Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM 2/2

ANALISIS INSTRUMEN
ACARA II
ANALISIS ION KOMPLEKS [Fe(SCN)n]3-n

DISUSUN OLEH:

NAMA : NI PUTU FANTY DEMASTITA


NIM : G1C019052

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
ACARA II 2/2
ANALISIS ION KOMPLEKS [Fe(SCN)n]3-n

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 2/3


1. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan rumus kimia ion kompleks yang tersusun dari ion Fe3+
dan SCN-.
2. Waktu Praktikum
Senin, 11 Oktober 2021
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Gedung C, Laboratorium Kimia Lanjut di Laboratorium Kimia
Fisika dan Anorganik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam,
Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI 10/15


Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk
mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau
kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar
dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum
ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm
(Dachriyanus, 2004: 1).
Spektrofotometri UV-VIS adalah metode untuk mengukur panjang
gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diserap oleh
suatu sampel. Prinsip dasar metode spektrofotometri UV-VIS didasarkan pada
pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya
tampak yang diserap sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sampel diberi
radiasi UV (ultraviolet) pada panjang gelombang 180-380 nm atau cahaya
tampak (visible light) pada panjang gelombang 380-780 nm. Penyerapan radiasi
menyebabkan promosi elektron dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi dalam
gugus fungsi yang disebut kromofor. Data serapan ini akan dihasilkan oleh
spektrofotometri UV-VIS berupa transmitansi atau absorbansi yang dapat
dibaca oleh spektrofotometer sebagai spektrum UV-VIS. Eksitasi elektron yang
terjadi pada spektrofotometri UV-VIS dicatat dalam bentuk spektrum yang
dinyatakan sebagai panjang gelombang dan absorbansi, sesuai dengan jenis
elektron yang ada dalam molekul yang dianalisis. Semakin mudah elektron
tereksitasi, semakin besar panjang gelombang yang diserap, semakin banyak
elektron tereksitasi, semakin tinggi absorbansinya. (Pratiwi dan Nandiyanto,
2021).
Pengaturan spektroskopi tipikal terdiri dari tiga bagian utama sumber
cahaya, sampel transparan pemegang dengan lebar internal sel 1cm yang
dikenal sebagai kuvet dan detektor cahaya atau spektrometer. Kuvet diletakkan
di antara sumber cahaya dan spektrometer. Sebelum membuat pengukuran,
spektrometer harus dikalibrasi dengan cara daya serap zat harus ditetapkan pada
nilai dasar, sehingga nilai yang didapatkan relative. Milik mereka spektrum
absorbansi diambil setelah pembacaan menjadi stabil. Menurut hukum Lambert
Beer, absorbansi berbanding lurus dengan lintasan panjang dan konsentrasi
analit yang menyerap. Menurut hukum Lambert Beer, absorbansi harus positif
jika penyerapan molar koefisien (ε) dan konsentrasi (c) keduanya positif. Oleh
karena itu, penyerapan negatif ini pembacaan mungkin terjadi jika lebih banyak
cahaya yang dipancarkan dan dideteksi daripada cahaya yang disediakan
sumber (Saad, dkk, 2017).
Beberapa atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi
kebanyakan atom akan tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar.
Penentuan kadar Fe(II) menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dapat
dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan agen pengkompleks sehingga
akan menghasilkan warna yang spesifik sesuai dengan pengkompleks yang
digunakan. Pengkompleks yang digunakan adalah ligan fenantrolin.
Fenantrolin menyumbangkan dua atom donor dalam pembentukan ikatan
kovalen koordinat. Ketika Fe(II) direaksikan dengan ligan fenantrolin dapat
membentuk senyawa kompleks yang menghasilkan warna merah jingga dengan
menyerap daerah sinar tampak pada panjang gelombang 509 nm. Pengukuran
kandungan Fe(III) dalam air hujan menggunakan metode analisa
spektrofotometer UV-Vis dimana metode ini dilakukan dengan
mengkomplekskan zat yang akan dianalisa dengan pengkompleks besi yang
akan membentuk suatu warna yang spesifik. Fe(III) direaksikan dengan ligan
SCN- akan membentuk senyawa kompleks [Fe(SCN)6]3-. Senyawa kompleks
ini dapat menyerap daerah sinar tampak pada panjang gelombang 483 nm
(Hidayah, dkk, 2019).
Penentuan panjang gelombang maksimum merupakan dasar untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif dalam metode spektrofomteri UV Visible.
Larutan timbal pada sampel simulasi yang diderivatisasi dengan alizarin
sulfonat pada suasana asam pH 4 menghasilkan larutan warna jingga. Panjang
gelombang maksimum yang dihasilkan yaitu 519 nm Selain itu, stabilitas
kompleks juga dapat dilihat dari hasil penentuan operating time. Proses ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi pH kompleks yang stabil dan mengetahui
waktu pengukuran yang stabil dimana dihasilkan absorbansi yang stabil. Nilai
pH yang digunakan untuk penentuan stabilitas kompleks yaitu 3, 4, dan 5.
Akurasi kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery). Akurasi dilakukan
terhadap tiga konsentrasi standar berbeda, yaitu 4, 8, dan 14 ppm yang
ditambahkan ke dalam sampel simulasi berupa gel (Wardani, dkk., 2020).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM 5/5


1. Alat-alat Praktikum
a. Gelas kimia 600 mL
b. Kuvet
c. Labu ukur 10 mL
d. Pipet tetes
e. Pipet volume 1 mL
f. Pipet volume 2 mL
g. Pipet volume 5 mL
h. Rubber bulb
i. Spektrofotometer UV-Vis
2. Bahan-bahan praktikum
a. Aquades (H2O(l))
b. Larutan asam nitrat (HNO3) 4 M
c. Larutan besi (III) (Fe3+) 0,0025 M
d. Larutan kalium tiosianat (KSCN) 0,0025 M
e. Larutan kalium tiosianat (KSCN) 0,02 M

D. SKEMA KERJA 7/8


1. Metode Perbandingan Mol
Tabel 1: Perbandingan volume pembentuk ion kompleks [Fe(SCN)n]3-n dan
absorbansinya
4 mL larutan Fe3+ 0,0025 M
• Disiapkan sebanyak 5 larutan
• Dimasukkan kedalam labu takar 10 mL
• + 1 mL larutan HNO3 4 M

Larutan 1: tidak ditambahkan KSCN 0,01 M


Larutan 2: + 0,5 mL KSCN 0,01 M
Larutan 3: + 1,0 mL KSCN 0,01 M
Larutan 4: + 1,5 mL KSCN 0,01 M
Larutan 5: + 2,0 mL KSCN 0,01 M
• Diberi Label 1, 2, 3, 4, 5
• Ditambahkan aquades hingga tanda
batas
• Dikocok hingga homogen

Hasil
• Diambil 1 mL dari tiap labu ukur
• Diencerkan kembali hingga tanda batas

Hasil
• Dimasukkan dalam kuvet
• Diukur absorbansinya pada λ = 480 nm

Hasil

2. Metode Variasi Kontinu


Tabel 2: Seri larutan-larutan ion Fe3+ dan absorbansinya
0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL larutan Fe3+ 0,0025 M
• Diberi label labu 1, 2, 3, 4, 5
• Dimasukkan kedalam labu takar 10 mL
• + 1 mL larutan HNO3 4 M
• Diencerkan dengan aquades hingga
tanda batas
• Dikocok hingga homogen

Hasil

• Dimasukkan dalam kuvet

Hasil
• Diukur absorbansinya pada λ = 480 nm

Hasil

Tabel 3: Seri-seri larutan ion SCN- dan absorbansinya


0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL larutan KSCN 0,0025 M
• Diberi label 1, 2, 3, 4, 5
• Dimasukkan kedalam labu takar 10 mL
• + 1 mL larutan HNO3 4 M
• Diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas
• Dikocok hingga homogen

Hasil
• Dimasukkan dalam kuvet

Hasil

• Diukur absorbansinya pada λ = 480 nm

Hasil
Tabel 4: Seri larutan ion kompleks [Fe(SCN)n]3-n
0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL larutan Fe3+ 0,0025 M
• Dimasukkan kedalam labu takar 10 mL
• + 1 mL larutan HNO3 4 M
Larutan 1: + 3 mL KSCN 0,01 M
Larutan 2: + 4 mL KSCN 0,01 M
Larutan 3: + 5 mL KSCN 0,01 M
Larutan 4: + 6 mL KSCN 0,01 M
Larutan 5: + 7 mL KSCN 0,01 M
• Dikocok hingga homogen
• Diberi label 1, 2, 3, 4, 5

Hasil
• Dimasukkan dalam kuvet
• Diukur absorbansinya pada λ = 480 nm

Hasil
DAFTAR PUSTAKA 4/5
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Palang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Universitas Andalas.
Hidayah, H., Suhendar, D., Sudiarti, T., & Maesaroh, E. (2019). Studi keadaan
oksidasi besi pada air hujan. al-Kimiya: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan,
6(1), 15-21.
Pratiwi, R. A., & Nandiyanto, A. B. D. (2021). How to Read and Interpret UV-VIS
Spectrophotometric Results in Determining the Structure of Chemical
Compounds. Indonesian Journal of Educational Research and
Technology, 2(1), 1-20.
Saad, H., Rahman, M. K. A., Yassin, I., & Muad, A. M. (2017). Characterization
Of Ethanol Concentrations At Ultraviolet Wavelength Region. Journal of
Fundamental and Applied Sciences, 9(4S), 384-400.
Wardani, G., A. Abiya, S., L. Setiawan, F. (2020). Analysis Of The Lead On Lip
Tint Cosmetics On The Market Using Uv-Vis Spectrophotometry Method.
Jurnal Kimia dan Pendidikan, 5(1), 87-100.
5/5

Indonesian Journal of Educational Research and Technology 2(1) (2021) 1-20

Indonesian Journal of Educational


Research and Technology
Journal homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/IJERT/

How to Read and Interpret UV-VIS Spectrophotometric


Results in Determining the Structure of Chemical
Compounds
1 1*
Restiani Alia Pratiwi , Asep Bayu Dani Nandiyanto

1
Departemen Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
Correspondence: E-mail: nandiyanto@upi.edu

ABSľRACľS ARľICLE INÏO

Article History:
UV-VIS spectrophotometry is one of the methods used to Received 28 Apr 2021
Revised 8 May 2021
perform qualitative and quantitative analysis of organic and Accepted 10 Jun 2021
inorganic compounds. However, until now there has been no Available online 13 Jun 2021
further research that studies and describes the detailed
analysis of UV-VIS spectral data in terms of determining the Keyword:
Chromophores,
structure of chemical compounds. Therefore, this paper UV-VIS Spectrophotometry,
contains guidelines that are used as information on how to UV-VIS Spectrum
read and interpret data from the UV-VIS spectrum in terms
of determining the structure of chemical compounds. Steps
on how to analyze the UV-VIS spectrum are presented. This
paper is expected to provide useful information for
researchers and novice students who are studying UV-VIS
spectrophotometry.

© 2021 Kantoí Juínal dan Publikasi UPI


Pratiwi and Nandiyanto, How to Read and Interpret UV-VIS Spectophotometric Results… | 2

1. INTRODUCTION

Spectroscopy is the study of methods for producing spectra. The interpretation of the
resulting spectrum can be used to analyze elements and chemical compounds, examine
molecular structures, and determine the composition of a material (Danusantoso, 1995). UV-
VIS spectrophotometry is one of the analytical methods that is widely used in chemical
research for qualitative and quantitative analysis of organic and inorganic compounds. This
method is widely applied and is generally used for the determination of compounds in very
small quantities (Skoog & West, 1971). One example of the application of the UV-VIS
spectrophotometric method is the analysis of chlorophyll content at several positions of palm
leaf (Arenga pinnata) shoots with a UV-Vis spectrophotometer (Kamagi et al., 2017).
Leong et al., 2018; Dachriyanus, 2003 has explained about how to read and interpret data
from UV-VIS spectrophotometry. However, most of the research does not explain the stages
and the knowledge base for conducting structural analysis of chemical compounds. In fact, a
basic and step-by-step understanding of UV-VIS spectrum analysis for researchers and novice
students is necessary.
This paper discusses how to read and interpret UV-VIS spectrophotometric data in terms
of determining the structure of a chemical compound. Reference analysis from various
sources is used to make it easier for readers to understand and interpret the data. The steps
in interpreting the data are also shown in this paper descriptively.
Generally, UV-VIS spectra can be used with confirmation by comparing the spectra of the
suspected compound (Christian et al., 2014). For determining the overall structure, data from
other instruments, such as FTIR, NMR and other supporting data are usually used (Pavia et
al., 2008). This paper can be used as a guide for researchers and novice students in
understanding and interpreting UV-VIS spectrum data.
2. CURRENT KNOWLEDGE FOR UNDERSTANDING UV-VIS SPECTRA

UV-VIS spectrophotometry is a method for measuring the wavelength and intensity of


ultraviolet and visible light absorbed by a sample. The basic principle of the UV-VIS
spectrophotometry method is based on the measurement of wavelength and intensity of
ultraviolet and visible light absorbed by the sample as a function of wavelength. Samples were
given UV radiation (ultraviolet) at a wavelength of 180-380 nm or visible (visible light) at a
wavelength of 380-780 nm. The absorption of radiation causes the promotion of electrons
from the ground state to the excited state in functional groups called chromophore. This
absorption data will be generated by UV-VIS spectrophotometry in the form of transmittance
or absorbance that can be read by the spectrophotometer as UV-VIS spectrum. Electron
excitation that occurs in UV-VIS spectrophotometry is recorded in the form of a spectrum
expressed as wavelength and absorbance, according to the type of electrons present in the
analyzed molecule. The easier the electrons to excite, the greater the wavelength that is
absorbed, the more electrons are excited, the higher the absorbance.
UV-VIS spectrophotometry can be used to determine samples in the form of solutions,
gases, or vapors. The sample must be converted into a clear solution. The requirements of
the solvent used in the sample in the form of a solution are that the dissolution must be
carried out completely, the solvent used does not contain conjugated double bonds and is
colorless, there is no interaction with the molecules of the compound being analyzed, and has
high purity. The solvents that absorb UV light at specific wavelengths are shown in Table 1.

DOI: http://dx.doi.org/10. 17509/xxxxt.vxix


p- ISSN 2775-8419 e- ISSN 2775-8427
Journal of Fundamental and Applied Sciences
Research Article
ISSN 1112-9867
Special Issue
Available online at http://www.jfas.info
CHARACTERIZATION OF ETHANOL CONCENTRATIONS AT ULTRAVIOLET
WAVELENGTH REGION

H. Saad1, M. K. A. Rahman2,*, I. Yassin1 and A. M. Muad 3

1
Faculty of Electrical Engineering, Universiti Teknologi MARA, 40450 Shah Alam, Selangor,
Malaysia
2
Faculty of Applied Sciences, Universiti Teknologi MARA, 40450 Shah Alam, Selangor,
Malaysia
3
Faculty of Electrical Engineering, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor,
Malaysia

Published online: 05 October 2017

ABSTRACT
This paper presents the measurement of optical absorption spectrum for different
concentrations of ethanol at ultraviolet wavelength. Ethanol absorption spectrum was
measured using portable spectroscopy setup from Avantes. It consists of Balanced Deuterium
Halogen light source and spectrometer. The light source can deliver a continuous broad
spectrum ranging from 0.2 to 2.5 µm and the spectrometer has the detection range of 0.2-1.1
µm. Several mixtures of ethanol in de-ionized water were prepared with various
concentrations of 0%, 0.1%, 0.5%, 1.0%, 2.5%, 5%, 10%, 15%, 25%, 50% and 100 vol%.
The baseline of the absorption spectrum was being analyzed and corrected using MATLAB
software. From the results, the spectroscopy setup was successfully detecting ethanol

concentration from 2.5-100vol%. However, only concentration range from 2.5-50vol% has
shown 99% of fulfilment towards the Beer ’s Lambert Law.

Keywords: ultraviolet wavelength; spectroscopy; optical absorption; ethanol concentration;


absorption spectrum baseline; Beer ’s Lambert law.

Author Correspondence, e-mail: drkamil@salam.uitm.edu.my


doi: http://dx.doi.org/10.4314/jfas.v9i4s.22

Journal of Fundamental and Applied Sciences is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0
International License. Libraries Resource Directory. We are listed under Research Associations category.
M. K. A. Rahman et al. J Fundam Appl Sci. 2017, 9(4S), 384-400 387

2.2. Organization of Spectroscopy Setup and Setting Parameters

The typical spectroscopy setup consists of three main parts; light source, transparent sample
holder with internal width of 1cm cell known as cuvette and a light detector or a spectrometer.
These can be shown as in Fig. 2. The light source can deliver a continuous broad

spectrum ranging from 0.2 to 2.5 µm and a spectrometer has the detection range of 0.2-1.1
µm. The cuvette was placed in between the light source and the spectrometer. Before making
a measurement, spectrometers must be calibrated by means of the absorbency of a reference
substance is set as a baseline value, so the absorbencies of all other substances are recorded
relative to the initial reference substance. Here, DI water was used as a reference substance.
The ratio of the sample spectrum to the reference spectrum is directly related to the sample's
absorption spectrum.

The absorption spectrum for ethanol at UV wavelength was recorded by simply setting up
three important spectrometer parameters such as integration time to 1.14ms, scanning
averages to 100 times and 10 units of smoothing. This chosen setting parameters was advised
by the technical specialist from Aseptec Sdn. Bhd.

Fig.2. Illustration of fiber optic spectroscopy measurement setup


2.3. Measurement Procedure
The process of taking the ethanol absorbance spectrum can be shown in Fig. 3.

Fig.3. Measurement procedure


M. K. A. Rahman et al. J Fundam Appl Sci. 2017, 9(4S), 384-400 388

The measurement process was started with injecting ethanol-water mixture into the cuvette by
using a syringe until two-third full. Spectrometer will qualitatively and quantitatively compare
the fraction of the light that passes through a reference solution and the test solution. Their
absorbance spectrum was taken once the reading became stabled. After that, the cuvette was
rinsed in the way of injecting de-ionized water into cuvette several times. For each
measurement, the cuvette was rinse thoroughly with de-ionized water as to ensure no residual
particle from the previous test sample. Then, the measurement process was repeated for the
whole concentration of ethanol-water mixture samples.

3. RESULTS AND DISCUSSION


The absorbance spectrum of ethanol-water mixture is analyzed based on their wavelength,
intensity and the stability of the baseline spectrum.
3.1. Plotting the Absorbance Spectrum for Different Concentration of Ethanol

Fig. 4 shows the results for the absorption spectrum of ethanol-water mixture at the UV
wavelength region with difference concentration from 0.5% to 100%. From the figure, notice
that, the recorded spectrum data measured at UV wavelength have unstable baseline because
the spectra were seemed slanted and not aligned properly at the reference axis.

0.6
218.4
0.5

0.4
Absorbance (AU)

214.2
0.3

0.2
268.4
0.1

0
180.0 220.0 260.0 300.0 340.0 380.0 420.0 460.0 500.0 540.0 580.0
-0.1
Wavelength (nm)
100% 50% 25% 15% 10%
5% 2.50% 1.00% 0.50%

Fig.4. Absorption spectrum of ethanol-water mixture at UV wavelength region


M. K. A. Rahman et al. J Fundam Appl Sci. 2017, 9(4S), 384-400 391

pack the molecules together in the liquid phase which produces the macroscopically observed
increase in density and total volume reduction of sample [18-19].The interaction between the
ethanol and the water itself most probably caused the maximum absorption wavelength varied
from 100% to 50% concentration.
3.2. Validation to Beer’s Lambert Law

According to the Beer’s Lambert law, the absorbance is directly proportional to the path
length and the concentration of the absorbing analytes. Therefore, the relationship between
absorbance and the concentration of ethanol should be plotted as to see how many percent the
samples obeys the law. In order to find the relationship, maximum absorption wavelength at
214.2nm was chosen for all the concentrations since most of the absorption wavelength
occurred at this wavelength. Table 3 summarizes the absorption intensity at 214.2 nm.
Table 3. Absorbance and intensity for different concentration of ethanol at 214.2nm
wavelength
Percentage of Absorbance Absorbance
Ethanol (Vol%) Wavelength (nm) Intensity (AU)
100 214.2 0.49
50 214.2 0.33
25 214.2 0.16
15 214.2 0.08
10 214.2 0.04
5 214.2 -0.01
2.5 214.2 -0.03
1.0 214.2 Not significant
0.5 214.2 Not significant

From Table 3, as the concentration of ethanol reduced, the absorbance intensity also reduces.
However, at 2.5% and 5% concentration, the absorbance intensity has negative values.
According to the Beer’s Lambert law, absorbance should be positive if the molar absorption
coefficient (ε) and the concentration (c) is both positive. Therefore, this negative absorption
reading might be happened if more light is being emitted and detected than the supplied light
source.

Fig. 6 shows the relationship between the absorbance intensities and 0.5-100vol%
2
concentration of ethanol at 214.2nm. From the linearity profile, denoted by R , it is only 95.72%
of the data followed Beer’s Lambert Law.
EduChemia Vol.5, No.1, 2020
(Jurnal Kimia dan Pendidikan) e-ISSN 2502-4787

ANALYSIS OF THE LEAD ON LIP TINT


COSMETICS ON THE MARKET USING UV-VIS
SPECTROPHOTOMETRY METHOD
Gatut Ari Wardani*, Siti Laila Abiya, Fajar Setiawan

Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, Jl. Cilolohan No. 36 Kota Tasikmalaya

E-mail: *gatutariwardani@stikes-bth.ac.id

Diterima: 16 Februari 2020. Disetujui: 13 April 2020. Dipublikasikan: 26 April 2020


DOI: 10.30870/educhemia.v5i1.7598

Abstract: Analysis of the lead on lip tint cosmetics on the market has been successfully
carried out. Before conducting the lead analysis, the method is first validated using the
standard addition and measured by UV-Vis spectrophotometry. The validation of the lead
content analysis method in lip tint using the UV-Vis spectrophotometry method was stated to
meet the validity requirements. The validity parameters include linearity test (correlation
coefficient = 0.9916), limit of detection (0.17 ppm), limit of quantitation (0.57 ppm),
accuracy test (% recovery for a concentration of 4 ppm = 97.5%, 8 ppm = 93.8%, and 14
ppm = 98.6%), and precision (< 2% for all concentrations). Imported lip tint samples
circulating in the market area of the Tasikmalaya city contain lead with a concentration of
2.149 ppm, so it is still declared safe for use by the public.
Keywords: Lip tint; lead; UV-Vis spectrophotometry; validation

Abstrak: Analisis timbal pada kosmetik lip tint yang beredar di pasaran telah berhasil
dilakukan. Sebelum melakukan analisis timbal, terlebih dahulu dilakukan validasi metode
menggunakan metode penambahan standard dan diukur dengan spektrofotometri UV-Vis.
Validasi metode analisis kadar timbal dalam lip tint menggunakan metode spektrofotometri
UV-Vis dinyatakan memenuhi syarat validitas. Parameter-parameter validitas terbebut antara
lain adalah uji linieritas (koefisien korelasi = 0,9916), batas deteksi (0,17 ppm), batas
kuantitasi (0,57 ppm), uji akurasi (% recovery untuk konsentrasi 4 ppm = 97,5%, 8 ppm =
93,8%, dan 14 ppm = 98,6%), dan presisi (< 2% untuk semua konsentrasi). Sampel lip tint
impor yang beredar di pasaran wilayah kota Tasikmalaya mengandung timbal dengan
konsentrasi 2,149 ppm, sehingga masih dinyatakan aman untuk digunakan oleh masyarakat.
Kata kunci: Lip tint; timbal; spektrofotometri UV-Vis; validasi

87
Analysis Of The Lead On Lip Tint Cosmetics... 93

kuning setelah penambahan K2CrO4 elektronnya sehingga akan berikatan


memberikan informasi bahwa di dalam secara kovalen koordinasi dengan logam
sampel lip tint tersebut positif Pb (Gambar 2). Kompleks Pb-Alizarin
mengandung logam timbal. Oleh karena sulfonat memiliki gugus kromofor (gugus
itu, perlu dilakukan pengujian lebih tidak jenuh kovalen yang dapat menyerap
lanjut, yaitu uji kuantitatif supaya dapat energi radiasi elektromagnetik pada
diketahui berapa konsentrasi logam daerah UV-Vis), dan gugus ausokrom
timbal tersebut yang berada dalam (gugus jenuh yang apabila terikat pada
sampel. kromofor akan menyebabkan perubahan

Panjang Gelombang Maksimum intensitas atau panjang gelombang


Kompleks Pb-Alizarin sulfonat sehingga kompleks ini bisa dianalisis

Penentuan panjang gelombang menggunakan metode spektrofotometri

maksimum merupakan dasar untuk UV-Vis (Sastrohamidjojo, 2019).

analisis kualitatif dan kuantitatif dalam


metode spektrofomteri UV Visible.
Larutan timbal pada sampel simulasi
yang diderivatisasi dengan alizarin
sulfonat pada suasana asam pH 4
menghasilkan larutan warna jingga.
Panjang gelombang maksimum yang
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Kompleks Pb-
dihasilkan yaitu 519 nm (Gambar 1). Alizarin sulfonat (Alsamarrai, 2011)

Stabilitas Kompleks Pb-Alizarin


Sulfonat

Stabilitas kompleks Pb-Alizarin


sulfonat dapat dilihat melalui pengkajian
pengaruh pH larutan terhadap absorbansi
kompleks. Selain itu, stabilitas kompleks
juga dapat dilihat dari hasil penentuan
Gambar 1. Spektrum UV-Visible kompleks Pb-
Alizarin sulfonat operating time. Proses ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi pH kompleks
Kompleks Pb-Alizarin sulfonat
yang stabil dan mengetahui waktu
terjadi karena alizarin sulfonat memiliki
pengukuran yang stabil dimana
pasangan elektron bebas pada atom
dihasilkan absorbansi yang stabil. Nilai
oksigen yang mendonorkan pasangan

e-ISSN 2502-4787
94 EduChemia,Vol.5, No.1, 2020 Wardami, Abiya, Setiawan

pH yang digunakan untuk penentuan timbal yang membentuk kompleks Pb-


stabilitas kompleks yaitu 3, 4, dan 5. Alizarin sulfonat akan berkurang dan
Penggunaan pH asam dikarenakan menimbulkan ketidaktepatan dalam
spesies Pb2+ lebih stabil pada pH asam, pengukuran sampel. Pengukuran
sedangkan mulai pada pH 6,3 (basa) dilakukan setiap 5 menit, berdasarkan
spesies Pb2+ berkurang dan terbentuk kurva hubungan absorbansi terhadap
endapan Pb(OH)2. (Issabayeva, Aroua, & waktu diperoleh kondisi yang stabil yaitu
Sulaiman, 2006). Jika terbentuk endapan pH 4 pada menit ke 10 sampai 15
timbal pada larutan, maka jumlah ion (Gambar 3).

Gambar 3. Pengaruh pH terhadap stabilitas kompleks Pb-Alizarin sulfonat

Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dengan cara Berdasarkan hasil pengukuran dari

pengukuran serapan dengan rentan kurva kalibrasi serapan diperoleh

konsentrasi 4; 6; 8; 10; 12; dan 14 ppm. persamaan garis y = 0,0454 x + 0,1183


Metode penambahan standar (spike) dengan koefisien korelasi (r2) sebesar
dipilih karena kadar analit dalam sampel 0,9932 (Gambar 4). Koefisien korelasi
sangat kecil, sehingga dapat yang tinggi (0,99) sering digunakan
meningkatkan sensitivitas dalam sebagai kriteria linearitas (Riyanto,
pengukuran dengan adanya penambahan 2017).
konsentrasi larutan standar.

e-ISSN 2502-4787
96 EduChemia,Vol.5, No.1, 2020 Wardami, Abiya, Setiawan

memenuhi kriteria cermat dan seksama Presisi


(Riyanto, 2017). Berdasarkan hasil Presisi menunjukkan ukuran derajat
percobaan dan perhitungan diperoleh
kesesuaian antara individual dari rata-rata
nilai BD sebesar 0,17 ppm artinya pada jika prosedur digunakan secara berulang
konsentrasi tersebut sampel masih dapat pada sampel yang diambil dari campuran
dideteksi dengan baik menggunakan yang homogen. Presisi diukur sebagai
metode spektrofotometri UV-Visible dan standar deviasi (SD) dan koefisien variasi
BK sebesar 0,57 ppm artinya pada (KV). Dalam penelitian ini menetapkan
konsentrasi tersebut masih dapat keterulangan metode sebagai parameter
memberikan hasil yang cermat dan presisinya. Keterulangan merupakan
seksama. keseksamaan metode jika dilakukan
Akurasi berulang kali oleh analis yang sama pada

Akurasi menunjukkan derajat kondisi yang sama dan interval waktu

kedekatan hasil analis dengan kadar yang pendek. Tabel 3 menunjukkan

analit yang sebenarnya. Akurasi bahwa hasil koefisien variasi yang

dinyatakan sebagai persen perolehan diperoleh yaitu tidak ada yang lebih dari

kembali (% recovery). Akurasi dilakukan 2%, sehingga nilai presisi telah

terhadap tiga konsentrasi standar memenuhi syarat parameter validasi

berbeda, yaitu 4, 8, dan 14 ppm yang (Riyanto, 2017).

ditambahkan ke dalam sampel simulasi Tabel 3. Tabel Data Presisi

berupa gel. Hasil perolehan kembali (% Konsentrasi Koefisien


Absorbansi
(ppm) Variasi (%)
recovery) dengan konsentrasi 4 0,293 0,20
penambahan standar (4, 8, dan 14 ppm) 6 0,395 0,16
8 0,451 0,10
berturut-turut 97,5%; 93,8%; dan 98,6% 10 0,583 0,11
12 0,652 0,10
(Tabel 2). Persen perolehan kembali yang 14 0,727 0,08

memenuhi syarat keberterimaan yaitu 80-


Kadar Timbal dalam Sampel Lip tint
110% (Riyanto, 2017).
Penetapan kadar timbal dilakukan
Tabel 2 Tabel Data Akurasi
terhadap sampel lip tint yang di impor.
C C
A %recovary
(ppm) terhitung Metode yang digunakan untuk analisis
4 0,293 3,9 97,5
8 0,452 7,5 93,8 timbal, yaitu metode penambahan standar
14 0,728 13,8 98,6
yang telah divalidasi sebelumnya.
Larutan standar yang ditambahkan dalam
sampel dibuat pada rentang 4, 6, 8,

e-ISSN 2502-4787
al-Kimiya, Vol. 6, No. 1 (15-21) Juni 2019/Syawwal 1440 H

STUDI KEADAAN OKSIDASI BESI PADA AIR HUJAN


HIDAYAH1, DEDE SUHENDAR1*, TETY SUDIARTI1, DAN EMAY MAESAROH1
1
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
Jl. A. H. Nasution No.105 Cibiru Kota Bandung
*alamat email korespondensi: dede.suhendar@uinsgd.ac.id

Informasi Artikel Abstrak/Abstract


Riwayat Naskah : Air hujan merupakan sumber air permukaan dan air tanah. Air hujan terbentuk melalui
Diterima pada 22 beberapa proses yakni kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan transpirasi. Air hujan memiliki
Mei 2019 kandungan besi dalam bentuk partikulat dan terlarutnya seperti ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+).
Diterima setelah Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan kandungan Fe total, Fe(II) dan Fe(III)
direvisi pada 3 Juli dalam air hujan serta perbandingannya dengan air hujan dari tiga tempat yang berbeda dan
2019 untuk mempelajari kandungan air hujan yang dapat mereduksi Fe(III). Fe total dianalisis
Diterbitkan pada 5 dengan menggunakan instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Ion Fe(II) dan
Juli 2019 Fe(III) dianalisis dengan instrumen Spektrofotometer UV-Vis menggunakan ligan Fenantrolin
dan KSCN sehingga membentuk senyawa kompleks [Fe(C12H8N2)3]2+ dan [Fe(SCN)6]3-.
Derajat keasaman air hujan dianalisis menggunakan pH meter sedangkan keadaan oksidasi
besi pada air hujan dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dengan pelarutan aqua
dm dan air hujan yang turun di kawasan industri, pegunungan dan pemukiman. Hasil analisis
menunjukkan kandungan Fe total, Fe(II) serta Fe(III) dalam air hujan yang turun sekitar
Kata Kunci: air industri, pegunungan dan pemukiman secara berturut-turut yaitu Fe total 0,5655; 1,6854; dan
hujan; besi ; 2,4232 mg/L, Fe(II) 0,0867; 0,2232 dan 0,0731 mg/L, dan Fe(III) 0,5198; 0,4994 dan 0,5672
kompleks; mg/L. Dari perbandingan geseran panjang gelombang maksimum sinar tampak larutan
Spektrofotometer FeSO4.7H2O teknis dan pro analisis dengan pengompleks fenantrolin diperoleh bahwa air
UV-Vis; SSA. hujan memiliki daya reduksi terhadap ion Fe3+.

Keywords: Rainwater is a source of surface water and ground water. Rainwater is formed through
rainwater; iron ; several processes namely condensation, precipitation, evaporation and transpiration.
complex; UV-Vis Rainwater has an iron content in the form of particulates and dissolves such as ferro (Fe2+)
Spectrophotometer; and ferric (Fe3+). The purpose of this study is to determine the content of total Fe, Fe(II) and
AAS. Fe(III) in rainwater and its comparison with rainwater from three different places and to
study the content of rainwater that can reduce Fe(III). Total Fe was analyzed using Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS) instrument. Fe(II) and Fe(III) ions were analyzed with
an UV-Vis spectrophotometer using Fenantrolin and KSCN ligands to form complex
compounds [Fe(C12H8N2)3]2+ and [Fe(SCN)6]3-. The degree of acidity of rainwater was
analyzed using a pH meter while the oxidation state of iron in rainwater was analyzed using a
UV-Vis spectrophotometer by dissolving aqua dm and falling rainwater in industrial estates,
mountains and settlements. The results of the analysis show the content of total Fe, Fe(II) and
Fe(III) in rainwater that falls around the industry, mountains and settlements respectively,
namely Fe total 0.5655; 1.6854; and 2.4232 mg/L, Fe(II) 0.0867; 0.2232 and 0.0731 mg/L,
and Fe(III) 0.5198; 0.4994 and 0.5672 mg/L. From the comparison of the maximum
wavelength shear of the visible light the technical and pro FeSO4.7H2O solution with
phenanthroline complexing was obtained that the rain water had a reduction in the Fe3+ ion.

PENDAHULUAN Hindia) yang mempengaruhi pergerakan angin


serta menimbulkan curah hujan [1].
Indonesia merupakan negara tropis Air hujan merupakan sumber air
sehingga mempunyai curah hujan yang tinggi dan permukaan dan air tanah. Air hujan terbentuk
dapat terjadi sepanjang tahun. Hal ini disebabkan melalui beberapa proses yakni kondensasi,
karena Indonesia mempunyai tingkat keragaman presipitasi, evaporasi, dan transpirasi. Air dari
yang tinggi baik secara temporal (waktu) maupun daratan serta air laut dapat mengalami proses
secara keruangan (tempat). Keadaan ini penguapan sehingga membentuk uap air. Seluruh
disebabkan oleh posisi Indonesia yang dilewati uap air yang terbentuk akan terbawa angin menuju
oleh garis katulistiwa dan keberadaannya di antara atmosfer selanjutnya akan jatuh ke laut dan
dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan daratan sebagai air hujan [2]. Sebagian air hujan
dua samudera (Samudera Pasifik dan Samudera yang turun ke permukaan akan diserap oleh

15
al-Kimiya, Vol. 6, No. 1 (15-21) Juni 2019/Syawwal 1440 H

HASIL DAN PEMBAHASAN dihasilkan dalam air hujan sebagian besar adalah
sebagai Fe(III) karena Fe(III) keberadaannya lebih
Pengukuran Fe Total dalam Air Hujan stabil dibandingkan Fe(II). Perbedaan tingginya
kandungan Fe total di setiap kawasan dipengaruhi
Analisis logam Fe total dalam air hujan oleh partikulat yang terdapat di masing-masing
menggunakan metode Spektrofotometer Serapan kawasan tidak bertahan lama di atmosfer sehingga
Atom (SSA). Penentuan kandungan logam Fe turun kembali ke permukaan melalui air hujan.
dalam sampel air hujan dilakukan pada panjang Kandungan Fe total terendah berada di kawasan
gelombang 248,3 nm. Panjang gelombang ini industri karena partikulat yang dihasilkan di
merupakan panjang gelombang optimum untuk kawasan ini akan berefek ke kawasan yang
logam Fe dengan metode Spektrofotometer jaraknya jauh dari kawasan industri.
Serapan Atom (SSA). Metode ini merupakan
metode yang menggunakan mekanisme atomisasi Pengukuran Fe(II) dalam Air Hujan
dengan proses pengubahan sampel dalam bentuk
larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Larutan Pengukuran Fe(II) dalam sampel air hujan
sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala bertujuan untuk mengetahui kandungan Fe(II)
mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. dalam air hujan di beberapa lokasi penampungan
Beberapa atom akan tereksitasi secara termal oleh air hujan diantaranya sekitar industri, pegunungan
nyala, tetapi kebanyakan atom akan tetap tinggal dan pemukiman. Lokasi penampungan sampel air
sebagai atom netral dalam keadaan dasar. hujan diambil dari berbeda lokasi, hal ini
Pada analisis kandungan Fe total dalam dilakukan untuk mengetahui perbedaan
sampel air hujan, digunakan larutan HNO3 pekat kandungan Fe(II) antar lokasi tersebut. Penentuan
yang bertindak sebagai asam pengoksidasi kuat kadar Fe(II) menggunakan Spektrofotometer UV-
sehingga sampel air hujan akan teroksidasi Vis dapat dilakukan dengan mereaksikan sampel
sempurna dengan meninggalkan elemen-elemen dengan agen pengkompleks sehingga akan
pada larutan asam dalam bentuk senyawa menghasilkan warna yang spesifik sesuai dengan
anorganik yang sesuai untuk dianalisis. Tabel.1 pengkompleks yang digunakan.
merupakan hasil pengukuran kandungan Fe total Pengkompleks yang digunakan adalah ligan
dalam air hujan di berbagai lokasi yaitu sebagai fenantrolin. Fenantrolin menyumbangkan dua
berkut: atom donor dalam pembentukan ikatan kovalen
koordinat. Ketika Fe(II) direaksikan dengan ligan
Tabel 1. Hasil Pengukuran Fe total dalam air hujan fenantrolin dapat membentuk senyawa kompleks
Lokasi Kandungan Fe total yang menghasilkan warna merah jingga dengan
Sampling (mg/L) menyerap daerah sinar tampak pada panjang
Industri 0,5655 gelombang 509 nm. Reaksi yang terjadi yaitu:
Pegunungan 1,6854
Pemukiman 2,4232 Fe2+ (aq) + 3C12H8N2 (aq)  [Fe(C12H8N2)3]2+(aq) (1)

Hasil pengukuran kandungan Fe total dalam (Hijau (Tak (Merah jingga)


sampel air hujan yaitu pada rentang antara 0,5655- muda) berwarna)
2,4232 mg/L. Perbedaan kandungan Fe total
dalam air hujan dikarenakan berbedanya lokasi Kandungan Fe(II) dalam air hujan di sekitar
penampungan air hujan sehingga dapat industri, pegunungan dan pemukiman dapat dilihat
mempengaruhi hasil kandungan Fe totalnya. pada Tabel 2.
Kandungan Fe total terdiri dari kandungan Fe(II)
Tabel 2. Hasil Pengukuran Fe(II) dalam Sampel Air
dan Fe(III).
Hujan
Kandungan Fe total tertinggi yaitu di sekitar
penampungan air hujan yang turun sekitar Lokasi Kandungan Fe(II) Fe(II)
pemukiman. Hal ini dapat dilihat dari hasil Sampling (mg/L) (%)
pengukuran kandungan Fe(III) dan Fe(II) yang Industri 0,0867 14,29
menunjukkan bahwa kandungan Fe(III) lebih Pegunungan 0,2232 30,89
Pemukiman 0,0731 11,42
tinggi dibandingkan kandungan Fe(II) dalam air
hujan. Begitu pun untuk kandungan Fe total hasil
penampungan air hujan yang turun sekitar Kandungan Fe(II) dalam air hujan daerah
pegunungan dan industri yang dipengaruhi oleh pegunungaan lebih tinggi dibandingkan di daerah
tingginya kandungan Fe(III) dibandingkan hasil penampungan air hujan sekitar industri dan
kandungan Fe(II). Sehingga Fe total yang pemukiman. Hal ini terjadi karena daerah

18
al-Kimiya, Vol. 6, No. 1 (15-21) Juni 2019/Syawwal 1440 H

pegunungan mayoritas tumbuhan yang hidup Dalam reaksi pengkompleksan antara


cenderung lebih tumbuh dengan baik Fe(III) dengan ligan SCN- ditambahkan larutan
dibandingkan dengan pemukiman dan industri. HCl 4M. Penambahan ini bertujuan untuk
Salah satu penyebabnya yaitu adanya besi. Besi membuat suasana asam karena Fe(III) dalam
merupakan mikronutrien penting untuk hampir suasana asam dapat membentuk kompleks dengan
semua organisme hidup. Karena besi memainkan ion SCN- menjadi [Fe(SCN)6]3-. Kandungan
peran penting dalam proses metabolisme seperti Fe(III) dalam air hujan di sekitar industri,
sintesis DNA, respirasi dan fotosintesis. Meskipun pegunungan dan pemukiman dapat dilihat pada
besi terdapat dalam bentuk besi(II) dan besi(III) Tabel 3.
tetapi hanya diambil atau diserap oleh tumbuhan
dalam bentuk besi(II). Dalam tumbuhan besi(II) Tabel 3. Hasil Pengukuran Fe(III) dalam Sampel Air
berfungsi untuk penyerapan atau transportasi ke Hujan
dalam akar [7]. Selain itu, besi(II) memiliki Lokasi Kandungan Fe(III) Fe(III)
pengaruh pada kesuburan tanah untuk tumbuhan. Sampling (mg/L) (%)
Berdasarkan penelitian dari Alaa Idris Badawy Industri 0,5198 85,70
Abou-Sreea dkk pada tahun 2017 bahwa Pegunungan 0,4994 69,11
kombinasi antara FeSO4 dan kalium humat Pemukiman 0,5672 88,58
merupakan pupuk yang sempurna untuk
pertumbuhan. Kombinasi ini dapat mempengaruhi Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan
terhadap pertumbuhan tanaman seperti tinggi Fe(III) tertinggi dihasilkan pada lokasi hasil
tanaman, jumlah cabang, biji dan yang lainnya penampungan air hujan sekitar pemukiman.
[10]. Kandungan Fe(III) tertinggi dalam air hujan
Kandungan Fe(II) tertinggi kedua yaitu selanjutnya yaitu pada industri sedangkan yang
hasil penampungan air hujan di sekitar industri, terkecil yaitu pada daerah pegunungan. Tingginya
hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari kandungan Fe(III) di berbagai lokasi hasil
aktivitas industri sehingga menyebabkan tingginya penampungan air hujan yang turun di sekitar
kandungan Fe(II) dalam air hujan. Tumbuhan industri, pegunungan dan pemukiman karena
yang tumbuh di sekitar industri dapat tumbuh Fe(III) merupakan logam yang lebih stabil
namun tidak tumbuh seperti tumbuhan yang dibandingkan Fe(II) sehingga Fe(II) dalam air
tumbuh di sekitar pegunungan dan pemukiman. hujan akan teroksidasi menjadi Fe(III). Perbedaan
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kandungan Fe(III) pada air hujan disetiap kawasan
kandungan Fe(II) dalam air hujan menghasilkan dikarenakan adanya partikulat yang tidak bertahan
kandungan yang lebih rendah dibandingkan lama di atmosfer sehingga turun kembali ke
kandungan Fe(III) dalam air hujan. Hal ini terjadi permukaan melalui air hujan. Partikulat ini yang
karena Fe(II) keadaannya lebih tidak stabil menyebabkan tingginya kandungan Fe(III) dalam
dibandingkan Fe(III) sehingga Fe(II) lebih mudah air hujan di berbagai kawasan penampungan air
teroksidasi menjadi Fe(III). hujan.

Pengukuran Fe(III) dalam Air Hujan pH Air Hujan

Pengukuran kandungan Fe(III) dalam air pH air hujan yang dihasilkan dari berbagai
hujan menggunakan metode analisa kawasan penampungan air hujan dapat dilihat
spektrofotometer UV-Vis dimana metode ini pada Tabel 4.
dilakukan dengan mengkomplekskan zat yang
akan dianalisa dengan pengkompleks besi yang Tabel 4. Hasil Pengukuran pH dalam air hujan
akan membentuk suatu warna yang spesifik.
Lokasi Sampling pH
Fe(III) direaksikan dengan ligan SCN- akan Industri 5,67
membentuk senyawa kompleks [Fe(SCN)6]3-. Pegunungan 5,93
Senyawa kompleks ini dapat menyerap daerah Pemukiman 5,92
sinar tampak pada panjang gelombang 483 nm.
Reaksi yang terjadi yaitu: Tabel 4 dapat dilihat pada bahwa rata-rata
hasil pengukuran yaitu diantara 5,67-5,93. Hasil
Fe3+(aq) + 6SCN-(aq)  [Fe(SCN)6]3-(aq) (2) tersebut menunjukkan bahwa pH air hujan dari
tiga lokasi ini termasuk ke dalam air hujan alami.
(Kuning (Tak (Merah Tua)
Karena pH air hujan alami yaitu sekitar 5,56.
kecoklatan) berwarna)
Namun terdapat perbedaan pH hasil pengukuran
antar lokasi. Pada lokasi industri menunjukkan pH

19

Anda mungkin juga menyukai