Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PROFESI NERS STASE KMB

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS


MINGGU PERTAMA

Dosen Pembimbing: Ns.Mujahidin, S.Kep, M.Kes

Disusun oleh :

NAM : ZUNIATI
A
NPM : 21149011205
KELA : A3
S
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2021-2022
DIABETES MELITUS
A. KONSEP PENYAKIT
1.DEFINISI
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai oleh kenaikan
keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, S.C& Bare, B. G, 2015).
Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang
jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin (Perkeni, 2011).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA,
2010).

2.ETIOLOGI
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui.Faktor geneti diperkirakan memegang
peranan dalam prosesterjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes
Melitus tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
1.Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas65 tahun).
2.Obesitas.
3.Riwayat keluarga.
4.Ras

(Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).


3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, yaitu:
1.Kadar glukosa puasa diatas normal.
2.Polyuria (akibat dari diuresis osmotik bila diambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa
dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
3.Polydipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel akibat lanjut dari poliuria).
4.Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang.
5.Keletihan dan mengantuk
6.Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, luka pada kulit yang sembuhnya lama.
(Chris Tanto,2014)

4.PATOFISIOLOGI
Proses penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada Diabetes
Melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel yang mengakibatkan tidak
efektifnya insulin untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Namun pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi insulin berlebihan, dan kadar
glukosa akan di pertahankan dalam tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian bila sel-sel beta tidak mampu megimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II
(Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
5. PATHWAY

(Nurarif, Amin Huda, 2015)

6. PENATALAKSANAAN
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi,
perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat hipoglikemik.
1. Edukasi
Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat,
pemantauan darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya perlu dipahami oleh pasien.
2. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI),
telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan
dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (45-65%),
protein (10-20%). Lemak (20-25%).Apabila diperlukan santapan
dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan
hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan
ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/ hari.Jumlah
kandungan serat ± 25 g/ hari, diutamakan jenis serat
larut.Konsumsi garam dibatasai bila terdapat hipertensi.Pemanis
dapat digunakan secukupnya.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama
±0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIEPE (continous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training).Latihan yang dapat
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, renang, bersepeda,
dan mendayung.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin,
meningkatkan sekresi insulin sebagai aklibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang beratnya sedikit lebih.
b. Biguanid
Obat ini menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai
dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah
metformin.Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks
masa tubuh/ IMT > 30) sebagai obat tunggal.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca
prandial.
(Perkeni, 2011)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan


aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak
hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas
reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan
bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan
kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas
dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat
secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi
kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan
berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga
harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat
meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan
dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin
juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah
dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi
penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. BIODATA
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan
umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe I.

2. KELUHAN UTAMA
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan

asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi


infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
3. - RPS
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
- RPD
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
- RKK
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
4. ADL
a. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
b. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
c. Integritas Ego
Stress, ansietas
d. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
e. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
f. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
g. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
h. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
i. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

5. PEMERIKSAAN FISIK

1) Sel ( perubahan sel )


Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih
besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intrasel.
2) Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan
pucat dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi
pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut
menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya.
3) Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang
pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos
tidak begitu berpengaruh.
4) Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran
timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
5) Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap
kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya
luas pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau
biru pada skala.
6) Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang
melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
7) Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
8) Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan
lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati
makin mengecil.
9) Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai
50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu
memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah,
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah,
frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan
pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
10) Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan
uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi
meskipun adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan
sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan
baik.
11) Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan
LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh
( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
12) Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat
otak menurun sekitar 10 – 20 % )
13) Fungsi Sistem Neurologis

14) Pemeriksaan Reflek

A. reflex patologis

1. Babynski Test
Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex
pada telapak kaki pasien mulai dari tumit menuju ke atas
bagian lateral telapak kaki setelah sampai di kelingking
goresan dibelokkan ke medial dan berakhir dipangkal jempol
kaki. Tanda positif responnya berupa dorso fleksi ibu jari
kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini
spesifik untuk cedera traktus piramidalis atau upper motor
neuron lesi. Tanda ini tidak bias ditimbulkan pada orang
sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu tahun.
Tanda ini merupakan reflex patologis.
2. Oppenheim Test
Tanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan
mengurut tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu
jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif responnya sama
babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.
3. Chaddock Test
Memberikan rangsangan dengan jalan menggores pada
bagian lateral malleolus lateralis.

4. Gordon Test
Cara : memencet atau mencubit otot betis.

5. Refleks Oppenheim
Cara : mengurut dengan kuat pada tibia dan otot tibialis
anterior dari atas ke distal.

6. Refleks Schaefer
Cara: memencet/mencubit tendon achilles.

Semua pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon


yang sama dengan Babynski ketika ada kelainan pada upper
motor neuron.

B. Reflex Fisiologis (Reflex Dalam)


1. Jaw Jerk Reflex
Tingkat segmental : Pons (Trigeminal).
Cara : Tekankan ibu jari tangan pada dagu penderita dengan
mulut setengah sampai tiga perempat terbuka, dalam keadaan
rileks.Respon : akan terjadi kontraksi otot maseter (elevasi
mulut)

2. Reflex Biceps
Tingkat segmental : C5-C6
Cara : Lengan penderita dalam keadaan fleksi, letakkan ibu jari
tangan di atas tendonm.biceps. Respon timbul gerakan fleksi
lengan bawah
3. Reflex Brachioradialis

Tingkat segmental : C5-C6


Cara : Penderita duduk dengan lengan difleksikan serta pronasi,
lakukan ketukan pada proc. Stiloideus radius. Respon : timbul
gerakan lengan bawah fleksi dan supinasi.

4. Reflex Triceps
Tingkat segmental : C6,C7,C8
Cara : Pegang lengan bawah penderita yang disemifleksikan ,
kemudian ketuklah tendon insersio m.triceps pada atas olecranon
atau topang lengan yang berada dalam keadaan abduksi dengan
lengan bawah yang tergantung bebas kemudian lakukan ketukan.
Respon : terjadi gerakan ekstensi elbow.
5. Reflex Tendon Patella (Kne Pes Reflex)
Tingkat segmental : L3
Cara : tungkai difleksikan dan digantung di tepi tempat bed.
Lakukan ketukan pada tendon m. quadriceps femoris. Respon :
gerakan ekstensi knee joint.

6. Refleks Tendon Achilles (Achilles Pes Reflex)


Tingkat segmental : S1-S2.
Cara : tungkai bawah difleksikan sedikit kemudian kita pegang
kaki pada ujungnyauntuk memberikan sikap dorso fleksi ringan
pada kaki. Lakukan ketokan pada tendon achilles.
Respon : terjadinya kontraksi pada m.triceps surae sehingga
terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki.

Tingkat Jawaban Refleks

Tingkat : Keterangan :

0 Tidak ada.
1+ Hypoaktif,dan normal atau tid
2+ Fisiologis/normal
3+ Meninggi/dapat normal atau tidak.
4+ Jelas hyperaktif disertai klonu
5+ Jelas hyperaktif disertakan tonus menetap

C. Reflex Superficialis
1. Reflex Kornea.
Cara : kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat
runcing, hal ini akan menyebabkan dipejamkannya mata (m. orbicularis
oculi), saat melakukan pemeriksaan ini pasien tidak boleh mengetahuinya
sehingga pasien dengan menyuruh melirik ke arah berlawanan dengan arah
datangnya kapas . Respon : Gangguan nervus V sensorik memberi respon
berupa refleks menjadi berkurang.
2. Reflex Dinding Perut

Cara : melakukan goresan pada dinding perut dengan benda yang agak
runcing. Refleks ini dilakukan pada berbagai lapang dindin perut, yaitu :
a. Epygastrium (Th6-Th7)
b. Perut bagian atas (Th7-Th9)
c. Perut bagian tengah (Th9-Th11)
d. Perut bagian bawah (Th11,Th12 & Lumbal atas)
Respon : terlihat pusar bergerak kearah otot yang berkontraksi.

3. Reflex Kremaster
Cara : dilakukan dengan menggores atau menyentuh bagian medial
pangkal paha ke arah atas. Respon : scrotum akan berkontraksi. Pada lesi
tractus piramidalis refleks ini akan menjadi negatif.
6. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


NANDA NOC NIC
Resiko ketidakstabilan Tingkat glukosa Managemen Hiperglikemia
kadar Glukosa dalam darah Aktifitas
darah b/d Asupan Defenisi : Memantau
makanan, tidak adekuat Keadaan dimana peningkatan gula
monitor glukosa darah. tingkat glukosa di darah
plasma dan urin Memantau gejala
dalam rentang hiperglikemia,
Definisi : normal poliuria, polidipsi,
Resiko variasi dari Indikator : poliphagi, dan
glukosa darah atau tingkat Glukosa kelelahan.
gula dari rentang normal darah dalam Memantau urin
batas normal. keton
Glukosa urin Memberikan
dalam batas insulin yang sesuai
normal. Memantau status
Urin keton cairan
Antisipasi situasi
dalam persyaratan
Manajemen Diabetes pemberian insulin
secara mandiri Membatasi gerakan
Definisi : ketika gula darah
melakukan diatas 250 mg/dl,
manajemen Diabetes terutama apabila
secara mandiri, terdapat urin keton
pengobatan dan Mendorong pasien
pencegahan tehadap untuk memantau
perjalanan penyakit gula darah
Manajemen hipoglikemia
(2130)
Indikator : Aktivitas
Memantau Mengenali pasien
glukosa dengan resiko
darah dalam hipoglikemia
batas normal.
Memantau gula
Mengobati darah
gejala dari
Memantau gejala
hiperglikemia
hipoglikemia
.
seperti:tremor,
Mengobati berkeringat, gugup,
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus.Diabetes Care,34(1),S62-S69
Chris Tanto…[et al]. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media
Aesculapius.
Doenges,Marilyn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
dengan Penerapan teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta. Mitra
Wacana Media.
Herdman,T.Heather. 2016. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan
:Definisi& Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta.EGC.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal/
index.php/jkk/article/download/550/233&ved=2ahUKEwi1gMTY8boAh
UGeysKHTcRBo8QFjACegQIBRAB&usg=AOvVaw2s6zLJ9wuf73Tf4
_HPnra5. Diakses 14 april 2020.
Mosby. 2013. Nursing Outcomes Classification. Elsevier. Singapore. Mosby.
2013. Nursing Intervention Classification. Elsevier. Singapore. Nurarif,
Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarata.Mediaction.
Perkeni.2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus.
Jakarta. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam.
Smeltzer, Suzanne. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai