Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DISLOKASI

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 3

Dosen Pembimbing :
Oleh
KELOMPOK 4
Kelas A/C
Ismiyati R.Ismail (A) 841419037
Sabriah Dwi Anhari(A) 841419048
Tarissa mangendre (A) 841419039
Wisnawati pilo (A) 841419026
Nurfadlah Usman (A) 841418035
Sri Rintan (C) 841419108

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
T/A 2021
BAB 1
KONSEP MEDIS
A. Defisini
Dislokasi adalah cedera pada sendi di mana ujung dari tulang pada sendi tersebut
lepas dari posisi normalnya. Sering terjadi pada bahu dan jari, lokasi lain meliputi siku,
lutut maupun pinggul. Dislokasi pada sendi besar erat kaitannya dengan adanya cedera
pada jaringan saraf dan pembuluh darah di sekitarnya. Dislokasi sendi yang paling sering
terjadi adalah pada bahu di mana 95% merupakan dislokasi sendi bahu anterior
(Hidayati,Arif Nurul 2014)

Dislokasi adalah kondisi ketika tulang keluar atau bergeser dari posisi normalnya
pada sendi. Semua persendian yang ada di tubuh dapat mengalami dislokasi, terutama
saat terjadi benturan akibat kecelakan berkendara atau terjatuh ketika berolahraga.
Dislokasi paling sering terjadi pada bahu dan jari tangan, walau sebenarnya dislokasi
dapat terjadi di semua sendi, termasuk lutut, siku, rahang, dan panggul (Faisal,2019)

B. Etiologi

Dislokasi Sendi dapat Di sebabkan Oleh :

1. Cedera Olahraga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma Yang Tidak Berhubungan dengan Olahraga

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi

3. Terjatuh

a) Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

b) Faktor predisposisi(pengaturan posisi)

c) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.


d) Trauma akibat kecelakaan.

e) Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang

Terjadi infeksi disekitar sendi (Fauzia,Rohmatul 2020)

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri
2. perubahan kontur sendi
3. perubahan panjang ekstremitas
4. kehilangan mobilitas normal
5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. deformitas (Islamiyah et al., 2021)

D. Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas
sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari
patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3
hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari
dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan exercise
sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga
menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat
merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal. Keadaan tersebut dikatakan
sebagai dislokasi. Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian
dalam melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan
sabuk pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen.
Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan
sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah
dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi(Pujiriyani et al., 2018).
E. Klasifikasi

1. Klasifikasi Dislokasi Berdasarkan Penyebabnya :


a) Dislokasi Congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling
sering terlihat pada pinggul.
b) Dislokasi Spontan atau Patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
c) Dislokasi Traumatic Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak
dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa (Suriya,Melti 2019)
2. Klasifikasi Dislokasi Berdarkan Tipe Klinik :
a) Dislokasi akut dapat dikaitkan dengan sejumlah etiologi, seperti pembukaan
mulut yang berkepanjangan selama prosedur pemeriksaan gigi, menguap dan
bernyanyi. Ada juga laporan dislokasi akut sekunder kejang epilepsi, trauma
wajah akut, dan laringoskopi langsung. Dislokasi akut biasanya merupakan
peristiwa yang terisolasi, yang, jika dikelola dengan tepat, biasanya
tidak memiliki gejala sisa jangka panjang. Dislokasi akut dapat
mempengaruhi seseorang untuk berkembang ke spektrum dislokasi
kronis.Dislokasi akut adalah kondisi klinis yang sangat menyakitkan, tetapi
mudah dikelola. Metode konservatif dalam penatalaksanaannya meliputi
pereda nyeri simtomatik dengan analgesik dan reduksi manual
b) Dislokasi kronis merupakan dislokasi akut yang tidak sembuh sendiri dan
berkembang tanpa pengobatan.Seringkali, dislokasi akut sembuh sendiri, tanpa
sekuele jangka panjang yang merugikan atau masalah berulang. Dengan
mengingat hal itu, dislokasi akut dapat menyebabkan kecenderungan terhadap
dislokasi kronis, atau dislokasi kronis berulang. Terlepas dari subtipe,
dislokasi kronis dapat dikelola melalui modalitas perawatan bedah atau non-
bedah
c) Dislokasi kronis berulang, yaitu di mana individu mengalami beberapa
dislokasi berulang karena aktivitas sehari-hari. Dislokasi kronis berulang
dapat menciptakan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari pasien,
dan dapat menjadi sangat menyulitkan secara fisik maupun emosional Pada
dislokasi kronis berulang dapat dilakukan metode konservatif meliputi
penggunaan berbagai zat sclerosing (Skleroterapi) seperti alkohol, natrium
tetradecyl sulfate, natrium psylliate, natrium morrhuate, dan plasma kaya platelet
yang telah disuntikkan ke ruang sendi. (Botilangi,Elri Fliria.2020)

F. Prognosis

Sebuah tinjauan sistematik melaporkan bahwa risiko rekurensi dislokasi bahu


setelah dislokasi bahu anterior primer adalah sebesar 21%. Jenis kelamin laki-laki dan
usia yang lebih muda berkaitan dengan risiko rekurensi yang lebih tinggi. Sedangkan
fraktur tuberositas mayor berkaitan dengan penurunan risiko rekurensi.

Dislokasi bahu yang terjadi pada usia muda akan meningkatkan kemungkinan
redislokasi, kebanyakan redislokasi terjadi 2 tahun pasca dislokasi bahu pertama. Bila dislokasi
bahu pertama terjadi pada usia belasan, rekurensi diperkirakan mencapai 90%, dan hanya 10-
15% bila terjadi pada pasien berusia ≥40 tahun. Redislokasi juga dipengaruhi jenis kelamin. Pria
lebih sering mengalami redislokasi (46,84%) dibandingkan wanita (27,22%). (Sugandi
Hartanto, 2019)

G. Pemeriksaan penunjang

1) Sinar-X (Rontgen)

Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk


membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
2) CT Scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan


komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran
secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi
tidak berada pada tempatnya.

3) MRI

MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan


frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti
halnya CTScan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi. (Andi Pranata, 2017)

H. Pencegahan

a) Cedera Akibat Olahraga


 Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari
 Latihan atau exercise
 Conditioning
b) Trauma Kecelakaan
 Kurangi kecepatan
 Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman
 Patuhi peraturan lalu lintas

(Suddarth’s, 2018)

I. penatalaksanaan

MEDIS

1) Farmakologi

a) Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik


 Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis:
sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
 Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,
kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri
setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg
tiap 6 jam.
2) Pembedahan
a) Operasi ortopedi Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut
dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi
Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini
jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
 Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan
tulang yang patah.
 Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam.
 Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
 Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
 Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau sintetis.
 Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendidengan logam atau sintetis.
NON MEDIS
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
2) RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
(Sugandi Hartanto, 2019)

J. Komplikasi

1) Komplikasi Dini

 Cedera Saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
 Cedera Pembuluh Darah : Arteri aksilla dapat rusak.
 Fraktur Dislokasi

2) Komplikasi Lanjut

 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan


sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot

(Andi Pranata, 2017)


DAFTAR PUSTAKA

Botilangi,dkk. 2020.Processing of temporomandibular joint dislocation cases atigd rsud undata


palu in 2017-2018. Jurnal Medical Profession Program of Medicine.vol 2 No 2
Faisal, et al. (2019). Monitoring Methods of Human Body Joints: State-of-the-Art and Research
Challenges. Sensors (Basel), 19(11), pp. 2629.

Hidayati,dkk.2019.Gawat Darurat medis dan bedah. Airlangga university press: Surabaya

Islamiyah, W. R., Fatimah, E., & Kusumastuti, K. (2021). Nocturnal Epilepsy dan Dislokasi
Sendi Bahu Anterior Bilateral Berulang. 1, 92–94.
Pujiriyani, D. W., Soetarto, E., Santosa, D. A., & Agusta, I. (2018). Deagrarianization and
Livelihood Dislocation of Peasant Community in Rural Java. Sodality: Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 6(2). https://doi.org/10.22500/sodality.v6i2.23235
Suriya,Melti dan Zuriati.2019. Buku ajar asuhan keperawatan medikal bedah gangguan pada
sistem muskuloskeletal aplikasi nanda nic & noc. Pustaka Galeri Mandiri. Sumatera Barat
Sugandi Hartanto, Nana Supriana Buku ajar keperawatan medikal bedah III Departemen
Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Keperawatan Universitas
Indonesia, Jakarta
Brunner, Suddarth’s. 2018. Jurnal Keperawatan sendi Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.
Prabowo, Eko & Eka, Andi Pranata. 2017. jurnal Buku Ajar Asuhan Keperawatan penyakit
dislokasi. Nuha Medika. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai