Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STASE CARDIOPULMONAL
RSUP SANGLAH DENPASAR

“PENATALAKSANAAN PADA KASUS ASMA”

Oleh :
PUTU MULYA KHARISMAWAN
(1902631024)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

A. DEFINISI ASMA
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi dapat menyebabkan mengi
berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala mengi serta batuk
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam hari atau dini hari (nokturnal), musiman. Adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarga.
Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan batasan yang praktis dalam bentuk
batasan operasional yaitu mengi berulang terkadang disertai batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari atau dini
hari (nokturnal), musiman, faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain
pada pasien atau keluarganya (PDPI, 2003).

B. PATOFISIOLOGI ASMA
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi,
hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas
yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi
alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak),
protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan
(metabisulfit), udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006). Patologi asma berat adalah
bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar mukosa, hipersekresi
mucus, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan
deskuamasi. (Sundaru, 2006). Inflamasi saluran napas ditemukan pada pasien asma
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi adalah terdapat obstruksi saluran napas
menyebabkan hambatan aliran udara sehingga dapat kembali secara spontan atau setelah
pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma yaitu
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

batuk, sesak dan wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi
merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan. (Sundaru, 2006).

C. EPIDEMIOLOGI ASMA
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai gejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul
sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami
asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang
musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di
sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006). Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7%
pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%,
penelitian di Manado, Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka
berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan
pada siswa SLTP di beberapa tempat di Indonesia, antara lain: Palembang, dimana prevalensi
asma sebesar 7,4%; Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan Bandung prevalensi asma
sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan
bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak
terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia
terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang
dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak (Sundaru,
2006).

D. ETIOLOGI ASMA
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu. Aktivitas
bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung
sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferen, yang pada ujung cabang eferen
merangsang kontraksi otot polos bronkus (Sundaru, 2006). Neurotransmisi peptida intestinal
vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif
merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas
(Sundaru, 2006). Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah
pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe.
Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen
yang terlibat. Pada penderita lainnya dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti
keterlibatan IgE dimana uji kulit negatif dan kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah yang
paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul
lambat), disebut dengan asma intrinsik (Sundaru, 2006).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan
kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada
beberapa anak saat pubertas, hal ini dikaitkan dengan hormonal. Selain itu faktor psikologis
emosi dapat memicu gejala-gejala asma pada beberapa anak dan dewasa yang menderita
penyakit asma, tetapi emosional atau sifat dan perilaku dijumpai pada anak asma lebih sering
dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya dikaitkan dengan psikologis yang labil pada
anak (Sundaru, 2006).

E. KLASIFIKASI DAN DERAJAT ASMA


Berdasarkan faktor penyebabnya asma dibagi menjadi: (Sundaru, 2006)
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap alergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Pembagian derajat asma dibuat oleh Phelan dkk (dikutip dari Konsensus Pediatri
International III tahun 1998) terbagii 3, yaitu :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

1. Asma episodik jarang


Merupakan 75% populasi pada anak. Ditandai oleh adanya episode <1x setiap 4-6
minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala di antara episode
serangan, dan fungsi paru normal diantara serangan. Terapi profilaksis tidak
dibutuhkan.
2. Asma episodik sering
Merupakan 20% dari populasi asma pada anak. Ditandai dengan frekuensi serang
yang lebih sering dan timbul mengi saat aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan
pemberian agonis β-2. Gejala kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru di antara
serangan hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.
3. Asma persisten
Terjadi pada sekitar 5% dari populasi. Ditandai dengan seringnya terjadinya serangan,
mengi timbul saat aktivitas ringan, sangat dibutuhkan agonis β-2 pada interval gejala.
Gejala timbul lebih dari 3x/minggu. Terapi profilaksis sangat dibutuhkan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma berdasarkan beratnya
penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang)
 Gejala kurang dari seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari sekali seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

 Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu


 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%

F. FAKTOR RESIKO ASMA


Beberapa faktor resiko timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain:
riwayat keluarga, tingkat sosial ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi
tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok. Secara
umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor resiko yang
berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor resiko yang
berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor
atau faktor pencetus (GINA,2006). Adapun faktor resiko pencetus asma bronkial antara lain:
asap rokok, tungau debu rumah, jenis kelamin, binatang piaraan, jenis makanan, perabot
rumah tangga, perubahan cuaca, riwayat penyakit keluarga.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

ASSESSMENT
I. Identitas Pasien
a. Nama : A.A.R.K
b. Umur : 37 tahun
c. Alamat : Ketewel
d. J. Kelamin : Perempuan
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. Pemeriksaan Subjektif


a. Keluhan Utama (KU)

Pasien mengeluh sesak setelah terpapar debu kayu di rumahnya.

b.
Pasien mengeluhkan sesak setelah terpapar debu kayu di rumahnya dan
langsung dibawa ke rumah sakit. Sebelumnya pasien juga pernah
mengalami hal yang sama setelah terpapar debu. Saat ini gejala sesak sudah
mulai berkurang.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

c.
Asma dan alergi debu

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) & Penyakit Penyerta

d.
Disangkal

Riwayat Kesehatan Keluarga


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

e.
Pasien berobat menggunakan BPJS

Riwayat Sosial Ekonomi


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

III. Pemeriksaan Objektif


a. Vital Sign
Tanggal HR RR SpO2 BP Kesadaran
x/menit x/menit (%) mmHg
Selasa, 95 23 99 110/80 Composmentis
5/3/2020

b. Pemeriksaan Per-Kompetensi
Pemeriksaan Fisik
Selasa, 25/2/2020
Inspeksi statis:
- Kesadaran baik
- Posisi tidur terlentang dengan elevasi 300
Inspeksi dinamis:
- Pasien terlihat mampu menggerakkan aktif tangan dan kakinya.
Palpasi:
- Tidak ada deviasi pada trakea
- Ekspansi thoraks simetris
- Peningkatan tonus pada otot-otot aksesoris pernafasan
- Chest pain (-)
Auskultasi
- Wheezing (+)

Perkusi
- Resonansi normal

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Aktif  Pasien mampu menggerakkan seluruh ekstremitas tanpa


adanya keterbatasan gerak sendi dan tidak ada nyeri
Pasif  Gerak ekstremitas full rom dengan endfeel yang fisiologis
tanpa adanya nyeri
Isometrik  Tidak dilakukan dengan pertimbangan pasien masih
mengalami sedikit sesak.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

Pengukuran
Pengukuran Alat Hasil
Ukur
Pengukuran Midline Segmen Inspirasi Ekspirasi Selisih
Sangkar Axilla 81 80 1
Thoraks Nipple 83 81,5 1,5
Proc. 79 78 1
Xiphoid
eus
Tingkat Borg Nilai: 2 (sesak ringan)
kelelahan Scale
terhadap latihan

IV. Pemeriksaan Penunjang


Jenis Pemeriksaan Kesan Keterangan
Spirometri Untuk melihat kemampuan fungsional paru -
(disarankan)
X-ray chest Untuk melihat imaging sangkar thoraks, untuk -
(disarankan) penegakan diagnosis
Laboratorium (cek Jika terdapat dahak, untuk melihat kualitas dahak -
sputum) yang berkaitan dengan adanya infeksi atua tidak.
(disarankan)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

Alur Pemeriksaan
Pasien mengeluh sesak nafas
H0 : Asma

Pasien mengeluhkan sesak setelah terpapar debu kayu di rumahnya dan


langsung dibawa ke rumah sakit. Sebelumnya pasien juga pernah
Anamnesis mengalami hal yang sama setelah terpapar debu. Saat ini gejala sesak sudah
mulai berkurang

Inspeksi statis:
- Kesadaran baik
Vital Sign - Posisi tidur terlentang dengan elevasi 300
 HR: 82 x/mnt Inspeksi dinamis:
 BP: 110/80 mmHg - Pasien terlihat mampu menggerakkan aktif tangan dan
 SPO2: 99% kakinya.
 RR: 21 x/mnt Palpasi:
- Tidak ada deviasi pada trakea
- Ekspansi thoraks simetris
Inspeksi statis, dinamis
Pemeriksaan fisik - Peningkatan tonus pada otot-otot aksesoris pernafasan
dan palpasi
- Chest pain (-)
Auskultasi
- Wheezing (+)

Perkusi
- Resonansi normal

Pemeriksaan Fungsi Aktif, Pasif, Isometrik Aktif:


Gerak Dasar - Pasien mampu menggerakkan seluruh ekstremitas tanpa adanya
keterbatasan gerak sendi dan tidak ada nyeri
Pasif:
- Gerak ekstremitas full rom dengan endfeel yang fisiologis tanpa
adanya nyeri
Isometrik:
- Tidak dilakukan dengan pertimbangna pasien masih mengalami
sedikit sesak.

Pengukuran dan Pengukuran: Pengukuran sangkar thoraks dan tingkat kelelahan


pemeriksaan penunjang Penunjang: X-ray, Spirometri, Laboratorium (Cek Sputum) >> Disarankan

Diagnosis FT Adanya gangguan fungsional dan mobilitas oleh karena sesak e.c. Asma
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

DIAGNOSIS
ICFCoding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)

Body structure :
II.  Limitation
Activity s43010 bronchial tree
 s43038 muscle of respiration, other specified
Body
 function :
d630 preparing meals
 b4401 respiratory
d640 Doing rhythm
housework
 b4452 functions of accessory respiratory muscle

III. Participation of Restriction

 d910.3 Community life


 d920.3 Recreation and leisure

IV. Contextual Factor


a. Personal Factor

Pasien memiliki keinginan sembuh

b. Environmental Factor

Fasilitator:
e310+3 Immediate family.
e5800+2 Health services.

Barrier:
E150.3 Design, construction and building products and technology of
building for public use.

Diagnosis Fisioterapi
Adanya gangguan fungsional dan mobilitas oleh karena sesak e.c. Asma
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

PROGNOSIS
I. Quo ad vitam
Bonam

II. Quo ad sanam


Bonam
III. Quo ad fungsionam

Bonam

IV. Quo ad cosmeticam

Bonam

PLANNING
I. Jangka Pendek
II. Jangka Panjang
- Mengurangi keluhan sesak saat
- Meningkatkan ekspansi thoraks
- Pasien mampu melakukan
Meningkatkan daya tahan ADL dan pekerjaan sehari-hari

CLINICAL REASON

Contextual Factor ASMA Functional Impairment

Internal Factor Eksternal Factor Anatomy Impairment Activity Participation


Limitation Restriction
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

Usia Immediate family Aktivitas rumah rekreasi


Hiperaktif airway tangga
Kehidupan sosial
Kognitif, Health service
interpersonal,
Kontraksi dan
intrapersonal
hipertrofi otot
smooth pada
Design products
bronkus
& building

Obstruksi
jalan nafas

Penurunan daya tahan Gangguan ventilasi CO2 terjebak di Penurunan


(sesak nafas) dalam paru-paru ekspansi thoraks

Aerobic Breathing Pursed Lip


Exercise Control Breathing
Exercise

INTERVENSI
I. Tabel Intervensi
No Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Evidence Based
1 Breathing Pasien diminta untuk mengontrol 3 set dalam 20 Jie LW., et. al. 2019.
Control nafasnya dengan volume biasa. menit A Comparative
Study Between
Breathing Control
and Pursed Lip
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

Breathing Among
Bronchial Asthma
Patients.
International journal
of advanced science
dan technology
2 Pursed Lip Pasien diminta menarik nafas biasa 3 set dalam 20 Jie LW., et. al. 2019.
Breathing lalu menghembuskan maksimal menit A Comparative
Exercise melalui mulut Study Between
Breathing Control
And Pursed Lip
Breathing Among
Bronchial Asthma
Patients.
International journal
of advanced science
dan technology
3 Aerobic  Pasien diminta menggerakkan Intensitas Dogra, et.al. 2011.
exercise seluruh ekstremitasnya dengan rendah – Exercise is associated
aktif sambil melakukan kontrol sedang dari
with improved asthma
pernafasan nadi maksimal
control in adults.
 Latihan mobilitas di sekitar bed European Respiratory
sambil kontrol pernafasan Journal.

II. Home Program

Edukasi dan Home Program

1. Edukasi
Menjaga asupan nutrisi yang cukup dan istirahat yang cukup
Menghindari zat alergan penyebab asma dan gunakan masker saat beraktivitas diluar
rumah
2. Home Program
1. Vital
LatihanSign
pernafasan dan aerobik setiap hari untuk meningkatkan ekspansi thoraks dan
a.
mencegah BPpenurunan
: 110/80 mmHg
fungsi paru.
b. HR : 88 x/menit
c. RR : 21x/menit
d. SpO2 : 99%
2. Ekspansi Thoraks
EVALUASI
Segmen Inspirasi Ekspirasi Selisih
Axilla 81 79 2
Nipple 83 81 2
Proc. 79 77 2
Xiphoideus

3. Borg Scale: skor 1 (sesak sangat ringan)


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. ASMA Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Dogra, et.al. 2011. Exercise is associated with improved asthma control in adults. European
Respiratory Journal.

Chest Fisioterapi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id

A Comparative Study Between Breathing Control And Pursed Lip Breathing Among
Bronchial Asthma Patients. International journal of advanced science dan technology
Sundaru, Heru, 2006. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
GINA ( Global Initiative for Asthma ). 2006. Levels of Astma Control. Online
(http://www.ginasthma.org/)

Anda mungkin juga menyukai