Anda di halaman 1dari 8

ANOTASI PERKARA HAK WARIS PEREMPUAN PADA SISTEM KEKELUARGAAN

PATRILINEAL BATAK PUTUSAN PENGADILAN NO.583/PDT.G/2011/PN.JAKSEL

Disusun Oleh :

M Reyhan Vito 3020210181

Nadya Ananda Putri 3020210162

Osarina Mega Safira 3020210157

Pandu Rohmanu 3020210199

Puja Delia 3020210207

Wilda Ayu Kinanti 3019210255

UNIVERSITAS PANCASILA

2021
BAB I
A. INFORMASI PERKARA
Nomor : 583/PDT.G/2011/PN.JAKSEL

Tingkat Proses : Pertama

Tahun : 2011

Lembaga Peradilan : PA JAKARTA SELATAN

Tanggal pendaftaran : 1 November 2011

B. IDENTITAS PENGGUGAT/PEMOHON
(Nama Lengkap, Pekerjaan, Tempat Tinggal) :

1. Emmy Pardede, Wiraswasta, Jakarta Selatan

2. Anny Pardede, Wiraswasta, Medan

3. Marry Pardede, Wiraswasta, Jakarta Selatan

4. Raden Hisar Pardede, Wiraswasta, Medan

5. Reny Puspita Pardede, Wiraswasta, Jakarta Selatan

6. Doktor Surya Indriany Pardede P, Wiraswasta, Bandung

C. KASUS POSISI
 Pada tanggal 16 Mei 1937, Dr. Tumpal Dorianus Pardede dengan Hermina Br.
Napitupulu menikah di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Dolok Ilir. Dan
dari perkawinan tersebut dikaruniai 9 (Sembilan) orang anak yaitu 3 (tiga) orang anak
laki-laki dan 6 (enam) orang anak perempuan, masing-masing bernama : Sariaty
Pardede, Emmy Pardede, Drs. Rudolf Pardede, Anny Pardede, Marry Pardede, Raden
Hisar Pardede, Jhony Pardede, Reny Puspita Pardede, dan Dr. Surya Indriany
Pardede.
 Lalu, pada tanggal 20 Mei 1982, Hermina Br. Napitupulu meninggal dunia dan
kemudian pada tanggal 18 Nopember 1991, Dr. Tumpal Dorianus Pardede meninggal
dunia. Keduanya meninggalkan sejumlah harta seperti yang tertera pada keputusan.
 Berdasarkan pasal 833 KUH Perdata yang menyatakan “Sekalian ahli waris dengan
sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan
segala piutang si yang meninggal”, maka seluruh anak pewaris merupakan ahli waris.
Namun, karena pewaris tidak meninggalkan surat wasiat, maka harta waris yang
tertera dibagikan berdasarkan akta keterangan hak waris tanggal 19 agustus 2011
nomor 21 yang dibuat oleh Ny. Satriany Josoprawiro, S.H., notaris dan pejabat
pembuat pembuat akta tanah (ppat) di Jakarta, yang mana masing-masing ahli waris
mendapat bagian yang sama yaitu masing-masing 1/9 (satu seper Sembilan) tanpa
membedakan laki-laki tau perempuan.
 Tapi, para tergugat tidak setuju atau tidak bersedia untuk membagi harta warisan
sesuai dengan pembagian yang telah tertuang dalam Akta Nomor 21 tanggal 19
Agustus 2011 yang dikenal dengan Akta Keterangan Hak Waris maka para penggugat
mengajukan gugatan ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
 Para penggugat memohon agar setelah gugatan ini, para penggugat dapat menjual
seluruh harta warisan dengan harga sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh Jasa
Penilaian (Aprraisal) yang ditunjuk oleh Para Penggugat, memberikan hak kepada
Para Penggugat untuk membuka Safe Deposit Box yang akan diinventarisasi bukti-
bukti atau surat-surat yang berkaitan harta waris dari Pewaris dengan didampingi oleh
Notaris yang ditunjuk oleh para penggugat, dan menitipkan bagian dari para tergugat
pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

D. PIHAK YANG TERLIBAT

 Para Pihak
- Penggugat :
1. Emmy Pardede
2. Anny Pardede
3. Marry Pardede
4. Raden Hisar Pardede
5. Reny Puspita Pardede
6. Doktor Surya Indriany Pardede P
- Tergugat :
1. Y Pardede
2. Drs. Rudolf Mazuoka Pardede
3. Jhony Pardede

- Saksi Pengugat :

1. Jemingin Sahputra
2. Monika Simanjuntak, S.H.
- Saksi Tergugat :
1. Tiangsa Loyker Napitupulu
2. Jahotman Erwinsyah Saragih
3. Sintong Sitompul

 Majelis Hakim
Hakim Ketua : Maman M. Ambari, S.H, .M.H.
Hakim Anggota I : Subyantoro, S.H.
Hakim Anggota II : Didik S. Handono, S.H., M.H.

 Panitera Pengganti
Edi Suwitno, S.H.

BAB II
Analisis kasus
A. PENJELASAN TEORI
Masyarakat adat Batak mengartikan keluarga patrilineal bahwa laki-laki
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam meneruskan silsilah dan keturunan
keluarga. Laki-laki lah yang dapat menurunkan marga bagi keturunannya. Setiap anak
yang dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan selalu mencantumkan marga
ayahnya dan bukan marga ibunya dibelakang nama pribadinya. Berdasarkan prinsip
patrilineal, maka kekuasaan berada ditangan laki-laki. Berdasarkan prinsip patrilineal
juga, masyarakat adat batak mengartikannya bahwa laki-laki mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam meneruskan silsilah dan keturunan keluarga. Laki-laki lah
yang dapat menurunkan marga bagi keturunannya. Setiap anak yang dilahirkan baik
laki-laki maupun perempuan selalu mencantumkan marga ayahnya dan bukan marga
ibunya dibelakang nama pribadinya. Sampai pada kekuasaan tertinggi yang berada
ditangan laki-laki, yang berarti harta waris hanya jatuh kepada pihak laki-laki saja.
Apalagi dalam hukum waris adat batak, perempuan yang sudah menikah sudah
menjadi tanggung jawab suaminya, yang berarti sudah tidak ada hak atas harta waris
ayahnya/orangtuanya.

Pada prinsipnya masyarakat adat Batak membagi warisan dengan :

1. Jumlah harta warisan ditentukan menurut hukum adat yang berlaku


selama praktek sehari-hari. Biasanya berdasarkan pada Olong Ate yaitu
tidak melebihi bagian laki-laki dan tidak ada ukuran minimalnya.
2. Jenis bagian dan dimana letak bagian seorang perempuan, sepenuhnya
ditentukan oleh anak laki-laki. Atau perempuan dianggap patut untuk
meminta bagian dari harta, sedangkan laki-laki berhak atas bagian
tertentu dari harta waris.

B. PERMASALAHAN DALAM PERKARA

Permasalahan dalam perkara ini adalah antara para Penggugat dan para
Tergugat berbeda pendapat mengenai pembagian harta warisan almarhum Tumpal
Dorianus Pardede dan Hermina Br. Napitupulu dimana disatu pihak Penggugat
menghendaki dilakukannya pembagian secara adil sama rata di antara para ahli waris
masing-masing 1/9 bagian dari harta warisan, sedangkan sebahagian lainnya yakni
para Tergugat bersikukuh tentang pembagian yang berbeda antara anak laki-laki
dengan anak perempuan dalam besaran 2 : 1 (dua bagian untuk anak laki-laki
berbanding satu bagian untuk anak perempuan).

Hakim memang mengetahui sistem kekeluargaan yang dianut oleh pihak yang
berperkara adalah patrilineal. Namun, hakim tidak boleh hanya berpatokan pada
sistem kekeluargaan itu saja. Hakim harus melihat dengan luas. Hakim telah
memberikan saran untuk pihak penggugat (perempuan) dan pihak tergugat (laki-laki)
untuk menyelesaikan sengketa waris ini di luar jalur pengadilan. Para pihakpun setuju
dan melakukan penyelesaian sengketa waris melalui lembaga adat. Lembaga adat
dalihan na tolu sebagai suatu lembaga musyawarah mufakat adat Batak yang
mengikutsertakan para penatua/ketua adat yang benar-benar memahami, menguasai,
dan menghayati adat istiadat Batak Toba.

Hukum adat yang dijalankan oleh lembaga adat merupakan perwujudan nilai-
nilai hidup yang berkembang di dalam masyarakat, oleh karena itu hukum adat, baik
secara yuridis normatif, filosofis, maupun secara sosiologis sebagai sentral seharusnya
diletakkan sebagai pondasi dasar struktur hirarki Tata Hukum Indonesia di mana
dalam hukum adat itulah segala macam aturan hukum positif Indonesia mendasarkan
diri dan mengambil sumber substansinya.

Namun disisi lain, Hakim mengesampingkan adanya hibah wasiat dalam kasus
ini yang berisi harta peninggalannya dibagi 1/3 untuk anak laki-laki, 1/3 untuk anak
perempuan, dan sisanya untuk perusahaan yang pewaris miliki, sedangkan putusan ini
memutuskan untuk membagi sama rata antara para ahli waris, yaitu 1/9. Walaupun di
sini terlihat seperti hakim mengesampingkan hibah wasiat, tujuan hakim ialah untuk
keadilan yang universal.

C. PERKEMBANGAN HAK WARIS PEREMPUAN DALAM PERKARA

Perkembangan hak waris perempuan pada sistem kekeluargaan patrilineal


batak saat ini setelah adanya putusan No. 583/Pdt.G/2011/Pn.Jaksel menurut Made
Sutrisna, SH., M.Hum. yaitu perempuan mendapat hak mewaris sama dengan yang
diputuskan dalam putusan ini. Faktor yang mempengaruhi karena yang dipentingkan
sekarang adalah keadilan yang universal tanpa membeda-bedakan gender. Biasanya
proses pewarisannya adalah dari wasiat dimana pewaris memberi sebagian hartanya
untuk anak perempuannya/keluarga yang perempuan. Namun sebagian lagi juga sudah
mengikuti hukum nasional yaitu harta waris dibagi rata antara laki-laki dan
perempuan.

Jika dahulu perempuan batak tidak mewarisi harta orang tuanya karena yang
mereka anut adalah sistem patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan laki-laki. Laki-
laki lah yang berhak untuk mewarisi harta perempuan karena nanti di akhir perempuan
akan menikah dan suaminya yang akan membawa marga untuk anak-anak mereka.
Namun, perkembangan hak waris perempuan pada masyarakat adat batak saat
sekarang sudah lebih baik. Saat ini lebih banyak dengan cara ridho-meridhoi, sehingga
dampak negatif yang ditimbulkan dari pembagian waris dapat ditekan sedemikian
rupa. Biasanya faktor seorang perempuan batak tidak menerima/mewarisi harta
orangtuanya saat sekarang lebih banyak dikarenakan perempuan (ahli waris) melihat
saudara laki-lakinya (ahli waris) jauh lebih penting daripada dia (ahli waris
perempuan).

Dahulu pada umumnya masyarakat adat Batak menggunakan hukum adat


setempat mengenai waris masyarakat adat batak yakni anak perempuan tidak
mendapatkan waris dari orangtuanya. Namun, pada masa sekarang orang-orang Batak
yang sudah hidup di kota-kota besar sudah mulai bergeser hukum waris menurut adat.
Untuk anak atau saudara perempuan mereka biasanya menggunakan hukum nasional
yang berlaku atau hukum sesuai sesuai agama masing-masing.

Dalam permasalahan ini hakim merujuk pada asas keadilan bagi setiap pihak
yang bersengketa dan tidak mengacu kepada hukum adat yang berlaku pada para
pihak. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan putusan pengadilan
No.583/Pdt.G/2011/Pn.Jaksel bahwa perkembangan hak waris perempuan adalah
berhak mendapat hak waris dengan bagian yang sama dengan laki-laki yang mengikuti
dasar hukum nasional atas faktor keadilan universal.

D. PUTUSAN HAKIM
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebahagian ;
2. Menyatakan Para Penggugat dan Para Tergugat, adalah sama-sama ahliwaris
yang sah dari almarhum TUMPAL DORIANUS PARDEDE dan HERMINA
Br. NAPITUPULU;
3. Menyatakan tanah dan bangunan sebagaimana yang telah tertera ;
4. Menyatakan para Penggugat dan para Tergugat mendapat bagian yang sama
yaitu masing-masing memperoleh 1/9 bagian atas selutuh harta warisan ;
5. Memberi ijin kepada Para Penggugat untuk membuka safe deposit box (SDB)
Bank Mandiri cabang Medan Zainul Arifin, Nomor 098/014/ SDB/1991 atas
nama Ny. Monica Simanjuntak, SH., Jemingin Saputra dan Drs. Untung
Lumbantobing dan selanjutnya melakukan investigasi bukti-bukti atau surat-
surat yang berkaitan dengan harta waris dengan didampingi oleh Notaris ;
6. Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya ;
7. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
3.316.000

Anda mungkin juga menyukai