Anda di halaman 1dari 26

Rhinitis Alergi

Disusun Oleh
Rahayu Novianti (1920221132)
Pisi Nopita Wigati (1920221106)
Bimo Andi Pradopo (2010221096)
Ida Bagus Eka Narendra (1102016087)
Meylita Diaz Stovana (1102016119)
Widya Rizky Nurulhadi (1102013302)

Pembimbing
dr. Budhy Parmono, Sp. THT - KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN THT – KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
PERIODE 08 NOVEMBER – 27 NOVEMBER 2021
01
Anatomi
Hidung
● Arteri yang memperdarahi hidung luar
berasal dari cabang fasialis (A. Maksilaris
Eksterna), memperdarahi daerah hidung
dan septum nasi bagian bawah.
● A. Nasalis Dorsalis (cabang A. Optalmika)
beranastomosis dengan cabang nasalis A.
Fasialis, memberi cabang untuk sakus
lakrimalis.
● Cabang kecil dari A. Nasalis Eksterna (dari
A. Etmoidalis Anterior) memperdarahi
kulit sepanjang dorsum nasi sampai ke
apeks.
● Sedangkan pembuluh balik dialirkan
melalui V. Fasialis Anterior dan V.
Optalmika.
FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi hidung diantaranya adalah :

1. Sebagai alat penciuman (olfactory organ)


■ Serabut saraf penciuman (N. olfaktorius) yang keluar dari area olfaktorius, kemudian berjalan
menuju lamina kribriformis os. Ethmoidalis dan masuk ke bulbus olfaktorius. Ujung saraf
olfaktorius membentuk sinaps dengan glomerulus olfaktorius yang dihubungkan dengan “tuffed
cell”.
■ Dari bulbus olfaktorius selanjutnya berjalan sepasang traktus olfaktorius dan stria olfaktorius
lateralis menuju pusat penciuman di otak, dimana akan berakhir di “frontal cortex” dan nukleus
amigdala. Akson dari tuffed cells berjalan melalui komisura anterior menuju bulbus olfaktorius
yang kontralateral dan juga ke hipothalamus.
3. Respirasi
Hidung sebagai organ yang mempersiapkan udara pernapasan
2. Sebagai alat pernapasan (respiratory organ)
mempunyai 3 fungsi, yaitu
● Perjalanan udara setelah masuk ke dalam rongga
● Humidifikasi.
hidung secara vertikal, mencapai nasal vault. Aliran
● Pertukaran panas.
udara kemudian sampai posterior nasofaring, kemudian
● Filtrasi (proteksi dan pembersih).
masuk kedalam faring.
● Sebagian aliran udara mencapai area olfaktorius,
4. Resonansi suara
menghirup udara (sniffing) kemungkinan merupakan
● Suara yang ditimbulkan seseorang dalam keadaan sehat
mekanisme untuk meninggikan hantaran udara ke area
akan berbeda dalam keadaan waktu menderita influenza,
olfaktorius.
dimana mukosa hidung pada saat ini sedang mengalami
● Terjadi peningkatan resistensi bronchial bila membran
edema.
mukosa hidung dan nasofaring terangsang misalnya
● Frekuensi suara tinggi yang menimbulkan suara
oleh debu silika.
konsonan dibantu juga oleh faring, lidah dan gigi.
● Hidung menambah kualitas suara dengan cara
membiarkan sebagian udara keluar.
02
Rhinitis
Alergi
DEFINISI

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang
sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik tersebut

Menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) WHO 2008,
Rinitis Alergi adalah kelainan pada hidung setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE dan memiliki gejala bersin-bersin,
hidung tersumbat serta gatal, dan rinore.

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin - bersin, rinore, rasa gatal, dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh
IgE (WHO)
ETIOLOGI

● Interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik


● Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :
1. Allergen Inhalation, yang masuk bersama dengan
udara pernapasan
2. Allergen Ingestion, yang masuk ke saluran cerna
3. Allergen Injection, yang masuk melalui suntikan
atau tusukan
4. Allergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak
dengan kulit atau jaringan mukosa
EPIDEMIOLOGI
● Prevalensi AR bervariasi antara 0,8 hingga 14,9% pada usia 6-7 tahun dan 1,4 hingga 39,7%
pada usia 13-14 tahun di seluruh dunia (ISAAC)
● Secara umum RA sering terjadi pada 10-30% orang dewasa dan hampir 40% pada
anak-anak.
● Pada masa kanak-kanak, rinitis alergi lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan, tetapi pada masa dewasa, prevalensinya sama antara pria dan wanita.
● usia rata-rata onset 8-11 tahun, tetapi rinitis alergi dapat terjadi pada orang-orang dari segala
usia. Dalam 80% kasus, rinitis alergi berkembang pada usia 20 tahun.

Allergic Rhinitis. Jean, T. 2021 https://emedicine.medscape.com/article/134825-overview#a6


Epidemiology of allergic rhinitis and associated risk factors in Asia. Chong and Chew. World Allergy Organization Journal (2018) 11:17
https://doi.org/10.1186/s40413-018-0198-z
FAKTOR RESIKO
● Penyakit Atopi Lain (Asma dan Eksim)
● Riwayat Atopi dalam keluarga
● Polus udara (pajanan asap kendaraan)
● Merokok/ pajanan asap rokok
● Memelihara kucing atau anjing
● Faktor Lingkungan

Risk factors of allergic rhinitis: genetic or environmental?. De-Yun Wang. Therapeutics and Clinical Risk Management
2005:1(2) 115–123
MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi menurut Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA)
2019, karakterisik berdasar gejala
PATOGENESIS
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
PX Fisik
- Gejala klinis : allergic shiners,
alergic salute
- Onset - Rinoskopi : konka inferior
- Riwayat penyakit atopik mengalami pembengkakan
(edema), membesar ( hipertrofi)
dan pucat ( livid)

PX Penunjang

1. In vivo → skin prick test


2. In vitro → serologi hidung,
hitung eusinofil darah tepi,
pemeriksaan IgE total dan
spesifik
- Iv CFS, Montejo JM. Allergic rhinitis in children and adolescents. Pediatr Clin
North Am 2019;66(5):981-93.
- Nevis IF, Binkley K, Kabali C. Diagnostic accuracy of skin-prick testing for
allergic rhinitis: a systematic review and metaanalysis.Allergy Asthma Clin
Immunol 2016;12:20.
TATALAKSANA
Tujuan dari penatalaksanaan rinitis alergi adalah meningkatkan kualitas hidup
penderita diantaranya tidak ada gangguan tidur, dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa ada hambatan baik saat di sekolah, bekerja, olahraga maupun saat
bersantai, tidak ada gejala yang mengganggu dan efek samping dari obat yang
diberikan tidak ada atau minimal.

Tujuan terapi
MEDIKAMENTOSA
ANTI HISTAMIN DEKONGESTAN

● Lini 1 pengobatan alergi ● Dekongestan bekerja pada reseptor adrenergik α1


● Inhibisi kompetitif dengan histamin pada reseptor H1 yang dan α2 yang memiliki efek vasokonstriksi. Efeknya
muncul setelah 5-10 menit pada penggunaan
terdapat di ujung saraf dan epitel mukosa, sehingga
intranasal dan 30 menit pada penggunaan oral.
efektif menurunkan gejala rinore dan bersin oleh ● Dekongestan digunakan pada rinitis alergi dengan
pelepasan histamin dengan reseptornya keluhan sumbatan hidung yang menonjol.
● Efek samping yang bisa timbul diantaranya insomnia,
● Antihistamin generasi I → elektivitas terhadap reseptor
cemas, tremor, palpitasi dan peningkatan tekanan
H1 yang relatif rendah serta diketahui dapat menembus darah.
blood-brain barrier (BBB) sehingga penggunaannya ● Penggunaan dekongestan intranasal jangka panjang
dapat menimbulkan toleransi dan fase dilatasi
berdampak pada timbulnya kejadian efek samping seperti
berulang setelah vasokonstriksi atau disebut juga
sedasi, efek antimuskarinik, efek antiadrenergik, serta rebound dilatation.
efek pada kanal kalsium (chlorpheniramine dan
promethazine)

● Antihistamin generasi II → cetirizine, oratadine,


- O’Neil JT, Mims JW. Allergic rhinitis. Dalam: Johnson JT,Rosen CA, penyunting. Head& Neck Surgery-Otolaryngology
Edisi ke-5. Texas: Lippincott Williams&Wilkins, 2014; h. 460-8.
desloratadine, fexofenadine, rupatadine dan bilastine - Meltzer EO. Pharmacotherapeutic strategies for allergic rhinitis: matching treatment to symptoms, disease progressio
and associated conditions. Allergy and Asthma Proceedings. 2013;34(4):301-11.
MEDIKAMENTOSA
KORTIKOSTEROID OPERATIF

● Kortikosteroid intranasal adalah terapi lini pertama ● Tindakan konkotomi parsial ( pemotongan sebagian
pada rinitis alergi intermiten sedang-berat dan konka inferior) dilakukan bila konka inferior hipertrofi
persisten. berat dan tak berhasil dikecilkan dengan cara
● Efek utama pada mukosa hidung : kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat

○ Mengurangi inflamasi dengan memblok


pelepasan mediator inflamasi
○ Mengurangi edema intrasel
○ Menyebabkan vasokonstriksi ringan
dang menghambat reaksi fase lambat
yang diperantarai sel mast

- O’Neil JT, Mims JW. Allergic rhinitis. Dalam: Johnson JT,Rosen CA, penyunting. Head& Neck Surgery-Otolaryngology
Edisi ke-5. Texas: Lippincott Williams&Wilkins, 2014; h. 460-8.
- Meltzer EO. Pharmacotherapeutic strategies for allergic rhinitis: matching treatment to symptoms, disease progressio
and associated conditions. Allergy and Asthma Proceedings. 2013;34(4):301-11.
ALGORITMA RA ARIA
PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah rhinitis alergi yaitu dengan
mengurangi atau menghindari paparan dengan alergen yang menyebabkan gejala
rhinitis.

● Cuci barang-barang, seperti tirai, bantal, sprei dan sarung bantal, serta boneka, secara
rutin.
● Bersihkan permukaan barang atau perabot dalam rumah dengan kain lap basah yang
bersih.
● Jangan memasukkan pakaian yang lembap ke dalam lemari pakaian atau menjemur
pakaian di dalam ruangan tertutup.
● Pastikan rumah memiliki ventilasi yang baik.
● Jika memiliki hewan peliharaan, mandikan secara rutin, setidaknya dua minggu
● Jangan biarkan hewan peliharaan masuk ke ruangan yang beralaskan karpet.
PROGNOSIS
Rinitis alergi pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia.
Kadangkala rinitis alergi dapat merupakan masalah pada usia tua. Dengan mengetahui
faktor penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi kekerapan timbulnya gejala.
Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala
yang timbul.
Rinitis Alergi adalah penyakit kronik yang gejalanya akan hilang timbul. Komunikasi
dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala dilakukan dan
pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala. Bila alergen penyebab
diketahui, maka penghindaran alergen pencetus perlu terus menerus dilakukan. Pada
gejala yang menetap dan berat, diperlukan penilaian menyeluruh dan tatalaksana lanjut,
antara lain imunoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Rosen A. Clark and Jonas T. Johnson. 2014. Bailey’s Head & Neck Surgery Fifth Edition. Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business

Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta: EGC, 2014.

Bolger E. William.2001. Anatomy of the Paranasal Sinuses. In : Disease of the Sinuses, Diagnosis and
Management. Edited by Kennedy. B.C. Decker Inc. Hamilton London. Page : 1-11.
- TERIMA KASIH -

Anda mungkin juga menyukai