Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR

“KERETA MAGLEV DAN PESAWAT SUPERSONIC”

Dosen Pembimbing
Arif Rahmatullah, M.Si

Disusun oleh kelompok 3:


1. Endang Rahmawati (20041003)
2. Rinata Dwi Anggraini (20041008)
3. Putri Salsa Dwi P (20041021)
4. Arinatus Shofifah (20041025)

PRODI AKUTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
PEMBAHASAN
KERETA MAGLEV
1.1 Pengertian Kereta Maglev
Kereta api merupakan suatu alat transportasi massal yang secara umum
terdiri dari lokomotif dan serangkaian gerbong-gerbong yang dapat
mengangkut banyak penumpang dan barang. Adapun jenis dan macam kereta
api yang sudah kita ketahui adalah: kereta api konvensional, kereta api
monorail, kereta api bawah tanah (subway), dll. Saat ini teknologi
perkembangan di bidang perkereta apian yang terbaru adalah dengan
mengembangkan teknologi system bantalan rel dengan teknologi gaya
melayang magnet atau yang lebih dikenal dengan magnet levitation. Magnetic
leviatation merupakan sebuah metode yang digunakan untuk membuat sebuah
objek melayang di udara tanpa bantuan selain medan magnet. Medan ini
digunakan untuk menolak atau meniadakan gaya tarik gravitasi. Jepang
merupakan negara pertama yang mengembangkan jaringan kereta Maglev
yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1964. Mengingat Jepang
merupakan salah satu Negara industry di Asia, dengan mobilitas yang sangat
tinggi, maka diperlukan alat transportasi darat yang mendukung seluruh
aktifitas penduduk Jepang. Hanya Jepang dan Jerman saja yang siap
memasuki dunia Maglev, bila dilihat dari teknologi Maglev yang telah
terbukti mencapai kecepatan yang mencengangkan hasil dari kedua Negara
tersebut.
1.2 Penelitian tentang magnet leviatation
Mulai tahun 1965 penelitian tentang magnetic levitation pertama kali
dipublikasi. Pada periode tahun 1960-an inilah penelitian kereta maglev
mengalami perkembangan. Tahun 1970-1980 teknologi kereta maglev
sudah matang dan mulai diproduksi. Setelah kereta maglev diproduksi, pada
tahun 1990-an kereta maglev berada pada tahap pengujian. Pada tahun
2003, kereta maglev mulai beroperasi di Shanghai China. Pada uji coba
yang dilaksanakan pada tahun 1996, kecepatan yang berhasil dicapai kereta
ini adalah 443 km/jam (275 mil/jam) untuk rel konvensional, dan
menorehkan prestasi karena dinobatkan sebagai kereta tercepat di dunia
dengan kecepatan 581 km/jam (361mil/jam) pada tahun 2003.
Pada bulan maret 2000 China menyetujui pembangunan Maglev dengan
menggunakan teknologi Jerman. Berdasarkan persetujuan ini, China akan
membangun jaringan kereta komersial terpanjang di dunia. Pembangunan
teknologi Maglev ini direncanakan mencapai kecepatan 430 km/jam (270
mil/jam) dan akan menjadi jaringan kereta Maglev terpanjang di dunia.
China menggunakan German Transrapid sistem dengan rute bandara
internasional Pudong, Shanghai-Longyang, melalui 2 jalur metro
(subway/jalur bawah tanah) yang ditempuh dalam waktu delapan menit.
Dengan adopsi teknologi Jerman, China mengembangkan jalur baru dengan
rute ShanghaiHangzhou yang beroperasi tahun 2010.
1.3 riset dan pengembangan kereta maglev
Kereta maglev bisa beroperasi dalam kecepatan 300-400 km/jam. Dalam uji
coba di jepang. JR-Maglev kereta maglev tercepat di dunia dengan
kecepatan resmi, 581 km/jam (2003,Guiness World Record). Penggunaan
kereta api/listrik, 3X lebih hemat dari mobil dan 5X lebih hemat dari
pesawat terbang. Kereta maglev terdiri dari 2 gerbong minimal dan
maksimal bisa 10 gerbong. Dapat juga digunakan sebagai kereta kargo
dengan kapasitas seberat 15 ton/gerbong.
1.4 Prinsip Kerja Magnetically Levitated Train (Maglev train)
Pada umumnya prinsip kerja dari Maglev train adalah dengan
memanfaatkan daya tolak-menolak dan gaya tarik-menarik antara medan
magnet yang berada pada rel (railway) dengan kereta itu sendiri. Jadi dapat
disimpulkan bahwa untuk membuat kereta ini terangkat dari lintasannya
dibutuhkan medan magnet yang sangat kuat. Tentu saja untuk mendapat
medan magnet yang kuat dibutuhkan magnet batang dengan jumlah yang
sangat banyak, namun permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan
penerapan hukum Lenz.
Dalam hukum Lenz disebutkan bahwa, “Arus imbas akan muncul dalam
arah yang sedimikan rupa sehingga arah tersebut menentang perubahan
yang menghasilkannya”. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa hukum Lenz ini hanya berlaku pada rangkaian
penghantar ruangan tertutup. Sehingga bila terdapat perubahan fluks magnet
dalam ruang yang dikelilingi sistem kawat yang membentuk kumparan
tertutup (rangkaian sistem tertutup), maka akan mengakibatkan terciptanya
medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet dalam sitem itu.
Daya angkat magnet dapat dilihat berdasarkan material magnet dan system
yang dapat menarik atau menekan bagian masing-masing (antara kereta
dengan dinding lintasan) secara bersama-sama dengan gaya yang
bergantung pada medan magnet dan area dari magnet itu sendiri, sehingga
tekanan oleh magnet (magnetic pressure) dapat diketahui. Tekanan
magnetic dari magnet dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Dimana Pmag merupakan tekanan magnetic persatuan luas (Pacal/Pa), B
adalah medan magnet (Tesla), dan μ0 = 4π×10−7 N·A−2 adalah
permeabilitas vakum. Biasanya design dari Maglev train ini dibuat
streamline (langsing) atau aerodinamis yang bertujuan untuk mengurangi
gesekan terhadap udara, sehingga kereta ini dapat bergerak dengan cepat
mengingat tidak terdapat gesekan antara kereta dengan rel (lintasannya).

1.5 Teknologi Maglev Train


Saat ini terdapat tiga jenis teknologi Maglev, yaitu Electromagnetic
Suspension (EMS), Electrodynamic Suspension (EDS), dan Inductrack.
1. Electromagnetic Suspension (EMS)
Pada sistem kereta Maglev, terdapat tiga komponen utama, yaitu sumber
daya listrik yang besar, kumparan logam yang melingkupi sebuah jalur
pemandu (guideway) serta magnet pemandu besar yang dipasang di bagian
bawah kereta api. Pada teknologi EMS, kereta terangkat diatas lintasan
baja karena adanya medan magnet yang dihasilkan oleh electromagnet (rel
mendorong kereta ke atas). Medan magnet dibentuk oleh kumparan yang
dialiri listrik di sepanjang Pmag = dinding jalur pemandu pada kereta dan
pada rel yang dikombinasikan untuk menggerakkan kereta api. Kumparan
bermagnet sepanjang rel, yang disebut jalur pemandu, akan menolak
magnet yang terletak di bawah gerbong kereta. Hal ini akan membuat
kereta mengambang (levitate) antara 0,39-3,93 inch (1-10 sentimeter) di
atas jalur pemandu. Pada saat kereta terangkat, daya listrik diberikan ke
kumparan di dalam dinding jalur pemandu untuk membentuk medan
magnet yang menarik dan mendorong kereta sepanjang jalur pemandu.
Arus listrik yang diberikan ke kumparan pada dinding jalur pemandu
secara berganti-ganti mengubah polaritas kumparan magnet. Perubahan
polaritas ini menyebabkan medan magnetik di depan kereta menarik kereta
ke depan, sementara medan magnet di belakang kereta menambahkan gaya
dorong ke depan.
2. Electrodynamic Suspension (EDS)
Pada system EDS, baik pada lintasan (rel) dan kereta terdapat medan
magnet, kereta terangkat oleh gaya tolak antara kedua gaya magnet
tersebut17 . Medan magnet pada kereta dihasilkan oleh elektomagnet atau
oleh magnet permanen. Gaya tolak pada lintasan dihasilkan oleh induksi
medan magnet pada kumparan yang terdapat pada dinding lintasan.
Keuntungan utama dari sistem gaya tolak Maglev adalah tingkat
kestabilannya, yang membatasi jarak antara lintasan dan kereta magnet
yang menghasilkan gaya yang kuat sehingga dapat menggembalikan
kereta ke posisi semula. EDS juga mempunyai kekurangan, pada
kecepatan rendah arus listrik yang dihasilkan oleh kumparan pada
guideway dan resultan fluks magnetic tidak cukup besar untuk menopang
berat kereta. Sebab itu, kereta harus mempunyai roda karet untuk
menopang kereta sampai mencapai kecepatan dimana kereta dapat
melayang di atas lintasan. Karena kereta dapat berhenti dimana saja bila
terjadi kesalahan teknis, maka seluruh lintasan harus dapat menopang
pengoperasian kereta baik pada kecepatan tinggi maupun rendah. Fungsi
lain dari roda adalah menopang kereta supaya tetap bisa meluncur bila
listrik mendadak mati atau alirannya mengalami gangguan. Selain itu
kelemahan lain dari sistem ini adalah sistem gaya tolak ini secara alami
akan menghasilkan medan di bagian depan dan belakang kereta yang akan
memberikan perlawanan pada lintasan sehingga akan terbentuk hambatan.
Namun secara umum hal tersebut hanya terjadi pada kecepatan rendah,
pada kecepatan tinggi hal tersebut tidak berdampak pada laju dari kereta
itu sendiri. Pada sistem yang menggunakan elektromagnet superkonduksi,
ekstradingin ini listrik akan tetap mengalir meskipun sumber daya
utamanya sudah dimatikan. Pada sistem EMS, yang menggunakan
elektromagnet standar, kumparan hanya dapat menyalurkan listrik bila
terdapat pasokan dari power supply. Dengan mendinginkan kumparan
pada suhu beku, sistem milik Jepang ini lebih unggul karena hemat energi.
Sehingga pada ICE/Trasrapid Jerman dilengkapi dengan sumber daya
(baterai) cadangan bila pasokan daya terputus.
3. Inductrack
Inductrack merupakan jenis baru dari EDS yang menggunakan magnet
permanen pada suhu kamar untuk menghasilkan medan magnet dari pada
menggunakan electromagnet atau elektromagnet superkonduksi yang
dingin. Inductrack menggunakan sumber daya untuk mepercepat laju
kereta hanya sampai pada saat kereta mulai terangkat. Bila pasokan daya
terputus atau mengalami gangguan maka kereta akan melambat secara
perlahan dan berhenti dengan roda karet sebagai penopangnya. Lintasan
untuk sistem ini berupa sirkuit elektrik pendek yang terdiri atas kabel yang
terisolasi, sirkuit ini seperti anak tangga. Ketika kereta bergerak, medan
magnet akan menolak magnet pada kereta sehingga kereta dapat terangkat
dari lintasan. Terdapat dua jenis design Inductrack yaitu Inductrack I dan
Inductrack II. Dimana Inductrack I dibuat untuk kecepatan tinggi
sedangkan Inductrack II dibuat untuk kecepatan rendah. Inductrack dapat
melayang lebih tinggi (~2,54 cm) dan memiliki tingkat kestabilan yang
lebih baik. Karena jarak yang cukup jauh dari lintasan hal ini berarti kereta
dengan sistem ini tidak membutuhkan sistem yang rumit untuk menjaga
kereta agar tetap stabil. Sebelumnya magnet permanen tidak digunakan
karena para ilmuan menduga bahwa magnet ini tidak akan dapat
menghasilkan daya angkat yang cukup.

1.6 kekurangan dan kelebihan kereta maglev


a. kelebihan kereta maglev
Kelebihan utama dari kereta ini adalah kemampuannya yang bisa
melayang diatas rel, sehingga tidak menimbulkan gesekan. Tidak akan ada
penggatian rel atau roda kereta. Biaya perawatan dapat hemat. Gaya
resistansi udara tentunya masih ada. Untuk itu dikembangkan lagi kereta
maglev yang lebih aerodinamis. Maglev juga menawarkan kenyamanan
bertransportasi, sangat hemat energi karena mengkonsumsi listrik yang
dapat di hasilkan oleh hidro, fusi, angin, atau pembangkit listrik tenaga
surya. Maglev tidak memancarkan polusi karena efisiensi energi yang
sangat tinggi.
b. Kekurangan kereta maglev
Kereta jenis ini juga tak lepas dari kekurangan. Dikarenakan melaju
dengan kecepatan yang sedemikian tinggi, potensi kecelakaan bisa terjadi
jika terdapat gangguan pada sistem induksi magnet. Kekurangan lain
kereta ini adalah di mahalnya investasi terutama pengadaan rel
magnetiknya.
PESWAT SUPESONIC
2.1 Pengertian Pesawat Supersonic
Pesawat supersonik adalah pesawat terbang yang dirancang untuk melebihi
kecepatan suara setidaknya dalam beberapa konfigurasi penerbangan normal.
Sebagian besar pesawat supersonic saat ini adalah pesawat militer atau
eksperimental. Supersonik adalah kecepatan di atas kecepatan suara, yang
kira-kira adalah 343 m/d (1.087 kaki/detik, 761 mpj, 1.225 km/j, di udara
pada permukaan laut. Kecepatan lima kali di atas kecepatan suara
disebut hipersonik. Pecahan supersonik adalah gerakan retak lebih cepat dari
kecepatan cahaya di bahan rapuh. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh
ilmuwan dari Institut Max Planck untuk Riset Logam di Stuttgart (Markus J.
Buehler dan Huajian Gao) dan IBM Almaden Research Center di San
Jose, California (Farid F. Abraham).
2.2 Perancangan pesawat supersonic LFX
Perancangan pesawat supersonic LFX dimulai dengan menetapkan DRO yaitu
pendefinisian purpose spesifikasi LFX sebagai pertimbangan yang disesuaikan
dengan kebutuhan Indonesia. Tahap selanjutnya dilakukan studi komparasi
dengankonfigurasi tiga pesawat tempur generasi kelima antara lain F35, Sukhoi
FAK PA T-50, dan F22 Raptor. Kemudian melakukan estimasi awal weight sizing
yang diharapkan berat yang diperoleh sesuai dengan DRO yang telah ditentukan.
Setelah itu akan dilakukan matching chart berupa grafik irisan dari berbagai kurva
yang dibentuk dari syarat-syarat desain dan regulasi penerbangan, sehingga dapat
ditentukan titik desain yang merupakan acuan dalam merancang pesawat. Setelah
matching chart diperoleh maka dapat ditentukan konfigurasi outline berupa
ukuran dan bentuk pesawat supersonik LFX Lapan.
2.3 Dasar teori
1. Weight Sizing
Setelah DRO ditetapkan maka dilakukan estimasi awal dari berat pesawat tempur
LFX (weight sizing).Dengan perhitungan weight sizing diharapkan berat yang
diperoleh sesuai dengan DRO yang diinginkan. Adapun parameter-parameter
yang ditentukan pada tahap ini adalah sebagai berikut [Roskam, Jan, 1985] :
• ES&W : Engine Start and Warm Up
• Taxi
• TO : Take Off
• Climb
• Cruise
• Loiter
• Descend
• L,T,ES : Landing, Taxi and Shutdown
• FF : Fuel Fraction
• WTO : Gross Take Off Weight

• WOE : Airplane Operating aweight Empty


• WE : Empty Weight
• Wfuel : Mission Fuel Weight
• WPL : Payload Weight
• Wtfo : Weight of All Trapped (unusable) fuel and oil
• WFEQ : Fixed Equipment Weight
2. Matching Chart
Setelah melakukan weight sizing estimation, selanjutnya dilakukan matching chart
sizing. Perancangan dengan matching chart dimaksud untuk menentukan design
point , dimana titk ini akan menjadi titk acuan rancangan. Titik desain ini
merupakan hasil perhitungan dari rasio thrust to weigt yang cukup tinggi
diperlukan pada fasa tempur (combat) untukmaneuver. Kemampuan maneuver
sangat bergantung pada rasio thrust to weight suatu pesawat. Perhitungan rasio
thrust to weight pesawat LFX mengacu pada dua fasa ukuran, yaitu fasa cruise
dan fasa maneuvering.

2.4 DRO LFX


DRO LFX LAPAN ditetapkan dengan melakukan pendefinisian purposes atau
pengajuan spesifikasi LFX dengan pertimbangan yang disesuaikan dengan
kebutuhan Indonesia. Pertama Purpose ini akan menjadi acuan dalam perancangan
Conceptual Design LFX. Kedua sebagai tutorial atau dokumen untuk team design
dan yang lainnya. Mengacu kepada program LAPAN sebagai main purpose LFX
adalah Military Aircraft. Berikut adalah klasifikasi pesawat LFX yang akan
dirancang :
1. Mission Design
Fungsi utama dari pesawat LFX adalah sebagai alusista stealth fighter aircraft
(see without being seen). Sedangkan fungsi lain adalah untuk supercruise, high
maneuveribilityu, air to air, air to ground, air forces, navy dan pilot training.
2. Regulation Base
Dasar regulasi dalam perancangan pesawat supersonik LFX Lapan adalah regulasi
military aircraft, spesial fighter aircraft generasi ke-5.

3. Initial Configuration
Konfigurasi awal yang diterapkan dalam perancangan LFX adalah sebagai berikut
:
• Wing : Fix Middle wing (untuk memudahkan maneuver)
• Landing gear : Tricycle Retractable (saat flight dan landing)
• Landing area : land
• Material : metal, composite, dan beberapa material lainnya
• Kapasitas : 1 pilot
4. Engine
Engine yang akan dipakai 2 mesin turbo fan, spesifikasinya antara lain :
• Manufacturer : Shenyang Liming
• Model : tipe WS-10G
• Thrust W/afterburner : 155000 N ( 2 engine)
• Lokasi engine : aft body (thrust vector)
• Lokasi fuel tank : center body (down)
5. Weight
Dengan mengambil rata-rata dari perbandingan tiga fighter aircraft maka
perkiraan weight antara lain :
• MTOW : 34473 Kg
• Useful load : 16601kg (36599 lbs)
• Payload : 4 x AIM-120 AMRAAM dengan berat total 12,000 lbs
2× AIM-9 Sidewinder dengan berat total 2,000 lbs
6. Performance
Pesawat supersonik LFX diharapkan mampu memiliki performance :
• Max cruise speed : M = 2 pada ketinggian 40,000 ft dengan beban eskternal
• Climb : Direct climb ke ketinggian 40,000 ft dalam waktu 6 menit
• Pressurization : 5,000 ft, cockpit at 60,000 ft
• Combat radius : 1852 km (1000 nm)
• Range : 3600 km (1944 nm)
• Maximum design g-load : 9g

2.5 Studi Komparasi

Dalam perancangan pesawat supersonik LFX Lapan dilakukan berdasarkan


perbandingan tiga pesawat tempur generasi kelima antara lain :
Tabel 4.1 Studi Komparasi 3 Pesawat Tempur Generasi Kelima

NO SPECIFICATION F-35A CTOL SUKHOI Lockhead


PAK FA Martin F22A-
t-50 Raptor JSOH
(1 ) (2) (3) (4) (5)
Picture
GENERAL
2. Crew 1 1 1
3. Length(m) 15.67 19.8 18.90
4. Heigth(m) 4.33 6.05 5.08

5. Span (m) 10.7 14 13.56


6. Wing area (m²) 42.7 78.8 78.04
7. Internal fuel 8,382 10,300 8,200-11,900 (2
capacity (Kg) external fuel
tank)
MTOW (Kg) 31,800 37,000 38,000
Powerplant 1xPratt&Whitnet 2xAL- 2xPratt&Whitnet
F135afterburnin 41F1 for F119-PW-100
g prototypes pitch thrust
turbofan turbofan vectoring
turbofans
8. Dry Thrust(kN) 125 96.1 104
Thrust with after 191 152 156+
Burner (kN)

PERFORMANCE
Maximum Speed 1.6+ 2+ 2.25 (super
(Mach) cruise:1.82)
Range (Km) 2,220 5,500 2,960
Combat Radius Over 1,090 1,500 759
(Km)
Service Ceiling (m) 18,288 20,000 19,812
Rate of Climb m/s - 350
Wing Loading 446 330-470 375
(kg/m2)
Cruise Speed 1,850-
(Km/h) 2,100
Thrust/Weight 0.87 (full fuel) 1.19
1.07 (50% Fuel)
Maximum design 9g 9+g -3.0/+9.0 g
g-load

2.6 Weight Sizing LFX LAPAN


Berikut adalah table initial sizing dari pesawat tempur LAPAN LFX :
Tabel 4.2 Initial Sizing Pesawat Tempur LAPAN LFX

Payload weight 6350 Kg


Crew weight 100 Kg
Cruise range 3600 Km
Loiter speed 232 m/s
Loiter endurance 30 minutes
SFC at cruise 0,705 lb/hr/hp
SFC at loiter 0,705 lb/hr/hp
Reserve fuel 0.1 %
Ceiling 18288 m
Mach Number 2 Mach
Cruise Speed 590 m/s
Bomb Weight 5443 Kg
Ammo Weight 907 Kg
Strafing Time 5 minutes
SFC at combat 0.9 lb/hr/hp
Cruise In/Out Range 1430 Km
Dash In/Out Range 370 Km
Range Covered 111 Km

Langkah ke 2 adalah membandingkan berat MTOW dan berat empty weight (We)
pesawat tempur LAPAN LFX dengan pesawat tempur pembanding.Dari data
Maximum Take-Off Weight (MTOW) pesawat pembanding, maka dapat
ditentukan estimasi berat Wto untuk pesawat LAPAN LFX sebesar 74,000 lbs .
Selanjutnya dengan estimasi berat Wto tersebut, berat bahan bakar (Wf) dapat
dihitung dengan tahap sebagai berikut[Roskam, Jan, 1985]:
• Fase 1 : Engine Start and Warmup,
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.99
Fase 2 : Taxi
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.99
• Fase 3 : Take Off
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.99
• Fase 4 : Climb
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.96
Range Covered sebesar 111 nm
• Fase 5 :Cruise – Out
Fase cruise ini pada ketinggian 12,192 m dengan kecepatan 590 m/s Rasio L/D
saat fase ini adalah sebesar 8.5
Menggunakan persamaan (a) didapatkan rasio nya sebesar 0.9425
• Fase 6 :Loiter
Fase loiter selama 30 menit.
Rasio L/D saat fase ini adalah sebesar 9
Menggunakan persamaan (b) didapatkan rasio nya sebesar 0.9617
• Fase 7 :Descent
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.99
• Fase 8 :Dash-Out
Rasio L/D saat fase ini adalah sebesar 6.5
Menggunakan persamaan (a) didapatkan rasio nya sebesar 0.9726
• Fase 9 :Drop Bomb
Tidak ada pengurangan bahan bakar. Jadi rasio nya sebesar 1
• Fase 10 :Strafe
Waktu strafing selama 5 menit dengan specific fuel consumption maksimum
sebesar 0.9 lb/hr/hp.
Rasio L/D saat fase ini adalah sebesar 6.5
Menggunakan persamaan (b) didapatkan rasio nya sebesar 0.9908
• Fase 11 :Dash-In
Rasio L/D saat fase ini adalah sebesar 7
Menggunakan persamaan (a) didapatkan rasio nya sebesar 0.9756
• Fase 12 :Climb
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.96
Range Covered sebesar 60 nm
• Fase 13 : Cruise – In
Fase cruise ini pada ketinggian 12,192 m dengan kecepatan 590 m/s
Rasio L/D saat fase ini adalah sebesar 9
Menggunakan persamaan (a) didapatkan rasio nya sebesar 0.9456
• Fase 14 : Descent
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.99
• Fase 15 : Landing, Taxi, Shutdown
Mengacu pada table 2.1 Roskam, rasio nya sebesar 0.995
2.7 Analisis Karakteristik Aerodinamik Pesawat LFX telah dilakukan dengan
pengujian model LFX di terowongan angin supersonic
Analisis Karakteristik Aerodinamik Pesawat LFX telah dilakukan dengan
pengujian model LFX di terowongan angin supersonic Lapan pada kecepatan 1.7
M dengan seting tekanan storage 90 psig, tekanan static 20 In Hg(9.8 psi) pada
test section dan tekanan total 55 psig pada settling chamber selama kurang lebih
60 detik. Model uji pesawat LFX ini mempunyai skala 1:56 dari ukuran
sebenarnya,sehingga diperoleh ukuran model dengan panjang body 34 cm dan
panjang wing span 25 cm. Dari pengujian tersebut diperoleh data–data hasil
pengujian berupa gaya – gaya aerodinamik yang terjadi pada pesawat terbang
LFX. Gaya–gaya tersebut adalah gaya axial yang merupakan gaya hambat, gaya
normal atau gaya angkat, dan gaya momen. Pengujian dilakukan hanya pada satu
resim kecepatan, untuk memperoleh informasi karakteristik aerodinamik yang
lebih lengkap perlu dilakukan pengujian untuk beberapa resim kecepatan. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa model mengalami gaya momen atau gaya roll
yang cukup besar sehingga perlu dilakukan analisis yang lebih teliti, terutama
untuk model dan karakteristik aliran dari Terowongan Angin.

2.8 LFX, Pengembangan Pesawat Tempur Indonesia yang Tertunda


Jakarta Dalam menjaga kedaulatan Indonesia, kebutuhan alat utama sistem
persenjataan (alutsista) sangat dibutuhkan dan penting. Pemerintah Indonesia pada
tahun 2014 mulai gencar membangun alutsista dalam negeri, salah satunya
program pengembangan pesawat tempur KFX/IFX bersama Korea Selatan.
Ternyata, selain program KFX/IFX, Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan) juga sudah melakukan penelitian pesawat tempur supersonik
yang disebut Lapan Fighter Experiment (LFX). Peneliti Utama LFX, Sulistyo
Atmadi mengatakan, penelitiannya melalui program riset Peningkatan
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) Kemenristek ini untuk mendukung
kemandirian pesawat tempur maupun project KFX/IFX. "Dulunya kita kan
diundang Kemenhan membicarakan tentang program KFX/IFX. Tapi kan kita
belum terlibat (dalam program KFX/IFX) waktu itu karena Pustekbang Lapan itu
baru terbentuk 2011. Kemudian kita mengajukan riset itu melalui PKPP Program
peningkatan pendidikan perekayasa lalu kita melakukan riset semacam
konfigurasi awal untuk pesawat tempur," ucap Sulistyo saat dihubungi
Liputan6.com, Jakarta Senin 21 April 2014.
LFX sendiri memiliki konsep sebagai pesawat latih-lanjut generasi ke 5, dan
dengan kemampuan multi-misi dan dirancang agar bisa sesuai dengan kondisi
geografis Indonesia. Sulistyo menambahkan, meski dengan anggaran yang sedikit,
ia bersama beberapa teman sesama penelitinya sudah berhasil membuat konsep
LFX kecepatan supersonik. "PKPP itu cuma Rp 250 juta, itu untuk penelitian 5
peneliti untuk satu tahun. Rp 250 juta itu untuk honor penelitinya, pembuatan
modelnya, dan sebagainya. Itu dikelola Kemenristek, setiap PKPP itu dijatah Rp
50 juta untuk setiap peneliti. Tapi kita sudah di tahap conceptual design, kita
sudah merancang bentuk luarnya dan kita uji dengan terowongan angin dan
simulasi CFD," imbuhnya. Project LFX sudah dilakukan sejak tahun 2012, namun
sayangnya program ini tidak berlanjut karena masalah anggaran. Selain itu,
hampir seluruh tim Pustekbang Lapan sedang mengembangkan pesawat sipil N-
219 bersama PT Dirgantara Indonesia. "Cuma tahun 2012 saja, sebetulnya tahun
2013 ada penelitian intern untuk membuat model terbangnya, tapi ternyata
dananya nggak ada. Selain itu tahun ini PKPP tahun ini sudah tidak ada lagi.
Tahun ini sudah tidak ada lagi penelitiannya (LFX), karena hampir semua SDM
terlibat di N-219 karena itu kan butuh banyak tenaga dan ini (LFX) juga belum
prioritas," urai Sulistyo. Untuk kelanjutan Program LFX, pria yang telah puluhan
tahun berpengalaman di teknologi penerbangan ini menyerahkan sepenuhnya
kepada Pemerintah. Karena ini merupakan program jangka panjang yang
membutuhkan anggaran dan penelitian yang lama. "Tergantung pimpinan nasional
kita, bagaimana? Apakah mau meneruskan IFX kalau KFX-nya nggak jadi. Tapi
waktu kita mendisain itu ada narasumber dari dokter ITB yang juga terlibat dalam
program bersama Korea dan juga Pak Agung Nugroho, beliau juga terlibat dalam
KFX. Jadi sebetulnya walaupun konsepnya beda, tapi hampir miriplah dengan
program IFX gitu," tambahnya. Jika diteruskan, ia berharap pemerintah membantu
transfer of technology dengan negara lain agar program LFX bisa berjalan dengan
cepat. Selain itu, perlu dibangun konsorsium pesawat tempur nasional.
"Pesawatnya nggak terlalu masalah, tapi instrumentasinya kalau kita mau
membuat kelas generasi 5 itu sudah siluman. Kalau siluman itu Korea saja
teknologinya belum dikasih sama Amerika. Jadi diberi saja tapi ilmunya tidak
dikasih. Tapi kita tetap berusaha, karena kan pesawat terbang itu kan tidak hanya
dalam jangka waktu 1-5 tahun. Tapi sampai jangka 15 tahun. Siapa tahu pada saat
kita harus membuat, entah itu ada pengetahuan atau sudah ada negara lain yang
mampu bekerjasama dengan kita," katanya. "Kalau untuk sampai tingkat
prototipe, tentu diperlukan konsorsium, karena Lapan tidak mampu sendiri.
Seperti PT DI untuk industrinya, lalu BPPT karena mereka punya laboratorium,
ITB dan sebagainnya. Kalau kita tugasnya sebagai perisetnya aja," jelas
dia.Sementara, dihubungi terpisah, juru bicara Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP) Silmi Karim menilai program LFX ini bisa dimaksimalkan
agar membantu kemandirian dalam negeri. Ia berharap tim peneliti LFX bisa
membantu program KFX/IFX, agar kemandirian pesawat tempur dalam negeri
bisa segera terlaksana. "Kita harus melakukan satu sinergi, baik itu penelitian atau
pengembangan riset dan teknologi. Sehingga energinya itu bisa dimaksimalkan di
satu tujuan. Kalau Kemenhan punya kebijakan KFX/IFX dengan Korea, terus
kemudian ada Lapan dengan LFX. Nah ini kan ada 2 Energi, yang kalau
dimaksimalkan lebih bagus. Intinya kita perlu memaksimalkan potensi bangsa,"
ungkap Silmi. (Tanti Yulianingsih)

Daftar Pustaka

Dana Herddiana, S. A. (2012). Analisis Karakteristik Aerodinamik Pesawat LFX


Melalui Pengujian Model Di Terowongan Angin Supersonik. 306-314.
Desita, R. K. (2018, Agustus). Revolusi Perkembangan Magnet Pada Sarana
Transportasi Kereta Api Dengan Menggunakan Teknologi Maglev
(Magnetic Levitation). 1-21.
Firman, M., Fahmi, A. S., & Hari, A. C. (2019). Rancangan Prototype Kereta
Maglev Sebai Media Pembelajaran Kontekstual Untuk Menjelaskan
Materi Fisika Elektromagnetika. Jurnal Unej, 87-91.
Jamaludin, & Andri, P. (2019, November). Karakteristik Medan Magnet Pada
Kumparan Berinti Besi Sebagai Bahan Pembuatan Prototipe Kereta
Maglev. Jurnal Perkeretaapian Indonesia, 119-124.
Lidia, K. P., Arifin, R. S., & Sulistyo, A. (2012). Perancangan Konseptual
Pesawat Supersonik LFX LAPAN. 372-384.

Anda mungkin juga menyukai