

“iya, mayoritas sudah karena pasti tujuannya sama sih ya kalo


kepemimpinan klinis pasti tujuannya sama, rata-rata semua
pemimpin klinis atau DPJP berarti ya pasti tujuannya
mengusahakan yang terbaik, pasti ya berusaha dengan
integritas.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terkait bertindak

dengan integritas dalam menunjukkan kualitas pribadi dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis di RS Universitas Sumatera Utara mayoritas diungkapkan

oleh kelima informan sudah bertindak integritas.

Integritas merupakan kemampuam seseorang untuk memahami keadaan

yang baik dan buruk dan bisa memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk

serta mampu menerapkan yang baik dan menularkannya kepada orang lain.

karena itu integritas seorang pemimpin akan sangat didambakan oleh para

bawahannya.

Bertindak dengan integritas dari hasil wawancara bisa dilihat sudah

diterapkan dengan baik. Seperti menurut The Medical Leadership Competency

Framework (MLCF) bertindak dengan integritas. Sikap yang harus ditujukkan

dokter sebagai kepemimpinan adalah terbuka, jujur dan beretika. Kompetensi

seorang dokter yaitu 1) menjunjung tinggi etika dan profesionalisme dengan

mempertimbangkan nilai-nilai organisasi profesi, budaya, keyakinan dan

kemampuan tiap orang. 2) komunikasi yang efektif dengan sesama dan

menghargai nilai sosial, budaya, agama, suku, umur, jenis kelamin, dan

Universitas Sumatera Utara


40

kemampuan, 3) menghormati kesetaraan dan keberagaman, 4) mengambil

tindakan yang sesuai dengan etika dan nilai-nilai yang sudah disepakati.

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Bekerja dengan Orang Lain

Dokter dengan kemampuan kepemimpinan yang baik akan dapat

bekerjasama dengan orang lain, baik dalam tim ataupun jejaringan untuk

meningkatkan pelayanan. Profil sebagai manajer dalam five-star doctor

memungkinkan dokter berperan sebagai pemain yang baik dalam tim. Semakin

kita sadar dalam dunia yang makin berkembang ini, dokter semakin harus terlibat

dalam tim untuk bekerja, terutama di rumah sakit. Sesuai dengan spesialisnya,

terdapat perbedaan banyaknya orang yang bekerja sama dengan dokter.

Berbagai jawaban yang dikemukkan oleh informan terkait pelaksanaan

kepemimpinan klinis dalam hal bekerja dengan orang lain. Informan diberikan

pertanyaan mengenai bagaimana tanggapan informan terkait mengembangkan

jaringan, membangun dan memelihara hubungan, mendorong kontribusi dan

bekerja dalam tim pada Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara.

Mengembangkan jaringan. Untuk meningkatkan pelayanan dibutuhkan

mengembangkan jaringan dengan kemitraan atau dengan pasien. Terdapat empat

informan yang di wawancarai mengatakan untuk mengembangkan jaringan

seorang dokter sebagai seorang kepemimpinan klinis biasanya berdiskusi dengan

teman sejawat, berkomunikasi dengan baik dengan pasien atau staf klinisi lainnya

dan dapat menerima masukan. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“bisa berdiskusi, berkomunikasi baik sama dokter lain yang kita


konsulkan untuk si pasien ini, jadi bukan hanya sekedar konsul

Universitas Sumatera Utara


41

tapi benar-benar seperti tim kita buat jaringan dan juga


jaringan ke pasien ini, minsalnya insfeksi kita bisa buat
jaringan ke ibunya, kebapaknya atau kesaudaranya yang lain
untuk mengontrol si pasien.”(Informan 1)

“kalau untuk kerjasama dengan semua tentu dilihat kita


kerjasama dengan siapa dulu, kalau dengan pasien tentu kita
lihat latar belakang pendidikan, ekonomi, untuk bekerjasama
dengan pasien itu kan tujuannya untuk mengetahui
anamnesisnya. Kita berkomunikasi dengan baik, berbicara
dengan bahasa awam dan jangan lupa untuk semua yang
disebutkan tadi tetap harus bermuka senyum, wajah ramah
dengan gitukan orang-orang yang siapa pun yang bertemu
dengan kita akan merasakan nyaman sebelum melakukan
kerjasama lebih lanjut. Kalau dengan pasien seperti itu tadi
melihat latar belakangnya. Kalau dengan perawat, sejauh
kerjasama kita dengan dokter dan perawat. Kita jalin dengan
baik karena dokter itu kan tidak bisa bekerja sendiri tanpa
adanya bantuan dari tenaga medis. begitu juga dengan sesama
teman sejawat saling menghormati, saling menghargai
kemudian saling berbagi informasi. Kemudian dengan atasan
kita harus tau bagaimana kedudukan kita dengan atasan harus
pandai menempatkan diri.”(Informan 3)

“no satu saya rasa bagaimana sikap seorang dokter khususnya


pada pasien kita harus yang paling penting adalah empati, jadi
bagaimanapun pasien bukan, istilahnya kita mengobati pasien
bukan obatnya no 1 yang menyembuhkan ya tapi bagaimana
pasien itu memiliki hubungan dengan dokternya, hubungan
batinlah kita bilang jadi kalau kita bisa mengerti, saya rasa
kalau kita bagus empati kita ke pasien kita bagus pasti dia
cerita ke yang lain. Sama perawat juga, perawat itu adalah
rekan kerja kita yang paling utama, mereka kan selalu ada di
kita jadi tetap perlakukan mereka sama walaupun mereka bukan
sejawat dokter ya, tapi mereka adalah tenaga medis yang paling
dekatlah dengan dokter jadi tetaplah perlakukan seperti kita
ingin diprlakukan oleh orang lain.”(Informan 4)

“balik lagi ke komunikasi ya mungkin, kita terbuka untuk


menerima masukan mungkin, minsalnya dalam pelayanan kita
kadang kan ada hal lain yang kita gak tau semuanya minsalnya
dalam perawatan pasien mungkin perawat lebih mengerti ya kita
bisa saja karena kita tidak mendalami keperawatan begitu kan.
Ya menjalin komunikasi yang baikla sesama tenaga medis
terutama ya, karena paling sering ketemu ya tenaga medis ya
perawat yang lain-lain kita berusaha menjalin komunikasi yang

Universitas Sumatera Utara


42

baik juga, terus jaringan farmasi juga untuk obat-obatan yang


lain.”(Informan 5)

Menurut salah satu informan mengatakan bahwa untuk mengembangkan

jaringan dalam bekerja dengan orang lain dengan pendekatan.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“pendekatan, mengajak rapat.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengembangkan jaringan dalam bekerja dengan orang lain dokter sebagai

seorang kepemimpinan klinis, empat orang informan mengatakan berkomunikasi

yang baik dengan pasien, staf klinis dan dapat menerima masukan menjadi hal

baik untuk mengembangkan jaringan.

Mengembangkan jaringan dari hasil wawancara bisa dilihat sudah

diterapkan dengan baik. Seperti menurut The Medical Leadership Competency

Framework (MLCF) mengembangkan jaringan, Sikap yang harus ditunjukkan

seorang dokter yaitu membangun hubungan kemitraan dengan pasien, perawat,

rekan sejawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk mendukung peningkatan

pelayanan. Hal yang perlu di ingat dalam membangun kemitraan dalam

perawatan, pasien sebagai center dan dokter beserta tenaga kesehatan lainnya

sebagai sumber pemberi asuhan yang merupakan satu tim tidak terpisahkan.

Kompetensi yang harus ditunjukkan antara lain: 1) mengidentifikasi peluang dan

kendala kerjasama, 2) menciptakan peluang untuk diri dan tim dalam mencapai

tujuan bersama; 3) mempromosikan berbagai informasi dan kemampuan yang

ada, 4) aktif dalam diskusi bertukar pikiran dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara


43

Membangun dan memelihara hubungan. Kelima informan mengatakan

untuk membangun dan memelihara hubungan dalam bekerja dengan orang lain

dokter sebagai kepemimpinan klinis menjaga hubungan tersebut dengan

komunikasi. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“saya rasa tetap melakukan yang tadi saya katakan yaitu


komunikasi yang baik, jadi hubungan baiknya gimana dengan
perawat dengan pekerja medis lainnya atau dengan
pasien.”(Informan 1,2,3,4 dan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

membangun dan memelihara hubungan dalam bekerja dengan orang lain dokter

sebagai seorang kepemimpinan klinis. kelima informan mengatakan dengan

komunikasi yang baik dengan perawat, staf medis dan pasien bisa membangun

dan memelihara hubungan dalam bekerja sama dengan orang lain.

Membangun dan memelihara hubungan dengan mampu membina

hubungan antar manusia menjadi perekat untuk menyatukan anggota tim. Dalam

membangun hubungan yang terpenting adalah sikap saling menghargai, yang

selanjutnya dapat meletakkan landasan bagi suatu hubungan yang baik. Hubungan

yang baik membutuhkan pengalaman bersama diantara rekan-rekan satu tim

seiring dengan berjalannya waktu (Maxwell, 2003).

Membangun dan memelihara hubungan dilihat dari wawancara diatas,

seorang dokter Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) membangun dan memelihara hubungan. Dokter menunjukkan sikap

kepemimpinan dengan membangun dan memelihara hubungan dengan mitra.

Kompetensi yang harus ditunjukkan seorang leader antara lain: 1) menjadi

pendengar yang baik; 2) bersikap empati; 3) komunikasi efektif dengan individu

Universitas Sumatera Utara


44

atau kelompok dalam tim dan berperan sebagai role model yang baik; 4) menjaga

kepercayaan orang lain kepada diri sendiri.

Mendorong kontribusi. Terdapat dua informan yang di wawancarai

mengatakan sebenarnya sudah terjadi dalam mendorong kontribusi dalam bekerja

dengan orang lain. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“sebenarnya itu sudah terjadi tergantung orangnya ada yang


mau dan ada yang enggak.” (Informan 1 dan 5)

Sedangkan menurut dua informan lainnya mengatakan bahwa mendorong

kontribusi dalam bentuk ide-ide. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“biasa dalam bentuk ide-ide, untuk meningkatkan pelayanan


apa yang harus ditambah, dilakukan, kemudian dalam bentuk
prilaku yang baik, kemudian prilaku yang baik dalam hal ini
pemimpin klinis itu dia harus terjun langsung memberikan
contoh yang baik untuk orang-orang disekitarnya, kemudian
membangun komunikasi dengan orang di sekitar dan kolega-
koleganya seperti itu.”(Informan 3)

“saya rasa setiap ada persoalan atau ada apa yang minsalnya
mau bikin kegiatan atau ada persoalan yang dihadapi kita harus
terjun langsung gitu dan mungkin memberikan ide-ide kita atau
memang langsung terjun ya kalau memang tidak bisa langsung
terjun karena kesibukannya ya memberikan ide-ide kita gitu
untuk menyelesaikan masalah.”(Informan 4)

Sedangkan salah satu informan mengatakan bahwa mendorong kontribusi

dalam bekerja sama dengan orang lain harus ada wujud nyata. Berikut ini

ungkapan informan penelitian:

“harus ada wujud nyata.”(Informan 2)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mendorong kontribusi dalam bekerja dengan orang lain dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis. Beberapa informan mengatakan sebenarnya sudah tejadi

Universitas Sumatera Utara


45

kontribusi itu namun ada yang mau dan ada yang tidak mau, dan informan lainnya

mengatakan mendorong konstribusi biasa dalam bentuk ide-ide.

Menurut The Medical Leadership Competency Framework (MLCF)

mendorong kontribusi, seorang kepemimpinan yang bisa berkontribusi dengan

baik untuk menciptakan sebuah lingkungan dimana orang lain pun bisa terlibat

didalamnya. Untuk mencapai hal ini, dokter sebagai pemimpin dituntut untuk

memiliki kompetensi sebagai berikut: 1) memberikan kesempatan untuk rekan

kerja terlibat dalam pengambilan keputusan tim; 2) menghormati dan menghargai

keterlibatan rekan kerja; 3) memiliki strategi mengelola perbedaan pendapat; 4)

fokus dalam berkontribusi dalam memberikan dukungan kepada pasien.

Bekerja dalam tim. Bekerja dalam tim salah satu kemampuan yang ada

dalam diri dokter sebagai seorang kepemimpinan klinis. Terdapat tiga informan

mengatakan bahwa bekerja dalam tim dengan bekerja bersama orang lain

sikapnya harus bijaksana dan menempatkan dirinya sebagai pemimpin. Berikut ini

ungkapan informan penelitian:

“harus bijaksanalah pasti, bisa menempatkan dirinya jugak


sebagai pemimpin tim tersebut. Dia bekerja sebagai leader ya
bukan seorang bos, itu berarti di ngelead, membimbing
anggotanya bukan jadi orang yang harus ditakuti dan harus
dihormati, tapi dengan membimbing itu orang jadi menghormati
dia.”(Informan 1, 2 dan 4)

Menurut dua informan lainnya mengatakan sebagai pembuat keputusan.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“ya sikapnya tadi dia sebagai pembuat keputusan, kemudian dia


mempertimbangkan mana yang mungkin lebih baik, kalo
minsalnya aku rasa ya mungkin tidak mengenyampingkan
masukan dari yang lain.”(Informan 3,5)

Universitas Sumatera Utara


46

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait bekerja

dalam tim dalam bekerja dengan orang lain dokter sebagai seorang kepemimpinan

klinis didapatkan bahwa beberapa informan mengatakan harus bijaksana, bisa

menempatkan dirinya sebagai seorang pemimpin anggota timnya. Kerjasama tim

yang baik merupakan salah satu upaya untuk mensukseskan apa yang ingin

dicapai.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) bekerja dalam tim, Dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan kepemimpinan dengan bekerja dalam tim dalam meningkatkan

kualitas pelayanan. Adapun kompetensi seorang dokter antara lain: 1) memiliki

pandangan yang jelas mengenai posisinya, bertanggung jawab dan memiliki

tujuan dalam tim; 2) menggunakan pendekatan secara tim, berperan aktif dan

menghargai dalam tim; 3) mengenali tujuan umum dari tim dan menghormati

apapun keputusan tim; 4) bersedia mempimpin sebuah tim serta menempatkan

orang yang tepat dalam tim tersebut.

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Mengelola Pelayanan

Dokter clinical leadership yang baik harus memiliki visi dan sistem serta

mampu menularkan visi kepada semua orang dilingkungan organisasi. Dokter

menunjukkan kepemimpinan yang efektif salah satunya dengan fokus pada

keberhasilan dari organisasi atau tempat kerja. Rumah sakit bukanlah pelayanan

yang bersifat statis. Pelayanan rumah sakit dewasa ini sangan dinamis, cepat

berubah, dan konsisten pada perbaikan. Dokter yang bekerja di rumah sakit adalah

bagian tidak terpisahkan dari dinamika perubahan pelayanan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


47

pengelolaan pelayanan dengan demikian perubahan adalah bagian dari urusan

dokter.

Berbagai jawaban yang dikemukkan oleh informan terkait pelaksanaan

kepemimpinan klinis dalam hal Mengelola Pelayanan. Informan diberikan

pertanyaan mengenai bagaimana tanggapan informan terkait perencanaan,

mengelola sumber daya, mengelola orang dan mengelola kinerja dalam

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Perencanaan. Kelima informan mengatakan bahwa mendukung

perencanaan dalam mengelola pelayanan. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“mendukung rencana kerja apa yang mau dilakukan


programnya lah, kita pantau kerjanya, kemudian harus
dievaluasi program yang dilakukan baik atau justru tidak
baik.”(Informan 1 dan 2)

“perlu dilengkapi adalah yang tidak ada dan yang sudah ada itu
diperbaiki lebih baik lagi mendukung perencanaan agar suatu
organisasi itu berhasil, pemimpin klinis itu ketika masuk ke dalam
satu sistem pelayanan jadi dia harus mendata dulu apa yang
sudah ada, Apa yang tidak ada, jadi yang ada.”(Informan 4)

“saya rasa setiap kegiatan tetap mengikuti, mendukung apa yang


dilakukan atau yang akan diadakan oleh organisasi tersebut,
kedua memberikan ide-ide lah saya rasa.”(Informan 4)

“ya mendukung aja apa yang bisa di dukung, kita bantu saling
bekerja sama aja supaya perencanaannya tercapai.”(Informan
5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

perencanaan dalam mengelola pelayanan dokter sebagai seorang kepemimpinan

klinis sudah mendukung program yang ada untuk pencapaian tujuan bersama.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

Universitas Sumatera Utara


48

(MLCF) perencanaan. Dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan sikap dalam perencanaan untuk aktif berkontribusi demi mencapai

tujuan pelayanan yang baik. Untuk itu dokter diminta untuk bisa menunjukkan

kompetensi antara lain: 1) membuat rencana untuk mendukung pelayanan yang

baik; 2) mengumpulkan umpan balik dari pasien dan rekan kerja; 3) berkontribusi

sesuai keahlian; 4) menilai dari segi risiko dan manfaat.

Mengelola sumber daya. Terdapat empat informan mengatakan mengola

sumber daya sudah baik memanfaatkan sumber daya manusia yang tersedia dan

mengembangkan kualitas sumber dayanya baik sumber daya manusianya.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“sudah baik.”(Informan 2)
“dengan SDM yang ada seorang pemimpin klinis dia akan
mengembangkan, kalau ingin mengembangkan lebih bagus lagi
dia akan memfasilitai SDM tersebut dengan memberikan
kesempatan untuk belajar, kemudian mengembangkan ilmunya,
disekolahkan trus memberikan kesempatan kepada SDM
tersebut minsalnya apakah ada ide untuk pengembangan
pelayanan, menerima pendapat yang diberikan oleh SDM
tersebut.”(Informan 3)

“kita mengelola sumber daya berarti ya kita pasti menggunakan


sumber daya yang ada, kalo kayak di rumah sakit kita kan
sudah tersedia semua terus kalo minsalnya kita butuh mungkin
sumber daya yang lain belum ada mungkin kita akan sarankan
untuk pelatihan supaya ada juga pengembangan diri dari
sumber daya yang ada mungkin atau untuk kalo disini karena
rumah skit pendidikan mungkin kita juga ada PPDS, co-assinten
jadi kita juga ya secara gak langsung mengembangkan sumber
daya mereka juga, walau mereka tidak bekerja dan tanggung
jawab tidak dipundak mereka, cuma mereka akan kita
kembangkan juga dilatih.”(Informan 1 dan 5)

Sedangkan satu informan lainnya mengatakan dokter yang tidak memiliki

kedudukan dalam manajemen hanya mengikuti aturan rumah sakit. Berikut ini

Universitas Sumatera Utara


49

ungkapan informan penelitian:

“kalau dokter itu hanya masih sekedar dokter tidak memiliki


kedudukan dalam manajemen atau urusan di rumah sakit, dia
hanya sebagai dokter. Saya rasa tetap dia mengikuti aturan
rumah sakit itu baik itu peraturan tertulis ataupun tidak tertulis
untuk melakukan kewajiban-kewajiban dia dan mendapakan
hak-hak dia.”(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengelola sumber daya dalam mengelola pelayanan dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis sudah memanfaatkan SDM yang tersedia dirumah sakit dan

ikut meningkatkan kualitas SDM juga, dan ada juga yang masih beranggapan

bahwa dokter hanya melayani pasien tidak ikut dalam memanajemen di rumah

sakit.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) mengelola sumber daya, dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan sikap mengidentifikasi dengan baik klasifikasi sumber daya yang

diperlukan dalam memberikan pelayanan yang efektif. Untuk itu dokter diminta

untuk bisa menunjukkan kompetensi antara lain: 1) mengidentifikasi dengan baik

klasifikasi sumber daya yang diperlukan dalam membentuk pelayanan yang

efektif; 2) memastikan informasi mengenai pelayanan ke staf; 3) mampu

meminimalisir sumber daya yang terbuang; 4) mengambil tindakan ketika sumber

daya tidak efektif dan efisien.

Mengelola orang. Kelima informan yang di wawancarai mengatakan

dalam mengelola orang untuk mencapai tujuan bersama dokter sebagai seorang

pemimpin klinis tadi membimbing para anggotanya, karena di sini juga rumah

sakit pendidikan. Berikut ungkapan informan penelitian:

Universitas Sumatera Utara


50

“ya ada, inikan rumah sakit pendidikan pasti ada bimbingan


bahkan untuk perawat pun ada bimbingan.”(Informan 1 dan 5)

“harus ada monitoring evaluasi, apa yang direncanakan.


”(Informan 2)

“kalau dalam mendukung supaya berhasil seorang pemimpin


klinis itu dia kalau minsalnya dia mau pergi sekolah memberi
izin, memberi dukungan bisa dalam bentuk surat atau dalam
bentuk materi untuk membentuknya disana kemudian. Apabila
anggotanya memerlukan alat-alat untuk melakukan suatu
tindakan di sediakan.”(Informan 3)

“saya rasa tetap menempatkan diri kita sebagai orang yang


membimbing sebagai leader.”(Informan 4)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengatur orang dalam mengelola pelayanan dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis. Menurut beberapa informan mendukung dan memberikan

bimbingan kepada anggota timnya untuk mencapai tujuan bersama seorang

pemimpin klinis harus memberikan motivasi, bimbingan kepada anggota nya yang

tidak mengerti akan satu hal yang akan dilaksankan.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) mengelola orang, dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan sikap kepemimpinan dalam mengelola orang seperti memberikan

arahan, melihat kinerja, memberikan motivasi, dan memperhatikan keragaman

staf. Untuk itu dokter diminta untuk bisa menunjukkan kompetensi antara lain: 1)

memberikan bimbingan dan arahan kepada staf; 2) melihat kinerja staf dan

memastikan bahwa rencana kerja terpenuhi; 3) memberikan dukungan kepada staf

untuk meningkatkan kinerja dan tanggung jawab; 4) memberikan dukungan untuk

perawatan pasien yang lebih baik lagi.

Universitas Sumatera Utara


51

Mengelola kinerja. Terdapat empat informan mengatakan dalam

mengola kinerja sudah baik menganalisis dan mengevaluasi kinerja. Berikut

ungkapan informan penelitian:

“kalau untuk kinerja tentu berhubungan dengan jasa yang diberi


tentunya seorang pemimpin klinis menganalisis dan melihat
seberapa berat sih kinerjanya yang dilakukan oleh timnya,
sepadanlah yang dikasih ke timnya tersebut untuk jasanya
sehingga dengan demikian tim tersebut akan lebih berusaha lagi
untuk bekerja lebih baik.”(Informan 3)

“pertama ya tetap evaluasi ya, selalu ada evaluasi, mungkin


perbulan atau perbeberapa waktu yang sudah ditentukan
sehingga bisa kita ketahui kelemahan dan kekuatannya dimana
jadi bisa anggota tim yang mungkin ada kekurangan itu yang
bisa kita dorong atau kita bisa ikutkan dia pelatihan atau
bagaimana”(Informan 4)

“kalo mengelola kinerja ya sebenarnya kayak kita mau


ngerawat pasien kita pasti tau kinerjanya dan pasti sudah ada
penilaian apa-apa aja yang mesti dilakukan sebenarnya kan
sudah ada, ya mungkin kalau rata-rata sih kinerjanya sudah
baik jadi kita terus kerjasama dengan baik aja atau kalau ada
yang minsalnya kinerjanya menurun kita coba saling
mengingatkan atau mungkin kalau sudah terlalu parah
kinerjanya kita bisa tegur atau berhubungan dengan atasan
ruangannya langsung.”(Informan 1 dan 5)

Sedangkan menurut satu informan lainnya harus ada feedback dalam

mengelola kinerja. Berikut ungkapan informan penelitian:

“harus ada feedback mau wawancara, mau interaktif pokoknya


harus ada feedback.”(Informan 2)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengelola kinerja dalam hal mengelola pelayanan dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis. Menurut beberapa informan dalam mengelola kinerja

sebenarnya sudah baik tapi tetap harus menganalisis dan mengevaluasi lagi dan

biasanya sebulan sekali atau per berapa waktu yang ditetapkan untuk

Universitas Sumatera Utara


52

mengevaluasinya.

Mahsun (2006:25) mendefinisikan Pengukuran Kinerja (pefomance

measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan

dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi

penggunaaan sumber daya manusia dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas

barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa di serahkan kepada pelanggan dan

sampai seberapa juga pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan

maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) mengelola kinerja, dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan sikap kepemimpinan dengan pengelolaan kinerja untuk mengelola

pelayanan bersama dengan tim. Untuk itu dokter diminta untuk bisa menunjukkan

kompetensi antara lain: 1) menganalisa informasi dari berbagai sumber tentang

kinerja; 2) mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja; 3) mampu mengatasi

masalah yang sulit; 4) mengambil pelajaran dari pengalaman untuk kemajuan

pelayanan.

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis dalam Hal Meningkatkan Pelayanan

Clinical Leadership yang baik akan memberikan layanan kesehatan yang

bermutu dan berkelanjutan serta bisa mentransformasikan ide yang telah dibuat.

Berbagai jawaban yang dikemukkan oleh informan terkait pelaksanaan

kepemimpinan klinis dalam hal meningkatkan pelayanan. Informan diberikan

pertanyaan mengenai bagaimana tanggapan informan terkait memastikan

keselamatan pasien, mengevaluasi kritis, mendorong perbaikan dan inovasi serta

Universitas Sumatera Utara


53

mendukung transformasi dalam Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara.

Memastikan keselamatan pasien. Terdapat tiga informan yang

diwawancarai mengatakan bahwa dalam memastikan keselamatan pasien dokter

sebagai seorang kepemimpinan klinis memastikannya dengan melakukan tindakan

sesuai indikator-indikator mutu seperti resiko jatuh atau resiko penularan infeksi,

itu kita sering kolaborasi dengan perawat dan dengan manajemen untuk

menyelesaikan masalah itu. Berikut ungkapan informan penelitian:

“ya baik dan harus lebih baik karena disini sudah terakreditasi
ada indikator-indikator mutu seperti resiko jatuh atau resiko
penularan infeksi, itu kita sering kolaborasi dengan perawat
dan dengan manajemen untuk menyelesaikan masalah itu.
Itulah salah satu caranya untuk membuat pasien itu nyaman dan
aman, dan kita ada case manajer nah case manajer ini biasanya
mengingatkan dokter apabila si dokter ini lupa dalam hal
menangani pasien.”(Informan 1 dan 2)

“tentu pemimpin klinis itu menyampaikan kepada SDM nya


supaya diberikan tanda di rumah sakit yang mana contohnya,
pemberian gelang tanda jatuh, tanda alergi jadi dibuat tanda-
tandanya untuk pasien. Kemudian setiap untuk melakukan
tidakan terhadap pasien melakukan cuci tangan terlebih dahulu,
sehingga tidak hanya pasiennya yang selamat tapi dokternya
juga.”(Informan 3)

Sedangkan menurut dua informan lainnya yang diwawancarai mengatakan

bahwa dalam memastikan keselamatan pasien dengan melakukan tindakan ke

pasien sesuai dengan sasaran keselamatan pasien (SKP). Berikut ini ungkapan

informan penelitian:

“dengan mengikuti aturan yang berlaku, dengan mengikuti


semua SOP yang ada baik itu yang ada di rumah sakit atau
yang ada pada dokter atau departemen, minsalnya di penyakit
dalam ada SOP sendiri jadi kadang-kadang mungkin tidak
semua SOP di bagian departemen itu bisa kita masukan ke

Universitas Sumatera Utara


54

rumah sakit karena tidak sesuai atau tidak sejalan, tapi tetap
sesuai SOP.”(Informan 4)

“pasti dia ngeliat semua ya, kalo di akreditas kan ada sasaran
keselamatan pasien ya, jadi menilai dari situ semua, tepat
identifikasi kemudian biasanya semua pasien yang masuk kan
sudah lakukan itu semua identifikasi harus bener, pasiennya
harus disesuaikan dengan rekam mediknya, umurnya karena
mungkin bisa salah atau tanggal lahirnya sama. Kemudian
sampai resiko jatuh pasien di lihat, kemudian untuk pasien-
pasien yang operasi harus tepat indikasi, tepat sasaran, obat-
obatan, kita sih aku rasa kalo untuk keselamatan pasien sesuai
skp ya ada 7 poin ya kalau tidak salah.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

menjamin keselamatan pasien dalam hal meningkatkan pelayanan dokter sebagai

seorang kepemimpinan klinis. Menjamin keselamatan pasien dengan melakukan

tindakan sesuai indikator-indikator mutu pelayanan dengan SKP sasaran

keselamatan pasien yang ada di setiap departemen atau dirumah sakit.

keselamatan pasien penting dilakukan di rumah sakit untuk mencegah terjadinya

cedera pada pasien, memberikan perawatan yang aman, dan meningkatkan

kualitas kesehatan masyarakat.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011, keselamatan pasien rumah sakit merupakan sesuatu

dimana rumah sakit yang mencakup identifikasi, analisis insiden dan pelaporan,

asesmen risiko, pengenalan dan pengorganisasian keadaan yang berangkaian pada

risiko pasien, dimana rumah sakit akan melakukan pelayanan ke pada pasien lebih

baik dan aman.

Menjamin keselamatan pasien Seperti menurut The Medical Leadership

Competency Framework (MLCF) menjamin keselamatan pasien. Dokter yang

Universitas Sumatera Utara


55

memiliki kepemimpinan yang baik menunjukkan sikap selalu memastikan

keselamatan pasien, bisa mengelola resiko pada pelayanan pasien,

menyeimbangkan antara aspek ekonomi dan juga aspek kebutuhan pasien atau

cost effective analisys. Untuk itu dokter diminta untuk bisa menunjukkan

kompetensi antara lain mengidentifikasi risiko pasien, menggunakan evidence

based dalam mengelola risiko, mengurangi risiko secara sistematis, dan

memantau dampak dan hasil dari pengelolaan resiko. Sebagai dokter dengan

kemampuan leadership yang baik tentunya bisa memahami bahwa ada potensi

risiko dan bisa mengurangi risiko tersebut secara sistematis.

Mengevaluasi kritis. Terdapat dua informan yang diwawancarai

mengatakan bahwa biasanya langsung diselesaikan saat itu juga lebih harus terjun

kelapangan bila terjadi masalah. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“biasanya langsung ya, di telefon dari perawat atau


laboratorium ketika hasil labnya kritis dan biasa diselesaikan
saat itu juga atau apakah perlu langsung datang ke rumah sakit
atau tidak.”(Informan 1)

“lebih harus terjun ke lapangan untuk mengetahui apa yang


terjadi, bukan hanya sekedar mendengar laporan.”(Informan 2)

Sedangkan menurut tiga informan lainnya mengatakan bahwa

mengevaluasi mulai dari pertama. Berikut ungkapan informan penelitian:

“kalau minsalnya ada suatu kejadian yang mengakibatkan tim


yang dipimpinnya dia akan mengevaluasi mulai dari pertama,
jadi dibuat kronologisnya, diminta kronologisnya ke timnya
kemudian dilihat dimana permasalahannya dan si pemimpin
klinis ini akan bertanggung jawab terhadap keatasnya lagi agar
dia bisa memback up timnya, tidak melepaskan timnya untuk
menyelesaikan masalah tersebut.”(Informan 3)

“tetap melakukan evaluasi, minsalnya perbulan apa saja yang


dihadapi minsalnya ada masalah apa saja itu kita cari apa

Universitas Sumatera Utara


56

penyebabnya dan kita cari solusinya apa saja.”(Informan 4)

“ya paling kita dengar jalan ceritanya dulu, kira-kira


bagaimana solusinya, coba cari apakah masih bisa diselesaikan
ditingkat kita atau mungkin lebih tinggi dari tingat kita sebagai
pemimpin klinis.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengevaluasi kritis dalam hal meningkatkan pelayanan dokter sebagai seorang

kepemimpinan klinis bahwa informan mengatakan langsung terjun kelapangan

dan mengevaluasi masalah mulai dari awal untuk mengetahui kronologinya dan

membuat solusi untuk menyelesaikannya.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) mengevaluasi kritis. Dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik

menunjukkan sikap kepemimpinan dengan mampu berfikir analitik dan koseptual

untuk mengidentifikasi area pelayanan yang perlu diperbaiki melalui kerja

individu dan tim. Kompetensi yang ditunjukkan seorang dokter antara lain

bertindak berdasarkan umpan balik dari pasien, menilai dan menganalisa proses

pelayanan dengan metode terbaru, mengidentifikasi perbaikan secara kolaboratif

antar staf, menyusun dan melaksanakan rencana evaluasi perbaikan layanan.

Mendorong perbaikan dan inovasi. Kelima informan yang

diwawancarai mengatakan seperti berikut:

“harus ada tindakan dan memberi ide-ide.”(Informan 2, dan 4)

“bisa dalam bentuk ide-ide ya, untuk meningkatkan kualitas


layanan.”(Informan 1,3 dan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mendorong perbaikan dan inovasi dalam hal meningkatkan pelayanan, informan

Universitas Sumatera Utara


57

mengatakan bahwa dengan bertindak langsung atau menjadi role model dan

memberi ide-ide untuk mendorong peningkatan dan inovasi.

Seperti menurut The Medical Leadership Competency Framework

(MLCF) mendorong perbaikan dan inovasi. Dokter yang memiliki kepemimpinan

yang baik menunjukkan sikap kepemimpinan dengan mendorong perbaikan,

melakukan inovasi, dan menciptakan perbaikan berkesinambungan. Untuk itu

dokter diminta bisa menunjukkan kompetensi antara lain bersikap kritis terhadap

kondisi yang ada, berperan sebagai role model dalam inovasi pelayanan,

berdiskusi dengan tim kerja dan tim multi disiplin, dan mengembangkan solusi

kreatif.

Mendukung transformasi. Kelima informan yang diwawancarai

mengatakan bahwa memotivasi orang lain atau anggota tim untuk perubahan.

Berikut ini ungakapan informan penelitian:

“memotivasi orang lain dan anggota tim tadi untuk agar terjadi
perubahan.”(Informan 2 dan 3)

“ya pasti motivasi ya, dan mengaplikasikan ide-ide yang di


usulkan tadi untuk perubahan.”(Informan 1, 4 dan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mendukung tranformasi dalam hal meningkatkan pelayanan dokter sebagai

seorang kepemimpinan klinis bahwa informan mengatakan dengan memotivasi

orang lain untuk terjadinya perubahan. Karena untuk meningkatkan pelayanan

dukungan dari seorang pimpinan itu perlu memberi semangat kepada yang lain.

Mendukung transformasi dari hasil wawancara bisa dilihat belum

diterapkan dengan optimal sesuai dengan teori, karena untuk menjadi seorang

Universitas Sumatera Utara


58

pemimpin klinis yang efektif harus memiliki sikap seperti menurut The Medical

Leadership Competency Framework (MLCF) mendukung transformasi, dokter

yang memiliki kepemimpinan yang baik menunjukkan sikap kepemimpinan aktif

berkontribusi dalam proses perubahan yang bertujuan meningkatkan pelayanan.

Untuk itu dokter diminta bisa menunjukkan kompetensi antara lain : sebagai role

model perubahan yang diharapkan, menginformasikan pentingnya perubahan

dalam layanan yang dampaknya untuk peningkatan derajat kesehatan,

menginformasikan perubahan yang mengarah pada sistem redesign, memotivasi

tim kerja untuk fokus pada perubahan yang lebih baik lagi.

Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis Hal Menetapkan Arah

Seorang dokter kepemimpinan klinis harus menunjukkan kepemimpinan

dengan cara berkontribusi terhadap strategi dan aspirasi secara konsisten. Sebagai

kepemimpinan klinis, dokter harus ikut dalam menetapkan arah, tujuan dan cita-

cita yang akan dilaksanakan untuk pemberian layanan yang baik. Upaya yang

dilakukan dalam menetapkan arah dalam membuat suatu yang lebih baru dengan

cara baru dan meninggalkan cara-cara yang lama sehingga terjadi suatu

perubahan. Berbagai jawaban yang dikemukakan oleh informan terkait

pelaksanaan kepemimpinan klinis dalam hal Menetapkan Arah. Informan

diberikan pertanyaan mengenai bagaimana tanggapan informan terkait

mengidentififkasi konteks untuk perubahan, menerapkan pengetahuan dan bukti,

membuat keputusan dan mengevaluasi dampak dalam Pelaksanaan

Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Mengidentifikasi konteks untuk perubahan. Terdapat empat informan

Universitas Sumatera Utara


59

yang mengatakan bahwa melihat dari berbagai faktor ada perubahan yang

memberi efek baik dan ada yang dapat menghambat kerja dokter atau timnya.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“melihat dari berbagai faktor kalau dari peraturan suatu sistem


perubahan di rumah sakit, saya rasa kita lihat dulu
perubahannya itu seperti apa kita melihat dari berbagai sudut
pandang, apakah perubahannya itu akan memberikan efek yang
lebih baik atau malah akan menghambat kerja, jadi kalau
biasanya setiap perubahan itu akan tujuannya jadi lebih baik,
cuma kan kadang-kadang ada perubahan yang ternyata dibuat
akan menghambat kinerja dari dokter atau timnya dan itu harus
didiskusikan kembali. Tapi kalau perubahannya itu memang
tidak ada masalah ya ikuti saja dengan apa yang sudah
ditetapkan.”(Informan 4)

“ya kita pasti dukung perubahan yang untuk lebih bagus, untuk
lebih maju pasti kita dukung kita terlibat di dalam situ, kita
kerjakan sebagaimana porsi kita, kalo aku gitu sih terus tetap
mengajak bawahan kita, kayak aku pernah jadi kepala instalasi
rawat jalan gimana kita mengelola rawat jalan, kemudian
supaya perubahan sistem jadi lebih baik, jadi balik lagi ke
pasien-pasien juga merasa lebih ok pelayanannya dan kita pun
merasa mungkin lebih cocok dengan sistemnya, jadi kita
diskusikanlah dengan pimpinan kita kalo masalah itu.”
(Informan 5)

“kalau itu dia melihat bagaimana situasi dilingkungan kerjanya


dari pemimpin klinis tersebut, bagaimana timnya kerja,
bagaimana lingkungan tempat kerjanya jika ada perubahan
yang baru mengkomunikasikannya kepada orang lain.”
(Informan 3)

“ya harus step by step, gak bole langsung menuju ke arah satu
tempat tapi harus tau apa yang direncanakan.”(Informan 2)

Sedangkan menurut satu informan lainnya mengatakan bila ada perubahan

biasanya dari direksi memanggil semuanya. Berikut ini ungkapan informan

penelitian:

“biasanya dari direksi, manajemen ketika ada perubahan


peraturan, SOP, atau regulasi dia memanggil semuanya,

Universitas Sumatera Utara


60

departemen, SMF, itu akan mensosialisasikannya ke DPJP


kemudian untuk reviewnya biasanya si perawat mengingatkan
kembali bahwa ada yang berubah.”(Informan 1)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengidentifikasi konteks untuk perubahan dalam hal menentukan arah, dokter

sebagai seorang kepemimpinan klinis informan mengatakan bahwa melihat dari

berbagai sudut pandang untuk melihat perubahan tersebut karena ada perubahan

yang memberi dampak yang baik dan ada yang menghambat kinerja para klinisis

seperti dokter atau anggota timnya.

Mengidentifikasi konteks untuk perubahan dari hasil wawancara bisa

dilihat sudah diterapkan namun belum optimal sesuai dengan teori. Seperti

menurut The Medical Leadership Competency Framework (MLCF)

mengidentifikasi konteks untuk perubahan. Dokter yang memiliki kepemimpinan

yang baik menunjukkan sikap bisa mengidentifikasi tujuan perbaikan dan

menyadari berbagai faktor yang menjadi pertimbangan. Menunjukkan kesadaran

pada lingkungan organisasi dan profesi, memiliki kerangka kerja yang akuntabel,

mengantisipasi dan mempersiapkan dampak terkait kemajuan teknologi kesehatan

untuk masa depan dengan memindai ide-ide, praktik terbaik dan tren baru yang

akan berdampak pada kesehatan serta mengembangkan dan mengkomunikasikan

semua aspirasi.

Menerapkan pengetahuan dan bukti. Terdapat empat informan yang

mengatakan menerapkan pengetahuan dan bukti dengan evidence based medicine.

Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“ya pasti menetapkan bukti dengan EBM (evidence based


medicine) ya.”(Informan 1)

Universitas Sumatera Utara


61

“pasti harus dengan penetapan evidance based medicine”


(Informan 2)

“kalau saya lihat suda dengan EBM ya, karena setiap masalah
setiap bulan saat ini dilakukan selalu pertemuan antara staf
untuk membicarakan masalah yang dihadapi apa yang harus
dilakukan, solusi apa yang bisa diambil.”(Informan 3)

“pasti dia berdasarkan keilmuan yang dimiliki artinya evidence


based medicine harus begitu, itu untuk keputusan klinis untuk
merawat pasien pasti.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

menerapkan pengetahuan dan bukti dalam hal menentukan arah dokter sebagai

seorang kepemimpinan klinis, empat informan mengatakan dengan menggunakan

evidence based medicine dalam menerapkan pengetahuan dan bukti di Rumah

Sakit Universitas Sumatera Utara.

Menerapkan pengetahuan dan bukti dari hasil wawancara bisa dilihat

sudah diterapkan dengan baik namun belum sesuai teori. Seperti menurut The

Medical Leadership Competency Framework (MLCF) menerapkan pengetahuan

dan bukti, dokter yang memiliki kepemimpinan yang baik menunjukkan sikap

mengumpulkan informasi terkait sistem perbaikan layanan dengan berbasis bukti.

Untuk itu dokter diminta untuk bisa menunjukkan kompetensi antara lain: 1)

menggunakan metode yang tepat untuk mengumpulkan data dan informasi, 2)

melakukan analisa kriteria yang ditetapkan untuk perbaikan layanan berbasis

bukti, 3) menggunakan informasi untuk proses perbaikan layanan, 4)

menggunakan informasi dan bukti dari orang yang berpengaruh untuk perbaikan

layanan.

Universitas Sumatera Utara


62

Membuat keputusan. Dari kelima informan yang diwawancarai, dua

informan mengatakan bahwa untuk membuat keputusan berdasarkan hasil rapat

dari semua bagian dan menyesuaikan dengan misi rumah sakit untuk kepentingan

bersama. Berikut ini ungkapan informan penelitian:

“kalau keputusan ya mungkin kita berunding dan akan


mempertimbangkan mana yang baik mungkin, yang kurang
baik, atau mana yang tersedia yang mana yang tidak tersedia
gitu sih. Tidak 100% tapi iya menyseuaikan dengan misi.”
(Informan 1 dan 5)

“berdasarkan hasil rapat.”(Informan 2)

“kalau disini, saya lihat dia menampung pendapat dari semua,


kemudian mengambil keputusan berdasarkan pendapat yang
ada, dan keputusan yang diambil pun untuk kepentingan
bersama.”(Informan 3)

“dia memikirkan dari segala aspek, tidak hanya memikirkan


untuk dirinya, tapi memikirkan aspek lain termasuk aspek
kedepannya dari keputuan yang akan diambil. Dan kalau saya
lihat slalu ada rapat-rapat rutin minsalnya dari rapat itu akan
disampaikan dari pembagiannya apa saja permasalahannya
yang sudah dicapai sehingga nanti dari situ akan di kumpulkan
itulah yang untuk keputusan yang diambil berikutnya. Jadi tetap
harus mendengar semua aspek, semua anggota gitu.”(Informan
4)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

membuat keputusan dalam hal menentukan arah, informan mengatakan bahwa

dokter membuat keputusan berdasarkan hasil rapat dan dibuat untuk kepentingan

semua aspek yang ada di rumah sakit dan misi rumah sakit adalah panduan dalam

pengambilan keputusan. Untuk itu misi rumah sakit penting dipahami oleh dokter

yang berkarya di rumah sakit.

Robins (1997) dalam Syafaruddin berpendapat bahwa “decision making is

which in choses between two or more alternative”. Yang berarti pengambilan

Universitas Sumatera Utara


63

keputusan ialah memilih dua alternatif atau lebih untuk melakukan suatu tindakan

tertentu baik secara pribadi maupun kelompok.

Membuat keputusan dari hasil wawancara bisa dilihat sudah diterapkan

dengan baik sesuai dengan teori. Seperti menurut The Medical Leadership

Competency Framework (MLCF) membuat keputusan, dokter yang memiliki

kepemimpinan yang baik menunjukkan sikap selalu membuat keputusan

menggunakan nilai-nilai dan bukti untuk membuat keputusan yang baik. Untuk itu

dokter diminta untuk bisa menunjukkan kompetensi antara lainberpartisipasi dan

berkontribusi dalam organisasi pada proses pengambilan keputusan, bertindak

dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai dan prioritas organisasi dan profesi,

mendidik dan menginformasikan orang-orang kunci yang membuat dan

mempengaruhi keputusan dan berkontribusi dalam perspektif klinis untuk tim,

departemen, sistem dan keputusan organisasi.

Mengevaluasi dampak. Kelima informan yang diwawancarai

mengatakan bahwa pasti mengevaluasi lagi apabila terjadi suatu masalah dari

keputusan yang sebelumnya di ambil dan mencari solusi untuk meyelesaikan

masalahnya. Berikut ini ungkapan inforan penelitian:

“ya harus dievaluasi lagi sih kalo minsalnya terjadi masalah


dari keputusan yang sebelumnya di ambil.”(Informan 1, 2 dan
3)

“ya seperti yang saya katakan tadi dia juga pasti memikirkan
permasalahan yang mungkin akan dia temui nanti sesudah dia
mengambil keputusan itu, jadi dia memikirkan orang lain,
memikirkan aspek lainnya, mempertimbangkan permasalahan
yang akan muncul dan menyiapkan penyelesaian terhadap
masalah itu.”(Informan 4)

“kalau mengevaluasi untuk pasien-pasien ya kita lihat lah

Universitas Sumatera Utara


64

perbaikannya kalau keputusan klinis dalam perawatan pasien


kita lihat perbaikannya kemudian pasien mungkin kita bisa
minta feedback dari pasien kira-kira bagaimana, walaupun
sebenarnya jarang sih pasien kita minta bapak bagaimana
menurut bapak pelayanan saya, gak pernah kita berkata seperti
itu, cuma kan biasanya kita kan udah tau ni gimana perbaikan
klinis atau kalau dia gak senang sama kita pasti ngomong atau
protes begitukan, kita nilai secara gak langsung kalau untuk
yang lain mungkin ya kita lihat impactnya lah kira-kira
keputusan yang kita ambil itu sudah sesuai atau belum dan pasti
ada plan lain kalau terjadi suatu masalah dari keputusan
tersebut.”(Informan 5)

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terkait

mengevaluasi dampak dalam hal menentukan arah, informan mengatakan bahwa

setelah membuat keputusan bila terjadi suatu masalah dari keputusan yang telah

dibuat, pasti ada rencana lain untuk penyelesaian terhadap masalahnya. Dokter

perlu terlibat dalam evaluasi terhadap dampak yang timbul oleh perubahan dari

keputusan yang telah dibuat sebelumnya. Berbagai pilihan yang mungkin diambil

sebagai alternatif dapat diidentifikasi bersama oleh dokter dan staf unit kerja lain.

Mengevaluasi dampak dari hasil wawancara bisa dilihat sudah diterapkan

namun belum optimal. Seperti menurut The Medical Leadership Competency

Framework (MLCF) mengevaluasi dampak. Dokter yang memiliki kepemimpinan

yang baik menunjukkan sikap kepemimpinan dengan mengevaluasi dari dampak

perbaikan dalam pengukuran hasil, evaluasi, mengambil tindakan korektif, dan

mempertanggungjawabkan keputusan. Untuk itu dokter diminta untuk bisa

menunjukkan kompetensi antara lain: 1) mengevaluasi layanan yang baru, 2)

mempromosikan metode perbaikan yang baru, 3) mengatasi hambatan dalam

pelaksanaan, 4) menyebarkan praktek perbaikan layanan secara formal dan

informal.

Universitas Sumatera Utara


65

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian mengenai Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019 adalah kesulitan menemui

beberapa informan dikarenakan sedang tidak berada di tempat dan memiliki

kesibukan dalam melakukan tugasnya dan takut untuk diwawancarai untuk

memperoleh data yang diperlukan.

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang “Pelaksanaan

Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Tahun 2019”

dapat disimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dalam menunjukkan kualitas pribadi dari keempat poin dua poin

dalam mengembangkan kesadaran diri dan mengelola diri sudah

diterapkan namun belum optimal. Dua poin lainnya pengembangan pribadi

berkelanjutan dan bertindak dengan integritas dimana para dokter masing-

masing sudah menerapkannya dengan baik.

2. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dalam bekerja dengan orang lain dari keempat poin

mengembangkan jaringan, membangun dan memelihara hubungan,

medorong kontribusi dan bekerja dalam tim. Dari keempat poin tersebut

sudah diterapkan namun untuk keseluruhan belum diterapkan secara

optimal.

3. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dalam mengelola pelayanan dari keempat poin perencanaan,

mengelola sumber daya masih belum optimal diterapkan, namun untuk

kedua poin lainnya dalam mengelola orang sudah baik karena RS USU

merupakan RS pendidikan dan mengelola kinerja sudah diterapkan dengan

baik.

66
Universitas Sumatera Utara
67

4. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dalam meningkatkan pelayanan dari keempat poin, poin dalam

memastikan keselamatan pasien sudah diterapkan dengan baik sesuai

dengan SKP, untuk tiga poin lainnya mengevaluasi kritis, mendorong

peningkatan dan inovasi dan memfasilitasi transformasi sudah diterapkan

namun untuk keseluruhan belum optimal dalam pengaplikasiannya.

5. Pelaksanaan kepemimpinan klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera

Utara dalam pengaturan arah dari keempat poin, satu poin

mengidentifikasi konteks untuk perubahan sudah diterapkan namun belum

optimal dan untuk ketiga poin lainnya menerapkan pengetahuan dan bukti,

membuat keputusan dan mengevaluasi dampak sudah diterapkan dengan

baik.

Saran

Adapun saran yang mendukung mengenai Pelaksanaan Kepemimpinan

Klinis di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Diharapakan dokter lebih sering mengavaluasi efektifitas kemampuan

kepemimpinan klinisnya sesuai dengan kerangka kepemimpinan klinis The

Medical Leadership Competency Framework.

2. Diharapakan pihak manajemen Rumah Sakit melakukan sosialisasi untuk

meningkatkan pemahaman seluruh petugas pelayanan kesehatan terutama

dokter tentang kepemimpinan klinis di Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Pustaka

Beasley, D. C. (2012, 11 Oktober). Clinical Leadership Competency Framework.


Coventry: NHS Leadership Academy. Diakses 2 Juli 2019 dari
https://www.leadershipacademy.nhs.uk/wp-content/uploads/2012/11/
NHSLeadership-Leadership-Framework-Clinical-Leadership-
Competency-Framework-CLCF.pdf

Darwito. (2008). Analisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja


dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan (Tesis,
Universitas Diponegoro). Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/16933/
1/DARWITO.pdf

Darzi, L. (2008). High quality care for all: nhs next stage review final report.
Departement of health. Jurnal Kingsfund. Diakses dari
https://www.kingsfund.org.uk/publications/briefing-high-quality-care-all-
nhs-next-stage-review-final-report

Denzin, N. K., Linco, S., & Yvonna. (2009). Handbook of qualitative reseacrh
(Terj. Dariyanto dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Kesehatan RI. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien


Rumah Sakit (Patient Safety). Diakses dari https://docplayer.info/437049-
Patient-safety-departemen-kesehatan-r-i-2006-utamakan-keselamatan-
pasien.html

Dwiprahasto, I. (2004). Kepemimpinan klinik-peran dan tantangan manajemen


rumah sakit dalam peningkatan mutu pelayanan. Jurnal Manajemen
Pelayananan Kesehatan, 7(3), 105-108.

Goleman, D. (2002). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Ilyas, Y. (2002). Kinerja teori penilaian dan penelitian (Kajian, Universitas


Indonesia). Diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308977-Spdf
Andhika%20Debora%20Melsyana%20S.pdf

Lestari, N. P., Sunjaya, D. K., & Syaefullah, A. (2014). Konsep manajemen


keselamatan pasien berbasis program di RSUD Kapuas Provinsi
Kalimantan Tengah (Skripsi, Universitas Padjajaran). Diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/konsep-
Manajemen-Keselamatan-Pasien-Berbasis-Program.pdf

Mahsun, M. (2006). Pengukuran kinerja sektor publik (Edisi pertama).


Yogyakarta: BPFE.

68
Universitas Sumatera Utara
69

Maxwell, J. C. (2003). 17 kualitas seorang pemain tim sejati. Batam: Interaksara.

Nasution, R. F. H. (2009). Pengetahuan sikap dan persepsi gawat darurat terhadap


kesalahan medik. Jurnal kesehatan Masyarakat Nasional, 3(6), 270-274.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045 Tahun 2006


tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen
Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011


tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Pontoh, M. R. (2013). Penegakan hukum pidana terhadap resiko medik dan


malpraktek dalam pelaksanaan tugas dokter. Jurnal Lex Crimen, 2(7), 74-
83.

Rahma, P. A. (2013, 5 Mei). Pentingnya Kepemimpinan Klinis dalam Upaya


Perbaikan Sistem Kesehatan. Diakses 2 September 2019 dari
http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/2
2/884

Rini, W. A. (2004) Efffective leadership and teaching organization: suatu


pendekatan sikap dan perilaku. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Akuntansi,
2(2), 66-75

Siagian, S. P. (2013). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Penerbit Bumi


Aksara.

Siswoyo. (2010, 14 Juni). Masalah Malpraktek dan Kelalaian Medik dalam


Pelayanan Kesehatan. Diakses 23 April 2019 dari
https://docplayer.info/42500067-Masalah-malpraktek-dan-kelalaian-
medik-dalam-pelayanan-kesehatan-written-by-siswoyo-monday-14-june-
21.html

Subnegara, P. H. (2005). Diamond head drill dan kepemimpinan dalam


manajemen rumah sakit. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sukmadinata, N. S. (2011). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja


Rosadakarya.

Syafaruddin & Anzizhan. (2004). Sistem pengambilan keputusan Pendidikan


(Cet.1). Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


70

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Wijono, S. (2010). Psikologi industri & organisasi. Jakarta: Kencana.

Wilkie, V. (2012). Leadership and management for all doctors. British Journal Of
Practice, 62(598), 230-231. Diakses dari :10.3399/bjgp12X636290.

Universitas Sumatera Utara


71

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

KEPEMIMPINAN KLINIS DI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2019

1. Identitas Informan

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan Terakhir :

Unit :

1. Menunjukkan Kualitas Pribadi

 Menurut dokter bagaimana peran kepemimpinan klinis di rumah sakit.

Bagaimana seorang dokter menunjukkan kepemimpinan klinis dalam

menunjukkan kualitas pribadi?

2. Bekerja dengan Orang Lain

 Menurut dokter bagaimana seorang dokter menunjukkan

kepemimpinan klinis dalam bekerja dengan orang di rumah sakit?

3. Mengelola Pelayanan

 Menurut dokter bagaimana seorang dokter menunjukkkan

kepemimpinan klinis dalam mengelola pelayanan dirumah sakit?

Universitas Sumatera Utara


72

4. Meningkatkan Pelayanan

 Menurut dokter bagaimana seorang dokter menunjukkan

kepemimpinan klinis dalam meningkatkan pelayanan di rumah sakit?

5. Pengaturan Arah

 Menurut dokter bagaimana seorang dokter menunjukkan

kepemimpinan klinis dalam menentukan arah bagi rumah sakit?

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN

TINGGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT

Jalan dr. T. Mansur No. 66 Kampus USU Medan

20154

Telepon/Fax : 061-8218928

Laman : www. usu.ac.id E-mail : rs.usu/n}usu.ac.id

Nomor 8uq /UN5.4.1 .1 .1/KPM/2019

Perihal : Izin Penelitian

Yth. Dekan

Fakultas

Kesehatan

Masyarakat

Universitas

Sumatera Utara

di Medan

Universitas Sumatera Utara


74

Dengan hormat, menindaklanjuti surat Saudara Nomor :

6472/UN5.2.1.10/KRK/2019 tanggal 4 September 2019 perihal

sebagaimana tersebut pada pokok surat, bersama ini disampaikan bahwa

pada dasarnya kami tidak keberatan dan dapat menerima mahasiswa

Saudara yang namanya tersebut dibawah ini untuk melakukan penelitian,

atas nama

Nama : Lisa Itawari

NIM 131000342

Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Judul Penelitian : Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di Rumah Sakit

Universitas Sumatera Utara Tahun 2019

Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik kami

ucapkan terima kasih.

19650505 199503 1 001

Universitas Sumatera Utara


75

Lampiran 3. Surat Selesai Penelitian

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT
Jalan dr. T. Mansur No. 66 Kampus USU Medan
20154
Telepon/Fax : 061-8218928
Laman : www.usu.ac.id E-mail : rs.usu@usu.ac.id

SURAT KETERANGAN
Nomor :Ib69 /UN5.4.1.1.1/KPM/2019

Yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama : Dr. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U (K)
NIP 19650505 199503 1 001
Pangkat dan golongan : Penata / IIIc
Jabatan : Direktur Utama Rumah Sakit USU

Dengan ini menerangkan bahwa,


Nama : Lisa Itawari
NIM 131000342
Program Studi : S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Institusi : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumaera Utara
Judul penelitian : Pelaksanaan Kepemimpinan Klinis di
Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara Tahun 2019

Benar telah melaksanakan Penelitian di lingkungan Rumah Sakit Universitas


Sumatera Utara, sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit
USU sejak 23 September — 31 Oktober 2019.

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat


dipergunakan seperlunya.

r
Uta
ma,

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai