Anda di halaman 1dari 58

Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –

Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya


© FH UI 2015
RANGKUMAN HUKUM ACARA PIDANA SETELAH UTS

PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Pembuktian secara harafiah didefinisikan sebagai proses membuktikan. Sejak kapan


pembuktian tersebut berlangsung?

- Dalam arti sempit: berlangsung pada tahap adjudikasi / di depan persidangan


- Dalam arti luas: sejak penyidikan dimulai (penyidikan >> untuk mengumpulkan alat-
alat bukti)

Yang dianggap sebagai alat-alat bukti yang sah adalah fakta-fakta persidangan (alat bukti yang
di present di depan persidangan). Pembuktian yang diperoleh dari tahap penyelidikan /
penyidikan dan disampaikan di persidangan dianggap sah.

Tujuan pembuktian >> untuk mengetahui:

- Tindak pidana apa yang dilakukan?


- Bagaimana tindak pidana itu dilakukan?
- Siapa yang melakukan?
- Apakah pelaku bersalah?

Sistem / Teori Pembuktian:

1. Positieve Wettelijk Bewijs Theory


Positivisme = hukum positif atau hukum tertulis  membuktikan berdasarkan hukum
positif  normatif dan tidak perlu keyakinan hakim
Dalam kenyataan, tidak dapat secara murni diterapkan karena pasti ada peran subyektivitas
hakim.
Contoh: Kakek berumur 70 tahun memperkosa gadis 17 tahun. Alat buktinya ada visum et
repertum, ada keterangan terdakwa, ada kesesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat
bukti yang lain >> maka Hakim memutuskan hanya berdasarkan alat bukti saja.
Hakim tidak perlu menanyakan “memangnya kakek tersebut kuat melakukan hubungan
seksual? Jalan saja sudah tidak kuat” karena pertanyaan seperti itu sudah bersifat subyektif
dan hal itu bertentangan dengan positieve wettelijk bewijs theory.
Apabila alat-alat bukti sudah ada sesuai apa yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang,
maka Hakim harus menetapkan bahwa tindak pidana tersebut sudah terbukti, walaupun
1
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Hakim mungkin berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu tidak benar. Apabila
alat bukti memang tidak ada, maka hakim harus tetap menyatakan bahwa tindak pidana tidak
terbukti, walaupun mungkin Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa melakukan tindak
pidana.

Doktrin:
- D. Simons: sistem Positieve WBT di Eropa dipakai pada waktu masih berlakunya
hukum acara pidana yang inkuisitor
- Andi Hamzah: sistem Positieve WBT untuk menghindari pertimbangan subyektif
Hakim.
- Yahya Harahap: keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan
kesalahan terdakwa

2. Intime conviction
Merupakan bahasa Perancis yang berarti “keyakinan yang mendalam”.
Di negara-negara common law merupakan keyakinan juri, sementara di negara-negara civil
law merupakan keyakinan Hakim.
Keyakinan hakim didasarkan pada alat bukti yang sah, yang sifatnya unlimited but
admissible.
Unlimited = alat bukti boleh apa saja, diperoleh dari apa saja sepanjang relevan dengan
tindak pidana.
Admissible = hanya diperoleh secara sah.
Namun, keyakinan hakim ini tidak didasarkan pada alat-alat bukti dalam Undang-Undang,
karena keyakinan hakim tersebut tidak terikat kepada aturan-aturan tentang pembuktian 
subyektivitas Hakim.
Persoalan darimana Hakim mendapatkan keyakinan tidak menjadi permasalahan.
Di negara-negara common law, tidak dibedakan antara alat bukti dan barang bukti  semua
hal boleh menjadi alat bukti, kecuali yang dilarang di dalam Undang-Undang.
Kalau di dalam KUHAP, hal apapun tidak boleh menjadi alat bukti kecuali yang diatur di
dalam KUHAP.
Kelemahan: bila alat-alat bukti yang diajukan di persidangan mendukung kebenaran
dakwaan terhadap Terdakwa namun hakim tidak yakin akan itu semua, maka tetap saja
terdakwa bisa bebas.

2
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Memberi kebebasan yang besar kepada Hakim untuk menentukan apakah terdakwa bersalah
atau tidak.
Berlaku di Perancis, Jerman, Italia

3. Conviction La Raisonee
Hakim harus mendasarkan keyakinannya pada reasonable considerations (alasan yang
logis). Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinan yang
didasarkan kepada dasar pembuktian dengan suatu kesimpulan berlandaskan peraturan
pembuktian.
Disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan
keyakinannya (vrije bewijstheorie)
Contoh: melihat background atau latar belakang dari seorang terdakwa.
Berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim tersebut didasarkan pada
suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan pada UU, melainkan pada ketentuan-
ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri.
Di Perancis, teori ini disebut Positieve Wettelijk Bewijs Theory karena alasan-alasan yang
logis tersebut adalah apa yang diatur dalam UU HAPID Perancis.

4. Negatieve Wettelijk Bewijs Theory


Merupakan “Teori antara” dari sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif
dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time.  memadukan unsur
obyektif dan subyektif dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa.
“Salah atau tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh Keyakinan hakim didasarkan pada
alat-alat bukti yang sah menurut UU”  dalam sejarahnya, di Perancis, inilah yang disebut
sebagai conviction la raisonee, di mana ada keyakinan hakim, ada pula alat bukti yang
dibatasi.
Di Indonesia: limited and admissible.

Di Indonesia, berlaku teori Negatieve WBT yang diatur dalam Pasal 183 jo. 184 KUHAP 
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, kecuali setidaknya berdasarkan 2 alat bukti yang sah,
dan dari alat bukti yang sah tersebut menimbulkan keyakinan Hakim bahwa Terdakwa
bersalah.

Dalam KUHAP:

3
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Ada unsur keyakinan hakim
- Ada alat bukti yang diatur secara limitatif jenisnya
- Diatur batas minimal alat bukti, yaitu 2 alat bukti

Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 (1) KUHAP:

- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Terdakwa

INGAT! Dalam KUHAP semua hal tidak bisa menjadi alat bukti kecuali yang diatur di
dalam KUHAP.

Dalam Pasal 183 KUHAP  untuk Tindak Pidana Umum, video CCTV tidak termasuk alat
bukti, namun untuk mengakalinya agar bisa dijadikan alat bukti, hasil dari CCTV dapat
dituliskan hasilnya dan dicetak sehingga menjadi bentuk surat dan keterangan ahli. Namun
untuk Tindak Pidana Khusus yang diatur dalam UU tertentu, video CCTV sudah masuk sebagai
alat bukti.

SISTEM PERADILAN PIDANA DAN TEORI PEMBUKTIAN

Adversarial / Acqusatoir Inquisitoir


 Intime conviction  Conviction Raisonee
 Due process of law = kemerdekaan hakim  Crime Control Model
 Unlimited but admissible evidence  Pembatasan alat bukti yang sah
 Asalnya dari Code Penal / Code Napoleon  Asal: Code D’Instruction Criminele

Indonesia tidak murni acqusatoir. Di Indonesia, ada pembatasan alat bukti yang sah
(inquisitoir), namun harus due process of law (acqusatoir)

HIR merupakan Code D’Instruction Criminele.

Di negara-negara yang menganut sistem inquisitoir, masyarakat mempercayakan kejaksaan


dan penegak hukum lainnya untuk menegakkan hukum, bukan untuk mencari-cari kesalahan
Terdakwa. Namun dalam Pasal 183 KUHAP, tujuan pembuktian bagi Hakim adalah untuk
mencari kesalahan Terdakwa, dan dalam praktiknya pun di Indonesia, putusan Hakim lebih
4
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
condong untuk memutuskan Terdakwa bersalah. Padahal seharusnya, fungsi pembuktian
adalah untuk membuktikan kesalahan Terdakwa dan juga untuk membuktikan ketidaksalahan
Terdakwa.

Beban Pembuktian:

Ada 2 macam beban pembuktian:

- Beban pembuktian biasa : Siapa yang mendalilkan, dia yang harus membuktikan 
sehingga beban pembuktian ada di Jaksa Penuntut Umum.
Berkorelasi dengan asas praduga tidak bersalah.
Teori ini dikenal di Indonesia, dalam Pasal 66 KUHAP disebutkan bahwa, “Tersangka
atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.”
- Beban pembuktian berimbang : Jaksa yang membuktikan bahwa Terdakwa bersalah,
namun Terdakwa beserta Penasehat Hukum juga membuktikan bahwa dirinya tidak
bersalah. Contoh: dalam Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang PTPK: “Jaksa Penuntut Umum aktif dalam
membuktikan dakwaannya dan Terdakwa juga dibebani kewajiban untuk membuktikan bahwa
dakwaan Penuntut Umum tidaklah benar.”

Pembuktian oleh Terdakwa bahwa ia tidak melakukan tindak pidana  dilanjutkan dengan
kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan tentang:

o Seluruh harta bendanya


o Seluruh harta benda istrinya/suaminya/anaknya
o Harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga punya hubungan dengan perkara yang
bersangkutan

Dan Penuntut Umum tetap wajib membuktikan dakwaannya.

Terdapat pula Pembalikan Beban Pembuktian (Reversal Burden of Proof): Terdakwa


berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan merupakan pelaku tindak pidana. Maka
terdakwa harus menyiapkan segala beban pembuktian, bila Terdakwa tidak dapat
membuktikan, maka Terdakwa akan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. >> Bentuk
penyimpangan asas hukum pidana, yaitu:

- Menyimpang dari asas “Siapa yang menuduh, maka dia yang harus membuktikan.”
5
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Menyimpang dari asas praduga tidak bersalah (Presumption of Innocence) karena
dalam beban pembuktian terbalik, seorang terdakwa telah dianggap bersalah kecuali
dia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah >> mengingkari juga prinsip non-
self incrimination.

Di Indonesia, Pembalikan Beban Pembuktian digunakan dalam tindak pidana tertentu:

- UU Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 37 ayat (1) yang isinya, “Terdakwa memiliki hak
untuk membuktikan dalam sidang pengadilan.” >> beban pembuktian terbalik
terbatas.
Pasal 12B UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang PTPK:
o Apabila nilai gratifikasi >=10 juta, maka pembuktian dilakukan oleh penerima
gratifikasi
o Apabila nilai gratifikasi di bawah 10 juta (<10 juta), maka pembuktian
dilakukan oleh Penuntut Umum
Pembuktian unsur “jabatan” dan “berlawanan dengan kewajibannya” adalah kewajiban
dari Penuntut Umum.
- UU Money Laundering  Pasal 35: “Terdakwa wajib membuktikan bahwa harta
kekayaan bukan hasil tindak pidana.” Yang dibuktikan hanya unsur harta kekayaan
saja, bahwa harta kekayaan bukan hasil tindak pidana. Unsur lain dibuktikan oleh Jaksa
Penuntut Umum.

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12B ayat (1)
huruf a dan b, Pasal 37, Pasal 37 A dan Pasal 38 B.

Ada 3 sistem pembuktian dalam UU tersebut:

- Pembalikan beban pembuktian  diberikan kepada Terdakwa untuk membuktikan


bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Berlaku untuk tindak pidana
suap menerima gratifikasi yang nilainya >= 10 juta, dan terhadap harta benda yang
belum didakwakan yang ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi.
- Pembalikan beban pembuktian yang bersifat semi terbalik atau berimbang terbalik 
beban pembuktian diletakkan baik terhadap Terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum
secara berimbang terhadap obyek pembuktian yang berbeda secara berlawanan (Pasal
37A) >> terhadap asal usul harta benda terdakwa dan lain-lain di luar perkara pokok

6
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Pasal 12 B juga sebagian pembalikan beban
- Sistem konvensional  pembuktian dibebankan pada JPU sepenuhnya >> dilakukan
terhadap tindak pidana suap menerima gratifikasi yang nilainya kurang dari 10 juta dan
tindak pidana korupsi pokok.

Pasal 12 C: Pengecualian: Lapor KPK dalam 30 hari. Gratifikasi ditetapkan oleh KPK sebagai
milik si penerima atau milik negara.

Barang Bukti

Merupakan pelengkap alat bukti, sebagai pendukung data formil. Kategori:

- Barang yang digunakan untuk melakukan Tindak Pidana


- Barang yang digunakan untuk membantu melakukan tindak pidana
- Barang yang tercipta dari suatu tindak pidana  contoh: tindak pidana pembuatan surat
palsu / uang palsu  maka barang buktinya adalah surat palsu atau uang palsu tersebut
- Barang yang merupakan tujuan suatu Tindak Pidana  contoh: barang curian
- Informasi dalam Arti Khusus

Maka alat bukti dapat dikatakan sebagai Barang Bukti dalam arti terbatas.

Sidang Pembuktian:

Pemeriksaan Pemeriksaan Tanggapan/


SAKSI (+ Brg Silang oleh Pertanyaan
Bukti) Art.160 Hakim, JPU, PH. Terdakwa

Pemeriksaan
Tanggapan/ Pemeriksaan AHLI (+ Brg
Pertanyaan Silang oleh Bukti)
Terdakwa Hakim, JPU, PH.
Art. 160-

Pemeriksaan AB Pemeriksaan AB Dinyatakan


SURAT Ket. Terdakwa Ditutup oleh
Hakim

7
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Sidang Pembuktian bersifat tertutup (Pasal 160 KUHAP)

Keterangan Saksi:

o Saksi dari BAP  dari Jaksa Penuntut Umum  pertanyaan dari Hakim,
kemudian JPU, Penasehat Hukum, dan terdakwa
o Saksi dari Penasehat Hukum  untuk meringankan Terdakwa  Hakim
memberi kesempatan mengajukan pertanyaan kepada Saksi dari Penasehat
Hukum, JPU, baru Terdakwa
Definisi Keterangan Saksi:
- Pasal 1 butir 26
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan alami sendiri”
- Pasal 1 butir 27
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya”
- Pasal 185 (1) KUHAP
“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan”

Keterangan Saksi: hanya yang diberikan di depan persidangan di bawah sumpah.

Syarat sahnya keterangan saksi:

- Syarat formil
o Pasal 160 KUHAP
o Pasal 171 KUHAP
- Syarat materiil  Pasal 1 butir 26 dan 27 KUHAP:
o Keterangan tentang suatu perkara pidana bersumber dari apa yang ia dengar,
lihat, alami sendiri
o Menyebut alasan pengetahuannya itu

Witness testimony = memiliki asas unus testis nullus testis (seorang saksi bukanlah saksi).
Dahulu muncul karena tidak ada ahli (tidak dikenal adanya scientific evidence). Di dalam HIR
tidak ada yang namanya ahli. Ahli baru dikenal setelah adanya kasus pembunuhan dengan

8
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
menggunakan racun. Pada zaman dulu dikenal pula code d’instruction Hammurabi (2 alat bukti
/ 2 eye witnesses).

Subyek wajib menjadi saksi kalau dia memenuhi syarat. Ketika telah dipanggil dan saksi tidak
mau bersaksi : di Indonesia diancam pidana (di KUHP). Kalau di Jerman dan Perancis, jika
datang ke sidang untuk menjadi saksi akan mendapat kompensasi, sementara jika tidak datang,
maka mereka harus membayar denda.

Pengecualian saksi:

- Absolut: Pasal 171 KUHAP  dapat diperiksa untuk memberi keterangan tanpa
sumpah:
o Anak di bawah 15 tahun dan belum pernah kawin
o Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik
kembali
- Relatif: Pasal 168 jo. 169 dan 170 KUHAP  dapat memberi keterangan di bawah
sumpah maupun tanpa sumpah
o Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
o Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga
o Suami atau istri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa
- Dapat dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi:
o Mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diharuskan
menyimpan rahasia

Putusan MK No. 65/PUU/VIII/2010

 Syarat sah saksi secara materiil terkait Pasal 1 butir 26 dan butir 27 tidak dapat
diberlakukan terhadap saksi alibi yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa dalam
rangka memberikan keterangan yang menguntungkan tersangka / terdakwa.
 Keterangan saksi alibi mengenai hal-hal di luar apa yang didengar, dilihat atau
dialaminya sendiri  dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat bukti dan punya kekuatan

9
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
nilai pembuktian  syarat: punya relevansi dengan perkara pidana yang diproses atau
merupakan konfirmasi atas alibi tersangka / terdakwa

Saksi Alibi : saksi yang memberikan keterangan bahwa saat tindak pidana / kejadian sedang
terjadi, terdakwa sedang berada di tempat lain.

Kasus Yusril: Yusril dituduh membuat suatu kebijakan yang mengakibatkan kerugian Negara
sehingga beliau diduga melakukan TP korupsi. Yusril mengatakan dia sedang berada di tempat
lain atas suruhan Megawati dimana Megawati tidak mau menjadi saksi. Yusril mencari saksi
alibi lain namun ditolak oleh Penuntut Umum. Yusril pergi ke MK untuk mengajukan judicial
review. Saksi alibi diterima dalam persidangan sebagai Alat Bukti yang sah apabila diajukan
oleh tersangka atau terdakwa yang dapat meringankan tersangka atau terdakwa tersebut. Tidak
boleh diajukan oleh JPU.

Macam-Macam Saksi:

 Saksi A Charge
Merupakan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, dicantumkan dalam BAP
dan surat dakwaan, mendukung dakwaan  masuk kategori saksi yang memberatkan.
Dasar hukum: Pasal 160 ayat (1) KUHAP
 Saksi A De Charge
Saksi yang meringankan terdakwa  diajukan oleh terdakwa, tidak ada di BAP karena
diajukan terdakwa saat persidangan di Pengadilan.
Sesuai dengan Pasal 65 KUHAP  terdakwa berhak mengusahakan dan mengajukan
saksi / seseorang untuk memberi keterangan khusus yang menguntungkan bagi dirinya.
 Saksi Korban
Memberikan keterangan mengenai kejadian atau tindak pidana yang dialaminya sendiri
Pengertian Korban menurut UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban  seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
 Saksi Pelapor
Merupakan orang yang bukan sebagai korban tindak pidana, tetapi merupakan orang
yang melihat sendiri, mendengar sendiri kejadian tersebut, bukan diketahui dari orang
lain  lalu melapor ke aparat kepolisian.
 Saksi Mahkota

10
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Terdakwa yang dijadikan saksi untuk terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
suatu perbuatan pidana. Istilah tersebut tidak dikenal dalam KUHAP, namun dapat
ditemui dalam memori kasasi yang diajukan oleh kejaksaan dalam Putusan
Mahkamah Agung No. 2437 K/Pid.Sus/2011:
“Saksi mahkota adalah Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang Tersangka
atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana”  Mahkota
yang diberikan kepada Saksi tersebut:
o Ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya
o Diberikannya tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke
Pengadilan
o Dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan
Tentangan penggunaan saksi mahkota: Yurisprudensi MA No. 1174 K/Pid/1994
tanggal 3 Mei 2015 jo. No. 1592 K/Pid/1994  pemeriksaan terhadap saksi mahkota
sebaiknya tidak dilakukan karena bertentangan dengan hukum acara pidana yang
menjunjung tinggi prinsip HAM.

Praktek Doktrin
1 TP, beberapa Terdakwa (A,B,C) Keputusan MA RI: saksi Mahkota tidak
Dalam hal kekurangan saksi, PU Splitz dapat diterima (Misal: Putusan dalam
menjadi 3 Surat Dakwaan Kasus Marsinah)
Tujuan: Saksi Mahkota Dalam Revisi KUHAP  Saksi Mahkota
- A dan B menjadi saksi dalam sidang C adalah pelaku TP dengan kesalahan
- A dan C menjadi saksi dalam sidan B teringan, jika menjadi saksi mahkota,
- B dan C menjadi saksi dalam sidang A status terdakwa dicabut.
Saksi Mahkota dalam Revisi KUHAP  Pasal 200 R-KUHAP:
o Saksi Mahkota >> tersangka / terdakwa yang peranannya paling ringan  dapat
dibebaskan dari penuntutan pidana
o Apabila tidak ada yang peranannya ringan  tersangka/terdakwa yang
mengaku bersalah berdasarkan Pasal 199 dan membantu secara substantif
mengungkap tindak pidana dan peran tersangka lain dapat dikurangi pidananya
dengan kebijaksanaan hakim PN
o PU menentukan tersangka/terdakwa sebagai saksi mahkota

11
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Sebenarnya bertentangan dengan larangan self-incrimination (mendakwa diri sendiri)
 karena dia sebagai saksi akan disumpah bahwa dia memang terdakwa dari tindak
pidana tersebut.
 Saksi Berantai
Dasar hukum: Pasal 185 ayat (4) KUHAP:
o Keterangan beberapa saksi
o Berdiri sendiri-sendiri
o Ada hubungannya satu sama lain  dapat membenarkan adanya suatu kejadian
tertentu
Ada 2 macam menurut S.M. Amin, SH:
o Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam satu perbuatan
o Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam beberapa perbuatan
 Saksi Testimonium de auditu
Merupakan saksi yang menerangkan tentang apa yang didengarnya mengenai tindak
pidana dari orang lain >> tidak melihat / mendengar sendiri tindak pidana; melainkan
mendengarkan keterangan dari orang lain >> tetap perlu didengar oleh hakim untuk
memperkuat keyakinan Hakim.
Jika tidak ada alat bukti lain, saksi testimonium de auditu dapat dijadikan alat bukti sah
jika tidak ada alat bukti lain.
Contoh :
1) A (pelaku)  Budi (tetangga)  Gita (pacar Budi)
o Budi bukan saksi de auditu karena mendengar langsung dari pelaku
o Gita: saksi de auditu karena mendengar dari Budi
2) A membunuh istrinya, lalu A naik tukang ojek. Tukang ojek tersebut mendengar
pengakuan A, lalu tukang ojek tersebut menceritakan ke istrinya. Maka testimonium de
auditu adalah istri tukang ojek tersebut.
Auditu = derajat kedua  ingat! pelaku bukan saksi.
Kalau istri A sebelum tewas ditolong sama tetangganya yang bernama C, kemudian A
bilang bahwa yang menusuk A adalah suaminya, maka si C adalah testimonium de
auditu karena istri A = korban  korban disamakan dengan saksi.
Dasar Hukum:
o Pasal 1 butir 26 KUHAP
o Penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP

12
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Putusan MA RI No. 308 K/Sip/1959  Testimonium de auditu tidak bisa digunakan
sebagai bukti langsung, tetapi penggunaan kesaksian yang bersangkutan sebagai
petunjuk tidak dilarang.
 Whistleblower
Merupakan perkembangan dari saksi pelapor  orang-orang yang mengungkapkan
fakta kepada publik.
Surat Edaran MA RI Nomor 4 Tahun 2011  whistleblower adalah pelapor tindak
pidana yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari
pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur whistleblower
 namun secara implisit tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban & SEMA No. 4 Tahun 2011.
Perlakuan khusus untuk whistleblower (Pelapor TP) dan justice collaborator (saksi
pelaku yang bekerjasama) hanya untuk kasus tindak pidana tertentu yang bersifat serius
 korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, dan TP lainnya
yang menimbulkan masalah dan ancaman yang luas.
Apabila whistleblower terlibat dalam TP, maka perlakuannya sama dengan saksi
mahkota = migrating of punishment
 Saksi Verbalisan
KBBI = Verbalisan berarti orang (penyidik) yang melakukan proses verbal
(penyidikan).
Penuntut Umum meminta / Hakim memerintahkan agar penyidik (pada umumnya
anggota Polri) yang menyidik dan membuat berita acara peristiwa pidana yang
bersangkutan untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi dalam perkara yang
berjalan.
Penyidik tersebut menjadi saksi karena terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan (Terdakwa
membantah kebenaran di BAP yang dibuat penyidik yang bersangkutan, maka untuk
menjawab bantahan tersebut, PU dapat menghadirkan saksi verbalisan ini).
Pasal 163 KUHAP: saksi verbalisan dihadirkan di persidangan apabila:
o Terdakwa mangkir atau menyangkal keterangan saksi
o Keterangan saksi atau terdakwa disidang pengadilan berbeda dengan
keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan

13
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Fungsi pengumpulan alat bukti:

- Fungsi positif terhadap dugaan terjadinya perbuatan pidana (diajukan oleh JPU)
- Fungsi negatif terhadap dugaan tidak terjadinya perbuatan pidana (diajukan oleh
Terdakwa / Penasehat Hukum)

Due process model: fungsi seimbang

Crime control model: fungsi positif

Keterangan Ahli

Dasar hukum:

- Pasal 1 butir 28 KUHAP


- Pasal 120 KUHAP
- Pasal 133 KUHAP
- Pasal 179 KUHAP

Ahli adalah siapa saja yang memiliki keahlian khusus (Pasal 1 butir 28 dan Pasal 120 KUHAP)
dan ahli kedokteran kehakiman (Pasal 133)

Syarat Keterangan Ahli:

- Syarat Materiil (Pasal 1 angka 28 KUHAP)


Keterangan yang diberikan oleh orang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan  untuk membuat terang suatu perkara pidana
- Syarat Formil (Pasal 160 ayat (4))
Seorang ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi ahli tersebut selesai memberi
keterangan apabila pengadilan menganggap perlu

Macam keterangan ahli:

- Deskundige : Arsitek, ahli ekonomi  Berdasarkan pengalaman dan pendidikan


- Getuige Deskundige : Dokter Forensik (kedokteran kehakiman)  Pasal 133
- Zaakundige : Ahli Racun/Balistik  memeriksa barang bukti

Kompetensi Keterangan Ahli:

- Business Experience
- Testimonial Experience

14
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Academic Experience
- Academic Training

Di Jerman, ahli yang memberikan keterangan di sidang pengadilan itu harus bersertifikasi
(certified)  sehingga hakim jadi setengah terikat dengan keterangan ahli tersebut. Sementara
itu di KUHAP, tidak harus certified, sehingga keyakinan hakim menjadi tidak terikat.

Alat Bukti Surat

Pengertiannya ada dalam Pasal 187 KUHAP. Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah. Terdiri dari:

a. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh / dihadapan pejabat
umum yang berwenang, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan
tegas tentang keterangannya itu  contoh: BAP dan akta notaris
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan,  cth. KTP, SIM, akta kelahiran, akta nikah, akta cerai
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya 
contoh: visum et repertum, surat naik terbang, surat melaut.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain  Surat bunuh diri, status di social media kalau mau bunuh diri,
facebook live sebelum bunuh diri.

Kategori:

- Resmi: Pasal 187 a, b, c  dibuat oleh pejabat


- Tak Resmi : Pasal 187 d

Kekuatan pembuktian untuk alat bukti surat  kalau di perdata, surat resmi memiliki kekuatan
pembuktian yang lebih kuat, dan bertujuan untuk mengejar kebenaran formil. Sementara itu,
di pidana, surat resmi dan tidak resmi sama saja kekuatan pembuktiannya, dan untuk mencari
kebenaran yang sebenar-benarnya (kebenaran materiil).

Alat Bukti Petunjuk

15
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Pengertian: Pasal 188 ayat (1) KUHAP  Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Sumber petunjuk: Pasal 188 ayat (2) KUHAP:

- Keterangan saksi
- Surat
- Keterangan Terdakwa

Penilaian alat bukti petunjuk  Pasal 188 ayat (3) KUHAP  Dilakukan oleh Hakim dengan
arif + bijaksana, setelah mengadakan pemeriksaan dengan cermat dan seksama dan
berdasarkan hati nuraninya.

Untuk TP khusus seperti money laundering, PTPK, petunjuk bisa terdapat dari rekaman,
informasi-informasi elektronik / digital, atau tersangka sendiri.

Pasal 20A UU No. 20 Tahun 2001 tentang PTPK = petunjuk dapat diperoleh dari:

- Alat bukti lain: informasi yang diucapkan, dikirim, diterima / disimpan secara
elektronik dengan alat optik yang serupa dengan itu (Email, teleks, faks, dll)
- Dokumen, yaitu setiap rekaman dan/atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan/tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang
di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terkeman secara
elektronik, berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, dll.

PERBANDINGAN DENGAN UNDANG-UNDANG

KUHAP RUU KUHAP HIR


Pasal 184 Pasal 175 Pasal 164
(1) Alat bukti yang sah: (1) Alat bukti yang sah mencakup: Alat-alat bukti yaitu:
a. Keterangan saksi a. barang bukti ; - Bukti dengan saksi
b. Keterangan ahli b. surat-surat; - Persangkaan-
c. Surat c. bukti elektronik; persangkaan
d. Petunjuk d.keterangan seorang ahli; - Sumpah
e. Keterangan Terdakwa e. keterangan seorang saksi; - Di dalam segala hal
f. keterangan terdakwa; dan. dengan
g. pengamatan hakim. memperhatikan

16
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
(2) Hal yang secara umum aturan-aturan yang
sudah diketahui tidak perlu (2) Alat bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam pasal
dibuktikan dimaksud pada ayat (1) harus yang berikut
diperoleh secara tidak melawan
hukum.
(3) Hal yang secara umum
sudah diketahui tidak perlu
dibuktikan.
Pasal 188 KUHAP Pasal 182 Pasal 170
(1) Petunjuk adalah (1) Pengamatan hakim selama Jika kesaksian yang
perbuatan, kejadian, atau sidang sebagaimana dimaksud berasing-asing dan
keadaan yang karena dalam Pasal 175 ayat (1) huruf g yang tersendiri dari
persesuaiannya, baik adalah didasarkan pada perbuatan, beberapa orang, tentang
antara yang satu dengan kejadian, keadaan, atau barang bukti beberapa kejadian
yang lain, maupun dengan yang karena persesuaiannya, baik dapat menguatkan satu
TP itu sendiri, menandakan antara yang satu dengan yang lain, perkara yang tertentu
bahwa telah terjadi maupun dengan tindak pidana itu oleh karena kesaksian
suatuTP dan siapa sendiri yang menandakan telah itu bersetuju dan
pelakunya terjadi suatu tindak pidana dan siapa berhubung-hubungan,
(2) Petunjuk sebagaimana pelakunya. maka diserahkan pada
dimaksud dalam ayat (1) (2) Penilaian atas kekuatan pertimbangan hakim
hanya dapat diperoleh dari: pembuktian dari suatu pengamatan buat menghargai
a. Keterangan saksi hakim selama sidang dilakukan oleh kesaksian yang
b. Surat hakim dengan arif dan bijaksana, berasing-asing itu
c. Keterangan terdakwa setelah hakim mengadakan sedemikian kuat
pemeriksaan dengan cermat dan
seksama berdasarkan hati nurani.

17
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015

Undang-Undang Alat bukti & Penjelasan


UU Informasi dan - Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-
Transaksi Elektronik undangan
(UU 11/2008) - Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik. Contoh: tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange, email, telegram, teleks, telecopy,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
UU Lingkungan Pasal 96
Hidup No. 32/2009 Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan
hidup: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
keterangan terdakwa, dan/atau alat bukti lain, termasuk alat bukti
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
UU Pencucian Uang Pasal 73
(UU 8/2010) Alat bukti sah:
- Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam KUHAP

18
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Alat bukti lain berupa informasi yang dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat
yang serupa optik dan dokumen
UU Terorisme (UU Pasal 27
15/2003) - Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam KUHAP
- Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
- Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau
tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas
kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam
secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. Tulisan, suara, atau gambar
2. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya
3. Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang
memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu membaca atau memahaminya

19
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Definisi: Pasal 189 ayat (1) KUHAP  keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan
di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

Asas non-self incrimination dimana Terdakwa dalam memberikan keterangan tidak perlu
disumpah karena ada asas dimana terdakwa tidak boleh memberikan keterangan yang akan
merugikan dirinya sendiri, kecuali bersifat pengakuan.

Isi keterangan terdakwa:

- Sangkalan (sebagian atau seluruhnya)


- Pengakuan (sebagian atau seluruhnya)

Syarat Keterangan Terdakwa: Pasal 189 ayat (1)  perbuatan yang ia lakukan, ia ketahui atau
alami sendiri

Keterangan terdakwa di luar sidang: Pasal 189 ayt (2)  dapat digunakan untuk membantu
menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya  BAP

Pengakuan Terdakwa: Pasal 189 (3) dan (4) 

- Hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri


- Tidak menentukan kesalahan seseorang; harus disertai alat bukti lainnya.

Keterangan terdakwa di BAP hanya untuk menambah keyakinan Hakim.

Keterangan terdakwa  hanya untuk dirinya sendiri (Pasal 189 ayat (3))  kalau kurang saksi,
TP di Splitz supaya Terdakwa bisa menjadi saksi mahkota di persidangan Terdakwa lainnya
yang melakukan tindak pidana yang sama.

Kalau di HIR  Pengakuan terdakwa adalah penentunya, sehingga penyidik dan JPU
melakukan segala hal untuk mengejar pengakuan terdakwa  Sekarang sudah tidak ada lagi.

6 Leading Factors of Wrongful Convictions (Australia, UK, Canada and US)


1. Eyewitness misidentification
2. Investigative misconduct or error by the police
3. Prosecutorial misconduct or error
4. False confessions

20
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
5. Perjured or unreliable evidence of persons with a criminal background, such as prison
informers
6. Inadequate legal representation

PERBANDINGAN ALAT BUKTI

Amerika Serikat:

- untuk memutuskan bahwa terdakwa bersalah, maka tidak boleh ada reasonable doubt
di dalam setiap reasonable person. (ICC Rules of Procedure and Evidence Rule 48,
Rule 145)
- Probable cause is the standard by which police authorities have reason to obtain a
warrant for the arrest of a suspected criminal. The standard also applies to personal
or property searches  kalau di Indonesia = bukti permulaan yang cukup
- Reasonable Belief and Reasonable Suspicion  standar ini diaplikasikan hanya untuk
pencarian kendaraan setelah tersangka telah ditahan dan melampaui New York v. Belton
dengan mengatakan bahwa sangat beralasan untuk percaya (reasonable to believe) ada
alat bukti lainnya di dalam kendaraan yang berkaitan dengan tindak pidana yang
membuat tersangka ditangkap.
- Credible Evidence Standard: merupakan suatu bukti yang tidak benar tetapi layak
untuk dipercaya dan layak untuk menjadi pertimbangan juri. Some have defined this
standard as requiring the jury to conclude that the evidence is natural, reasonable, and
probable in order for it to be credible.

Wrongful Convictions (Australia, UK, Canada, US)

- Eyewitness misidentification
- Investigative misconduct or error by the police
- Prosecutorial misconduct or error
- False confessions
- Perjured or unreliable evidence of persons with a criminal background, such as prison
informers
- Inadequate legal representation

Kesepakatan dengan Saksi (Star / Crown Witness / Kroongetuige):

- Di dalam KUHAP tidak diatur mengenai saksi mahkota


21
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- UU No 13 Tahun 2006:
o Pasal 10 ayat (2):
“Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat
dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimabangan
hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.”
o Pasal 10 ayat (1):
“Saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana
maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannya.”
o Pasal 10 ayat (3):
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi,
korban dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.”
Tidak dengan itikad baik: keterangan palsu, sumpah palsu dan pemufakatan
jahat.
- SEMA Nomor 4 Tahun 2011:
Syarat dan kondisi:
o Berlaku untuk TP teroris, korupsi, narkotika, perdagangan orang, money
laundering, dan kejahatan terorganisir lain
o Merupakan last resort, tidak ada jalan lain selain bekerjasama dengan pelaku
o Pelaku sebagai saksi harus mengakui perbuatannya
o Pelaku sebagai saksi harus membuat keterangan saksi di depan persidangan
sesuai dengan kesepakatan
o Pelaku menyediakan bukti yang menentukan terkuaknya kejahatan atau
informasi penting terkait hasil kejahatan.
- Saksi Mahkota dalam Revisi KUHAP:
Pasal 200 RUU KUHAP
(1) Salah seorang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dapat
dijadikan Saksi dalam perkara yang sama dan dapat dibebaskan dari penuntutan pidana,
apabila Saksi membantu mengungkapkan keterlibatan tersangka lain yang patut
dipidana dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tidak ada tersangka atau terdakwa yang peranannya ringan dalam
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka tersangka atau terdakwa yang

22
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
mengaku bersalah berdasarkan Pasal 199 dan membantu secara substantif
mengungkap tindak pidana dan peran tersangka lain dapat dikurangi pidananya dengan
kebijaksanaan hakim pengadilan negeri.
(3) Penuntut umum menentukan tersangka atau terdakwa sebagai saksi mahkota.
Pasal 199 RUU KUHAP
(1) Pada saat penuntut umum membacakan surat dakwaan, terdakwa mengakui semua
perbuatan yang didakwakan dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang
ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun, penuntut umum
dapat melimpahkan perkara ke sidang acara pemeriksaan singkat.
(2) Pengakuan terdakwa dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh
terdakwa dan penuntut umum.
(3) Hakim wajib:
a. memberitahukan kepada terdakwa mengenai hak-hak yang dilepaskannya
dengan memberikan pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. memberitahukan kepada terdakwa mengenai lamanya pidana yang
kemungkinan dikenakan; dan
c. menanyakan apakah pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
secara sukarela.
(4) Hakim dapat menolak pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika hakim
ragu terhadap kebenaran pengakuan terdakwa.
(5) Dikecualikan dari Pasal 198 ayat (5), penjatuhan pidana terhadap terdakwa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 2/3 dari maksimum
pidana tindak pidana yang didakwakan.
- Saksi Mahkota dalam ICCPR:
o Pasal 14 ayat (3) huruf G ICCPR
“In the determination of any criminal charge against him, everyone shall be
entitled to the following minimum guarantes, in full equality : (g). Not to be
compelled to testify against himself or to confess guilty.”
Dapat kita beri perhatian lebih pada “not to be compelled to” yang artinya
“untuk tidak dipaksa untuk.”
o Dihadirkannya seorang saksi yang merupakan yang bersama-sama sebagai
terdakwa (bisa dikatakan sebagai saksi mahkota) itu tidak melanggar HAM

23
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
selama saksi tersebut secara sukarela, tanpa paksaan dan sepakat untuk
dihadirkan dalam persidangan.
- Di Belanda:
Membedakan dua jenis perlindungan saksi:
o Physical and factual protection (new ID, personal protection, new direction)
o Dealing with star witness = mengurangi hukuman, atau membebaskan dari
penuntutan pidana
Sistem peradilan di Belanda:
o Continental law
o Modern inquisitoir system  active judges, openbaar ministerie (prosecutor has
stronger position, and shall keep the rights of victims and accussed equally, and
authorize to prosecute or make diversion
o Terdapat petunjuk pelaksanaan dalam membuat kesepakatan dengan saksi
dalam kasus pidana. Hakim komisaris dan hakim harus memeriksa keabsahan
kesepakatan tersebut.
Syarat dan kondisi:
o Diberlakukan untuk TP berat dengan ancaman pidana 8 tahun penjara atau lebih
o Untuk kejahatan terorganisir dengan ancaman pidana 4 tahun penjara atau lebih
o Last resort
o Proportionally doctrine
o Pelaku sebagai saksi harus mengakui perbuatannya
o Pelaku sebagai saksi harus membuat keterangan saksi di depan persidangan
sesuai dengan kesepakatan
o Rechter Commissaries harus memeriksa keabsahan kesepakatan sebelum
dilaksanakan serta memeriksa kompetensi dan keabsahan saksi
o Praktek: apabila saksi tidak melaksanakan perjanjian  tidak ada pengurangan
hukuman / pencabutan tuntutan. Jika sudah terlanjur diputus: hukuman
maksimal 1 tahun.

Whistle Blower, Justice Collaborator, Saksi Mahkota

Whistleblower dan Saksi Mahkota

Whistleblower: bukan tersangka

24
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Saksi Mahkota: tersangka yang bersedia membantu penyidik mengungkap seluruh jaringan
kejahatan dan membeberkan semua pelaku yang terlibat.

Whistleblower dan Justice Collaborator

Dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011:

Whistleblower Justice Collaborator


Pihak yang mengetahui dan melaporkan salah satu pelaku tindak pidana tertentu,
tindak pidana tertentu dan bukan mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku
merupakan bagian dari pelaku kejahatan utama dalam kejahatan tersebut serta
yang dilaporkannya memberikan keterangan sebagai saksi di dalam
proses peradilan
Tidak dapat dituntut secara hukum baik Tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana
pidana maupun perdata atas laporan, apabila terbukti secara sah dan meyakinkan
kesaksian yang akan, sedang atau yang bersalah. Namun, kesaksiannya dapat dijadikan
telah diberikan. pertimbangan hakim dalam meringankan
pidananya.
Berdasarkan Peraturan Bersama tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi
Pelaku yang Bekerjasama, ada 4 hak dan perlindungan:
1. Perlindungan fisik dan psikis
2. perlindungan hukum
3. penanganan secara khusus:
- dipisahnya tempat penahanan dari tersangka atau terdakwa lain dari kejahatan yang
diungkap
- pemberkasan perkara terpisah dengan tersangka atau terdakwa lain dalam perkara
yang dilaporkan
- dapat memperoleh penundaan penuntutan atas dirinya
- bisa memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan wajahnya atau
identitasnya
4. memperoleh penghargaan, berupa:
- Keringanan tuntutan hukuman, termasuk tuntutan hukuman percobaan
- Memperoleh pemberian remisi dan hak-hak narapidana lain bila saksi pelaku yang
bekerjasama adalah narapidana

25
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak
pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana
lainnya yang bersifat terorganisir.

Acuan dari SEMA: Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) Konvensi PBB Anti Korupsi (United
Nations Convention Against Corruption) tahun 2003:

- Ayat (2): setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan


dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang
memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu
kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.
- Ayat (3): setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai prinsip-
prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan bagi
orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan
(justice collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini.

Pasal 26 Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisir (UN Convention
Against Transnational Organized Crime) juga memiliki ketentuan serupa.

Saksi Mahkota dan Justice Collaborator

Saksi Mahkota Justice Collaborator


Terjadi karena inisiatif Kesediaan yang merupakan inisiatif dari salah satu
pemisahan perkara (splitsing) pelaku tindak pidana tertentu (yang bukan pelaku
yang dilakukan penuntut utama) untuk mengakui kejahatan dan membantu
umum terhadap beberapa pengungkapan suatu tindak pidana tertentu dengan cara
pelaku yang diduga melakukan memberikan keterangan sebagai saksi.
beberapa tindak pidana, Syarat-syarat lain agar seorang pelaku tindak pidana
sehingga salah satu pelaku tertentu dapat ditentukan sebagai Justice Collaborator
dapat menjadi saksi bagi pelaku adalah:
lainnya dalam pemeriksaan  Mengakui kejahatan yang dilakukannya;
perkara yang berbeda  Bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut;
(begitupula sebaliknya).  Memberikan keterangan saksi dalam proses peradilan.

Proses Adjudikasi di Berbagai Negara


26
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Di Negara Common Law:

USA UK
Type of - Felonies (kejahatan) - Treasons (pengkhianatan)
crime / - Misdemeanors (tindak pidana - Felonies (tindak pidana berat)
offence ringan) or violations - Misdemeanors (tindak pidana ringan)
(pelanggaran)
Beberapa pelanggaran atau tindak
pidana ringan tetap diproses di
persidangan.
Rules of Beyond Reasonable Doubt Basic: Beyond reasonable doubt
evidence Evidence Standard:
1. Proof beyond reasonable doubt
2. Civil standard on the balance of
probabilities

Di Negara Civil Law:

Perancis Jerman Belanda

27
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
District Court: District Court: - Pengadilan Distrik
- Tribunal de police: Untuk - Amtsgerichte (Local Courts: (Districk Court=
tindak pidana yang ringan Untuk tindak pidana yang Rechtbanken)
(Contraventions). ancaman hukumannya kurang - Pengadilan
- Tribunal Correctionnel: dari empat tahun penjara. Banding atau
Untuk tindak pidana yang - Landgerichte (Regional Pengadilan Tinggi
termasuk dalam kategori Courts: Untuk tindak pidana (The Court
délits sedang sampai dengan tindak Appeal=
- Court d’assisse: pidana berat, yakni yang Gerechtshof)
Untuk kategori tindak pidana ancaman hukumannya lebih - Mahkamah Agung
berat (crime). dari empat tahun penjara (The Supreme
Court= Hoge
High Court: High Court: Raad),
- Cour d’appel - Regional Courts berkedudukan di
- Cour d’assises d’appel - Higher Regional Courts Hague.

Supreme Court: Supreme Court :


Cour de cassation. Federal Court of Justice

Sistem Pembuktian

KUHAP Keyakinan hakim didukung dengan min. dua Alat Bukti


(Pasal 183 KUHAP).
Unus testis nullus testis.
Inquisitor System:
- Mencari kebenaran
- Majelis Hakim aktif
- Guilty plea is unknown.
- Putusan di tangan MH
Negative Wettelijk Bewijs Theorie
RUU Tidak Diatur. Namun tidak ada ketentuan tentang minimal pembuktian.
KUHAP Inquisitor System:

28
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Mencari kebenaran
- Majelis Hakim aktif
- Putusan di tangan MH
Negative Wettelijk Bewijs Theorie
INGGRIS Yurisprudensi
Keterlibatan Pihak III (Juri)
Beyond reasonable doubt
Assumption of truth
Adversarial System:
- Mencari penyelesaian
- Hakim Tunggal pasif
- Defendant vs Prosecutor
- Putusan di tangan Juri
- Tidak ada surat dakwaan
JERMAN UU menentukan alat-alat bukti mana yang dapat dipakai hakim, bagaimana
cara hakim menggunakannya, kekuatan alat bukti tersebut dan bagaimana
hakim memutus terbukti atau tidaknya perkara yang sedang diadili.
“..the court should decide on the result of the evidence taken according to
its free conviction gained from the hearing as a whole..”
PERANCIS Keterlibatan Juri untuk kasus berat
Conviction intime: Hakim tidak diperbolehkan mendasarkan kesalahan
terdakwa atas keyakinan pribadi dan berdasarkan bukti yang ilegal.
Inquisitor System:
- Mencari kebenaran
- Majelis Hakim Aktif
- Putusan di tangan MH/Juri
RUSIA In accordance with their inner convinction based on evidence = conviction
intime.
Jury Trial are set for serious crimes with heavy punishment such as death
penalty. The accused have the option of a jury trial consisting 12 jurors

Alat Bukti

29
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
KUHAP Pasal 184 ayat (1), yaitu :
a. Keterangan Saksi
b. Keterangan Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan Terdakwa
Belanda: court’s own observation (photos, video), statement of accused,
witness incl hearsay, experts, written police material
RUU Pasal 177 ayat (1), yaitu :
KUHAP a. Barang Bukti
b. Surat-surat
c. Bukti elektronik
d. Keterangan Seorang Ahli
e. Keterangan Seorang Saksi
f. Keterangan Terdakwa
g. Pengamatan Hakim
INGGRIS Article 123 :
a. Document
b. Hearsay evidence
c. Expert witness
d. Confession of the co-accused
e. Evidence by video recording (Bandingkan dg USA: Lay witness,
Expert witness, Documentary evidence, Real evidence)
JERMAN a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Keterangan terdakwa
d) Surat
e) Tidak ada AB Petunjuk.
PERANCIS a. Pengakuan pihak terkait yang dinilai dgn keyakinan hakim
b. Bukti surat/dokumen yang relevan
c. Prima facie authentic evidence
d. Bukti nyata / barang bukti
e. Bukti ilmiah / bukti yang berkaitan dengan TP.

30
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
RUSIA Admissible as the proof shall be (Art. 74):
1) The evidence given by the suspect and by the accused;
2) The evidence borne by the victim and by the witness;
3) The conclusion and the testimony of the expert;
The conclusion and testimony of a specialist;
4) Physical Evidence;
5) Records of the investigative and the judicial actions;
6) Other Documents.

Hakim Komisaris / Magistrate / Hakim Pemeriksa Pendahuluan

KUHAP KUHAP tidak mengenal hakim komisaris.


Yang mirip Jaksa Peneliti
Hakim Praperadilan?
Di Belanda: investigating judge: to get permission to apply intrusive
investigation measures. = Rechter Commissaries
RUU Hakim Pemeriksa Pendahuluan: Merupakan pejabat yang berwenang untuk
KUHAP menentukan sah atau tidaknya alat bukti dan upaya paksa; Menentukan
suatu perkara layak dilanjutkan ke persidangan atau tidak. Dll.
INGGRIS Hakim Magistrate di Magistrate Court:
Disebut juga Police Court, di Inggris berjumlah 1050 dan tersebar, dan
terdiri dari hakim-hakim awam (Lay Juctices) atau Justice of the
Peace atau Lay Magistrates.
Para hakim yang terdapat pada pengadilan ini tidak mempunyai pendidikan
hukum. Panitia setempat  mengusulkan warga masyarakat kepada Lord
Chancellor  memberi pertimbangan kepada Ratu (Crown)  Crown
mengangkat mereka untuk daerah tertentu. Saat bersidang: minimal 2 orang,
maksimal 5 orang. Tidak dibayar, dapat dipecat bila berkelakuan buruk.
Magistrates Court mempunyai dua fungsi:
 Sebagai pengadilan tingkat pertama untuk perkara-perkara pidana yang
diperiksa secara “summary” tanpa Jury dan dapat banding.
 Sebagai hakim pemeriksa pendahuluan (examining magistrates).

31
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Committal proceeding : apabila magistrates tidak menyelesaikan sendiri
perkaranya, karena merasa tidak berwenang atau salah satu pihak
menghendaki “trial on indictment”.  Magistrates mendengar
keterangan-keterangan dan mencatatnya  menyelidiki apakah
ada “prima facie case“ (bukti-bukti cukup dalam perkara itu), sehingga
patut diteruskan ke Crown Court yang akan bersidang dengan Jury. Jadi
magistrates bekerja seperti saringan, kalau ada prima facie case, maka
mereka menyerahkan (commit) perkaranya kepada Crown Court. Mereka
bisa menentukan pula apakah terdakwa ditahan sementara atau tidak, atau
dilepaskan dengan“Bail” (jaminan).

Preparatory Hearing
Pre Hearing
JERMAN Investigative/ Investigating Judges
Pre Trial
PERANCIS Juge d’Instruction: aktif melakukan pengawasan terhadap upaya paksa yang
berpotensi bertentangan dengan hukum Perancis, serta benar-benar
melakukan pemeriksaan pendahuluan suatu perkara.
Juge de libertés et de détentions: di penyidikan
RUSIA Hakim di PN memeriksa Mosi dan Permohonan(complaints) ttg upaya paksa
dan prosedur acara.
Preliminary Hearing:
- Hakim tunggal untuk kasus tindak pidana ringan, ancaman pidana max.
3 tahun
- Majelis Hakim terdiri dari 3 orang untuk kasus kriminal serius
(Article 30)

Barang Bukti

KUHAP Dalam KUHAP tidak diatur tentang barang bukti, tetapi mengatur mengenai
barang yang dapat disita.
(Pasal 39)
Belanda: tidak dibedakan antara BB dan AB.

32
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
RUU Dimasukkan sebagai salah satu alat bukti yang sah
KUHAP “adalah barang atau alat yang secara langsung atau tidak langsung untuk
melakukan tindak pidana”
(real evidence atau physical evidence)
(Pasal 76 ayat (1))
INGGRIS Barang bukti pengertiannya dimasukkan ke dalam Alat Bukti
JERMAN Tidak dibedakan antara AB dan Barang bukti (=evidence).
Didapat pada saat penyidikan, atau diserahkan sendiri oleh si terperiksa di
penyidikan
PERANCIS Tidak ada perbedaan antara alat bukti dan barang bukti
RUSIA Semua obyek yang :
- Digunakan sebagai alat kejahatan
- Diperoleh sebagai hasil kejahatan
- Dipakai sebagai modus kejahatan
(Article 81)

Keterangan Ahli / Expert Witness

PERANCIS • Should be taken Under oath in High Court or SC. (Only once)
Sumpah di Pengadilan Tinggi domisili Ahli atau Mahkamah Agung. Ahli
tidak wajib memperbaharui sumpahnya tiap kali ditunjuk.
• Answer the questions related to his/her competency.
JERMAN • Under oath/or not. Depends on the Court.
• Oath is taken after the interrogation
• Impartially submit the expertise report.
• May be taken out of the court, and it should be recorded/taped.
BELANDA • Should be taken under oath.
• Expertise in written or orally.
• During interrogation or trial

Bukti Elektronik

33
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
KUHAP Tidak diatur dalam KUHAP, namun diatur dalam UU ITE, UU Transfer
dana, UU Terorisme, UU Money Laundering, UU PTPK
RUU Tidak diatur dalam pasal-pasal tetapi terdapat dalam Penjelasan Pasal 177
KUHAP ayat (1) huruf c
INGGRIS Pengertiannya sama dengan pengertian Bukti Elektronik dalam RUU
KUHAP
USA: Dimasukkan ke dalam kelompok real evidence (mis. foto, video,
rekaman, film, dll)
JERMAN Dokumen digital diatur dalam section 41a StPO: bahwa dalam proses
pembuktian, alat bukti surat digital diperbolehkan hanya jika memenuhi
ketentuan Digital Signature Act Jerman, dan salinan surat tersebut harus
dicetak.
PERANCIS Dikenal dokumen elektronik (sejak tahun 1998) yang diakui sebagai bukti
yang sah
(LOI 1998-2341-la reconnanissance des évidences de dossiers et
informatiques devant le court justicial)
RUSIA Dimasukkan ke dalam kelompok other document
(mis. foto, video, rekaman, film, dll)
(Article 84)

Pengamatan Hakim

KUHAP Tidak diatur.


Bandingkan dengan KUHAP Belanda: tidak dikenal petunjuk namun ada
pengamatan hakim (court’s own observations during court hearing e.g.
Photos or audio video recording.
RUU Merupakan satu ketentuan alat bukti baru
KUHAP (Pasal 182)
 Persesuaian antara barang bukti dgn perbuatan / kejadian / keadaan
dengan tindak pidana itu sendiri
 Substansinya lebih luas dari ketentuan petunjuk dalam KUHAP
INGGRIS Tidak diatur karena Hakim bersifat pasif.
Yang memutuskan perkara adalah Juri.

34
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
JERMAN Judicial Inspection
PERANCIS Tidak diatur secara khusus, tetapi dalam memutuskan perkara, keyakinan
Majelis Hakim menentukan putusan pengadilan tersebut.
RUSIA Tidak diatur secara khusus, tetapi Hakim berperan memutuskan perkara
berdasarkan pengamatannya selama persidangan.

Pengakuan Terdakwa

PERANCIS - No definition
- What defendant seen, and experienced himself/herself.
- Before the Court OR out of the court (in writing about plead guilty)
- Not under oath.
JERMAN - No definition
- What defendant seen, and experienced himself/herself.
- Before the Court
- Not under oath.
BELANDA - No definition
- What defendant seen, and experienced himself/herself related to the
offense.
- Before the Court OR out of the court (Plead Guilty)
- Not under oath.

35
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA

Tersangka = seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (butir 14)

Terdakwa = seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (butir
15)

Hak Tersangka dan Terdakwa sudah diakui dalam HIR, namun setelah ada KUHAP, hak
tersangka dan terdakwa diakui lebih khusus di Pasal 50 – Pasal 68 KUHAP.

Dari beberapa hak tersangka dan terdakwa, ada 6 hak utama, yaitu:

- Hak untuk Diam  kalau diperiksa dalam proses pemeriksaan acara pidana, seorang
terdakwa boleh diam terhadap keterangan yang tidak mau ia katakan. Kalau ia tidak
mau, maka JPU harus mencari juga lewat alat bukti lainnya.
- Menerima  menerima segala bentuk perlakuan baik yang dilakukan oleh
Penyidik/JPU/Hakim pada saat proses persidangan.
- Hak untuk Menolak
- Hak untuk tidak diancam / ditekan
Sebelum adanya UU Kepolisian, banyak tekanan yang dilakukan oleh polisi kepada
tersangka dalam melakukan penyidikan, contohnya: disundut dengan rokok,
menyambut tersangka dengan pakaian polisi militer yang lengkap (pakaian dinas)
- Hak untuk menggunakan bahasa yang dimengerti
Tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia seperti yang dikatakan dalam KUHAP,
namun juga apabila WNA, harus ada interpreter atau penerjemahnya. Kebanyakan
penerjemah di Indonesia hanya bahasa Inggris saja, tidak ada penerjemah bahasa lain
seperti Tagalog, China.
Contoh kasus: Mary Jane, Warga Negara Filipina yang menerima hukuman mati 
penerjemahnya tidak mengerti apa yang Mary Jane katakan karena bahasa Inggrisnya
yang terbatas.
Di kasus lainnya, banyak kejadian WNA yang disidang dan yang dipertimbangkan
akhirnya adalah dari BAP untuk menghasilkan suatu putusan.
Di Indonesia pun banyak terjadi masalah dengan penggunaan bahasa daerah yang sulit
diterjemahkan, karena bahasa sehari-hari terdakwa bukan bahasa Indonesia.
- Hak atas bantuan hukum

36
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Hak atas Bantuan Hukum

Merupakan Hak Asasi Manusia, yang dijamin dalam Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 yang
menyatakan, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.”  diejawantahkan dalam UU
Nasional maupun ratifikasi dari konvensi internasional, yang di Indonesia tertuang dalam Pasal
18 ayat (4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat 3 huruf d UU
No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang
intinya menyatakan, “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak
saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap”.

KUHAP menjamin hak tersangka atau terdakwa untuk didampingi penasehat hukum dalam
setiap tingkat pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 114 jo. Pasal 56 ayat (1) KUHAP:

- Pasal 114: tersangka dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP
- Pasal 56 (1): Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih
yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka
kapan bantuan hukum diwajibkan?
1) Untuk orang yang mampu  yang ancamannya hukuman mati atau di atas 15
tahun  kuasa hukum wajib disediakan oleh Negara, tidak berbayar. Kalau
tersangka tersebut tidak mau memakai lawyer, tetap harus disediakan oleh
Negara.
2) Untuk orang yang tidak mampu: ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih.

Diatur dalam Pasal 69 – 74 KUHAP.

Kewajiban advokat dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma (Pasal 22 UU No. 18


Tahun 2003 tentang Advokat).

APH dalam setiap tingkat pemeriksaan wajib memberitahukan hak tersangka atau terdakwa
untuk mendapatkan bantuan hukum.

37
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Tersangka berhak mendapatkan kunjungan Penasehat Hukum setiap waktu.  pada jam kerja,
jam-jam tertentu, jam kunjungan.

Pendampingan tersangka dan terdakwa oleh penasehat hukum:

 Within sight and within hearing (Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 115 ayat (1) KUHAP) 
dilakukan pada perkara tindak pidana umum biasa
Penasehat hukum harus berada di tempat proses pemeriksaan itu berlangsung dan ia
berhak mendengarkan apa yang diperiksa, apa yang ditanyakan, apa yang dikonfrontir.
PH tidak boleh mengeluarkan kalimat yang mengarahkan kliennya. PH hanya
mendengarkan dan melihat, tidak berbicara jika tidak diperkenankan.
 Within sight but not within hearing (Pasal 71 ayat (1) dan Pasal 115 ayat (2) KUHAP)
 dilakukan pada perkara tindak pidana tertentu (khusus), yaitu terorisme
Penasehat hukum bisa melihat proses pemeriksaan terhadap kliennya, tetapi tidak boleh
mendengarkan apa isi pemeriksaannya.

Di dalam KUHAP, tidak ada aturan mengenai sanksi atau akibat hukum jika tersangka atau
terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum pada saat pemeriksaan khususnya di tingkat
penyidikan. Konsekuensi hukum jika kewajiban tersebut tidak dilakukan oleh pejabat yang
memeriksa tercakup dalam beberapa putusan Mahkamah Agung yang menjadi yurisprudensi
 bahwa berita acara pemeriksaan, dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum adalah
tidak sah sehingga batal demi hukum:

- Putusan Mahkamah Agung RI No. 1565 K/Pid/1991 (16 September 1993): “apabila
syarat – syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk
penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntut
umum dinyatakan tidak dapat diterima.”
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 367 K/Pid/1998 (29 Mei 1998): “bahwa bila tak
didampingi oleh penasihat hukum di tingkat penyidikan maka bertentangan dengan
Pasal 56 KUHAP, hingga BAP penyidikan dan penuntut umum batal demi hukum
dan karenanya tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, walaupun
pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi penasihat hukum.”
- Putusan MA No. 545 K/Pid.Sus/2011: “Bahwa selama pemeriksaan Terdakwa tidak
didampingi oleh Penasehat Hukum, sedangkan Berita Acara Penggeledahan dan
Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah dibuat oleh Pejabat yang tidak
38
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
melakukan tindakan tersebut namun oleh petugas yang lain; Dengan demikian Berita
Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Penggeledahan tidak sah dan cacat
hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang dibuat atas dasar Berita Acara tersebut
menjadi tidak sah dan cacat hukum pula”

Miranda Rules  diberitahu hak-haknya sebagai tersangka / terdakwa  prinsip hukum acara
pidana di Amerika Serikat yang berasal dari kasus Miranda vs Arizona tahun 1966 yang
memunculkan amandemen kelima Bill of Rights. Bentuk nyata penerapan Miranda Rules
adalah Miranda Warning yang minimal harus diberikan oleh polisi ketika menangkap
tersangka dan sebelum dilakukan interogasi. Di dalam KUHAP, ada beberapa prinsip yang
serupa dengan Miranda Warning, yang tercantum dalam pasal:

- Pasal 18 ayat (1) KUHAP


Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik
Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta
tempat ia diperiksa.
- Pasal 51 KUHAP
Untuk mempersiapkan pembelaan:
a. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
b. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
- Pasal 52 KUHAP
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa
berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
- Pasal 54 KUHAP
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
- Pasal 56 KUHAP
- Pasal 57 KUHAP

39
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Pengaturan di KUHAP meliputi hak tersangka dan terdakwa. Terdapat perluasan ruang lingkup
di RUU KUHAP, di antaranya tentang hak atas ganti rugi dan rehabilitasi yang diatur tidak
hanya untuk tersangka dan terdkawa, tetapi juga untuk terpidana (Pasal 102 RUU KUHAP)

Ganti Rugi dan Rehabilitasi

Pasal 1 angka 22 KUHAP: Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan
atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut
ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.

Dasar hukum:

- Pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970


- Pasal 9 UU No. 4 Tahun 2004
- Pasal 95 – 96 KUHAP

Para pihak: Tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya

Di dalam KUHAP, ganti rugi dan rehabilitasi harus melalui proses praperadilan (Pasal 95
KUHAP), namun dalam RUU KUHAP tidak perlu lagi melalui proses praperadilan karena
ganti rugi dan rehabilitasi tersebut.

Kasus Budi Gunawan: mengajukan praperadilan, dasarnya adalah bahwa tindak pidana yang
dilakukannya belum diatur di dalam UU, dan dilakukan pada saat ia belum menjabat sebagai
pejabat negara. Sementara di UU Tipikor itu yang melakukan korupsi dan dikenai pidana
adalah untuk pejabat negara  Praperadilannya menang, kasusnya dihentikan.

Kasus Lanyala (Ketua PSSI yang lama)  mengajukan ganti rugi lewat praperadilan adalah
anaknya.

Gugatan ganti kerugian dapat dilakukan melalui:

- Gugatan perdata biasa atas dasar PMH (1365 BW)


- Penggabungan perkara pidana dan gugatan perdata

Digabung Dipisah
Diputus dalam sidang praperadilan bila - memakai Pasal 1365 BW (PMH) -->
perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan. menimbulkan luka, menimbulkan cacat,

40
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Pemeriksaan sesuai acara praperadilan. kematian --> tindakan melawan hukum
Putusan berbentuk penetapan. dari aparat hukum
- Waktunya akan cukup lama
TAPI besar kerugiannya:
- Atas upaya paksa yang tidak sah : Walaupun pidananya kalah, maka tidak
Rp500.000,00 – Rp1.000.000,00 terpengaruh.
- Berakibat cacat atau meninggal dunia :
Rp3.000.000,00

Kalau dia di pidana kalah, maka di


praperadilannya juga pasti kalah -->
uangnya tidak dapat.

Ganti kerugian dalam Pasal 95 KUHAP:

- Ganti kerugian karena tindakan lain


o Tindakan upaya paksa (dwangmiddel) berupa pemasukan rumah,
penggeledahan, penyitaan barang bukti maupun surat
o Yang dilakukan secara melawan hukum
o Oleh aparat pelaksana hukum
o Sehingga menimbulkan kerugian material
- Tanpa alasan yang berdasarkan hukum atau karena kekeliruan orang/hukum yang
menerapkannya

Pelaksanaan ganti kerugian:

Persyaratan:

- Yang berhak adalah orang atau ahli warisnya yang oleh pengadilan dikabulkan
permohonannya untuk memperoleh ganti kerugian
- Dengan melampirkan penetapan pengadilan + ketua PN setempat mengajukan
permohonan penyediaan dana kepada Menteri Kehakiman c/q Sekjen Dep. Kehakiman

41
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015

Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan,
kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan
atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini (Pasal 1 angka 23 KUHAP).

Dasar hukum: Pasal 97 KUHAP

Hak seseorang bila pengadilan memutus bebas atau lepas dan telah berkekuatan hukum tetap.
Rehabilitasi atas upaya paksa yang tidak sah diputus oleh hakim praperadilan.

42
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
KONEKSITAS

Proses pengadilan atas TP yang dilakukan oleh sipil dan anggota TNI

Ingat! Berdasarkan UU Kepolisian, polisi itu termasuk sipil, bukan lagi militer.

Dasar hukum:

- Pasal 22 UU No. 14 Tahun 1970


Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali jika menurut keputusan
Menteri Pertahanan/Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu
harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.
- Pasal 89 – 94 UU No. 8 Tahun 1981
- Pasal 24 UU No. 4 Tahun 2004
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut
keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Maka koneksitas pada intinya adalah sebagai berikut:

- Terkait dengan adanya penyertaan


- Dilakukan oleh sipil dan militer
- Obyeknya: Semua tindak pidana yang masuk ke lingkungan peradilan umum
- Pemeriksaan:
o Pada prinsipnya dilakukan di pengadilan umum
o Di pengadilan militer apabila:
 Besar kerugian pihak militer lebih besar
 Pelakunya lebih banyak yang militer

Proses Peradilan Koneksitas

- Penyidikan: Dilakukan oleh Tim Koneksitas


- Penuntutan: Penuntut Umum atau Oditur Militer  bisa salah satu, bisa dua-duanya
- Penahanan:

43
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
o Sipil: dilakukan berdasarkan KUHAP
o Militer: dilakukan oleh atasan langsung, diperpanjang oleh Perwira Penyerah
Perkara dan dalam waktu yang tidak terbatas (UU No. 1 Tahun 1958 tentang
Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Ketentaraan)
- Praperadilan: Dilakukan berdasarkan status pelaku TP (SEMA No. 15 Tahun 1983)
- Pemeriksaan persidangan:
o Kerugian pada pihak sipil: dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh
hakim sipil, anggota hakim sipil, dan militer
o Kerugian pada pihak militer: dilakukan oleh majelis hakim yang diketuai oleh
hakim militer, anggota hakim militer dan sipil

PENGGABUNGAN PERKARA

Dasar Hukum: Pasal 98 – Pasal 101 KUHAP


Merupakan hak yang diberikan pada pihak ketiga / korban Tindak Pidana
Tata Cara:
 Diajukan atas permintaan pihak ketiga
 Diajukan sebelum requisitor atau sebelum hakim menjatuhkan putusan
 Penggabungan perkara perdata dan pidana dapat dilakukan pada tahap banding
 Hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata

Kelebihan dan Kekurangan Penggabungan Perkara:


Kelebihan Kekurangan
- Proses cepat - Bergantung pada perkara pokok (accessoir)
- Biaya murah - Hanya kerugian materiil
- Pembuktian sederhana - Diajukan paling lambat sebelum requisitoir
- Upaya hukum tergantung pada perkara pokok
- Apabila pidana tidak banding maka gugatan juga tidak
bisa

44
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
UPAYA HUKUM

Macam-macam Putusan:

- Penetapan, dibagi menjadi 2, yaitu:


o Penetapan yang bersifat mengatur / administratif: misalnya: Ketua PN
menunjuk Majelis Penetapan Hari Sidang
o Penetapan yang bersifat yudikatif, misalnya: Putusan Sela, Penentuan
Perwalian, atau ahli waris
- Putusan/Vonis: sifatnya mengakhiri perkara (Walaupun masih ada upaya hukum)

Macam-macam isi putusan:

 Menghukum
Dapat mencakup seluruh isi dakwaan, namun dapat juga hanya sebagian.
Dalam hal terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan penuntut umum, maka terhadap
terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya
(Pasal 193 ayat (1) KUHAP).
Putusan Mahkamah Agung RI No. 553.K/Pid/1982, tanggal 17 Januari 1983
menegaskan bahwa ukuran pidana yang dijatuhkan merupakan kewenangan dari judex
facti untuk menjatuhkan pidana, dimana hal tersebut tidak diatur dalam undang-undang
dan hanya ada 28 batasan maksimal pidana yang dapat dijatuhkan, sebagaimana dalam
KUHP atau dalam undang-undang tertentu ada batas minimal, seperti dalam Undang-
Undang No. 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-undang No. 31 Tahun 2001 tentang HAM.
 Membebaskan
Apa yang didakwakan tidak terbukti atau kurang terbukti. Dalam hukum pidana, kurang
terbukti disamakan dengan tidak terbukti. In Dubio Proreo (bila hakim ragu-ragu, lebih
baik hakim membebaskan 1000 orang bersalah, daripada menghukum 1 orang tidak
bersalah).
Didasarkan pada:
1) kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua
alat bukti yang diajukan ke persidangan baik berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, dan petunjuk maupun keterangan terdakwa tidak dapat
membuktikan kesalahan yang didakwakan. Perbuatan yang didakwakan tidak
45
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian hakim semua alat
bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan kesahan
yang didakwakan
2) secara nyata hakim menilai pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak
memenuhi ketentuan minimum batas pembuktian. Misalnya, alat bukti yang
diajukan di persidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja. Di samping tidak
memenuhi asas batas minimum pembuktian, juga bertentangan dengan Pasal
185 ayat (2) KUHAP yang menegaskan unus testis nullus testis atau seorang
saksi bukan saksi
3) putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang
terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim. Keterbuktian kesalahan yang
didakwakan dengan alat bukti yang sah harus didukung oleh keyakinan hakim.
Sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti,
namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung
oleh keyakinan hakim
 Melepaskan
o Apa yang didakwakan terbukti, tetapi subyeknya tidak dapat
dipertanggungjawabkan jiwanya secara hukum
o Apa yang dirumuskan dalam dakwaan ternyata telah berubah sifatnya, bukan
lagi tindak pidana.
o Terdapat alasan pemaaf (misalnya overmacht), atau pembenar (misalnya
seorang pejabat memasuki milik orang lain dalam menjalankan tugas).
Alasan pemaaf terdiri dari:
 Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)  cacat dalam
pertumbuhannya (idiot, ambiciil, bisu tuli sejak lahir) atau terganggu
jiwanya oleh penyakit (gila, epilepsi)
 Overmacht / daya paksa (Pasal 48 KUHP), ada 2:
 Daya paksa absolut  paksaan yang sangat kuat sehingga ia
tidak bisa berbuat sesuatu yang lain (tidak punya pilihan lain).
Contoh: dihipnotis, diterjang dekat kaca
 Daya paksa relatif  paksaan kuat, namun masih bisa memilih
perbuatan lain, namun terpaksa dilakukan juga karena resikonya
besar. Contoh: Ditodong untuk tandatangan surat palsu.

46
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
 Noodweer Excess (pembelaan terpaksa yang melampaui batas)  Pasal
49 ayat (2) KUHP  pembelaan tersebut sudah melebihi apa yang
diperlukan, sehingga tidak lagi seimbang dengan bahaya yang
ditimbulkan oleh ancaman serangan / serangan  ada kegoncangan jiwa
 Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik  Pasal
51 ayat (2) KUHP
Alasan Pembenar terdiri dari:
 Keadaan darurat (noodtoestand)  contoh 1: kecelakaan kapal, A dan
B berpegangan di kayu di tengah laut, maka A mendorong B agar
keduanya tidak mati. Contoh 2: dokter ahli forensik diminta PN untuk
memberikan keterangan ahli tentang sebab kematian seorang korbanm
namun pada hari yang sama ia luka-luka karena kecelakaan, dokter
forensik itu memilih beristirahat di rumah daripada memenuhi panggilan
PN.
 Pembelaan terpaksa (noodweer)  Pasal 49 ayat (1) KUHP  untuk
membela dirinya sendiri dan orang lain / kehormatan kesusilaan / harta
benda, dilakukan ketika adanya ancaman serangan dan berlangsungnya
serangan atau bahaya yang masih mengancam
 Menjalankan perintah UU (wettelijk voorschrift)  Pasal 50 KUHP 
perbuatan yang termasuk adalah perbuatan yang pada dasarnya jika
tidak diatur dalam UU yang memberi kewenangan untuk melakukannya
adalah berupa tindak pidana.
 Menjalankan perintah jabatan yang sah (Ambtelijk Bevel)  Pasal 51
ayat (1) KUHP  perintah tersebut berdasarkan UU. Contoh:
penyelidik mendapat perintah dari penyidik untuk menangkap seorang
tersangka  ada hubungan publik  Diperbolehkan memborgol
tersangka
o Sebagai contoh dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No.
645.K/Pid/1982, tanggal 15 Agustus 1983, dimana dalam peristiwa konkret
diketahui terdakwa menerima pinjaman uang untuk modal usaha dagang dari
seorang temannya, tetapi dalam perkembangannya ternyata si terdakwa tidak
mampu untuk melunasi pinjaman itu seluruhnya, dan oleh pemilik uang,
terdakwa ini kemudian dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan

47
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
penipuan. Namun dalam persidangan, ternyata hakim menemukan fakta hukum
yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan pinjaman dari temannya.
Perbuatannya itu bukanlah merupakan tindak pidana tetapi sudah memasuki
ruang lingkup perbuatan dalam hukum perdata.

Putusan dan Upaya Hukum:

Putusan
Pengadilan

Putusan
Verstek Membebaskan/Me BKHT/Final
Menghukum
lepaskan & Binding

Perlawanan
Kasasi

Banding
KDKH PK
Kasasi

Upaya Hukum Berdasarkan Amar Putusan

 Putusan Menghukum:
o Diajukan oleh Terdakwa
o Diajukan oleh JPU
 Putusan Membebaskan
o Diajukan oleh JPU
 Putusan bebas murni (zuiverre vrijspraak)
 Putusan bebas tidak murni (niet zuiverre vrijspraak)
 Putusan Melepaskan:
o Diajukan oleh JPU

Upaya Hukum

Dasar hukum: Pasal 1 angka 12 jo. Bab XVII dan Bab XVIII, Pasal 233 – 269

Upaya hukum ada 2, yaitu:

 Upaya hukum biasa (Pasal 233 – Pasal 258)


o Perlawanan
o Banding

48
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
o Kasasi
 Upaya hukum luar biasa (Pasal 259 – Pasal 269)
o Kasasi demi kepentingan hukum (KDKH)
o Peninjauan Kembali (PK)

Perlawanan (Verzet)

Merupakan upaya hukum untuk melawan putusan pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya
terdakwa (verstek). Yang berhak melakukannya adalah terdakwa. Perlawanan ini diajukan
terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa yang berupa pidana perampasan
kemerdekaan. Dengan adanya verzet ini, putusan di luar hadirnya terdakwa (verstek) menjadi
gugur. Apabila setelah verzet terdakwa tidak hadir lagi, maka verstek kuat kembali 
mengajukan pemeriksaan banding.
Dasar Hukum: Pasal 149, Pasal 156, Pasal 214
Dilakukan dalam hal:
- Kompetensi relatif / absolut
- Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Prosedur Verzet diatur dalam Pasal 129 HIR / 153 Rbg:
- Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri;
- Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis Hakim yang sama.
- Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
- Pelawan bukan sbg Penggugat tapi tetap Terlawan sehingga yang membuktikan dulu
adalah Terlawan/Penggugat asal.

Perlawanan (Verzet) kriterianya sebagai berikut:

 Upaya perlawanan bersifat insidentil: perlawanan bukan upaya hukum biasa karena
disediakan oleh Undang-Undang dalam hal-hal tertentu.
 Upaya perlawanan tidak ditujukan terhadap putusan akhir.
 Proses pemeriksaan perlawanan sangat sederhana jika dibandingkan dengan
pemeriksaan perkara di tingkat banding.
 Perlawanan yang dapat diajukan terhadap putusan atau penetapan pengadilan negeri
disebut satu-persatu dalam pasal yang bersangkutan:
o Perlawanan tersangka terhadap perpanjangan penahanan (Pasal 29 ayat 2
KUHAP).
49
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
o Perlawanan Penuntut Umum atas penetapan pengadilan negeri tentang tidak
berwenang mengadili (Pasal 154 ayat 1 KUHAP)
o Perlawanan terhadap putusan eksepsi sesuai dengan ketentuan Pasal 156
KUHAP.

Banding

Dasar Hukum: Pasal 233 – Pasal 243 KUHAP


Pihak yang dapat mengajukan: Terdakwa, Penasehat Hukum
Pengecualian mengajukan banding menurut Pasal 67 KUHAP adalah sebagai berikut:
- Putusan bebas
- Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum
- Putusan pengadilan dalam acara cepat (Dahulu dipakai istilah perkara rol)
Pemeriksaan banding sebenarnya merupakan suatu penilaian baru (judicium novum). Jadi,
dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli, dan surat-surat baru apabila ada penyimpangan dan
kekecualian dari acara pada pemeriksaan pertama.  Pasal 238 ayat (4) dan 240 ayat (1)
KUHAP.
Tata Cara:
 Jangka waktu 7 hari
o Sejak diputus
o Sejak diberitahukan kepada terdakwa
Jika jangka waktu 7 hari sudah lewat tanpa diajukan banding oleh yang brsangkutan 
yang bersangkutan dianggap telah menerima putusan.
Diajukan kepada panitera PN yang mengadili perkara tersebut pada tingkat pertama,
kemudian dicatatkan oleh Panitera PN.
 Dalam 14 hari harus sudah dikirim ke PT.
Berkas perkara masih bisa diperiksa oleh Pemohon walaupun sudah masuk ke PT.
 Tidak ada kewajiban membuat memori banding, kontra memori banding wajib
 Pasal 235 KUHAP: banding boleh dicabut saat perkara sudah mau diputus, tapi biaya
perkara ditanggung oleh Pemohon.

Memori Banding:

 Tidak wajib diajukan oleh pemohon banding, yaitu PU atau terdakwa


 Pernyataan permohonan banding: 7 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan
banding itu dijatuhkan atau diberitahukan pada terdakwa (Pasal 233 ayat (2) KUHAP)
50
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
 Isi memori banding:
o Ditujukan kepada Pengadilan Tinggi
o Pernyataan banding telah dilakukan dalam tenggang waktu yang ditentukan
o Kutipan amar putusan yang dibanding
o Rangkuman keberatan atas putusan (aspek formil dan materiil)
o Kesimpulan dan pendapat hukum
o Permohonan
 Tata cara penyerahan memori banding: Pasal 233 – 234 KUHAP

Banding dalam praperadilan: terdapat putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 79, 80, dan Pasal 81 tidak dapat dimintakan banding, namun ada kekecualian, yaitu: kalau
praperadilan memutuskan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,
artinya tersangka dapat disidik atau dituntut, maka putusan itu dapat dibanding ke pengadilan
tinggi. Sebaliknya, kalau praperadilan memutuskan bahwa penghentian penyidikan atau
penuntutan itu sah, maka penyidik, penuntut umum, dan pihak ketiga yang berkepentingan
tidak dapat mengajukan banding.

Kasasi

Dasar hukum: Pasal 244 – 258 KUHAP


Pihak yang mengajukan: Terdakwa/PH atau Penuntut Umum
Alasan kasasi:
- Peraturan diterapkan atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya
- Cara mengadili tidak dilakukan menurut UU
- Pengadilan melampaui batas kewenangan
Permohonan kasasi dapat ditolak jika:
Berdasarkan KUHAP:
- Putusan yang dimintakan kasasi adalah putusan bebas
- Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan
yang memeriksa perkaranya, yaitu 14 hari setelah putusan disampaikan kepada
terdakwa
- Sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut

51
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Pemohon tidak mengajukan memori kasasi atau tidak memberitahukan alasan kasasi
kepada panitera, atau pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu 14 hari
sesudah mengajukan permohonan kasasi
- Tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang
alasan kasasi.
Berdasarkan Yurisprudensi:
- Permohonan diajukan oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus
- Permohonan kasasi diajukan sebelum ada putusan akhir pengadilan tinggi
- Permohonan kasasi terhadap putusan sela
- Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat berwenang
Tata Cara:
- Jangka waktu: 14 hari setelah putusan diberitahukan
Ada bukti tanda terimanya kalau jurusita mendatangi tempat terdakwa untuk
menyampaikan hasil putusan.
- Hanya dapat diajukan 1 kali
- Memori Kasasi Wajib
Memori Kasasi:
 Pernyataan permohonan Kasasi:
14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan pada
terdakwa (Pasal 245 ayat (1) KUHAP).
 Tenggang waktu Penyerahan Memori Kasasi: 14 hari setelah pernyataan permohonan
Kasasi Pasal 248 (1) KUHAP
 Isi Memori Kasasi, antara lain: (Ps. 248 KUHAP)
o Ditujukan pada MA
o Pernyataan Kasasi dam penyerahan MK telah dilakukan dlm tenggang waktu
yang ditentukan
o Kutipan Amar Putusan yang dikasasi
o Alasan Permohonan Kasasi (Ps.253 KUHAP)
o Alasan tambahan bahwa putusan bebas yang dimintakan kasasi adalah putusan
bebas tidak murni. (Bila PU mengajukan Kasasi terhadap Putusan Bebas).
o Pendapat hukum dan permohonan
 Tata Cara Penyerahan Memori Kasasi: Pasal 248 KUHAP
PT akan memutuskan:

52
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Menguatkan putusan PN
- Mengubah putusan PN
- Membatalkan putusan PN, PT mengadakan putusan sendiri.

Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)


Dasar hukum: Pasal 259 – Pasal 262 KUHAP.
Pihak yang mengajukan: Jaksa Agung  kasasi atas permohonan Jaksa Agung hanya semata-
mata untuk kepentingan hukum dengan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan.  melalui Panitera PN yang memutus perkara (Pasal 260 ayat (1) KUHAP),
kemudian Ketua PN mengirimkannya.
Terhadap perkara yang bagaimana dan alasan apa yang dapat dikemukakan oleh Jaksa Agung
untuk mengajukan suatu permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak diatur baik dalam
KUHAP maupun PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.  tergantung pada
Jaksa Agung sendiri
Alasan: putusan yang dijatuhkan dan telah berkekuatan hukum tetap telah menimbulkan
kerancuan dalam rangka penegakan hukum.
Akibat: tidak ada akibat hukum dalam arti mengubah putusan, tetapi putusan tersebut
dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan atau perbedaan pandangan dalam menafsirkan hukum.
Perbedaan kasasi pihak dan kasasi demi kepentingan hukum
Kasasi Pihak Kasasi demi Kepentingan Hukum
Belum inkracht Diajukan terhadap putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Diajukan oleh Terdakwa / JPU Diajukan oleh Jaksa Agung kepada MA
14 hari setelah putusan banding Tenggang waktu mengajukan kasasi tidak
terbatas
Tidak ada pengaruhnya terhadap Terdakwa.
Penasehat hukum dilibatkan Penasehat hukum tidak lagi dilibatkan

Peninjauan Kembali
Dasar Hukum: Pasal 263 – Pasal 269 KUHAP
Pihak yang mengajukan:
- Terpidana atau ahli waris (menurut KUHAP)
- Penuntut Umum (UU No. 4 / 2004 Pasal 23, Praktek)

53
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Alasan:
- Novum  alat bukti baru yang ditemukan setelah putusan berkekuatan hukum tetap
Trik PH: Alat bukti yang sebenarnya ditemukannya sudah lama, alat bukti tersebut
disimpan dulu.
Pada saat kita mengajukan PK, kita mengajukan novum lalu disumpah bahwa itu baru
ditemukan.
- Adanya pertentangan hukum antara satu putusan dengan putusan lain
- Adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim
- Putusan bersalah tidak disertai dengan pemidanaan
Tata Cara:
- Diajukan 1 kali
- Tidak ada batasan waktu
- Pidana yang dijatuhkan tidak boleh lebih berat dari putusan sebelumnya
- Pengajuan PK tidak menghentikan eksekusi, kecuali hukum mati
Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas dan lepas dari tuntutan
hukum.
Sejarahnya diawali oleh kasus Sengkon & Karta tahun 1980.
MA mengeluarkan peraturan MA No. 1 Tahun 1980 yaitu PK putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap baik di KUHAP maupun KUHPER.
Dalam Pasal 266 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa dalam hal MA berpendapat bahwa
permintaan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
- Putusan bebas
- Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
- Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
- Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Suatu ketentuan yang tercantum dalam ayat (3) Pasal 266 KUHAP  pidana yang dijatuhkan
dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam
putusan semula

Eksekusi
Dasar hukum: Pasal 270 – Pasal 276 KUHAP
Peraturan tersebut mengenai:
- Pelaksanaan putusan pengadilan oleh Jaksa

54
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Pelaksanaan pidana mati
- Pelaksanaan pidana berturut-turut, jika terpidana dijatuhkan pidana sejenis berturut-
turut
- Pelaksanaan pidana denda dalam jangka waktu satu bulan, kecuali putusan acara
pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi, pembayaran denda tersebut dapat
diperpanjang paling lama satu bulan dalam hal terdapat alasan kuat
- Pengaturan barang bukti yang dirampas untuk negara
- Pelaksanaan putusan ganti kerugian kepada pihak lain yang dirugikan
- Biaya perkara
- Pelaksanaan pidana bersyarat

Pelaksanaan Putusan Pengadilan oleh Jaksa


Jaksa yang tidak menjadi penuntut umum untuk sesuatu perkara boleh melaksanakan keputusan
pengadilan.
- Panitera membuat dan menandatangani surat keterangan bahwa putusan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
- Kemudian jaksa membuat surat perintah menjalankan putusan pengadilan yang dikirim
kepada lembaga pemasyarakatan

Pelaksanaan Pidana Mati


Pelaksanaan pidana mati dengan UU No. 73 Tahun 1958  dengan cara digantung, namun
sejak 1958, pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan cara ditembak mati, terhadap pelaku
peristiwa Cikini, termasuk terhadap Kartosuwirdjo dan Dr. Soumokil. Baru pada tahun 1964
dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 No. 38 tanggal 27 April 1964 dikeluarkan
peraturan tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di
lingkungan peradilan umum dan militer  ditembak mati. Jika tidak ditentukan lain oleh
Menteri Kehakiman, maka pidana mati dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum
pengadilan yang menjatuhkan putusan pada tingkat pertama. Penetapan Presiden tersebut
ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No. 5 Tahun 1969. Waktu dan tempat
pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Kepala Polisi Daerah tempat kedudukan pengadilan
yang bertanggungjawab untuk pelaksanaannya. Jaksa Tinggi / jaksa bertanggung jawab atas
pelaksanaannya.
Pasal 271 KUHAP: pidana mati tidak dilaksanakan di muka umum.

55
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Eksekusi hukuman mati tersebut tidak bisa langsung dieksekusi, melainkan harus menunggu
turunnya putusan PK dan grasi, walaupun terpidana tidak mengajukan, tetapi jaksa atas nama
terpidana akan mengajukan.
Menunuggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan dalam penjara atau di tempat lain yang
khusus ditunjuk oleh Jaksa Tinggi / Jaksa.
Tiga kali duapuluh empat jam sebelum saat pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa
tersebut memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana tersebut.
(Pasal 6 ayat 1)
Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima
oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.
Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat puluh
hari setelah anaknya dilahirkan.
Pembela terpidana, atas permintaannya sendiri atau atas permintaan terpidana, dapat
menghadiri pelaksanaan pidana mati. (Pasal 8).
Dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan
lain oleh Presiden.
Kepala Polisi Daerah membentuk suatu Regu Penembak dari Brigade Mobile yang terdiri dari
seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira. (Pasal 10 ayat 1)
Khusus untuk pelaksanaan tugasnya ini, Regu Penembak tidak mempergunakan senjata
organiknya. (Pasal 10 ayat 2)
Terpidana ditutup matanya.

Pelaksanaan Pidana Denda


Diatur dalam Pasal 273 ayat (1) KUHAP: “Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda,
kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali
dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.” Dalam ayat (2)
dinyatakan bahwa jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama satu bulan.

Pelaksanaan Pidana Perampasan Barang Bukti


Jaksa mengusahakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan
untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa 
dapat diperpanjang paling lama 3 bulan  Pasal 273 ayat (3) KUHAP.

56
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
Bisa juga dengan dirusakkan atau dimusnahkan sampai tidak bisa dipergunakan lagi.  Pasal
46 ayat (2) KUHAP.
Jaksa yang melaksanakannya dengan suatu berita acara perusakan atau pemusnahan

Pelaksanaan Pidana Ganti Kerugian


Dilaksanakan menurut tata cara putusan perdata, berarti melalui juru sita (Pasal 99 KUHAP)

HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT

Semula dicantumkan dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 33 ayat (2).


Di negara-negara lain pun lembaga ini masih baru, seperti Perancis yang mengenal Juge de
l’application des peines sejak tahun 1959 yang bertugas mengawasi pelaksanaan putusan
hakim sejak putusan yang dijatuhkan bahkan sampai sesudah narapidana meninggalkan
penjara. Lembaga ini dikenal juga di Portugal, Italia, Jerman Barat, dan Brasilia. Di Belanda
baru mulai dengan Executie Rechter (Hakim Pelaksana).
Hakim bisa lebih didekatkan dengan jaksa dan pejabat lembaga pemasyarakatan , dan hakim
dapat mengikuti perkembangan keadaan terpidana.
Pelaksanaan:
- Jaksa mengirim tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang
ditandatangani olehnya, kepada kepala lembaga pemasyarakatan, terpidana, dan kepala
pengadilan yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama (Pasal 278 KUHAP)
- Panitera mencatat pelaksanaan tersebut dalam register pengawasan dan pengamatan.
Register tersebut wajib dibuat, ditutup, dan ditandatangani oleh panitera setiap hari
kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim pengawas dan pengamat
(Pasal 279 KUHAP)
- Hakim Pengawas dan Pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian
bahwa putusan pengadilan dilaksanakan semestinya. Hakim tersebut mengadakan
penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, serta pengaruh timbal
balik antara perilaku narapidana dan pembinaan narapidana oleh lembaga
pemasyarakatan. Pengamatan tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani
pidananya. Pengawasan dan pengamatan berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat
(Pasal 280 KUHAP)

57
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif
Disusun oleh Dominique Virgil – Binsar Daniel Panjaitan –
Gessica Freshana – Priska Putri Andini – Nina Aliya
© FH UI 2015
- Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga pemasyarakatan
menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku
narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut (Pasal 281 KUHAP)
- Hakim dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara
pembinaan narapidana tertentu. Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh
hakim pengawas dan pengamat kepada ketua pengadilan secara berkala (Pasal 282 dan
283 KUHAP)

58
Disclaimer: Silakan baca buku HAPID agar pemahaman Anda
lebih komprehensif

Anda mungkin juga menyukai