Anda di halaman 1dari 3

Nama : Erlika Sindy Febiola

NIM : 19507300111012
Kelas : 8GD

UTS PANCASILA
Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sejatinya adalah produk nyata dari cerminan nilai-
nilai Pancasila yang lahir sebagai hasil dari uji materiil yang dimintakan sebagai hak setiap
warga Negara. Carilah 1 putusan MK yang menguji hak konstitusional warga Negara berikan
analisis saudara terhadap permasalahan yang diujikan sekaligus pendapat saudara tepat atau
tidak tepatnya putusan MK tersebut bila dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila!

JAWABAN :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2182 K/Pid.Sus/2019 Tanggal 14 Agustus 2019

ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN :

Kasus yang diuji ialah seorang terdakwa yang didakwa dan dituntut untuk
bertanggung jawab atas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anak buahnya. Seorang
terdakwa tersebut bernama Agustina yang menjadi Kepala Distrik Biak Kota. Ia adalah
penanggung jawab kegiatan penyaluran dan pembagian beras miskin agar sesuai sasaran
kepada RTS-PM dan sesuai dengan jumlah dan harga yang telah ditentukan. Namun yang
menjadi permasalahan ialah karena pada nyatanya terdakwa tidak amanah dalam
melaksanakan tanggung jawabnya tersebut. Ia lebih memilih untuk memberikan kepercayaan
tugas penyaluran dan pembagian beras miskin kepada Pengurus Penyaluran Raskin di Distrik
Biak Kota. Di sinilah kasus tersebut dimulai. Pengurus Penyaluran Raskin tersebut tidak
menjalankan amanahnya untuk menyalurkan Raskin sebagaimana mestinya sehingga timbul
akibat berupa adanya kerugian keuangan negara. Kerugian tersebut merupakan masalah yang
harus ditindak adil.
Terdakwa dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Jayapura menjatuhkan pidana berupa penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar 50
juta rupiah atas perbuatannya tersebut. Perbuatannya tersebut dianggap telah memenuhi unsur
Pasal 3 UU Tipikor, walaupun pada kasus ini terdakwa tidak menerima atau menikmati hasil
penjualan Raskin yang tidak tepat sasaran tersebut. Putusan ini dikuatkan lagi oleh
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jayapura. Dimana, terdakwa tidak
sepakat dengan putusan judex factie. Ia mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung tetapi
kemudian ditolak karena seharusnya sang terdakwa sebagai Kepala Distrik Biak Kota yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pembagian dan penyaluran Raskin yang
seharusnya menggunakan wewenang tersebut dengan baik untuk memastikan bahwa
pembagian dan penyaluran Raskin itu tepat sasaran. Namun pada kenyataannya, terdakwa
tidak menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya tersebut dimana mengakibatkan
perbuatan terdakwa tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan Negara sehingga harus
diberikan tindak adil. 
Melihat analisa kasus tersebut, saya setuju dan sepihak dengan putusan dari
Mahkamah Agung karena terdakwa tidak menjalankan wewenang dan tanggung jawabanya
sehingga menimbulkan permasalahan yang masih berada di ranah tanggung jawabnya.
Dimana hal tersebut berarti sama saja dengan terdakwa yang lalai akan amanah yang
diberikan terhadapnya. Terdakwa tersebut tergolong pada tindakan korupsi dan
penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan sehingga perlu diberikan adanya pidana. Tindakan
terdakwa juga memenuhi unsur Pasal 3 Tipikor yang mengatur setiap orang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan yang dapat merugikan keuangan
negara akan dipidana (Rofifah, 2020).  Perilaku korupsi seperti pada kasus ini juga sama saja
telah merusak dan menyimpang dari etika atau nilai-nilai Pancasila. Tindakan korupsi ini
menunjukan pertentangan dengan sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”
karena sangat bertentangan dengan ajaran agama. Dimana semua agama sepakat bahwa
mengambil hak yang bukan miliknya sehingga menimbulkan kerugian bagi orang banyak
merupakan perbuatan yang dilarang dan merupakan dosa besar. Tak hanya itu, tindakan
korupsi juga bertentangan dengan sila kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Hal tersebut dapat dilihat dari tindakan korupsi yang menunjukan adanya perlakuan
yang tidak adil dan tidak menghargai orang lain karena telah mengambil hak milik orang lain.
Selanjutnya, Tindakan korupsi ini juga bertentangan dengan sila ketiga Pancasila yaitu
“Persatuan Indonesia” dimana seorang koruptor tidak memiliki sikap persatuan. Ia lebih
mementingkan kepentingan pribadinya diatas kepentingan umum sehingga ia tidak
memikirkan bahwa apa yang dilakukannya tersebut dapat memberi dampak buruk seperti
merusak perekonomian atau merugikan keuangan Negara. Kemudian yang terakhir juga
menentang sila kelima yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. hal tersebut
terlihat jelas karena tindakan korupsi tersebut tidak menjunjung tinggi keadilan sama sekali.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mempunyai nilai-nilai yang harus
diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia
itu sendiri (Sugiyono, 2016). 
Dari kasus ini dapat dibuktikan bahwa pemahaman dan penerapan nilai-nilai pancasila
pada masyarakat di Indonesaia masih kurang. Diperlukan peningkatan penanaman
pemahaman yang lebih baik lagi dari setiap prinsip Pancasila karena dapat membantu
terjalinnya hubungan yang harmonis antar setiap individu dan lapisan masyarakat di negara
ini.

REFERENSI

Rofifah, D. (2020) ‘PERAN HAKIM DALAM PENERAPAN PASAL 2 UNDANG-


UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI PADA DAKWAAN SUBSIDARITAS
ATAU ALTERNATIF’, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents,
(1), pp. 12–26.

Sugiyono, P. D. (2016) ‘Pentingnya Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’,


Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Delia Maharani dan Dinie Anggraeni Dewi (2021) ‘Implementasi Pancasila dalam Mengatasi
Korupsi di Indonesia’, Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), pp. 920–925.

Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (2019) Putusan Nomor 2182
K/Pid.Sus/2019.

Anda mungkin juga menyukai