ANALISIS INSTRUMENTASI
PERBANDINGAN SIFAT KOLORIMETRI DUA SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)
TIOSIANAT DENGAN BESI(II) FENANTROLIN
Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
OFFERING H
PERCOBAAN 2
PERBANDINGAN SIFAT KOLORIMETRI DUA SENYAWA KOMPLEKS BESI (III)
TIOSIANAT DENGAN BESI(III) FENANTROLIN
A. TUJUAN
Mempelajari sifat kolorimetri dari dua senyawa kompleks.
B. DASAR TEORI
Kimia analitik dibagi menjadi dua bidang analisis yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berhubungan dengan identifikasi zat zat yang
ada dalam suatu sampel sehingga kandungannya akan mudah untuk dikenali. Analisis
kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat terkandung di dalam
suatu sampel. Besi merupakan logam dengan kelimpahan terbanyak kedua setelah
aluminium pada kulit bumi dan ditemukan dalam bentuk divalen dan trivalen dimana
dalam bentuk divalent berperan sebagai mikronutrisi esensial. Besi banyak
terkandung dalam perairan, termasuk air sumur. Kandungan besi dalam air sumur
menimbulkan warna kekuningan.
Penentuan besi dapat menggunakan berbagai metode, seperti spektrofotometri
serapan atom, metode flow injection, dan fluorometri, namun yang banyak digunakan
pada penentuan besi adalah spektrofotometri UV-Vis karena akurasi yang baik, cepat,
dan mudah. Konsentrasi Fe3+ dapat ditentukan secara simultan dengan
spektrofotometri tampak menggunakan o-fenantrolin sebagai agen pengompleks.
Kadar besi dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Besi yang akan
dianalisis, terlebih dahulu dikomplekskan dengan senyawa pengompleks, sehingga
menghasilkan warna spesifik.
Analisis spektrofotometri campuran Fe3+ secara umum merupakan metode
tidak langsung yang dilakukan secara bertahap. Ortho-fenantrolin (atau o-fenantrolin)
sebagai agen pengompleks dapat berikatan dengan Fe 3+ membentuk kompleks
berwarna kuning besi(II)-1,10-fenantrolin [Fe(II)o-fenantrolin], senyawa ini memiliki
warna sangat kuat dan kestabilan yang relative lama sehingga Fe3+ dalam campuran
bisa ditentukan secara langsung sebagai senyawa kompleks dengan metode
spektrofotometri. Pada pembentukan kompleks ini biasanya ditambahkan senyawa
hidroksilamin hidroklorida sebagai reduktor yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+.
Penentuan kompsosisi kompleks dan absorptivitas molar dilakukan pada
panjang gelombang maksimum masing-masing kompleks. Pada panjang gelombang
maksimum 510 nm, secara kuantitatif konsentrasi Fe3+ ditentukan menggunakan
persamaan Lambert Beer. Konsentrasi Fe3+ sebagai kompleks o-fenantrolin secara
simultan diukur menggunakan Spektofotometer Uv-Vis dalam suasana asam yaitu
pada pH optimum sekitar 4-5, untuk pengaturan pH ditambahkan senyawa natrium
asetat. Disukai pada kondisi sedikit asam (3-4) untuk menghindari mengendapnya
Fe3+ sebagai Fe(OH)3.
Metode yang sering digunakan dalam penentuan kadar suatu zat secara
spektrofotometri adalah metode kurva kalibrasi dan metode adisi standar. Metode
kurva kalibrasi menggunakan beberapa larutan standar untuk menentukan absortivitas
molar. Larutan standar yang digunakan harus memiliki komposisi yang sama dengan
komposisi larutan sampel dan konsentrasi sampel berada diantara konsentrasi-
konsentrasi larutan standar. Konsentrasi sampel dapat ditentukan dengan memasukkan
nilai absorbansinya kedalam persamaan yang diperoleh dari kurva kalibrasi
konsentrasi larutan standar versus absorbansi.
Pengukuran kadar besi mengunakan metode adisi standar dilakukan
denganmenambahkan larutan standar kedalam larutan sampel, sehingga kadar besi
dalam campuran adalah kadar besi dari sampel ditambah kadar besi dari larutan
standar. Konsentrasi besi dapat ditentukan dengan megurangkan nilai interpolasi (nilai
x jika y sama dengan nol) dikalikan faktor pengenceran dari kurva metode kurva
kalibrasi dengan kurva metode adisi standar.Larutan senyawa kompleks ini akan
menyerap sinar pada panjang gelombang kira-kira 500-525 nm.
Reaksi:
2. Bahan
Feriklorida 10-3 M dalam 0,5 M HCl
NH4SCN, larutan jenuh NH4SCN 0,5M
NaOH 4M
Amonia Pekat
Natrium Asetat 2M
1, 10-Phenantrolin 0,3%
HCl pekat (12M)
Hidroksilamin Hidroklorida 10% (dibuat baru)
Pereaksi
Natrium fluoride
Natrium Oksalat
Natrium Tartrat
Kertas pH
Kalium Dihidrogen Fosfat
Kertas Merah Kongo
D. CARA KERJA
pH = 1
Dipipet dengan tepat 2 mL larutan induk besi(III) ke dalam labu takar
50 mL.
Ditambahkan 1,5 mL larutan jenuh NH4SCN dan 7 tetes larutan HCl
pekat.
Diencerkan sampai tepat 50 mL
Segera diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 480 nm.
pH Bervariasi
Dibuat satu per satu larutan-larutan dengan berbagai pH :
Dimasukkan 2 mL larutan induk Fe(III) dan 1 mL larutan
jenuh NH4SCN dalam labu takar. Ditambahkan 3 tetes NaOH
4 M. Diencerkan hinggal 50 mL pada labu takar I.
Dimasukkan 2 mL larutan induk Fe(III) dan 1 mL larutan
jenuh NH4SCN dalam labu takar. Ditambahkan 4 tetes NaOH
4 M. Diencerkan hinggal 50 mL pada labu takar II.
Dimasukkan 2 mL larutan induk Fe(III) dan 1 mL larutan
jenuh NH4SCN dalam labu takar. Ditambahkan 5 tetes NaOH
4 M. Diencerkan hinggal 50 mL pada labu takar III.
Masing-masing diukur absorbansinya pada panjang gelombang 480 nm
dan dilakukan pengukuran pH dengan kertas indikator.
pH = 1,7
Dipipet dengan tepat 2 mL larutan induk besi(III) ke dalam labu takar
50 mL.
Ditambahkan 0,5 mL NH2OH.HCL.
Dikocok larutan dengan baik.
Didiamkan selama 1-2 menit.
Ditambahkan 1 mL 0,3% larutan o-fen.
Diencerkan hingga 50 mL.
pH = 2
Dipipet dengan tepat 2 mL larutan induk besi(III) ke dalam labu takar
50 mL.
Ditambahkan 0,5 mL NH2OH.HCL.
Dikocok larutan dengan baik.
Didiamkan selama 1-2 menit.
Ditambahkan 1 mL 0,3% larutan o-fen.
Ditambahkan beberapa tetes NaOAc 2 M hingga warna merah mulai
timbul
Diencerkan hingga 50 mL.
pH = 5
Digunakan hasil pengukuran absorbansi yang pertama pada percobaan
II.I
pH = 9
Dipipet dengan tepat 2 mL larutan induk besi(III) ke dalam labu takar
50 mL.
Ditambahkan 0,5 mL NH2OH.HCL.
Ditambahkan 1 mL 0,3% larutan o-fen.
Ditambahkan larutan NH3 pekat setetes demi setetes hingga larutannya
bersifat basa terhadap kertas lakmus.
Diencerkan hingga 50 mL.
pH = 12
Dipipet dengan tepat 2 mL larutan induk besi(III) ke dalam labu takar
50 mL.
Ditambahkan 0,5 mL NH2OH.HCL.
Ditambahkan 1 mL 0,3% larutan o-fen.
Ditambahkan 7 ttetes larutan NaOH 4 M
Diencerkan hingga 50 mL.
E. DATA PENGAMATAN
No
t (menit) Absorbansi (A)
.
1. 15 0,247
2. 30 0,237
3. 45 0,227
4. 60 0,222
5. 75 0,216
6. 90 0,212
7. 105 0,208
8. 120 0,202
No
Nama Anion Absorbansi (A)
.
1. NaF 0,005
2. Na-oksalat 0,023
3. Na-tartrat 0,227
4. K-dihidrogen fosfat 0,060
No
T (menit) Absorbansi (A)
.
1. 15 0,389
2. 30 0,391
3. 45 0,388
4. 60 0,386
5. 75 0,388
6. 90 0,388
7. 105 0,389
8. 120 0,392
No
pH Absorbansi (A)
.
1. 1,7 0,171
2. 2,0 0,445
3. 5,0 0,385
4. 9,0 0,408
5. 12,0 0,309
No
Nama Anion Absorbansi (A)
.
1. NaF 0,409
2. Na-oksalat 0,406
3. Na-tartrat 0,400
4. K-dihidrogen fosfat 0,407
Besi(III)-tiosianat
0.3
0.25
0.2
0.15
Absorbansi
0.1
0.05
0
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
Besi(II)-ortofenantrolin
0.4
0.39
Absorbansi
0.38
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
Dari grafik yang telah dijabarkan diatas, dapat diketahui bahwa pada Besi(III)-
tiosianat absorbansi yang dihasilkan semakin kecil seiring bertambahnya waktu. Hal ini
menunjukkan bahwa kestabilan warna kompleks yang terbentuk semakin berkurang atau
memudar sehingga menyebabkan terjadinya serapan terhadap warna kompleks juga
berkurang. Oleh karena itu berpengaruh pada nilai absorbansinya yang semakin kecil.
Besi (III)-tiosianat
0.25
0.2
0.15
Absorbansi 0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
pH
Besi (II)-ortofenantrolin
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
Absorbansi 0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 2 4 6 8 10 12 14
pH
Dari grafik yang telah dijabarkan diatas dapat diketahui bahwa, pada besi(III)-
tiosianat manunjukkan bahwa semakin tinggi pH atau semakin tinggi kebasaannya,
absorbansinya semakin kecil. Hal ini disebabkan karena besi(III)-tiosianat tidak stabil pada
pH tinggi. Sedangkan pada besi(II)-ortofenantrolin terjadi perbedaan absorbansi yang sangat
besar pada pH 1,7 ke pH 2. Namun pada pH basa antara pH 9 dan pH 12, nilai absorbansinya
lebih tinggi dibandingkan pada pH asam. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa
besi(II)-ortofenantrolin lebih stabil pada keasaman dan kebasaan yang tidak terlalu tinggi.
3. Pengaruh Anion terhadap Absorbansi
KETERANGAN :
1. NaF
2. Na-oksalat
3. Na-tartrat
4. K-dihidrogen fosfat
Besi (III)-tiosianat
0.25
0.2
0.15
Absorbansi 0.1
0.05
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Pelarut
Besi (II)-ortofenantrolin
0.41
0.41
0.41
0.4
0.4
Absorbansi
0.4
0.4
0.4
0.39
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Pelarut
Dari grafik yang telah dijabarkan diatas dapat diketahui bahwa, Dari kurva dan data
yang didapat nilai absorbansi pada besi(II)-ortofenantrolin mempunyai pergeseran yang
relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa besi(III)-ortofenantrolin tidak mudah dipengaruhi
oleh anion. Karena pada hasil percobaan tersebut besi(II)-ortofenantrolin dapat
mempertahankan nilai absorbansi pada penambahan beberapa anion. Sedangkan pada
besi(III)-tiosianat, absorbansi yang dihasilkan dari penambahan beberapa anion memiliki
pergeseran yang cukup signifikan. Sehingga dapat disimpulkan pada senyawa kompleks
besi(II)-ortofenantrolin lebih stabil jika dibandingkan dengan besi(III)-tiosianat.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dan data yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
besi(II)-ortofenantrolin lebih stabil dibandingkan dengan besi(III)-tiosianat, baik
berdasarkan waktu, pH, maupun dengan penambahan anion.
H. DAFTAR PUSTAKA
Tim dosen KBK analitik. 2016. Buku Petunjuk Praktikum Analisis Instrumentasi.
Malang: UM
I. JAWABAN PERTANYAAN
1.
Kurva Ideal
0.4
Absorbansi 0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
Absorbansi yang dihasilkan dari grafik tersebut tetap, karena tidak terjadi
pengurangan intensitas warna. Sehingga dapat dikatakan bahwa kompleks tersebut
memiliki sifat kolorimetri yang baik.
2. a. Tidak dikerjakan
b. Tidak dikerjakan
c. Tidak dikerjakan
d.
Natrium Asetat : untuk mengatur pH hingga warna kompleks Fe(II) o-
fenantrolin dapat terjadi dengan cepat.
Larutan NH2OH.HCl : untuk mereduksi Fe(III) menjadi Fe(II) yang akan
membentuk kompleks yang lebih baik dengan o-fenantrolin.
J. LAMPIRAN