Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS INDONESIA

MATA KULIAH TEORI DAN APLIKASI ORGANISASI


Dosen Pengajar: Dr. Andreo Wahyudi Atmoko, S.Sos., M.Si

SUMMARY BOOK
“ORGANIZATION THEORY MODERN, SYMBOLIC, AND POSTMODERN
PERSPECTIVES” OLEH MARY JO HATCH DAN ANN L. CUNLIFFE

KELOMPOK 6
26. Andi Vivi Azhari NPM 2106772592
28. Ari Zahirman NPM 2106772661
29. Boedi Prasetyo NPM 2106772724
30. Damaris Bernike Bellastuti NPM 2106772775
31. Dwi Riantoko NPM 2106772876

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS INDONESIA
PENDAHULUAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyajikan gambaran ringkas yang termuat
dalam buku yang berjudul “Organization Theory Modern, Symbolic, and Postmodern
Perspectives” yang ditulis oleh Mary Jo Hatch dan Ann L. Cunliffe. Namun tim penulis hanya
akan berfokus pada bagian pertama yaitu dengan judul “What is Organization Theory?”
dimana pada bagian ini kemudian terbagi menjadi dua sub bagian yaitu ‘Why study
organization theory?’ dan ‘A brief history of organization theory’. Selanjutnya makalah ini
juga ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Aplikasi Organisasi dalam wujud
summary book. Buku ini menawarkan eksplorasi mendalam tentang organisasi dan proses
pengorganisasian dengan pandangan yang berbeda dan komprehensif dari perspektif yang
berbeda secara rinci. Dalam makalah ini, tim penulis merangkum isi buku yang disertai dengan
analisis maupun tanggapan akademis sehingga didapatkan kesimpulan melalui hal-hal penting
dari buku ini secara keseluruhan.

IDENTITAS BUKU

Judul : Organization Theory Modern,


Symbolic, and Postmodern
Perspectives

:
Penulis Mary Jo Hatch dan Ann L. Cunliffe

:
Penerbit Oxford University Press

:
Jumlah 351 halaman
Halaman

1
PART I
WHAT IS ORGANIZATION THEORY?

Why Study Organization Theory?


Dalam bagian ini, teori-teori yang terkait dengan organisasi dijelaskan secara rinci
dalam tiga perspektif yang berbeda yaitu modern, simbolik dan postmodern. Buku ini juga
mencakup landasan teoritis yang kuat dan berpandangan pada manajerial tradisional tentang
teori organisasi serta perspektif modernisme maupun postmodern. Pada bagian ini, penulis
memberikan dasar sistematis untuk tindakan eksekutif untuk memprediksi, memantau dan
mempromosikan perilaku dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas dalam organisasi.
Teori-teori dan gagasan-gagasan organisasi yang dijelaskan dalam buku ini pun saling
berhubungan secara menyeluruh.
Buku ini mendefinisikan bahwa teori adalah seperangkat konsep yang hubungannya
menawarkan penjelasan, pemahaman, atau apresiasi terhadap fenomena tertentu. Konsep ini
kemudian menyediakan kategori untuk dapat mengurutkan, mengatur, dan menyimpan ide di
dalam memori kita. Dan konsep tersebut dibentuk oleh abstraksi. Dalam laju proses dan
pengetahuan komunikasi yang cepat ini, abstraksi memungkinkan kita untuk menggabungkan
banyak pengetahuan menjadi satu konsep besar sehingga kita bisa memprosesnya dengan
efisien. Pentingnya proses efisiensi dalam fenomena kognitif ini dikenal sebagai chunking1.
Para praktisi menemukan bahwa dengan menganut teori organisasi memperbesar kemungkinan
mereka untuk menjadi eksekutif sukses dalam bisnis, pemerintahan, atau organisasi nirlaba.
Kamus Inggris Oxford mendefinisikan teori sebagai ruang pengetahuan abstrak. Mudahnya,
teori menawarkan panduan praktikal.
Kamus Inggris Oxford juga mendefinisikan “pembuat teori” sebagai seseorang yang
berkembang atau memanjakan diri dalam teori. Baik sebagai perkembangan atau pemanjaan
diri, dalam teorisasi dibutuhkan perubahan. Konsep yang kita bangun selama kita mempelajari
teori organisasi kemungkinan besar akan diajarkan pada kita bahkan sebelum kita dapat
mengeksplorasi ‘kekayaan’ konsep tersebut. Para pembuat teori organisasi secara konstan
menemukan cara baru untuk mengapresiasi, memahami, dan menjelaskan organisasi.
Perspektif teoritis berkembang dari kesamaan dalam cara fenomena didefinisikan,
diteorikan, dan dipelajari dan buku ini mengacu pada ketiga perspektif yaitu modern, simbolik,

1
Chunking adalah suatu cara yang sangat berguna untuk mengatasi keterbatasan kapasitas otak manusia dalam
mengingat sesuatu yang kompleks.

2
dan postmodern yang telah mendominasi teori organisasi selama kurang lebih 50 tahun
terakhir. Ketiganya mengikuti jejak prasejarah yang tumbuh dari tuntutan praktis akan
pengetahuan normatif tentang bagaimana mencapai kesuksesan melalui organisasi dan
pengorganisasian. Perspektif normatif berarti mendefinisikan teori berdasarkan aplikasi
praktikalnya. Normatif berarti menilai suatu fenomena berdasarkan standar ideal atau
bagaimana seharusnya suatu model berjalan. Kini perspektif normatif dicontohkan dengan best
practices dan benchmarking2. Normatif teori atas best practice dan benchmarking mengajukan
metode atau teknik untuk mencapai kesuksesan suatu organisasi. Bahaya dari hal ini adalah
mengasumsikan bahwa kesuksesan suatu organisasi dapat ditransfer ke organisasi lainnya.
Perspektif modern berfokus pada penjelasan sebab-akibat, yang memerlukan
penjelasan terdahulu dan konsekuensi atas fenomena yang berlaku. Metode ini sering
mengandalkan pada hitungan matematis. Contoh pertanyaan dalam perspektif ini adalah:
“Bagaimana teknologi suatu organisasi mempengaruhi hubungan antara struktur dan performa
organisasi?”. Sedangkan perspektif simbolik berarti menempatkan diri dalam situasi yang ingin
dipahami dan diteliti (bagaimana interaksi dan interpretasi atas suatu fenomena) dimana
metode kualitatif etnografi paling populer dalam hal ini. Lain halnya dengan perspektif
postmodern yang menyajikan kritik dan apresiasi dalam bentuk lain. Fenomena utama
postmodern biasanya adalah praktek manajemen modern. Para pemikir postmodern gemar
menunjukkan bahwa teoritis organisasi modernis sering kali tidak kritis dalam mengadopsi
perspektif dan kepentingan manajer, sehingga merugikan karyawan di tingkat rendah,
masyarakat, atau lingkungan. Postmodernis menawarkan penghargaan, baik sebagai alternatif
untuk penjelasan dan pemahaman, serta untuk memprovokasi reflektivitas dan kesadaran yang
lebih besar tentang implikasi moral dan etika dari mengelola, mengorganisir, dan berteori dari
perspektif manapun. Dengan mempromosikan apresiasi kekuasaan dan penggunaannya serta
penyalahgunaannya, mereka berharap dapat menginspirasi emansipasi dari dominasi praktek
organisasi modernis seperti hierarki. Pekerjaan mereka dibangun akan empati emosional dan
penghargaan estetika untuk meningkatkan resistensi terhadap pembatasan kebebasan manusia.
Perbedaan antara perspektif juga dapat dinyatakan dalam hal ontologi dan
epistemologi. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari asumsi tentang keberadaan

2
Benchmarking merupakan sebuah pengukuran dari kualitas kebijakan organisasi, produk, program, strategi,
dan lainnya, untuk memberikan wawasan yang diperlukan untuk membantu dalam memahami proses dengan
cara membandingkannya. Benchmarking bisa juga disebut sebagai perbandingan yang dijadikan tolok ukur atau
patokan.

3
dan definisi realitas. Sedangkan Epistemologi mempelajari bagaimana kita mengetahui dan apa
yang dianggap sebagai pengetahuan.
Dalam perspektif modern, organisasi adalah entitas nyata yang beroperasi secara
objektif; ketika didesain dan di manage dengan baik, organisasi adalah sistem pengambilan
keputusan dan aksi berdasarkan norma, rasionalitas, efisiensi, dan efektifitas menuju suatu
kondisi. Fokus dalam teori organisasi menurut perspektif ini yaitu mengungkap prinsip
universal dan hukum yang mengatur organisasi, mendefinisikan teori dan menjelaskannya,
mengembangkan metode untuk uji teori dan implikasinya, penekanan pada struktur, aturan,
standarisasi, dan kegiatan.
Sedangkan dalam perspektif simbolik, organisasi merupakan konteks yang terus
menerus dikonstruksi dan dikonstruksi ulang oleh anggota-anggotanya melalui interaksi
simbolik; realitas konstruksi sosial yang memungkinkan adanya ikatan emosi dan koneksi
simbolik antar anggotanya. Dalam perspektif simbolik, fokus teori organisasinya yaitu
mendeskripsikan bagaimana hidup dalam konteks organisasi dalam ritual dan aktivitas penuh
makna untuk mencapai atau memproduksi pemahaman bagaimana organisasi itu terjadi,
interpretasi simbol untuk mengungkap budaya organisasi melalui asumsi, nilai artefak, dan
praktek.
Sementara itu, dalam perspektif postmodern, organisasi adalah situs untuk melakukan
relasi kuasa yang memungkinkan adanya opresi, irasionalitas, dan kepalsuan namun juga ironi
yang humoris; baik itu teks atau drama. Kita juga dapat membentuk ulang organisasi agar
terjadinya emansipasi manusia dari kebodohan dan penurunan nilai. Fokus dalam teori
organisasi dalam perspektif postmodern yaitu mengapresiasi dan mendekonstruksi teks
organisasi untuk mengungkap ideologi manajerial dan mengacaukan mode modernis dalam
berorganisasi dan berteori; sering menggunakan sudut pandang yang marjinal dan menekan.
Dari bagian ini, tim penulis memahami bahwa setiap individu memiliki alasan masing-
masing dalam mempelajari teori organisasi. Teori organisasi terus mengalami perubahan.
Dalam teori organisasi, terdapat berbagai perspektif yang dapat digunakan untuk meneliti suatu
organisasi. Sudut pandang, pertanyaan penelitian, dan pemahaman akan bagaimana suatu
organisasi bekerja amat dipengaruhi dalam penentuan perspektif yang digunakan. Mempelajari
teori organisasi juga dapat memperluas apresiasi kita terhadap organisasi dan dunia secara
umum serta membuka pikiran kita terhadap ide-ide dan kemungkinan-kemungkinan baru.

4
PART 2
A BRIEF HISTORY OF ORGANIZATION THEORY

The Prehistory of Organization Theory (Sejarah Sebelum Ditemukannya Teori


Organisasi)
Sejarah panjang teori organisasi dimulai dari awal abad kesembilan belas yang pertama kali
memprakarsai cikal bakal teori organisasi adalah Adam Smith di tahun 1776 dengan bukunya,
The Wealth of Nation yang membahas tentang sejarah perkembangan industri dan perdagangan
di Eropa serta dasar-dasar perkembangan perdagangan bebas dan kapitalisme. Teori organisasi
terus mengalami perkembangan sampai pada Baudrillard di tahun 1988 yang menawarkan teori
organisasi dari kacamata perspektif postmodern.
a. Teori Organisasi Pada Era Awal 1900-1950
Pada masa awal prinsip-prinsip teori organisasi mulai dikenalkan oleh Adam Smith,
pakar politik dan ekonomi Skotlandia (1776), Karl Marx, pakar filsuf ekonomis dan
revolusioner Jerman (1839-1867), Emile Durkheim, pakar sosiolog Prancis (1893),
Frederick Winslow Taylor, insinyur Amerika, manajer dan pendiri manajemen ilmiah
(1911), Mary Parker Follett, sarjana Amerika, reformis sosial, konsultan pemerintah dan
manajemen (1918-1924), Henry Fayol, insinyur Perancis, CEO dan ahli teori administrasi
(1919), Karl Emil Maximilliam (Max) Weber, pakar sosiolog Jerman (1924), Luther H.
Gulick, ahli teori administrasi Amerika dan Chester Barnard, eksekutif Amerika dan ahli
teori manajemen (1938). Salah satu prinsip teori organisasi yang terkenal sampai saat ini
seperti planning, organizing, actuating dan controlling. Di masa awalnya teori organisasi
menghasilkan kajian ilmu baru seperti ekonomi, teknik, sosiologi dan ilmu politik.
b. Teori Organisasi Modern Antara 1960-1970
Pada era modern teori organisasi mulai berkembang yakni memiliki pandangan bahwa
organisasi adalah sebuah sistem dan fokus pada hubungan organisasi dengan
lingkungannya. Pada era ini tokoh yang memberikan banyak sumbangsih pemikiran
diantaranya Bertalanffy (1950-1968), Trist dan Bamforth (1951), Boulding (1956), March
dan Simon (1958), Woodward (1958-1965), Burns dan Stalker (1961), Lawrence dan
Lorsch (1967), dan Thompson (1967). Pada era ini, teori organisasi menghasilkan kajian
ilmu biologi-ekologi, psikologi sosial, antropologi budaya dan studi cerita rakyat.
c. Teori Organisasi Simbolik Awal 1980
Pada era simbolik teori organisasi mulai memperkenalkan konsep manusia adalah
makhluk psikososial yakni fokus perhatiannya adalah kajian hubungan antar manusia atau

5
cikal bakal teori perilaku organisasi. Adapun tokoh teori organisasi pada masa ini
diantaranya Schutz (1932), Whyte (1943), Herskowitz (1948), Selznick (1949), Goffman
(1959), Berger dan Luckmann (1966), Weick (1969), dan Geertz (1973). Pada era ini, teori
organisasi menghasilkan kajian ilmu linguistik, semiotik dan hermeneutika serta filosofi
post-struktural.
d. Teori Organisasi Postmodern Awal 1990
Pada era postmodern, teori organisasi mulai banyak perubahan dan pengembangkan
pada konsep organisasi. Dikatakan bahwa suatu organisasi terdiri dari berbagai entitas yang
beragam namun saling terhubung satu sama lain, entitas-entitas tersebut mempunyai
kemampuan untuk mengatur dan mengontrol dirinya sendiri melalui koordinasi yang
bersifat polisentris. Teori organisasi yang paling banyak dibicarakan adalah teori
continuous improvement dari filosofi Kaizen Imai M (1986). Adapun tokoh teori organisasi
di era postmodern diantaranya adalah Foucalt (1972-1973), Bell (1973-1976), Derrida
(1976-1978), Jencks (1977-1996), Lyotard (1979), Rorty (1980), Clifford dan Marcus
(1986), dan Baudrillard (1988). Pada era ini, teori organisasi menghasilkan kajian ilmu
arsitektur postmodern, teori sastra, studi budaya dan filosofi estetika.

Modern Organization Theory (Teori Organisasi Modern)


Perspektif modern mendapatkan namanya sebagai age of reason di awal abad
kedelapan belas. Teori organisasi modern menawarkan tiga ide baru dalam perspektif modern
yaitu teori sistem umum, teori sistem sosio-teknis dan teori kemungkinan. Pemikir pencerahan
terkenal seperti Rene Descartes (Perancis), John Locke (Inggris) dan Immanuel Kant (Jerman)
berusaha membebaskan masyarakat dari sistem perbudakan dan takhayul dengan bantuan akal.
Mereka percaya bahwa akumulasi rasional pengetahuan dapat mendorong masyarakat untuk
terus maju, gagasan ini jauh mendahului pencerahan. Mengadopsi perspektif modern berarti
mencari cara untuk mendiagnosis dan memecahkan masalah organisasi, sehingga menciptakan
keunggulan kompetitif dan profitabilitas. Perspektif ini merekomendasikan bahwa organisasi
menyeimbangkan tekanan internal dan eksternal, mengembangkan kompetensi inti dan
beradaptasi dengan perubahan sambil mengoptimalkan untuk mencapai efisiensi demi
meminimalisir penggunaan sumber daya yang terbatas.
Teori sistem umum muncul di awal tahun 1950 dengan pencetus idenya adalah Ludwig
von Bertalanffy, seorang ahli biologi Austria, penelitiannya terkait kemungkinan kesatuan
teoretis di antara semua ilmu. Idenya didasarkan pada pengamatan bahwa masyarakat
mengandung kelompok, kelompok berisi individu, individu terdiri dari organ, organ terdiri dari

6
sel, sel terdiri dari molekul, molekul terdiri dari atom dan seterusnya, intinya seseorang tidak
dapat mendefinisikan sistem hanya dengan menjelaskan subsistemnya.
Teori sistem sosio-teknis muncul di tahun 1960, perhatian terhadap interaksi antara dua
subsistem organisasi yakni struktur sosial dan teknologi menyebabkan perkembangan teori
sistem sosio-teknis. NS Tavistock Eric Trist dan Ken Bamforth di Inggris berteori bahwa setiap
perubahan dalam teknologi mempengaruhi hubungan sosial, sikap dan perasaan tentang
pekerjaan serta berdampak pada penggunaan teknologi tersebut. Hasil kajian mereka lainnya
menyebutkan bahwa penggunaan teknologi berdampak pada tingkat produktivitas pekerja,
motivasi kerja, moral dan tingkat stres pekerja.
Teori kontigensi muncul di tahun 1960, gagasannya berupa organisasi yang efektif
adalah organisasi yang memiliki banyak subsistem yang diselaraskan untuk memaksimalkan
kinerja dalam situasi tertentu. Teori kontigensi saat ini memegang posisi dominan didalam
perspektif modern, meskipun kompleksitas yang diperkenalkan oleh spesifikasi semakin
banyak kontijensi yang membuatnya semakin berat. Salah satu alasan teori ini tetap begitu
populer selama bertahun-tahun adalah karena kriteria rasionalitas dan efisiensi teknis yang
menyiratkan cara berpikir yang dibatasi dibandingkan dengan yang didorong oleh perspektif
lainnya.
Variabilitas perilaku organisasi yang lebih luas dibandingkan dengan perilaku materi
atau energi sering berarti beralih ke probabilitas statistik dan mengandalkan korelasi untuk
menunjukkan adanya hubungan sebab akibat. Organisasi modernitas mencurahkan banyak
waktu dan energi mereka untuk mengembangkan, menguji dan menerapkan metode
matematika untuk mengkonfirmasi kesimpulan kausal berdasarkan analisis data kuantitatif.
Ahli teori modern dan simbolik menekankan pentingnya untuk mengamati fenomena tanpa
campur tangan yang tidak perlu dari peneliti, sedangkan mendapatkan perubahan adalah inti
dari melakukan penelitian untuk teori normatif dan postmodern.

Enter the Symbolic Perpective (Memahami Perspektif Simbolik)


Perspektif simbolik menunjukkan bahwa jika keyakinan subyektif mempengaruhi perilaku
seperti halnya realitas obyektif, maka fakta sosial sama nyatanya secara ontologis yakni
sebagai fakta sosial. Pemahaman bernuansa interpretatif melengkapi penjelasan positivistik
dengan membawa berbagai aspek organisasi dan pengorganisasian kedalam pandangan,
khususnya fenomena yang melibatkan simbol dan makna yang sarat dengan interpretasi. Sosial
konstruksi, pemberlakuan, pelembagaan dan budaya termasuk di antara fenomena mereka

7
untuk menggunakan metode dengan melibatkan deskripsi tebal etnografi, narasi dan teori
reflektif.
Teori konstruksi sosial muncul pada tahun 1966 yang dicetuskan oleh Berger dan Thomas
Luckmann, yang merupakan pakar sosiolog yang berasal dari Jerman. Mereka
mempresentasikan gagasan besar bahwa dunia sosial dinegosiasikan, terorganisir dan
dibangun oleh interpretasi terhadap objek, kata-kata, tindakan dan peristiwa yang semuanya
dikomunikasikan melalui penggunaan simbol-simbol. Interpretasi didasarkan pada
pemahaman implisit yang terbentuk secara intersubjektif. Intersubjektif adalah ranah
pengalaman subjektif yang terjadi diantara orang-orang yang menghasilkan rasa sejarah dan
budaya secara bersama-sama. Proses konstruksi sosial dalam intersubjektivitas membuat teori
realitas menjadi teori sosial yang kontras dengan definisi modernis tentang realitas objektif
yang independen dari pengalaman manusia.
Melalui upayanya untuk mendefenisikan realitas sebagai produk representasi mental, Karl
Weick yang merupakan seorang Psikolog Sosial yang berasal dari Amerika Serikat
memperlakukan organisasi sebagai proses kognitif. Baginya, organisasi hanya ada dalam
pikiran organisasi anggota yaitu sebagai peta kognitif yang dibangun dari realitas sosial. Selain
itu, Weick juga menggabungkan eksternalisasi dan objektifikasi oleh Berger dan Luckman
menjadi sebuah aspek kognitif proses reifikasi atau mengubah sesuatu menjadi kenyataan.
Perspektif simbolik bergerak diluar batas-batas yang ditentukan oleh cara-cara mengetahui
dan disukai oleh kaum modernis untuk mempelajari fenomena yang tertanam dalam
subjektivitas. Mengambil minat dalam pengalaman subyektif dari proses interpretasi
menghasilkan pemahaman yang merupakan kontribusi pengetahuan yang diberikan oleh
perspektif simbolik. Metode deskripsi kualitatif, etnografi menjadi yang paling populer,
disukai atas penjelasan kausal, baik karena mereka lebih mampu mengkomunikasikan
pengalaman subyektif dan karena sangat sulit untuk secara obyektif mewakili pengalaman
subyektif. Bahayanya peneliti perspektif simbolik terlalu menggeneralisasi asumsi interpretasi
yang mereka pelajari dalam satu kelompok berlaku untuk orang yang tidak mereka pelajari
atau salah mengira pengalaman subyektif mereka sendiri sebagai pengalaman orang lain.

Postmodern Influences (Pengaruh Postmodern)


Pemerintah kolonial menghadapi tuntutan setelah modernis melegitimasi diri
membawa kemajuan ke masyarakat primitif selama beberapa dekade terakhir. Hal itu membuat
pandangan beralih ke postmodenis. Mereka yang mengadopsi perspektif postmodernis, seperti
mereka yang menyukai simbolik, tidak percaya pada realitas yang dapat didefinisikan secara

8
objektif. Secara epistemologis, bagi mereka mengetahui adalah pada terbaik urusan renggang,
menjalani revisi terus-menerus, serta harus berhenti mencari kebenaran dan curiga terhadap
semua klaim pengetahuan.Ide-ide ini menyatu dengan ide-ide yang dipromosikan oleh para
filsuf kritis Mazhab Frankfurt Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse di
Jerman pasca-Perang Dunia II.
a. The Enlightenment Project, the Progress Myth, and Grand Narrative (Proyek Pencerahan,
Mitos Kemajuan, dan Narasi Besar)
Postmodernis merujuk pada ambisi modernis untuk menggantikan takhayul dengan
alasan sebagai proyek pencerahan. Montague David Eder menunjukkan perlawanannya
kepercayaan modern dalam perbaikan manusia yang berkelanjutan dengan mengacu pada
kemajuan sebagai mitos. Menurut para postmodernis, yang menyebut idenya sebagai Mitos
Kemajuan untuk mengungkapkan karakternya sebagai dogma yang ditopang oleh
propaganda, bukan sebagai produk kebenaran ilmiah yang divalidasi oleh bukti objektif.
Jean Francoise Lyotard menuduh proyek pencerahan dan kemajuan mitos mendukung
narasi besar, yang totaliter secara intelektual dan politik karena memberikan alur cerita
yang digunakan kaum modernis untuk membenarkan pengabdian pada akal budi dengan
alasan bahwa itu membawa kemajuan, menciptakan kekayaan, membebaskan kita, dan
mengungkapkan kebenaran. Dalam pandangan Lyotard, pengetahuan dan masyarakat
terkait erat karena institusi seperti: pendidikan, bisnis, dan pemerintah diciptakan atas dasar
pengetahuan ahli, yang pada gilirannya melegitimasi cara berpikir dan bertindak tertentu.
b. Language And Language Games (Permainan Bahasa Dan Bahasa)
Pandangan modernis tentang bahasa berpendapat bahwa bahasa mencerminkan realitas;
kata membawa makna khusus karena beberapa hubungan penting antara kata-kata, makna,
dan hal-hal. Ferdinand de Saussure membalikkan pandangan ini dengan mengatakan tidak
ada hubungan yang wajar atau perlu antara kata-kata (sebagai penanda) dan konsep-konsep
dari hal-hal yang dirujuknya (yang ditandai), hubungan mereka bersifat arbitrer. Bahkan
kesewenang-wenangan bahasa dengan makna kata yang selalu berubah, menyiratkan
bahwa bahasa pendukung struktur tidak stabil, sebuah ide yang membutuhkan perpindahan
orientasi seseorang dari kutub stabilitas ke kutub perubahan. Namun, mempelajari cara
kerja permainan bahasa dan caranya bergerak dengan nyaman di antara mereka akan
membantu Anda dengan baik.
c. Truth Claims, Power/Knowledge, And Giving Voice (Klaim Kebenaran,
Kekuatan/Pengetahuan, Dan Pemberian Suara)

9
Lyotard menafsirkan kembali fakta-fakta ilmiah sebagai kesepakatan dalam komunitas
ilmuwan untuk menganggap klaim tertentu sebagai benar. Dia menyimpulkan bahwa tidak
ada kebenaran, hanya kebenaran yang mengklaim. Kekhawatiran Lyotard tentang
penggunaan kekuatan untuk membungkam atau menghilangkan seseorang dari komunitas.
Dia menganggap pembungkaman oposisi sebagai tindakan totalitarianisme menunjukkan
bahwa ini juga terjadi ketika sebuah komunitas tidak memiliki prosedur untuk presentasi
atau terlibat dengan apa pun yang berbeda. Foucault berpendapat bahwa pengetahuan yang
disetujui adalah alat utama untuk kekuasaan karena memutuskan siapa yang dapat berbicara
dan apa yang dapat dikatakan menentukan apa yang dianggap sebagai perilaku normal.
Mereka yang tidak sesuai dianggap tidak normal, menyimpang pembuat onar yang harus
disingkirkan, didisiplinkan, atau dilembagakan.
d. Deconstruction, différance (Dekonstruksi, perbedaan)
Dekonstruksi adalah cara membaca ulang teks dalam konteks yang berbeda untuk
mengekspos potensi mereka untuk interpretasi ganda dan dengan demikian
mendestabilisasi dan melemahkan otoritas mereka untuk menunjukkan atau membuat
makna tertentu. Tujuan mendekonstruksi teks adalah untuk mengungkapkan asumsi,
kontradiksi, dan pengecualian teks untuk menunjukkan bahwa tidak ada teks yang dapat
berarti apa yang dikatakannya, pernyataan yang sangat berorientasi ulang yang menangkap
non-esensialisme dari perspektif postmodern.Derrida berpendapat bahwa sebuah kata
memperoleh maknanya dari perbedaan dengan lawannya.Konsep différance menunjukkan
bagaimana makna menjadi semakin menyebar dan jauh dari titik awalnya saat melintasi
waktu dan ruang angkasa. Ini juga menunjukkan mengapa para postmodernis menganggap
makna sebagai sesuatu yang cair.
e. Simulacra And Hyperreality (Simulakra Dan Hiperrealitas)
Baudrillard mengklaim bahwa dalam postmodernisme kutub yang berlawanan, seperti
realitas/citra, fakta/ fantasi, subjek/objek, publik/swasta, dan sebagainya, meledak untuk
menciptakan hiperrealitas di mana tidak mungkin lagi, karena yang nyata tidak mungkin
lagi. Dalam hyperreal kita tenggelam dalam simulasi, secara nostalgia mencoba
mereproduksi apa yang kami pikir nyata, tetapi yang tidak pernah apa-apa kecuali gambar.
Menurut Baudrillard, simulacra, seperti reality TV, membentuk konteks plural kehidupan.
Contohnya adalah Disneyland sebagai simulacrum yang ideal karena menciptakan
arsitektur, komunitas, dan nilai-nilai yang tidak pernah ada. ada. Meskipun kita mungkin
berpikir Disneyland adalah imajiner (hanya pertunjukan) dan selebihnya dunia nyata, itu
adalah seluruh dunia yang merupakan kinerja berkelanjutan.

10
PENUTUP

Buku ini menyajikan teori organisasi yang sebenarnya merupakan sekumpulan teori,
bukan hanya satu. Sebuah teori dibangun dari seperangkat konsep yang di dalamnya
menawarkan apresiasi, deskripsi, atau penjelasan untuk fenomena yang menarik yang dipilih
sebagai fokus teori. Fenomena utama yang menarik bagi ahli teori organisasi secara luas
didefinisikan sebagai organisasi yang mencakup berbagai jenis organisasi serta kegiatan
pengorganisasian dan prosesnya. Selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang konsep dan teori
yang telah dikembangkan orang lain serta bagaimana dan mengapa mereka menciptakannya.
Hal ini tentu saja memberikan dasar untuk berteori serta memperkenalkan pembaca pada
pengetahuan dan disiplin ilmu yang ditawarkan oleh teori organisasi.
Buku ini mengklarifikasi perbedaan antara tiga perspektif dasar yaitu modern, simbolik
dan postmodern. Selain itu, buku ini menjelaskan waktu dari ketiga perspektif dan
membandingkannya dengan dasar teori organisasi di mana filsuf perspektif modern lebih
menekankan kepada perhitungan rasional dan memandang realitas sebagai entitas objektif dan
meresponsnya sesuai dengan hal tersebut. Sedangkan dalam pandangan simbolik, ahli teori
kebanyakan mempertimbangkan konsentrasi pada norma-norma sosial dan budaya serta
melihat realitas sebagai subjektif yang berpendapat bahwa realitas dapat ditafsirkan secara
berbeda sesuai dengan persepsi orang yang berubah-ubah. Postmodernis telah membuat
evaluasi filosofi yang dikembangkan sebelumnya. Mereka percaya bahwa kata-kata dan bahasa
adalah segala sesuatu yang telah menciptakan realita.

DAFTAR PUSTAKA

Jo Hatch, Mary. (2013). Organization Theory: Modern, Symbolic, and Postmodern Perspective
(Third Edition). UK: Oxford University Press.

11

Anda mungkin juga menyukai