Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PERENCANAAN PENEMPATAN
DETEKTOR KEBAKARAN

Oleh :
KELOMPOK 4
KELAS NAMA NRP
D4 K3 RPL VIII 1. Bella Setia Murni (0519140101)
2. Edy Susanto (0519140106)
3. Keikko Farida Kusuma (0519140112)
4. Riyan Tegar Hidayat (0519140119)
5. Viodea Firlii R (0519140125)
6. Winda Furoidatul (0519140127)

D4 TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


JURUSAN TEKNIK K3
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2021
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v
BAB I ............................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.4. Ruang Lingkup ........................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
2.1. Prinsip Terjadinya Kebakaran ................................................................................... 3
2.1.1. Teori Segitiga Api .............................................................................................. 3
2.1.2. Fire Tetra Hedron .............................................................................................. 4
2.2. Detector .................................................................................................................... 4
2.2.1. Detektor Asap (Smoke Detector) ...................................................................... 5
2.2.2. Detektor Panas (Heat Detector) ........................................................................ 7
2.2.3. Detektor Nyala Api (Flame Detector) ................................................................ 9
2.3. Prosedur Peerencanaan Sistem Pencegehan Kebakaran ......................................... 9
2.4. Perancangan Pemasangan Detektor ......................................................................... 9
2.5. Persyaratan Umum ................................................................................................... 9
2.6. Perancangan Konsep ................................................................................................. 9
BAB III ....................................................................................................................... 10
3.1. Tahapan Pengerjaan ............................................................................................... 10
3.2. Flowchat .................................................................................................................. 12
BAB IV ............................................................................................................................. 13
4.1 Spesifikasi Gedung Lab Integritas PPNS Lt (1-4) ..................................................... 13
4.2 Data Ruang Tiap Lantai ........................................................................................... 13
4.3 Potensi Sumber Bahaya .......................................................................................... 13
4.4 Perkiraan Analisa Risiko .......................................................................................... 14

ii
4.5. Perhitungan Detektor SNI- 03-3985-2000 .............................................................. 14
4.5.1. Detektor Kebakaran Penginderaan Panas ...................................................... 14
4.5.2. Detektor Kebakaran Penginderaan Assap ...................................................... 16
4.5.3. Detektor Kebakaran Penginderaan Nyala Api................................................. 17
4.5.4. Detektor Kebakaran Penginderaan Gas .......................................................... 18

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


National Fire Protection Association (NFPA) mendefinisikan kebakaran
sebagai suatu peristiwa oksidasi yang mempertemukan bahan bakar yang dapat
terbakar, oksigen, dan panas. Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali,
yang terjadi diluar kemampuan dan keinginan manusia. Kebakaran dapat
menyebabkan kerugian harta benda, kerusakkan struktur bangunan, bahkan
kematian. Berdasarkan data dari DIBI BNFB bencana kebakaran menduduki
peringkat 4 sebagai bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan
persentase 12,9%. Dengan angka persentase yang begitu tinggi, perlu adanya
sistem proteksi untuk dapat menyelamatkan jiwa manusia dan menghindari
kerusakan seminimal mungkin.

Dewasa ini, masih banyak bangunan yang belum dilengkapi dengan


sistem proteksi kebakaran. Penataan ruang dan minimnya sistem
penanggulangan kebakaran juga berkontribusi terhadap timbulnya kebakaran.
Desain sistem proteksi yang baik sangat dibutuhkan agar bangunan mempunyai
kesiagaan dalam menghadapi kebakaran dan meminimalisir kerugian yang
terjadi akibat kebakaran, khususnya pada bangunan fasilitas umum dan bangunan
yang mewadahi orang banyak.

Keputusan Mentri Pekerjaan Umum RI No. 26/PRT/M/2008 menyatakan


bahwa setiap bangunan gedung harus mempunyai pengelolaan proteksi
kebakaran untuk mencegah terjadinya penjalaran kebakaran ke ruangan ataupun
bangunan lain. Setiap bangunan gedung harus mengupayakan proteksi sebaik
mungkin untuk dapat menanggulangi kebakaran. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerapkan sistem proteksi kebakaran pada bangunan. Salah satu alat proteksi
kebakaran yaitu detector asap, api maupun panas.

1
Detektor memiliki peran penting untuk mengatasi keterlambatan dalam
penanganan kebakaran awal yang lebih mudah, yang dapat mendeteksi dan
mencegah api menjadi lebih besar dan memberikan peringatan baik kepada
pemilik maupun orang–orang yang berada disekitar bangunan tersebut. Untuk
menangani kebakaran pada saat ini memang sudah banyak gedung yang
memasang alat penyemprot air otomatis untuk menangani kebakaran yang
mungkin terjadi pada malam hari. Akan tetapi pemilik bangunan tetap perlu
mendapatkan berita kebakaran tersebut secara cepat agar dapat mengambil
tindakan lebih lanjut untuk mencegah kerugian lebih besar dan membantu usaha
pemadaman api dan memudahkan akses bagi pemadam kebakaran ke dalam
gedung atau bangunan. Untuk itu pada laporan kali ini akan dibuat perencanaan
system penempatan detektor pada Gedung J PPNS.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada perencanaan system APAR, sebagai berikut:
1. Bagaimana rencana system detektor pada Gedung J Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya?
2. Bagaimana rencana tata letak system detektor pada Gedung J Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya?
1.3. Tujuan
Tujuan pada perencanaan system detector kebakaran, sebagai berikut:
1. Mampu merencanakan system detector kebakaran pada Gedung J Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya?
2. Mampu merencanakan tata letak system detector kebakaran pada Gedung J
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya?
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup perencanaan system detector kebakaran pada Sistem Pencegahan
dan Penanggulangan Kebakaran meliputi:
1. Lokasi kami melakukan perencanaan system detector kebakaran adalah
Gedung J Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
2. Standar yang kami gunakan adalah

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip Terjadinya Kebakaran


Kebakaran bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan, namun
adanya suatu proses atau tahapan-tahapan yang terjadi bisa disebut juga dengan
diagram fenomena kebakaran seperti gambar 2.1 dibawah ini:

2.1.1. Teori Segitiga Api


Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik yaitu teori segitiga
api (Triangle of fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya
proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu : bahan yang
dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan
oksidator, dan panas yang cukup

3
2.1.2. Fire Tetra Hedron
Selama bertahun-tahun konsep dari api telah ditandai dengan
segitiga api. Pembakaran dan dimulai dari adanya bahan bakar, panas dan
oksigen. Namun seiring dengan perkembangan maka reaksi pembakaran
mempunyai tambahan yang terdiri dari empat unsur yaitu bahan bakar,
panas, oksigen, dan suatu reaksi rantai bahan kimia.

2.2. Detector
Fungsi dari alat pengindera otomatis adalah sebagai pengindera
kebakaran dan penyampaian isyarat sedini mungkin dapat mencegah atau
menanggulangi kebakaran sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih
besar, baik jiwa, harta benda maupun lingkungan. Alat-alat ini dipasang pada
langit-langit atau plafon suatu bangunan dan akan bekerja apabila ada panas, asap
atau radiasi. Kondisi ini akan dapat diidentifikasi dengan cepat, karena adanya
perkembangan lebih lanjut sebagai akibat terjadinya kebakaran seperti:
1. Setelah penyalaan terjadi dan terlepasnya hasil pembakaran
2. Jika asap kebakaran telah mulai timbul

4
3. Jika kebakaran telah menghasilkan nyala api
4. Jika suhu akibat kebakaran meningkat dengan cepat

Secara umum sistem deteksi dan sistem alarm kebakaran bekerja


berdasarkan sinyal kondisi fisik dari sumber kebakaran, misalnya suhu, nyala api,
asap dan gas yang dihasilkan dari sumber kebakaran. Kemudian sinyal fisik
tersebut di tangkap oleh detektor berdasarkan jenis-jenis sensor detektor yang
dipasang di dalam detektor. Setelah itu detektor mengubah sinyal yang ditangkap
menjadi energy listrik yang dialirkan ke panel indikator yang secara otomatis
akan menyalakan switch alarm kebakaran. Jenis-jenis alat deteksi kebakaran
untuk mencegah/mengantisipasi perkembangan terjadinya kebakaran adalah:

1. Detektor asap (smoke detektor)


2. Detektor panas (heat detektor)
3. Detektor api (flame detektor)

Pemilihan alat deteksi kebakaran tergantung pada resiko bahaya


kebakaran yang mungkin terjadi. Bagaimanaupun alat deteksi yang digunakan
harus dapat diandalkan, kuat, dan ekonomis pada umumnya.

2.2.1. Detektor Asap (Smoke Detector)


Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk
hasilpembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya kebakaran.
Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik kelihatan
maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran. Sesuai dengan cara
kerjanya smoke detektor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
a) Ionisation Detector

Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya produkhasil


pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul. Pendeteksian cara
ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan (ukuran
lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan
nyalakebakaran. Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang

5
lebih besar dari kebanyakan api tanpa nyala. Secara umum gambaran
prinsip pendeteksian ionization detektor adalah sebagai berikut :

Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai sejumlahkecil


bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di dalam
ruangpenginderaan, dengan demikian menjadikan udara bersifat
konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus dua elektroda
yang bermuatan. Ini menjadikan kamar pengindera suatu
konduktivitas listrik yang efektif. Ketika partikel asap memasuki
daerah ionisasi, partikel ini menurunkan konduktansi dari udara
dengan jalan mengikatkan diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan
mobilitas. Ketika konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat
yang ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.Pada kondisi
normal, dimana daerah ionisasi bebas dari asap maka electrical circuit
dalam keadan balance atau seimbang.Electrical circuit ini berfungsi
sebagai switch atau sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada
alarm jika terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi
akan menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang
mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang. Hal ini berakibat
voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudianrelay aktif dan
mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda terjadinya kebakaran.

b) Optical Detector

6
Bila ionisation detektor dapat mengindera produk
pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka optical
detektorberfungsi untuk mengindera produk pembakaran yang bisa
dilihat (visible light), misalnya partikel-partikel carbon dan bahan-
bahan kimia yang apabila terbakar menghasilkan asap.Optical
detektor memiliki 2 komponen penting, yaitu sumber cahaya dan
photo-electric cell. Prinsip kerja dari detektor jenis ini adalah karena
adanya cahaya yang masuk pada photoelectric cell. Sumber cahaya
dan photo-electric cell berada dalam ruangan yangkedap cahaya dan
dirancang agar asap kebakaran dapat masuk keruangan tersebut. Bila
tidak ada asap yang masuk (tidak terjadi kebakaran) maka posisi
cahaya dari sumber cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-
electric cell).

Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-


partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut, sehingga
cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah ke photo-electric
cell sebagai

akibat dari terkena asap kebakaran. Dengan


membeloknya cahaya ke photo-electric cell maka dapat mengatifkan
aliran listrik dalam circuitdetektor yang ditangkap oleh amplifier
untuk menggerakkan relay alarm.

2.2.2. Detektor Panas (Heat Detector)


Detektor Panas (Heat detektor) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Heat detektor

7
dirancang untuk mengindera adanya kebakaran pada tingkatan yang lebih
besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini mulai
meningkat.

Panas sebagai akibat dari kebakaran adalah prinsip dasar cara


bekerjanya heat detektor ini, yaitu:

1. Melelehnya material karena panas


2. Memuainya padatan, gas atau cairan
3. Listrik akibat kebakaran

Macam Heat detektor:

a) Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas


tertentu (fixed temperature).
b) Detektor yang bekerjanya berdasarkan kecepatan naiknya temperatur
(Rate of Rise).
c) Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan
temperatur dan batas temperatur maksimum yang ditetapkan. detektor
yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan relay alarm.

Heat detektor menggunakan metal campuran yang meleleh pada


waktu kena panas. Metal campuran biasanya akan meleleh pada
temperatur rendah, yaitu antara 55° - 180° C. Yang perlu diperhatikan
adalah temperatur kamar dimana alat ini hendak dipasang, sehingga dapat
dihindari terjadinya alarm palsu.

8
2.2.3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan
radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api, yaitu:
• Detektor Nyala Api Ultra Violet
• Detektor Nyala Api Infra Merah

Detektor Gas adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan


kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas
lain yang mudah terbakar.

2.3. Prosedur Peerencanaan Sistem Pencegehan Kebakaran


2.4. Perancangan Pemasangan Detektor
2.5. Persyaratan Umum
2.6. Perancangan Konsep

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tahapan Pengerjaan


Dalam pengerjaan tugas ini diperlukan tahap-tahap yang terstruktur dan
sistematis. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan latar belakang Tahap ini merupakan tahap awal yang bertujuan
untuk mengetahui kondisi awal dan penyebab mengapa perlunya dilakukan
perancangan deteksi kebakaran pada perusahaan yang terkait.
2. Perumusan masalah, penetapan tujuan, manfaat dan batasan masalah Pada
tahap ini merupakan acuan agar mendapatkan data yang sesuai dengan target
yang diharapkan.
3. Studi literatur Sebelum melakukan perancangan detektor pada perusahaan,
dibutuhkan teori-teori yang mengacu pada standar-standar yang berlaku.
Pada tugas ini standar yang digunakan yaitu SNI 03- 3985-2000.
4. Pengumpulan data Setelah melakukan tahap studi literatur, selanjutnya
dilakukan tahap pengumpulan data. Adapun data yang digunakan berupa
gambar denah atau layout area gedung. Pada tugas ini data yang akan
dilakukan perancangan detektor yaitu pada gedung PT. SURYA
INDOALGAS.
5. Pengolahan data Pada tugas ini tahap-tahap yang dilakukan dalam
pengolahan data adalah sebagai berikut:
1) Menentukan detektor yang akan dipasang dalam ruangan
2) Menghitung jarak antar detektor
3) Menghitung jumlah detektor secara memanjang dan melintang
4) Menghitung jarak detektor dari dinding horizontal
5) Menghitung jarak detektor dari dinding vertikal
6) Merancang peletakan detektor

10
6. Analisa dan pembahasan Setelah dilakukan pengolahan data pada
perusahaan, dilakukan analisa dan pembahasan mengenai hasil perancangan
yang telah disesuaikan dengan standar yang digunakan.
7. Kesimpulan dan saran Setelah dilakukan analisa dan pembahasan, maka
akan didapatkan kesimpulan dari perancangan yang telah dilakukan.
Sedangkan saran digunakan untuk tugas selanjutnya agar dapat lebih baik.

11
3.2. Flowchat

12
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN DETEKTOR

4.1 Spesifikasi Gedung Lab Integritas PPNS Lt (1-4)


Gedung Lab Integeritas PPNS lantai 1-4 memiliki luas gedung yang
sama yaitu 896,4 M2. Perenhitungan dan perencanaan APAR hanya dilakukan
pada lantai 1-4. Pada tiap lantai terdiri dari beberapa laboratorium yang
digunakan untuk praktikum mahasiswa di PPNS.

4.2 Data Ruang Tiap Lantai


Berikut ini merupakan data ruang tiap lantai gedung J Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya :

a. Jenis Bangunan = Bangunan Umum


b. Luas bangunan tiap lantai (1 - 4) = 896, 4 M2
c. Bentuk atap = Datar
d. Jenis dinding = Tembok dari batu bata
e. Fungsi bangunan = Sesuai ruang masing-masing
f. Material (peralatan) = Meja, Kursi, AC, Bahan kimia, Peralatan listrik
lainnya

4.3 Potensi Sumber Bahaya


Pada gedung ini, tiap ruangan mempunyai fungsi yang berbeda,
kebanyakan ruangan di gedung ini digunakan sebagai lab praktek serta ruang
kelas. Di lab praktek terdapat banya mesi, serta bahan kimia. Berdasarkan hal
tersebut berikut merupakan potensi bahaya di gedung integerasi lt 1-4 :
a. Kebakaran yang disebabkan karena adanya instalasi listrik
b. Kebakaran yang disebabkan karena adanya bahan logam dari bengkel di
gedung tersebut
c. Kebakaran yang disebabkan karena bahan-bahan non logam
d. Kebakaran yang disebabkan karena bahan kimia

13
e. Kebakaran yang disebabkan karena bahan cair mudah terbakar . yang
selanjutnya dapat membakar bahan bahan mudah terbakar lainnya yang ada
didalam ruangan seperti meja, kursi kayu, korden, kertas-kertas, dan barang
– barang lainnya.
4.4 Perkiraan Analisa Risiko
Menurut Kep 186/MEN/1999 Lap Integerasi (lt 1-4) merupakan
bangunan yang termasuk bahaya kebakaran sedang kelompok 2. Bangunan ini
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakara sedang, menimbun bahan dengan
tinggi lebih dari 4-meter dan apbila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang
sehingga menjalarnya api sedang.

4.5. Perhitungan Detektor SNI- 03-3985-2000


4.5.1. Detektor Kebakaran Penginderaan Panas
Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan bahan
temperaturnya naik dan juga energi dihasilkan oleh bahan yang terbakar.

4.5.1.1. Klasifikasi Temperatur


Detektor panas dari tipe temperatur-tetap atau tipe laju
kompensasi pola titik harus digolongkan sesuai temperatur kerja
dan ditandai dengan kode warna yang sesuai (lihat tabel 5.3.1).

14
Apabila warna keseluruhan dari suatu detektor sama dengan
tanda kode warna yang disyaratkan untuk detektor itu, salah satu
susunan berikut, dipakai warna yang kontras dan mudah dilihat
setelah pemasangan, harus dibicarakan :

a) Seuah cincin di atas permukaan detektor.


b) Nilai temperatur dalam angka dengan ketinggian huruf
9,5 mm ( 3/8 inci ).

4.5.1.2. Lokasi
Detektor jenis titik harus diletakkan pada langit-langit dengan
jarak tidak kurang dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi dinding atau
pada sisi dinding yang berjarak antara 100 mm ( 4 inci ) dan 300
mm ( 12 inci ) dari langit-langit (lihat gambar A.5.4.1. pada
apendiks A ).

Pengecualian no.1 : Di dalam hal konstruksi balok melintang


padat, detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok
melintang.

Pengecualian no.2 : Di dalam hal konstruksi balok dimana


kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan jarak
pusatnya kurang dari 2,4 m ( 8 ft ), detektor dapat dipasangkan
pada bagian bawah balok.

Detektor panas jenis garis harus diletakkan pada langit-langit


atau pada sisi dinding dengan jarak tidak lebih dari 500 mm ( 20
inci ) dari langit-langit.

4.5.1.3. Jarak Pemasangan


Salah satu dari ketentuan berikut ini harus diterapkan:

a) arak antar detektor harus tidak boleh melebihi jarak yang


tercantum dalam daftar (“list”) dan detektor harus berada
di dalam jarak setengah dari jarak yang terdaftar

15
(“listed”), diukur pada sudut yang benar, dari semua
dinding atau partisi diperpanjang sampai 460 mm (18
inci) dari langit-langit, atau
b) Seluruh titik pada langit-langit harus terdapat detektor
dengan jarak yang sama dengan 0,7 kali jarak
terdaftarnya. Ini akan bermanfaat dalam melakukan
penghitungan perletakan pada koridor atau daerah yang
tidak teratur.

4.5.2. Detektor Kebakaran Penginderaan Assap


4.5.2.1. Klasifikasi
Detektor asap tipe titik harus diberi tanda terhadap kepekaan
produksi normalnya ( persen per meter pengaburan ), diukur
sesuai persyaratan pada daftar. Toleransi produksi sekitar
kepekaan normalnya harus juga ditunjukkan.

Detektor asap yang mempunyai perlengkapan pengaturan di


lapangan kepekaannya, harus mempunyai rentang pengaturan
tidak kurang dari 0,6 persen/ ft pengaburan, dan sarana
pengaturannya harus diberi tanda untuk menunjukkan posisi
kalibrasi nominal dari pabrik

4.5.2.2. Lokasi dan Jarak


Lokasi dan jarak dari detektor asap harus merupakan hasil dari
suatu evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan enjinering
ditambah panduan yang dirinci dalam standar ini. Bentuk dan
permukaan langit-langit, ketinggian langit-langit, konfigurasi
dari kandungan, karakteristik pembakaran dari bahan mudah
terbakar yang ada dan ventilasi merupakan beberapa kondisi
yang perlu dipertimbangkan.

Apabila dimaksud untuk melindungi terhadap bahaya kebakaran


khusus, detektor dapat dipasangkan dekat pada bahaya

16
kebakaran dalam posisi dimana detektor akan siap menangkap
asap.

4.5.3. Detektor Kebakaran Penginderaan Nyala Api


Nyala adalah tiang dari gas-gas, dibuat bercahaya oleh panas, berasal
dari bahan yang terbakar. Nyala dari beberapa bahan ( contoh hidrogen ) tidak
terlihat secara kasat mata manusia.

4.5.3.1. Detektor Nyala Api


Detektor nyala api adalah suatu alat yang bereaksi terhadap
munculnya energi radiasi yang terlihat oleh mata manusia ( kira-
kira 4.000 ~ 7.700 angstrom ) atau energi radiasi diluar
jangkauan penglihatan mata manusia.

4.5.3.2. Detektor Nyala Kedipan


Detektor nyala kedipan adalah detektor nyala foto-elektrik
termasuk sarana untuk mencegah reaksi terhadap cahaya yang
terlihat kecuali cahaya yang diawasi dimodulasikan pada
frekuensi yang sesuai dengan kedipan dari nyala.

4.5.3.3. Detektor Nyala Sinar Inframerah


Detektor infra merah adalah suatu alat yang elemen
penginderaannya akan bereaksi terhadap energi radiasi di luar
jangkauan penglihatan manusia ( kira-kira 7.700 Angstrom ).

4.5.3.4. Detektor Nyala Foto-eletkrik


Detektor nyala foto-elektrik adalah suatu alat yang elemen
penginderaannya adalah “photocell” yang merubah
konduktivitas listrik atau membangkitkan tegangan listrik bila
menangkap energi radiasi.

4.5.3.5. Detektor Ultra-Violet


Detektor ultra-violet adalah suatu alat yang elemen
penginderaannya akan bereaksi terhadap energi radiasi di luar
jangkauan mata manusia ( kira-kira di bawah 4.000 Angstrom).

17
4.5.3.6. Pertimbangan Jarak Antara
Kecuali cara lain yang diijinkan disini, detektor nyala api tidak
boleh diletakkan di luar jarak antara yang disebutkan dalam
daftar atau maksimum yang diijinkan. Jarak lebih dekat harus
diterapkan bila struktural dan karakteristik lain dari bahaya
kebakaran yang diproteksi melemahkan efektifitas deteksi.

Detektor nyala api harus direncanakan dan dipasang sedemikian


sehingga pandangan lapangannya akan cukup untuk menjamin
deteksi daerah khusus kebakaran.

Apabila pemindahan material pada peluncur ( “chute” ) atau


sabuk ( “belt” ), atau dalam ducting atau tabung, atau lainnya,
ke atau melewati detektor yang bersangkutan, pertimbangan
jarak antara tidak akan ditentukan, tetapi penempatan yang
strategis dari detektor disyaratkan untuk menjamin pendeteksian
yang memadai.

4.5.4. Detektor Kebakaran Penginderaan Gas


Gas adalah molekul tanpa ikatan yang dihasilkan oleh suatu bahan yang
terbakar dan terutama terhadap oksidasi atau reduksi.

4.5.4.1. Lokasi dan Jarak Antara


Lokasi dan jarak antara detektor gas kebakaran harus hasil dari
evaluasi yang didasarkan pada penilaian teknis seperti
dilampirkan dalam uraian lengkap dalam standar ini. Bentuk
langit-langit dan permukaan, ketinggian langit-langit,
konfigurasi muatan, karakteristik nyala api dari bahan yang
terbakar, dan ventilasi merupakan beberapa kondisi yang harus
dipertimbangkan.

Apabila dimaksudkan untuk memberikan proteksi terhadap


bahaya tertentu, detektor dapat dipasang lebih dekat dengan

18
bahaya tersebut dalam posisi dimana detektor akan siap
menangkap gas kebakaran.

4.5.4.2. Stratifikasi
Efek yang mungkin dari stratifikasi pada ketinggian di bawah
langit-langit harus juga dipertimbangkan ( lihat A.6.4.1.2 dalam
apendiks A ).

Detektor gas kebakaran tipe titik harus diletakkan pada langit-


langit berjarak tidak kurang dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi
dinding terhadap ujung terdekat, atau jika pada sisi dinding
berjarak antara 100 mm ( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) turun
dari langit-langit ke puncak detektor ( lihat gambar A.5.4.1.
dalam apendiks A ).

Pengecualian no.1. : lihat butir 8.3.1.2.

Pengecualian no.2 : Dalam hal konstruksi balok silang padat,


detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok silang.

Pengecualian no.3 : Dalam hal konstruksi balok dimana


kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan kurang dari
2,4 m ( 8 ft ) dari bagian tengahnya, detektor boleh dipasang
pada bagian bawah dari balok.

Masing-masing titik sampel dari suatu detektor gas kebakaran


harus diperlakukan sebagai detektor tipe titik untuk maksud
perletakan dan jarak antara.

4.5.4.3. Jarak Antara Pada Langit-langit Rata


Pada langit-langit rata, jarak antara 9 m ( 30 ft ) boleh dipakai
sebagai pedoman. Dalam semua kasus, rekomendasi dari
manufaktur harus diikuti. Jarak antara yang boleh digunakan
tergantung pada ketinggian langit-langit, kondisi perubahan atau
kebutuhan reaksi.

19
Konstruksi balok silang ( lihat A.6.4.6. dalam apendiks A ).

Konstruksi langit-langit dimana kedalaman balok silang 200


mm ( 8 inci ) atau kurang, harus dipertimbangkan ekivalen
terhadap langit-langit rata.

20

Anda mungkin juga menyukai