Anda di halaman 1dari 2

BANDUNG, (PR).

- Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian sosial Humaniora 


dari FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia melakukan penelitian ihwal budaya sesajen yang
ternyata masih menggejala di sebagian kelompok masyarakat perkotaan.

Menurut keterangan Wakil Dekan FPIPS Bidang Kemahasiswaan Dr Yeni Siti Nurbayani, S.Pd,
M.Si dalam rilis yang diterima Redaksi Pikiran Rakyat Online, Minggu 5 Mei 2019,  penelitian
berlangsung di sebuah kampung di Kecamatan Cidadap Kota Bandung. “Sebuah kampung yang
berada di ujung utara Kota Bandung perbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat, menjadi salah satu daerah yang masih mempertahankan budayanya di tengah-
tengah alur globalisasi serta modernisasi dan teknologi yang semakin terbuka, ini menjadi daya
tarik tersendiri bagi para mahasiswa peneliti,” ungkap Yeni.

Tim PKM beranggotakan Ujang Kusnadi Adam, Andreian Yusup, dan Salma Fauziyyah
Fadhlullah. Meteka melakukan wawancara langsung dengan pupuhu atau sesepuh yang ada di
kampung tersebut sebagai informan.

Andreian mengakui dia dan rekan-rekannya tertarik meneliti ritus yang bagi sebagian pihak
sudah dianggap hilang. Terlebih bagi kalangan milenial, padahal ritus tersebut memang pernah
menjadi bagian integral dalam tradisi masyarakat Sunda ini.  “Hal ini juga merupakan fenomena
yang sangat unik dan sangat aneh karena di tengah tengah perkembangan zaman ini, tetapi masih
ada yang bisa mempertahankan budaya tersebut, Kami ingin mengetahui makna serta tujuannya
seperti apa,” ungkapnya.
Sesepuh kampung Abah Engkay menjelaskan bahwa apa yang dilakukan dalam tradisi sesajen
tersebut lebih merupakan upaya memelihara adat tatali karuhun yang bagi sebagian masyarakat
kekinian sudah ditinggalkan.

“Tradisi sesajen yang masih terus dilakukan oleh masyarakat di sini adalah bagian dari turunan
atau adat, budaya yang dilakukan oleh sesepuh terdahulu. Tujuan setiap acara yang besar
menggunakan sesajen adalah supaya tidak menghilangkan adat dan budaya,” kata Abah Engkay.

Ia mencontohkan perayaan "hajat lembur" yang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Sesajen
disimpan bukan di tempat biasa. Sesajen tersebut disimpan disebuah tempat bernama "goah".
“Goah sebetulnya merupakan tempat untuk menyimpan beras. Tidak ada makna lain selain
berdoa dan harapan agar mendapat berkah saja,” katanya.

Ia menambahkan pada ritus budaya tersebut disediakan juga paradinan yaitu seupahan yang
isinya sisir, daun sirih, cermin, minyak, siuk, dan bunga. Tujuan dari seupahan itu adalah karena
meyakini yang ada dalam goah itu adalah Dewi Sri dan Dewi Sri merupakan perempuan.
Seupahan itu melambangkan aktivitas yang dilakukan oleh Dewi Sri (sisir untuk menyisir
rambut; siuk untuk mandi).

“Harus ditegaskan  bahwa apa yang kami lakukan bukan berarti kita menyembah selain Allah
Swt, sebab kesemuanya juga untuk menunjukkan keagungan Allah yang Mahakuasa dan segala
puji hanya milik Alloah,” ujarnya. Kegiatan penelitian mahasiswa ini dilaksanakan dengan
pendanaan dari program PKM Kemenristekdikti, yang mendorong mahasiswa untuk kritis dan
kreatif melalui beragam kegiatan penelitian. Penelitian Ujang dan teman temannya ini berjudul
Sesajen Sebagai Identitas Budaya, Akulturasi, dan Kearifan Lokal Melalui Aplikasi Android
(SERA) Sociology Education Riset Application.***

Anda mungkin juga menyukai