STASE CARDIOPULMONAL
RSUP SANGLAH DENPASAR
Oleh :
PUTU MULYA KHARISMAWAN
(1902631024)
A. DEFINISI ASMA
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi dapat menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala mengi serta batuk
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam hari atau dini hari (nokturnal), musiman. Adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarga.
Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan batasan yang praktis dalam bentuk
batasan operasional yaitu mengi berulang terkadang disertai batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari atau dini
hari (nokturnal), musiman, faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain
pada pasien atau keluarganya (PDPI, 2003).
B. PATOFISIOLOGI ASMA
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi,
hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas
yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi
alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan
(metabisulfit), udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006). Patologi asma berat adalah
bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar mukosa, hipersekresi
mucus, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan
deskuamasi. (Sundaru, 2006). Inflamasi saluran napas ditemukan pada pasien asma
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi adalah terdapat obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara sehingga dapat kembali secara spontan atau setelah
pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma yaitu
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
batuk, sesak dan wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi
merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan. (Sundaru, 2006).
C. EPIDEMIOLOGI ASMA
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai gejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul
sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami
asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang
musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di
sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006). Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7%
pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%,
penelitian di Manado, Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka
berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan
pada siswa SLTP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain: Palembang, dimana prevalensi
asma sebesar 7,4%; Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan Bandung prevalensi asma
sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan
bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak
terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia
terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang
dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak (Sundaru,
2006).
D. ETIOLOGI ASMA
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu. Aktivitas
bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung
sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferen, yang pada ujung cabang eferen
merangsang kontraksi otot polos bronkus (Sundaru, 2006). Neurotransmisi peptida intestinal
vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif
merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas
(Sundaru, 2006). Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah
pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe.
Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen
yang terlibat. Pada penderita lainnya dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti
keterlibatan IgE dimana uji kulit negatif dan kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah yang
paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul
lambat), disebut dengan asma intrinsik (Sundaru, 2006).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan
kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada
beberapa anak saat pubertas, hal ini dikaitkan dengan hormonal. Selain itu faktor psikologis
emosi dapat memicu gejala-gejala asma pada beberapa anak dan dewasa yang menderita
penyakit asma, tetapi emosional atau sifat dan perilaku dijumpai pada anak asma lebih sering
dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya dikaitkan dengan psikologis yang labil pada
anak (Sundaru, 2006).
ASSESSMENT
I. Identitas Pasien
a. Nama : A.A.R.K
b. Umur : 37 tahun
c. Alamat : Ketewel
d. J. Kelamin : Perempuan
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
b.
Pasien mengeluhkan sesak setelah terpapar debu kayu di rumahnya dan
langsung dibawa ke rumah sakit. Sebelumnya pasien juga pernah
mengalami hal yang sama setelah terpapar debu. Saat ini gejala sesak sudah
mulai berkurang.
c.
Asma dan alergi debu
d.
Disangkal
e.
Pasien berobat menggunakan BPJS
b. Pemeriksaan Per-Kompetensi
Pemeriksaan Fisik
Selasa, 25/2/2020
Inspeksi statis:
- Kesadaran baik
- Posisi tidur terlentang dengan elevasi 300
Inspeksi dinamis:
- Pasien terlihat mampu menggerakkan aktif tangan dan kakinya.
Palpasi:
- Tidak ada deviasi pada trakea
- Ekspansi thoraks simetris
- Peningkatan tonus pada otot-otot aksesoris pernafasan
- Chest pain (-)
Auskultasi
- Wheezing (+)
Perkusi
- Resonansi normal
Pengukuran
Pengukuran Alat Hasil
Ukur
Pengukuran Midline Segmen Inspirasi Ekspirasi Selisih
Sangkar Axilla 81 80 1
Thoraks Nipple 83 81,5 1,5
Proc. 79 78 1
Xiphoid
eus
Tingkat Borg Nilai: 2 (sesak ringan)
kelelahan Scale
terhadap latihan
Alur Pemeriksaan
Pasien mengeluh sesak nafas
H0 : Asma
Inspeksi statis:
- Kesadaran baik
Vital Sign - Posisi tidur terlentang dengan elevasi 300
HR: 82 x/mnt Inspeksi dinamis:
BP: 110/80 mmHg - Pasien terlihat mampu menggerakkan aktif tangan dan
SPO2: 99% kakinya.
RR: 21 x/mnt Palpasi:
- Tidak ada deviasi pada trakea
- Ekspansi thoraks simetris
Inspeksi statis, dinamis
Pemeriksaan fisik - Peningkatan tonus pada otot-otot aksesoris pernafasan
dan palpasi
- Chest pain (-)
Auskultasi
- Wheezing (+)
Perkusi
- Resonansi normal
Diagnosis FT Adanya gangguan fungsional dan mobilitas oleh karena sesak e.c. Asma
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
DIAGNOSIS
ICFCoding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)
Body structure :
II. Limitation
Activity s43010 bronchial tree
s43038 muscle of respiration, other specified
Body
function :
d630 preparing meals
b4401 respiratory
d640 Doing rhythm
housework
b4452 functions of accessory respiratory muscle
b. Environmental Factor
Fasilitator:
e310+3 Immediate family.
e5800+2 Health services.
Barrier:
E150.3 Design, construction and building products and technology of
building for public use.
Diagnosis Fisioterapi
Adanya gangguan fungsional dan mobilitas oleh karena sesak e.c. Asma
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
PROGNOSIS
I. Quo ad vitam
Bonam
Bonam
Bonam
PLANNING
I. Jangka Pendek
II. Jangka Panjang
- Mengurangi keluhan sesak saat
- Meningkatkan ekspansi thoraks
- Pasien mampu melakukan
Meningkatkan daya tahan ADL dan pekerjaan sehari-hari
CLINICAL REASON
Obstruksi
jalan nafas
INTERVENSI
I. Tabel Intervensi
No Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Evidence Based
1 Breathing Pasien diminta untuk mengontrol 3 set dalam 20 Jie LW., et. al. 2019.
Control nafasnya dengan volume biasa. menit A Comparative
Study Between
Breathing Control
and Pursed Lip
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
Breathing Among
Bronchial Asthma
Patients.
International journal
of advanced science
dan technology
2 Pursed Lip Pasien diminta menarik nafas biasa 3 set dalam 20 Jie LW., et. al. 2019.
Breathing lalu menghembuskan maksimal menit A Comparative
Exercise melalui mulut Study Between
Breathing Control
And Pursed Lip
Breathing Among
Bronchial Asthma
Patients.
International journal
of advanced science
dan technology
3 Aerobic Pasien diminta menggerakkan Intensitas Dogra, et.al. 2011.
exercise seluruh ekstremitasnya dengan rendah – Exercise is associated
aktif sambil melakukan kontrol sedang dari
with improved asthma
pernafasan nadi maksimal
control in adults.
Latihan mobilitas di sekitar bed European Respiratory
sambil kontrol pernafasan Journal.
1. Edukasi
Menjaga asupan nutrisi yang cukup dan istirahat yang cukup
Menghindari zat alergan penyebab asma dan gunakan masker saat beraktivitas diluar
rumah
2. Home Program
1. Vital
LatihanSign
pernafasan dan aerobik setiap hari untuk meningkatkan ekspansi thoraks dan
a.
mencegah BPpenurunan
: 110/80 mmHg
fungsi paru.
b. HR : 88 x/menit
c. RR : 21x/menit
d. SpO2 : 99%
2. Ekspansi Thoraks
EVALUASI
Segmen Inspirasi Ekspirasi Selisih
Axilla 81 79 2
Nipple 83 81 2
Proc. 79 77 2
Xiphoideus
DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. ASMA Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Dogra, et.al. 2011. Exercise is associated with improved asthma control in adults. European
Respiratory Journal.
Chest Fisioterapi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
A Comparative Study Between Breathing Control And Pursed Lip Breathing Among
Bronchial Asthma Patients. International journal of advanced science dan technology
Sundaru, Heru, 2006. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
GINA ( Global Initiative for Asthma ). 2006. Levels of Astma Control. Online
(http://www.ginasthma.org/)