MARHELTI BATTU
1321117007R
KUPANG
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 1321117007R
Judul Proposal : Hubungan perilaku pantang makan dan pola asuh ibu
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang.
Mengetahui
Pembimbing 1
Pembimbing 2
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena Berkat dan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan
judul : Hubungan pantang makanan dan pola asuh ibu degan kejadian stunting
Proses penyelesaian skripsi ini bukan usaha dari penulis sendiri, tetapi atas
2. Bapak Markus Kore, S.Kep, M.Si, Ketua Stikes Nusantara Kupang yang
tulus hati serta bisa meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing
II saya yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan tulus hati
melakukan penelitian.
ii
6. Yang tercinta Oma Wandelmut Munde, Opa Yusuf Munde (alm), kedua
orang tua tercinta Bapak Yenubat Ibrahim Battu, Mama Sofia Battu Sedeh,
Kakak Ibrahim Battu, Adik Yabal Agustinus Battu, dan Keluarga yang
selalu mendukung dalam doa saya lewat doa, meberikan semangat, arahan,
kasih sayang, dukungan moril serta materil yang tak berhenti sepanjang
waktu.
7. Sahabat Desi Dange yang selalu ada dalam membantu, mendukung, dan
17.
Skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
Marhelti Battu
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 8
v
2.7. Tinjauan Tentang Gizi Seimbang ..................................................... 30
vi
4.9.1. Pengolahan Data ....................................................................... 45
Z-Score ............................................................................. 52
Stunting ............................................................................ 53
vii
6.4. Kejadian Stunting ............................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
pendidikan Ibu............................................................................. 59
Z-Score ......................................................................................... 61
ix
tabel 5.9 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
stunting........................................................................................ 63
stunting........................................................................................ 64
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Pantang makan atau tabu makanan adalah makanan yang tidak boleh
dikonsumsi oleh seseorang pada keadaan tertentu karna dapat menimbulkan suatu
efek yang dianggap merugikan bagi pengonsumsinya. Suatu makanan dianggap tabu
karna disebabkan berlakunya aturan-aturan sosial tidak tertulis yang mengatur tentang
Menabukan makanan atau dengan kata lain larangan mengonsumsi suatu makanan
adalah bentuk penghindraan pada makanan yang disengaja untuk alasan lain selain
tertentu, seperti pada ibu hamil, ibu menyusui, balita, perempuan dan laki- laki dewasa
serta orang sakit. Seperti halnya berbagai contoh di wilayah diberbagai Indonesia ibu
hamil pantang mengonsumsi udang, ikan pari, cumi-cumi, dan kepiting karna
dianggap dapat menyebabkan kaki anak mencengkram rahim ibu dan sulit untuk
kepercayaan bahwa selama proses kehamilan, ibu hamil dilarang makan nanas dan
tidak boleh banyak minum es karna dikhwatirkan bayinya akan membesar dalam
Secara teoritis, beberapa pantangan tersebut memang selaras dengan kesehatan seperti
mengonsumsi nanas dapat menyebabkan ibu hamil keguguran. Namun, disisi lain tabu
Kondisi kekurangan gizi akibat tabu makanan dapat menjadi masalah besar
yang mempengaruhi kesehatan konsumennya, terlebih pada ibu hamil dan janinnya
1
yang berkenaan dengan kebutuhan gizi yang tidak dapat terpenuhi. Tidak
terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh ibu hamil.
Masalah besar yang dapat muncul dari kondisi tersebut berupa gangguan gizi pada
kehamilan yang akan berdampak pada kesehatan ibu dan perkembangan janin
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel yang bisa diukur, sedangkan
hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya
seperti dalam hal kemampuan berbicara, emosi dan sosial (Ridha 2014 ).
perlindungan anak, dimana anak berhak hidup, tumbuh dan berkembang (KPAI 2014
). Tumbuh kembang yang optimal tergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua.
Pola asuh merupakan interaksi orang tua dan anak yang didalamnya orang tua
perhatian orang tua terhadap gizi yang diperlukan oleh anak dapat mengakibatkan
terjadinya masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang
lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Masalah tersebut merupakan salah
mendatang yang biasanya disebut dengan istilah stunting (Kemenkes RI, 2018 ).
2
Hasil dari penelitian sebelumnya oleh (Rohmawati dan Rahmawati, 2012 )
tentang pengaruh pola asuh ibu terhadap pertumbuhan balita di posyandu Srijaya
menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tipe pola asuh dengan
pertumbuhannya jauh lebih normal sedangkan responden yang tipe pola asuhnya
permisif dan tipe pola asuh otoriter pertembuhannya cenderung tidak normal.
dilakukan seperti pemberian suplementasi gizi makro dan mikro (pemberian tablet
fortifikasi, kampanye gizi seimbang, pelaksanan kelas ibu hamil, pemberian obat
cacing, penanganan kekurangan gizi, dan JKN (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Selain diberikannya intervensi gizi spesifik dilakukan juga program Indonesia sehat
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dapat digolongkan menjadi 3 yaitu asuh,
asi, asah. Pola asuh ibu dari kehamilan hingga melahirkan dan 1.000 hari pertama
kehidupan sangat berpengaruh dalam keadaan gizi dan pertumbuhan anak. Pola asuh
(Tiara Dwi Pratiwi, Masrul, 2016). 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), dilihat
mulai dari kondisi ibu hamil, ibu menyusui, dan pertumbuhan anak. Penanggulangan
balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK yang 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi dilahirkan telah di buktikan secara
3
ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan atau disebut sebagai
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang di sebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting sebagai akibat dari pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Proses stunting dimulai dari janin
masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia 2 tahun WHO ( Word
indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur
Menurut data WHO tahun 2016, diperkiraan 22,9% atau terdapat 158 juta
anak dibawah lima tahun mengalami stunting dan 56% nya berada di Asia. Menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi balita stunting
diIndonesia adalah 30,8%. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013
masyarakat jika prevelensinya 20% atau lebih. Karna nya presentase balita pendek
diIndonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang ha rus ditanggulangi.
(16%) dan Singapura (4%) (UNSD, 2014). Global Nutrition Report tahun 2014
menunjukan Indonesia termasuk dalam 17 negara dari 117 ne gara yang mempunyai
tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita. (Kementerian
4
diurutan 64 terendah dari 65 negara. Sedangkan, stunting berdampak pada tingkat
dari tahun 2007 ke tahun 2013 justru menunjukan fakta yang memprihatinkan dimana
stunting meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%. Sedangkan secara Nasional pada
tahun 2010 ke tahun 2013 juga menalami peningkatan yang berarti yaitu dari 35,6%
menjadi 37,2%. Artinya pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8 juta anak
atau satu dari tiga anak Indonesia. Menurut WHO angka prevalensi tersebut masih
cukup tinggi bila dibandingkan dengan batas (cut off) Non Public Health Problem
(Jayanti,2015). Sementara batas Non Public Health Problem yang ditolerir oleh
Badan Kesehatan Dunia untuk kejadian stunting ha nya 20% atau seperlima dari
Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 prevalensi stunting bayi
usia di bawah lima tahun (balita) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,3%
angka tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainya dan juga diatas
terdiri dari bayi dengan kategori sangat pendek 18% dan pendek 22,3%.
jumlah balita 0-59 bulan yang diukur tinggi badan sebanyak 2.096 orang, yang
Pengambilan data awal di puskesmas Alak Kota Kupang tahun 2018 jumlah
balita stunting sebanyak 745 orang atau 43,0%, dan pada tahun 2019 mengalami
5
penurunan yaitu 499 orang atau 22,5%, sedangkan pada tahun 2020 jumlah balita
penelitian dengan judul “Hubungan Pe rilaku Pantang Makan dan Pola Asuh Ibu
dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang”
adalah: Apakah ada Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola Asuh Ibu dengan
Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang?
Untuk mengetahui Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola Asuh Ibu
dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang.
2. Mengetahui Perilaku Pantang Makan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang.
3. Mengetahui Pola Asuh Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang.
Kota Kupang.
6
6. Menganalisis Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Balita di
menjadi bahan informasi mengenai Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola
Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Makan dan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah
akademik terutama mengenai Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola Asuh
Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak
Kota Kupang.
penelitian Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola Asuh Ibu dengan
Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hasil penelitian oleh ( Siti Fatiatus Zyaroh ) tentang hubungan budaya pantang
makanan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-29 bulan (studi di wilayah
2. Hasil penelitian oleh (Corry Ocvita Sari, Dyah Noviawati S. Arum, Tri
Kulonprogo Yogyakarta Tahun 2018 tentang Hubungan Pola Asuh Ibu dengan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan. Hasil analisis menunjukan
adanya hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 25-59
bulan.
3. Hasil penelitian oleh (Ridha Cahya Airlangga, 2019) tentang Hubungan Pola
Pemberian Makan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan Di
4. Hasil penelitian oleh (Aisyah Susanti, Rusnoto, Nor Asiyah, 2013) tentang
Budaya Pantang makan, Status Ekonomi, Dan Pengetahuan Gizi Ibu Hamil
Trimester III Dengan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Welahan I. Hasil
8
5. Hasil penelitian oleh (Rizki Kurnia Illahi, Lailatul Muniroh, 2016) tentang
Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura dan Kejadian Stunting Balita Usia
lain pantangan makan bagi ibu hamil, anak tidak memperoleh imunisasi,
pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir, dan pemberian makanan
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan
konsumsi makan ibu hamil dipengaruhi olah pola konsumsi keluarga dan
distribusi makanan yang terdiri dari jumlah, jenis, frekuensi, serta pantangan
kelangsungan hidupnya, tetapi ada yang beranggapan bahwa satu atau beberapa
(Sulistyoningsih, 2011).
9
1. Faktor sosial buaya
faktor sosial budaya dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi
2. Kepercayaan
setiap hari, dan protestan melarang pemeluknya mengonsumsi teh, kopi atau
bahwa wanita hamil dilarang memakan buah nanas dan kerak nasi (Khomsan,
Faisal, Dadang, et al., 2006). Dalam studi etnografi terhadap etnik Jawa yang
masih terdapat pantangan terhadap buah dan sayur tertentu yang bisa dikatakan
sebagai pengetahuan atau kearifan lokal yang ada diwilayah tersebut (Dinas
Kesehatan,2012).
Terdapat pantangan atau pun mitos- mitos pada masyarakat selama masa
10
sosial yang dibangun oleh masyarakat melalui budaya setempat. Contohnya ibu
tidak boleh makan daging, ikan, belut, tidak boleh minum air es, susu dan
Bukan hanya masalah gizi yang terdapat dalam makanan, namun juga
pantangan makan yaitu terdapat mitos bahwa ibu ha mil tidak boleh makan
telur. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur
mengandung banyak protein, karna dapat menjadi cadangan energi yang akan
ibu hamil sekaligus juga akan dikonsumsi oleh janin sehingga perlu menjaga
pola makan agar bayi yang dilahirkan tidak berat bayi lahir rendah (BBLR)
(Arisman, 2010).
bayi yang dilahirkan berbau amis (bad smell). Penelitian lain yang dilakukan
oleh Alwi dan Ratih di Papua menyatakan bahwa terdapat pantangan makanan
(dietary taboos) pada wanita hamil, seperti ikan yang akan menyebebkan ASI
amis dan beberapa jenis buah, yaitu nenas, ketimun, pisang, yang dianggap
11
3. Dampak Pantang Makan
Pantang makanan pada ibu hamil dapat menurunkan asupan gizi ibu yang
akan menyebabkan ibu menjadi malnutrisi. Selain itu pantang makan juga
kecukupan gizi bayi juga akan berpengaruh. Perilaku pantang makanan tidak
karbohidrat, sayuran, buah, protein hewani, protein nabati serta banyak minum
Secara etiologi, pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti
merawat, menjaga, mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem
dalam merawat, menjaga dan mendidik. Pola asuh orang tua adalah interaksi
orang tua terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan contoh yang
Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang
terjadi antara orang tua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap
Agar anak dapat tumbuh sesuai standar kesehatan, pola asuh yang
diberikan oleh orang tua sangat berperan penting, tentunya dengan pola asuh
yang benar. Pola asuh adalah kemampuan orang tua dan keluarga untuk
menyediakan waktu, perhatian, kasih sayang dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik, mental dan social.
12
Pengasuhan merupakan faktor yang berkaitan sangat erat dengan pertumbuhan
anak berusia dibawah lima tahun. Masa balita adalah masa dimana anak sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Oleh
karena itu, pengasuhan kesehatan dan pemberian makanan pada tahun pertama
Pola asuh sebagai pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak
Keseluruhan kegiatan yang terdiri dari beberapa perilaku khusus dari orang tua
berpengaruh terhadap perilaku anak. Para orang tua tidak boleh menghukum
Menurut Gunarsa Singgih psikologi remaja, pola asuh orang tua adalah
sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih
muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak
tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri (Gunarsa, 2007)
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa pola asuh adalah suatu sikap
agar mendapatkan kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk dapat tumbuh
13
2.3.2. Tipe Pola Asuh
buku (Sanrtrock, 2011) bersikukuh bahwa orang tua tidak boleh menghukum
mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Orang tua otoriter
otoriter sering tidak bahagia, takut, dan ingin membandingkan dirinya dengan
orang lain, gagal untuk aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang
Dampak terburuk dari sikap otoriter orang tua bagi anak menurut Subini
(2011). adalah :
14
2) Pola Asuh Demokratis
untuk menjadi mandiri, tetapi masih menempatkan batasan dan kontrol atas
diperbolehkan, dan orang tua hangat dan nurturant terhadap anak-anak. Anak-
dengan orang dewasa dan menangani stress dengan baik (Santrock, 2011).
pengasuhan ketika orang tua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, orang
Orang tua seperti ini membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang
Pola asuh lalai (neglectful parenting) merupakan gaya ketika orang tua
sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang orang tuanya
lalai mengembangkan rasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih
15
mandiri. Mereka sering memiliki harga diri rendah dan tidak matang, serta
Setiap orang tua memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini tentunya
sangat mempengaruhi pola asuh anak. Misalkan orang tua yang lebih gampang
marah mungkin akan tidak sabar dengan perubahan anaknya. Orang tua yang
Mereka akan mengajarkan si kecil berdasarkan apa yang dia tahu benar atau
salah, misalnya berbuat baik, sopan, kasih tanpa syarat atau toleransi. Semakin
Sadar atau tidak sadar, orang tua bisa mempraktekkan hal- hal yang
pernah dia dengar dan rasakan dari orang tuanya sendiri. Orang tua yang sering
dikritik juga akan membuat dia gampang mengkritik an aknya sendiri ketika dia
4) Pengaruh lingkungan
Orang tua muda atau baru memiliki anak-anak cenderung belajar dari
memiliki pengalaman. Baik atau buruk pendapat yang dia dengar, akan dia
16
5) Pendidikan orang tua
Orang tua yang memiliki banyak informasi tentang parenting tentu lewat
buku, seminar dan lain- lain akan lebih terbuka untuk mencoba pola asuh yang
Usia orang tua sangat mempengaruhi pola asuh. Orang tua yang muda
cenderung lebih menuruti kehendak anaknya dibanding orang tua yang lebih tua.
Usia orang tua juga mempengaruhi komunikasi ke anak. Orang tua dengan jarak
yang terlalu jauh dengan anaknya, akan perlu kerja keras dalam menelusuri dunia
yang sedang dihadapi si kecil. Penting bagi orang tua untuk memasuki dunia si
kecil.
7) Jenis kelamin
memimpin. Bapak biasanya mengajarkan rasa aman kepada anak dan keberanian
dalam memulai sesuatu yang baru. Sementara ibu cenderung memelihara dan
kebebasan kepada si kecil untuk explore atau mencoba hal- hal yang lebih bagus.
Sementara orang tua dengan status ekonomi lebih rendah mengajarkan anak kerja
keras.
9) Kemampuan anak
17
10) Situasi
dibandingkan anak agresif dan keras kepala. Anak yang mengalami rasa takut
dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orang tua. Tetapi sebaliknya,
jika anak menentang dan berperilaku agresif kemungkinan orang tua akan
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari
pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Persagi, 2018).
Stunting adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan PB/U atau
Reference Study, 2006) nilai Z-Score nya kurang dari -3 SD sampai <-2 SD
(pendek atau stunted) dan kurang dari <-3 SD (sangat pendek atau severely
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan tidak
sehingga menyebabkan ia lebih pendek dari pada teman seusianya. Banyak yang
tidak tahu bahwa anak pendek adalah tanda dari adanya masalah pertumb uhan.
Apalagi, jika stunting dialami oleh anak yang dibawah usia 2 tahun. Hal ini harus
ditanangi dengan cepat dan tepat. Pasalnya stunting adalah kejadian yang tidak
18
2.3.2. Klasifikasi Stunting
Penilaian status gizi balita yang paling sering digunakan adalah dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
Panjang badan menurut umur (PB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat
(BB/TB), dinyatakan dalam ambang batas (Z-Score) (Buku Saku PSG 2017).
dan diukur panjang badan atau tinggi badannya lalu dibandingkan dengan nilai Z-
Score,dan hasilnya dibawah normal. Jadi secara fisik lebih pendek dibandingkan
balita seumurnya. Perhitungan ini menggunakan ambang batas atau Z-Score dari
WHO.
yang bersifat kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama.
19
Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat , dan asupan makanan kurang
dalam waktu lama sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek (buku saku
PSG, 2017).
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak
stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) dari anak balita. Secara lebih detail, beberapa faktor yang menjadi
sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta
dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh
ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
20
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang
memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses
ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun
komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi,
India. Harga buah dan sayuran diIndonesia lebih mahal daripada di Singapura.
Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana
buang air besar, saran pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga. Sanitasi
115 orang meninggal setiap jam akibat diare yang dihubungkan dengan sanitasi
buruk dan air yang terkontaminasi. Sanitasi yang baik sangat penting terutama
dalam menurunkan risiko kejadian penyakit dan kematian, terutama pada anak-
21
2.3.5. Dampak Stunting
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan
disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat
mengarahkan K/L terkait Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain
itu, diperlukan juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional
yang dapat secara efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi
utama yang perlu segera dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional
22
baik melalui media masa, maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta
dan Masyarakat.
BPSPAM, PKH dll) terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil,
ibu menyusui dan balita pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja
Stunting.
komprehensif,
e) Mengupayakan investasi melalui Kemitraan dengan dunia usaha, Dana Desa, dan
lain-lain dalam infrastruktur pasar pangan baik ditingkat urban maupun rural.
23
5) Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi.
dan kualitas dari layanan program Intervensi Stunting, pengukuran dan publikasi
secara berkala hasil Intervensi Stunting dan perkembangan anak setiap tahun
Menurut Muaris (2009), anak balita adalah anak yang telah menginjak usia
di atas 1 tahun atau lebih sering disebut dengan anak usia di bawah lima tahun.
Masa balita merupakan masa usia penting dalam pertumbuhan anak secara fisik.
asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi
Kesehatan (2013), balita merupakan anak yang usianya antara sa tu hingga lima
tahun. Saat usia balita kebutuhan akan aktifitas hariannya masih tergantung
penuh terhadap orang lain mulai dari makan, buang air besar maupun air kecil
dan kebersihan diri. Masa balita merupakan masa yang sangat penting bagi
proses kehidupan manusia. Pada masa ini akan berpengaruh besar terhadap
24
Balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu
tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “balita” dan anak usia lebih dari
tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia “prasekolah”. Balita
sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai
kelompok yang sering menderita kekurangan gizi. Gizi ibu yang kurang atau
buruk pada konsepsi atau saat hamil muda dapat berpengaruh kepada
pertumbuhan semasa balita. Bila gizi buruk maka perkembangan otaknya pun
kurang dan hal itu akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya
masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga memerlukan jumlah
makanan yang relatif lebih besar. Namun, anak usia 1-3 tahun memiliki perut
yang masih lebih kecil, sehingga jumlah makanan yang mampu diterimanya
dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh
karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering
Anak usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif yaitu mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal dengan
“masa keras kepala”. Anak usia prasekolah mulai mengenal jajanan, hal ini
yang lebih besar. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi
25
asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak menjadi kurang
gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan
social anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan
hal yang sangat penting dalam pemberian makanan pada anak agar anak tidak
cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana
Wati, 2011).
selanjutnya. Masa tumbuh kembang diusia ini merupakan masa yang berlangsung
cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau
masa keemasan, namun dimasa ini akan rentan mengalami penyakit yang
berdampak pada status gizi di masa selanjutnya. Masalah yang biasa terjadi
dimasa ini adalah terjadinya penyakit infeksi yang dapat menurunkan asupan
Trisnawati, 2016).
Masa balita juga merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan
penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat
gizi (KKP) dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi atau
tanggapan yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan antara
1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan
orang dewasa.
26
2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau ibunya sudah bekerja penuh,
3) Anak balita sudah mulai main ditanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya
sendiri, sehingga mudah terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi
4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya send iri, termasuk dalam memilih
makanannya. Disisi lain ibunya sudah tidak begitu memperhatikan makanan anak
utama yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Agar balita
dapat tumbuh dengan baik, maka makanan yang dimakannya tidak boleh hanya
a) Beragam jenisnya
c) Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak
2.6.1.Definisi Puskesmas
pelayanan kesehatan yang berada digarda terdepan dan mempunyai misi sebagai
wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan
27
kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan. (Ilham Akhsanu
Ridlo, 2008)
28
5) Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan
program
2) Keluarga Berencana
4) Kesehatan Lingkungan
29
2.7. Tinjauan Tentang gizi Seimbang
angka kecukupan jenis dan jumlah zat gizi sesuai kerakter (usia, jenis kelamin, dan
seimbang, yaitu:
4) Menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan tubuh (untuk semua usia).
tujuan-tujuan gizi seimbang. Kepatuhan dalam menjalankan gizi seimbang ini bisa
menyimbangkan zat gizi yang masuk dan keluar sehingga berefek positif bagi
tubuh.
Pilar pertama yang yang penting didalam pedoman gizi seimbang adalah
mengonsumsi beragam jenis makanan. Hal ini dikarenakan, tidak ada satu pun
jenis makanan menggandung semua jenis zat gizi, kecuali ASI (untuk bayi 0-6
bulan). Keragaman jenis makanan bisa melengkapi kebutuhan gizi dan disebut
30
Pilar gizi seimbang juga mencakup higinitas individu. Membiasakan
perilaku hidup bersih adalah pilar kedua dari prinsip gizi seimbang. Ini
makanan terkontaminasi atau tubuh terinfeksi. Kontaminasi bakteri pada tubuh dan
a. Menerapkan cara mencuci tangan yang bersih sebelum kontak dengan makanan
atau ASI.
b. Menutup makanan yang disajikan agar terhindar dari faktor penyakit infeksi,
Seimbang adalah sesuai antara yang masuk dan yang keluar. Tidak hanya
memerhatikan jenis dan jumlah zat gizi yang masuk, gizi seimbang juga
memperhatikan pengeluaran zat gizi. Oleh karna itu, pilar gizi seimbang juga
menyentuh aspek kegiatan fisik. Hal ini bertujuan agar gizi yang masuk seimbang
dengan gizi yang keluar. Ketidakseimbangan asupan gizi dan aktifitas fisik bisa
Pilar gizi seimbang yang keempat terkait dengan pilar ketiga. Untuk
mengetahui apakah pemasukan dan pengeluaran zat gizi sudah seimbang atau
31
1) Tumpeng Gizi Seimbang (TGS)
sederhana tentang panduan porsi dan jenis makanan gizi seimbang, aktifitas fisik,
32
Sumber: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Gizi Masyarakat
Ada beberapa pesan gizi seimbang secara umum yang bisa ditrapkan untuk
semua kelompok usia mulai dari bayi baru lahir hingga lansia. Pesan umum gizi
seimbang juga baik diterapkan oleh ibu hamil dan ibu menyusui.
5) Batasi konsumsi pangan manis (gula), asin (garam),dan berlemak (minyak dan
mentega)
33
6) Biasakan sarapan pagi
10) Lakukan aktifitas yang cukup dan pertahankan berat badan normal
34
BAB III
KERANGKA KONSEP
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Kerangka
konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen yang meliputi (perilaku pantang
makan dan pola asuh orang tua) dan variabel dependen (kejadian stunting).
diantaranya adalah perilaku pantang makan dan pola asuh Ibu, sosial budaya, perilaku
Kondisi kekurangan gizi akibat praktek sosial budaya yang didalamnya tabu
makanan atau pantang makan dapat menjadi masalah besar yang mempengaruhi
kesehatan pada ibu hamil dan janinnya yang berkenaan dengan kebutuhan gizi yang
tidak dapat terpenuhi. Tidak terpenuhinya kebutuhan gizi tersebut disebabkan adanya
butuhkan oleh ibu hamil. Masalah besar yang dapat muncul dari kondisi tersebut
berupa gangguan gizi pada kehamilan yang akan berdampak pada kesehatan ibu dan
Tumbuh kembang anak tergantung pada pola asuh ya ng diterapkan oleh orang
tua. Kurangnya perhatian orang tua terhadap gizi yang diperlukan oleh anak dapat
mengakibatkan terjadinya masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi
35
Peran kader kesehatan sangat penting dalam kegiatan posyandu. Keder
kader dalam sosialisasi atau penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan
anak.
status atau kedudukan individu sebagai sistem pendukung utama terhadap masalah
masalah- masalah yang terjadi didalam keluarga. Untuk mencapai tujuan kesehatan,
keluarga mempunyai tugas dan pemeliharaan kesehetan para anggotanya dan saling
memelihara kesehatan keluarga serta pemenuhan gizi yang cukup. Masalah kesehatan
anak tak lepas dari peran utama orang tua dalam keluarga. Stunting tidaknya anak di
kemudian hari, tergantung dari bagaimana pengetahuan ibu dan ayah me ngenai
36
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Faktor predisposisi:
Faktor pendukung:
Faktor pendorong:
Peran Keluarga
Keterangan:
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan
yang diharapakan antara 2 variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris
(Notoatmodjo, 2010).
2) Ada hubungan antara pola asuh Ibu dengan kejadian stunting di wilayah kerja
37
BAB IV
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan
independen dan variabel dependen diambil dalam waktu bersamaan (Notoatmojo, 2012).
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Perilaku Pantang Makan dan Pola
Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang.
korelasi antara faktor- faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan dan observasi
Populasi
(Sampel)
38
4.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitan ini dilakukan di puskesmas Alak Kota Kupang dan waktu penelitian mulai
4.4.1. Populasi
sama (Chandra, 1995). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang
mengalami stunting dipuskesmas Alak Kota Kupang yang berjumlah 338 orang
4.4.2. Sampel
Sampel adalah sebagian kecil dari populasi atau obyek yang memiliki
digunakan adalah secara acak (simple random sampling) dimana setiap anggota dari
unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010).
(Riyanto, 2011):
39
Rumus :
( )
( )
( )
Keterangan:
n = Sample
N = Populasi
40
4.5 Kerangka Operasional
Populasi dalam penelitian ini adalah balita stunting diwilayah kerja puskesmas
Alak tahun 2021 yang berjumblah 338 orang. Setelah dihitung menggunakan rumus
Pola asuh ibu dari kehamilan hingga melahirkan dan 1.000 hari pertama
kehidupan sangat berpengaruh dalam keadaan gizi dan pertumbuhan anak. Pola asuh
terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh ibu hamil.
Masalah besar yang dapat muncul dari kondisi tersebut berupa gangguan gizi pada
kehamilan yang akan berdampak pada kesehatan ibu dan perkembangan janin
41
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Populasi
Simple Random
Sampling
Sampel
77 orang
Kejadian
stunting
Penyajian hasil
Kesimpulan
42
4.6 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent variable),
variabel bebas (independent variable). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kejadian stunting pada balita diwilayah kerja puskesmas Alak. Variabel bebas
adalah perilaku pantang makan dan pola asuh Ibu yang mempengaruhi kejadian
stunting.
diukur. Itu sebabnya definisi operasional adalah definisi penjelas, karena akibat
definisi yang diberikan sebuah variable penelitian mmenjadi jelas (Zaluchu, 2010).
43
Pola Pola perilaku orang Kuesioner Wawancara 0=Pola asuh Ordinal
Asuh Ibu tua yang diterapkan dengan demokritis
kepada balita dalam responden 1=Pola asuh
memberikan makan otoriter
untuk menentukan 2=Pola asuh
pola asuh positif dan permisif
negatif
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengisi koesioner
yang tersedia. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah materi atau kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh
peneliti pada saat penelitian berlangsung (Chandra, 2008). Data primer dalam penelitian
ini yaitu data yang diperoleh dari hasil pengisian koesioner pada lokasi penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari pihak lain (Chandra, 2008).
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data-data pendukung seperti data demografi,
yang relevan dengan tujuan penelitian yang dikumpulkan dari dokumen dan laporan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah koesioner, yaitu sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam
44
4.9 Pengolahan data dan analisis data
kuesioner akan diolah secara manual dengan komputerisasi untuk mengubah data
ialah:
diperlukan.
b) Penandaan (coding): melakukan pemberian tanda atau angka terhadap masing- masing
kategori.
c) Pemasukan data (entry) : memasukan data yang akan diolah kedalam master table atau
databes komputerisasi.
e) Tabulasi : membuat tabel-tabel untuk memasukan data sesuai dengan tujuan penelitian
a. Analisi univariat
dari variable indepenpen dan dependen. Data-data disajikan dalam bentuk tabel dan
diinterpretasikan.
b. Analisis bivariat
segnifikan atau hanya hubungan secara kebutulan. Dalam analisis ini uji statistik yang
45
b. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (Observed frequencies =
2) Banyak sel dengan Expected frequency <5 tidak lebih dari 20% dari
banyak selseluruhnya.
maka gunakan uji lainnya yaitu Fisher’s Exact Test untuk table 2 X 2
berikut :
Fisher Exact
(Riyanto, 2011).
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
Puskesmas Alak berdiri sejak tahun 1994 dan terletak di jalan Sangkar Mas
No.1A Kelurahan Nunbaun Sabu, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara
Timur. Wilayah kerja Puskesmas Alak pada saat ini terdiri dari 6 kelurahan yaitu
kelurahan Alak, Nunhila, Nunbaun Delha, Nunbaun Sabu, Namosain dan Penkase-
Oeleta. Kelurahan dengan wilayah terluas adalah kelurahan Alak dan kelurahan
dengan wilayah terkecil adalah kelurahan Nunhila. Wilayah kerja Puskesmas Alak
yang memiliki penduduk terbanyak adalah kelurahan Namosain dan yang memiliki
penduduk paling sedikit adalah kelurahan Nunhila. Luas wilayah kerja 22,2 km²
Secara Geonologis:
Maulafa
Oebobo
Barat.
Puskesmas Alak memiliki 2 pelayanan yaitu pelayanan rawat jalan dan rawat
inap. Di rawat jalan memiliki beberapa fasilitas pelayanan yaitu poli umum, poli
47
lansia, poli anak (MTBS), poli gigi, poli KIA dan KB, ruang imunisasi, ruang
tindakan, ruang gizi, ruang kesehatan lingkungan laboratorium, dan ruang administrasi.
Sedangkan di rawat inap terdapat ruang VK yang melayani persalinan 24 jam, ruang
nifas dan ruang USG. Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Alak sebagai berikut:
dokter umum 5 orang, dokter gigi 2 orang, perawat 14 orang, bidan 18 orang, perawat
gigi 2 orang, ahli gizi 2 orang, sanitarian 1 orang, farmasi 2 orang, dan petugas
pemberantasan penyakit menular, pengobatan dan promosi kesehatan, dan ada kegiatan
penunjang lain seperti: usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan gigi dan mulut,
reproduksi.
5.2.1. Visi
Terwujudnya Kota Kupang Yang Layak Huni, Cerdas, Mandiri Dan Sejahtera
5.2.2. Misi
48
a. Umur
Kategori umur yang di gunakan pada penelitian ini adalah ibu yang berumur di
bawah 30 tahun dan di atas 30 tahun. Distribusi jumlah sampel menurut umur di
Umur N %
< 30 TAHUN 29 37,7
> 30 TAHUN 48 62,3
Jumlah 77 100
Tabel 5.1 Menunjukkan dari 77 responden sebagian besar berusia diatas 30 tahun
b. Pendidikan
Ibu terdiri dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan SI.
Pendidikan N %
Tidak Sekolah 4 5,2
SD 17 22,1
SMP 17 22,1
SMA 32 41,6
SI 7 9,1
Jumlah 77 100
Tabel 5.2 Menunjukan sebagian besar responden berpendidikan SMA dengan
jumlah 32 responden (41,6%) dan sebagian kecil tidak bersekolah dengan jumlah 4
responden (5,2%).
49
c. Pekarjaan
Pekerjaan N %
IRT 42 54,5
Petani 29 37,7
PNS 6 7,8
Jumlah 77 100
Tabel 5.3 Menunjukan sebagian besar reponden bekerja sebagai ibu rumah tangga
dengan jumlah 42 responden (54,5%) dan sebagian kecil bekerja sebagai pegawai
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin di bedakan menjadi 2 yaitu laki- laki dan perempuan. Distribusi
jumlah sampel menurut jenis kelamin di sajikan ditabel 5.4 di bawah ini:
Jenis kelamin N %
Laki-laki 45 58,4
Perempuan 32 41,6
Jumlah 77 100
50
Tabel 5.4. Menunjukan bahwa dari 77 responden sebagian besar berjenis kelamin
laki- laki dengan jumlah 45 responden (58,4%) dan sebagian kecil berjenis kelamin
b. Umur Anak
Kategori usia yang digunakan pada penelitian ini adalah anak yang berusia
0-69 bulan. Distribusi jumlah sampel menurut usia disajikan pada tabel 5.5 berikut
Umur N %
0-12 Bulan 17 22,1
13-24 Bulan 17 22,1
25-36 Bulan 28 36,4
37-48 Bulan 12 15,6
49-69 Bulan 3 3,9
Jumlah 77 100
Tabel 5.5. Menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia 25-36 bulan
dengan jumlah 28 responden (36,4) dan sebagian kecil berumur 49-60 bulan
Z-Score N %
1 SD dan -1 SD 31 40,3
-3 SD, <-3 SD dan <-2 46 59,7
SD
Jumlah 77 100
51
Tabel 5.6 Menunjukkan dari 77 responden sebagian besar memiliki nilai z-score -3
SD, <-3 SD dan <-2 SD yang masuk dalam kategori stunting dan sebagian kecil
memiliki nilai z-score 1 SD dan -1 SD yang masuk dalam kategori tidak stunting.
5.3.1.4. Karakteristik responden berdasarkan perilaku pantang makan, pola asuh dan kejadian
stunting
gambaran mengenai pantangan makan pada ibu saat hamil dapat dilihat pada tabel 5.7
dibawah ini:
makan
Pantang Makan N %
Ada Pantang 51 66,2
Makan
Tidak ada pantang 26 33,8
makan
Jumlah 77 100
Tabel 5.7 Menunjukkan dari 77 responden sebagian besar memiliki pantang makan
dengan jumlah 51 responden (66,2%) dan sebagian kecil tidak memiliki pantang
gambaran mengenai pola asuh ibu dapat dilihat pada tabel 5.78 dibawah ini:
Tabel 5.8. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pola asuh Ibu
Pola Asuh N %
Otoriter 45 58,4
Demokratis 17 22,1
Permisif 15 19,5
Jumlah 77 100
52
Tabel 5.8. Menunjukan sebagian besar memiliki pola asuh otoriter dengan jumlah 45
responden (58,4%) dan sebagian kecil mempunyai pola asuh permisif dengan jumlah
15 responden (19,5%).
c. Kejadian Stunting
gambaran mengenai kejadian stunting pada ibu saat hamil dapat dilihat pada tabel 5.9
dibawah ini:
Kejadian Stunting N %
Stunting 46 59,7
Tidak Stunting 31 40,3
Jumlah 77 100
Tabel 5.9. Menunjukan bahwa sebagian besar responden mengalami stunting dengan
jumlah 46 responden (59,7%) dan sebagian kecil responden tidak mengalami stunting
53
Tabel 5.10 Hubungan perilaku pantang makan dengan kejadian stunting
Tabel 5.10 Menunjukkan hasil analisis chi-square yang dilakukan antara perilaku
pantang makan terhadap kejadian stunting menunjukan nilai signifikan sebesar 0,003
(p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
Dari hasil penelitian didapatkan kategori pola asuh ibu dengan kejadian
terhadap kejadian stunting menunjukan nilai signifikan sebesar 0,016 (p<0,05) maka
54
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan
kejadian stunting.
55
BAB VI
PEMBAHASAN
menunjukkan dari 77 responden sebagian besar be rusia diatas 30 tahun (62,3%) dan
sebagian kecil berusia dibawa 30 tahun (37,7%). Umur adalah suatu angka yang
(41,6%) dan sebagian kecil tidak bersekolah dengan jumlah 4 responden (5,2%),
merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dan harus diperoleh semua umat
manusia. Karena semakin tinggi pendidikan seseorang tersebut menerima dan segala
bentuk informasi yang dimilikinya. Seseorang yang dimiliki pengetahuan yang banyak
dan luas, akan semakin baik pula dalam menjalani hidup sehat, terutama pada ibu yang
menunjukan sebagian besar reponden bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan jumlah
42 responden (54,5%), sebagian kecil bekerja sebagai pegawai negeri sipil dengan
jumlah 6 responden (7,8%), dan responden bekerja sebagai petani dengan jumlah 29
responden (37,7). Pekerjaan ibu berkaitan dengan pola asuh anak dengan status ekonomi
keluarga. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat menyebebkan anak tidak terawat, sebab
56
anak balita sangat tergantung pada pengasuhnya atau anggota keluarga yang lain, namun
dilain pihak ibu yang bekerja dapat membantu pe masukan keluarga, karna pekerjaan
merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pangan (Andriani,
Wirjatmadi, 2012).
menunjukan bahwa dari 77 responden sebagian besar berjenis kelamin laki- laki dengan
jumlah 45 responden (58,4%) dan sebagian kecil berjenis kelamin perempuan dengan
jumlah 32 responden (41,6%). Hal ini didukung oleh studi kohort yang dilakukan Medin
(2010) yang menunjukan bayi dengan jenis kelamin lai- laki memiliki risiko dua kali lipat
menjadi stunting dibandingkan bayi perempuan. Balita laki- laki lebih berisiko stunting
Menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia 25-36 bulan dengan jumlah 28
responden (36,4%) sedangkan sebagian kecil berusia 49-60 bulan dengan jumlah 3
responden (3,9%), responden yang berusia 0-12 bulan berjumlah 17 responden (22,1%),
responden berusia 13-24 bulan berjumlah 17 responden (22,1%), dan responden yang
berusia 37-48 bulan berjumlah 12 responden (15,6%). Umur adalah suatu angka yang
menunjukkan dari 77 responden sebagian besar memiliki nilai z-score -3 SD, <-3 SD
dan <-2 SD yang masuk dalam kategori stunting dan sebagian kecil memiliki nilai z-
57
6.2. Perilaku Pantang Makan
pantang makan dengan jumlah 51 responden (66,2%) dan sebagian kecil tidak memiliki
pantang makan dengan jumlah 26 responden (33,8%). Pantang makan atau tabu
makanan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh seseorang pada keadaan
tertentu karna dapat menimbulkan suatu efek yang dianggap merugikan bagi
budaya dan kepercayaan. Dalam studi etnografi terhadap etnik Jawa yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul 2012 mendapati bahwa masih terdapat pantangan
terhadap buah dan sayur tertentu yang bisa dikatakan sebagai pengetahuan atau kear ifan
Terdapat pantangan atau pun mitos- mitos pada masyarakat selama masa
kehamilan yang dapat merugikan ibu hamil. Pantangan terhadap makanan tertentu akan
merugikan apabila berbeda dengan tinjauan medis. Pantang makanan pada ibu hamil
dapat menurunkan asupan gizi ibu yang akan menyebabkan ibu menjadi malnutrisi.
Selain itu pantang makan juga berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan produksi air
otoriter dengan jumlah 45 responden (58,4%), sebagian kecil mempunyai pola asuh
permisif dengan jumlah 15 responden (19,5%), dan pola asuh demokratis 17 responden
(22,1%). Pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti merawat, menjaga,
mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam merawat, menjaga dan
mendidik anak. Pola asuh ibu merupakan perilaku ibu dalam mengasuh balita mereka.
58
Pada hasil penelitian didapatkan sebanyak 45 responden (58%) yang
menunjukan pola asuh otoriter. Menurut teori Jojon et.al (2017) pola asuh otoriter
merupakan pola asuh orang tua yang menerapkan apapun aktivitas anak selalu dikekang
oleh orang tuanya dan orang tuanya terlalu takut membebaskan anaknya untuk
sesuatu perkembanganya yang lebih baik. Anak akan cenderung penakut, tidak percaya
diri, tergantung kepada orang tua, cenderung pendiam, pemur ung, tidak mudah
tersenyum dan tidak gembira. Menurut Hassan Syamsi dalam Susanto (2018) perilaku
otoriter orang tua yang bisa menimbulkan ketidakmandirian yaitu yang melakukan
kekerasan fisik atau psikis sehingga anak tumbuh menjadi penakut dan ragu.
menunjukan pola asuh demokratis. Menurut teori Jojon et.al (2017) pola asuh
demokratis merupakan pola asuh orang tua yang selalu memberikan kebebasan
beraktivitas kepada anak yang masih dalam arahan orang tuanya dan anak akan
akan lebih bertanggung jawab akan akibat yang diterimanya kelak, pemberani,
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, tidak tergantung kepada orangtuanya dan riang
gembira. Menurut Munawaroh (2016) dampak negatif dari pola asuh demokritis yaitu
anak cenderung mengganggu kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus
menunjukan pola asuh permisif. Menurut teori Jojon et.al (2017) pola asuh permisif
merupakan pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak
dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang la ngka apa yang akan dilakukan
serta orang tua tidak pernah memberikan pengarahan maupun penjelasan kepada anak
59
tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dampak dari pola asuh permisif adalah anak
menjadi lebih manja, hampir tidak ada komunikasi anak dan orang tua serta anak
stunting dengan jumlah 46 responden (59,7%) dan sebagian kecil responden tidak
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi (MCA, 2017). beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat
digambarkan sebagai berikut: praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya
layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas,
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting tersebut dalam
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka
panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
terhadap kejadian stunting menunjukan nilai signifikan sebesar 0,003 (p<0,05) maka
60
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku pantang
makan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa anak yang
stunting dengan ada pantang makan ibu selama kehamilan sebanyak 37 orang anak
(48,1%), sedangkan tidak ada pantang makan ibu selama kehamilan sebanyak 9 orang
anak (11,7%). Anak yang tidak stunting dengan ada pantang makan ibu selama
kehamilan sebanyak 14 orang anak (18,2%), sedangkan tidak ada pantang makan ibu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Siti Fatimatus Zahroh, 2017) dengan
menggunakan uji Rank Spearman didapatkan nilai probability (p) lebih kecil dari alpha
(0,002 <0,05) sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan budaya pantang makanan
dengan kejadian stunting balita usia 24-29 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bangkalan,
Penelitian Bibi Ahmad Cahyanto, dkk 2018 tentang tabu makanan dalam
kalangan ibu hamil masih banyak diyakini bahkan dipraktikan oleh masyarakat di
Indonesia. Makanan yang banyak ditabukan oleh ibu hamil adalah cumi-cumi dan ikan
lele. Jenis makanan tersebut karna dihindari karna dapat menyulitkan persalinan.
Sedangkan ditinjau dari aspek gizi, lauk pauk hewani sangat dianjurkan bagi ibu hamil
karna terjadi peningkatan kebutuhan asupan protein untuk pertumbuhan janin dan
kesehatan ibu.
Ketika kebutuhan gizi ibu tidak terpenuhi maka kekurangan energi prote in
(KEK) bisa saja terjadi, dan bila berlanjut maka bisa saja ibu hamil mengalami
kekurangan energi kronik (K EK) yaitu keadaan ibu menderita kekurangan makanan
kesehatan. KEK pada ibu hamil berdampak terhadap ibu dan bayi yang akan dilahirkan,
61
seprti pertumbuhan janin yang kurang dan meningkatnya resiko kematian neonatal,
meningkatnya resiko terjadinya stunting, dan berat badan lahir rendah atau BBRL.
kebutuhan gizi ibu dan bayi tidak terpenuhi. Sehingga kemungkinan anak menjadi
Hasil analisis chi-square yang dilakukan antara pola asuh terhadap kejadian
stunting menunjukan nilai signifikan sebesar 0,016 (p<0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa anak yang
stunting dengan pola asuh otoriter sebanyak 33 orang anak (42,9%), sedangkan pola
asuh demokratis sebanyak 7 orang anak (9,1%), dan pola asuh permisif sebanyak 6
orang anak (7,8). Anak yang tidak stunting dengan pola asuh otoriter sebanyak 12 orang
anak (15,6%), sedangkan pola asuh demokratis sebanyak 10 orang anak (13,0%), dan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Suardianti, Ni Putu
Sintha Devi, 2019) menggunakan uji chi- square dengan p-value 0,003 sehingga ada
hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa
Singakerta Kecamatan Ubud Gianyar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Corry
Ocvita Sari, Dyah Noviawati S. Arum, Tri Maryani, 2018) didapatkan hasil p-value
0,0001 (<0.05), sehingga ada hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting
pada balita usia 25-59 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Sentolo di Kabupaten
Kulonprogo Yogyakarta.
62
Pola asuh merupakan kemampuan keluarga terutama ibu atau pengasuh untuk
memberikan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial (Apriyanto, D., Subagio, H. W.
and Sawitri, D. R. (2016). Hal tersebut akan membuat tumbuh kembang anak menjadi
baik. Pertumbuhan secara fisik, mental dan sosial anak akan mengikuti berdasarkan pola
asuh yang baik. Pola asuh dapat dilakukan melalui perilaku ibu ke anak, kedekatan ibu
dan anak, pemberian makanan, merawat dan menjaga kebersihan anak (Susanti, Rika;
Ganis, I. U, 2014).
Pola asuh dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu pola asuh otoriter, yang
merupakan pola asuh dimana orang tua lebih banyak memberikan banyak aturan yang
sangat ketat dan mengharapkan anaknya agar mematuhi peraturan yang diberikannya,
begitu juga untuk aturan makan. Pola asuh orang tua otoriter ini jarang memberikan
penjelasan kepada anak mereka dalam mematuhi peraturan yang telah diberikan (Anisah,
2011).
Selain itu, pada pola asuh ini, orang tua lebih memberikan hukuman dan taktik
yang kuat, seperti kekuasaan sehingga anak menjadi patuh terhadap orang tua. Pada pola
asuh ini, orang tua sensitif terhadap hal yang bertentangan dengan keinginan mereka
sehingga jika anak tidak mematuhi aturan akan diberikan hukuman. Hal ini diberlakukan
pada saat anak akan melakukan aktivitas makan (Masyudi, et al., 2019).
Pola asuh demokratis, orang tua tetap membuat tuntutan atau permintaan
untuk anak mereka. Tetapi orang tua pada po la asuh ini lebih bersifat waspada, seperti
memberikan alasan kepada anak dalam mematuhi aturan yang diberikannya pada saat
makan, dan memastikan bahwa anak mereka dapat mengikuti aturan makan tersebut.
Selain itu, orang tua lebih menerima dan responsif dibandingkan pada pola asuh otoriter
63
Pola asuh permisif, merupakan jenis pola asuh yang memberikan sedikit
mereka saat makan. Selain itu, orang tua dengan pola pengasuhan seperti ini tidak
memantau kegiatan anak- anak mereka dan jarang melakukan kontrol yang kuat terhadap
perilaku anak mereka. Orang tua ini juga jarang mendisiplinkan anak-anak mereka serta
antara orang tua dan anak kurang adanya komunikasi (Adawiah, 2017).
Setiap orang tua pasti memiliki cara tersendiri untuk membesarkan anaknya,
termasuk cara pola asuh saat balita. Namun, terkadang ada orang tua yang tidak
menyadari pola asuh seperti apa yang sebenarnya diterapkan, padahal pola asuh
merupakan bagian terpenting dalam pembentukan tingkah laku dan kecerdasan anak.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, R. 2017.„Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak‟,
Agus Riyanto. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuhu Medika.
Anisah. (2011). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap Pembentukan 16 Jurnal
Apriyanto, D., Subagio, H. W. and Sawitri, D. R. (2016) „Pola Asuh Dan Status Gizi Balita
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Renaka Cipta.
Arisman, 2010, Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan, Jakarta: EGC.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Bahar H. 2010. Kondisi Sosial Budaya Berpantang Makanan dan Implikasinya pada Kejadian
Anemia Ibu Hamil (Studi Kasus pada Masyarakat Pesisir Wilayah Kerja Puskesmas
Budiman dan Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan dan Sikap Dalam
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kesehatan Yogyakarta.
Dinas Kesehatan. 2012. Profil gizi Kabupaten Bantul 2012. Bantul: Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul.
taboos and myths in South Eastern Nigeria: The belief and practice of mothers in the
Etika, N. M. 2019. „Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek yang Ternyata
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/stunting-adalah-anak-pendek/.
Handayani, dkk. 2017. Penyimpangan Tumbuh Kembang pada Anak dari Orang Tua Bekerja
Kejadian Stunting Pada Anak Usia 25-59 Bulan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Luka Perineum Pada Ibu Nifas Di Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. KTI Progam
https://www.com/amp/s/doktersehat.com/gizi-seimbang/amp/
https://azmiazza.blogspot.com/2014/10/makalah-puskesmas.html
Hurlock, E.B. 1999. Chlid Development jilid II, terjemahan Tjandrasa, Jakarta: Erlangga.
Jayanti, E. N. (2015). Hubungan Antara Pola Asuh Gizi dan Konsumsi Makanan Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 6-24 Bulan. Universitas Jember.
Jojon, Wahyuni, TD @ Sulasmini. 2017. Hubungan pola asuh over protective orang tua
Kartikowati, S. dan A. Hidir .2004. Sistem Kepercayaan di Kalangan Ibu Hamil dalam
Kemenkes RI. 2018. „Cegah stunting dengan perbaikan pola makan, po la asuh dan sanitasi
Kemenkes. 2016. Situasi Anak Pendek. Jakarta Selatan: Pusat Data dan Informasi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), 2018. Diakses
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/04/08/di- mana-provinsi-dengan-
stunting-tertinggi-2017.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Pedoman Perhitungan Status Gizi Jakarta: ISBN 978-
602-9364-77-5.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. „Penurunan Stunting Jadi Fokus Pemerintah‟, pp. 1–2.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. „Pemerintah komit turunkan stunting‟, pp. 1–2.
Khomsan A, Faisal A, Dadang S, Hadi R dan Eddy SM. 2006. Studi tentang pengetahuan gizi
ibu dan kebiasaan makan pada rumah tangga di daerah dataran tinggi dan pantai.
KPAI. 2014. „UU RI Perlindungan Anak‟, pp. 1–45. Available at: www.kpai.go.id.
Marni Trisnawati. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Kidang Kecamatan Praya Timur Kabupaten
Masita, M., Biswan, M., & Puspita, E. (2018). Pola Asuh Ibu dan Status Gizi Balita. Quality :
Masyudi, M., Mulyana, M., & Rafsanjani, T. M. (2019). Dampak pola asuh dan usia
penyapihan terhadap status gizi balita indeks BB/U. AcTion: Ace h Nutrition Journal,
4(2), 111.
Medhin, Gima et al. 2010. Prevalence and Predictors Of Undernutrition Among Infants Age
Six and Twelve Months In Butajira, Ethiopia: The P-MaMiE Birth Cohort. Mdhin et
Minawwaroh, Bidayyatul. 2016. Dampak pola asuh orang tua terhadap perkembangan sosial
Persagi. 2018. Stop Stunting dengan Konseling Gizi. Jakarta : Penebar Plus.
Praditama AD. 2015. Pola Makan pada Ibu Hamil dan Pasca Melahirkan di Desa Tiripan
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapersaunea282ad76dfull.pdf
Profil Kesehatan Kota Kupang Tahun 2018. Disakses di www. dinaskes- kotakupang.web.id.
Proverawati A dan Kusuma Wati. (2011). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
PSG. 2015. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta : Direktorat Gizi
Masyarakat.
Rakhmawati, Istina. 2015. Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak. Jawa Tengah.
Ridha Cahya Airlangga. (2019). Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambak Wedi
Ridha, H. N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Edited by S. Riyadi. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Riskesdas, (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Rizki Kurnia Illahi,L. M. (2016). Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura Dan Kejadian
Stunting Balita Usia 24-59 Bulan Di Bangkalan. Media Gizi Indonesia, 11(Fakultas
Rohmawati, W. and Rahmawati, N. A. 2012. „Pengaruh Tipe Pola Asuh Ibu Terhadap
Santrock. 2011. Masa Perkembangan Anak, Edisi 11 Jilid 2. Jakarta : Salemba Humaika.
Sholihah, L. A. dan R. A . D. Sartika. 2014. Makanan Tabu pada Ibu Hamil Suku Tengger.
Siti Fatimatus, Zahroh (2020) hubungan budaya pantang makanan dengan kejadian stunting
pada balita usia 24-59 bulan (studi Diwilayah Kerja Puskesas Bangkalan, Kecamatan
Madura.
Sulistyoningsih H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Susanti, Aisyah. 2013. “Budaya Pantang Makan,Status Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Zat
Gizi Pada Ibu Hamil Trimester III dengan Status Gizi”. JKK. Vol.4 No.1
Susanti, Rika; Ganis, I. U. (2014) „Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status
Syahrul Sarea. 2014. „Pengertian Pola Asuh Anak Dalam Keluarga‟. wawasan pendidikan.
Tarmidzi. 2010. „Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Psychological Self Concept Anak
Tiara Dwi Pratiwi, Masrul, E. Y. (2016). Artikel Penelitian Hubungan Pola Asuh Ibu dengan
Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Jurnal
TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
Virdani, A. S., (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita Usia 12-59
WHO. 2016. “Prevalence of Stunting, Height for Age (% of Children under 5). (The World
Bank).
Zaluchu Fotarisman. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Cita pustaka Media.
L
N
Lampiran 1
NIM : 1321117007R
Dengan ini mengajukan permohonan kepada ibu untuk bersedia menjadi responden,
penelitian yang akan saya lakukan dengan judul : Hubungan pantang makan dan pola
asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita diwilayah kerja Puskesmas Alak Kota
Kupang.
Saya menjamin bahwa penelitian ini tidak berdampak negatif atau merugikan, dan segala hal
yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan digunakan hanya untuk kepent ingan penelitian
ini.
Kupang,…April 2021
Peneliti
Marhelti Battu
Lampiran 2
Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bersedia dan setuju menjadi subjek penelitian yang berjudul : Hubungan
pantang makan dan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita diwilayah
NIM : 1321117007R
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif dan data mengenai
diri saya dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Semua berkas yang
mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan
bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui
Selanjutnya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, dengan ini saya
Kupang,…April 2021
Responden
KUESIONER
1. Nama :
3. Pendidikan Terakhir :
SD Perguruan Tinggi
SMP
4. Pekerjaan :
Buruh/petani
PNS
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
Judul Penelitian : Hubungan Perilaku Pantang Makan Pada Balita, Pola Asuh Ibu Dengan
Kode Sampel :
Petunjuk pengisian :
1. Berikut ini ada beberapa pertanyaan. Pada setiap pertanyaan, anda akan mendapati
beberapa pilihan.
2. Anda diharapkan membaca dahulu semua pertanyaan ditiap kelompok kemudian barulah
anda memilih satu pertanyaan yang paling tepat menggambarkan perasaan anda dengan
Jika ingin mengganti jawaban yang salah, cukup memberi tanda = dan menulis kembali √
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1 Apakah ada pantangan makan yang ibu lakukan selama
kehamilan ?
2 Selama kehamilan saya tidak mengonsumsi ikan, karna
bayi lahir dengan bau amis.
3 Saya tidak mengonsumsi telur, karna telor ayam
membuat badan saya alergi.
4 Selama kehamilan, saya tidak perna mengonsumsi buah
nanas karna takut keguguran.
5 Selama kehamilan saya tidak mengonsumsi stroberi,
karna akan timbul bercak-bercak dikulit bayi.
6 Saya tidak mengonsumsi daging kambing, karna takut
tekanan darah tinggi.
7 Saya tidak mengonsumsi gurita, karna takut tali pusar
bayi terlilit dileher.
8 Saya tidak mengonsumsi jagung, karna dapat membuat
ari-ari terpisah dengan janin.
9 Saya tidak mengonsumsi melon, karna dapat melon
karna dapat menyebabkan lahir prematur dan cacat pada
janin.
10 Saya tidak mengonsumsi nangka, karna dapat
menyebabkan perut terasa panas.
Lampiran 5
Kisi-Kisi Kosioner
Hubungan Pola Asuh Ibu Te rhadap Ke jadian Stunting Pada Balita Diwilayah Ke rja
Statistics
PERILAKU_P
UMU PENDIDIK PEKERJA JENIS_KELA UMUR_AN Z_SCO ANTANG_M POLA_ASU KEJADIAN_S
R AN AN MIN_ANAK AK RE AKAN H TUNTING
N Valid 77 77 77 77 77 77 77 77 77
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
UMUR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 30 TAHUN 29 37,7 37,7 37,7
> 30 TAHUN 48 62,3 62,3 100,0
Total 77 100,0 100,0
PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK
4 5,2 5,2 5,2
SEKOLAH
SD 17 22,1 22,1 27,3
SMP 17 22,1 22,1 49,4
SMA 32 41,6 41,6 90,9
S1 7 9,1 9,1 100,0
Total 77 100,0 100,0
PEKERJAAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 42 54,5 54,5 54,5
PETANI 29 37,7 37,7 92,2
PNS 6 7,8 7,8 100,0
Total 77 100,0 100,0
JENIS_KELAMIN_ANAK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 45 58,4 58,4 58,4
PEREMPUAN 32 41,6 41,6 100,0
Total 77 100,0 100,0
UMUR_ANAK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-12 BULAN 17 22,1 22,1 22,1
13-24 BULAN 17 22,1 22,1 44,2
25-36 BULAN 28 36,4 36,4 80,5
37-48 BULAN 12 15,6 15,6 96,1
49-60 BULAN 3 3,9 3,9 100,0
Total 77 100,0 100,0
Z_SCORE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 SD dan -1 SD 31 40,3 40,3 40,3
-3 SD, <-3 SD dan <-2 SD 46 59,7 59,7 100,0
Total 77 100,0 100,0
PERILAKU_PANTANG_MAKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ADA PANTANG
51 66,2 66,2 66,2
MAKAN
TIDAK ADA PANTANG
26 33,8 33,8 100,0
MAKAN
Total 77 100,0 100,0
POLA_ASUH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid OTORITER 45 58,4 58,4 58,4
DEMOKRATI
17 22,1 22,1 80,5
S
PESIMIS 15 19,5 19,5 100,0
Total 77 100,0 100,0
KEJADIAN_STUNTING
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STUNTING 46 59,7 59,7 59,7
TIDAK
31 40,3 40,3 100,0
STUNTING
Total 77 100,0 100,0
CROSSTABS
/TABLES=PERILAKU_PANTANG_MAKAN BY KEJADIAN_STUNTING
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
CROSSTABS
/TABLES=POLA_ASUH BY KEJADIAN_STUNTING
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW COLUMN TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs