Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ketoasidosis Diabetikum ( KAD )

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai


oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut
atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi
berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan
keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar
glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes Association,
2004).
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark,
2008).
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan angka kematian
KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini
mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara
para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar
bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL disertai ketonemia dan
ketonuria moderate (Kitabchi dkk, 1994). 
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium,
amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar
glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan
sering disertai koma.
B. Etiologi Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan
akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :Infeksi dan stress fisik dan
emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolik dan
Menolak terapi insulin ( Price ,2005)
Factor pencetus pada psien KAD yang sejak diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya factor pencetus.Mengatasi factor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang. Factor pencetus yang berpera untuk terjadinya KAD
adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid,
menghentikan atau mengurangi dosis insulin ( Sudoyo, 2007 ).
C. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi metabolic yang disebabkan oleh DM tipe 1.


Dimana apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan
glukosuria berat, penurunan liposgenesis, peningkatan lipolisi dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton).
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hydrogen dan asidosis metabolic.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan dieresis osmotic denganhasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok. Akhirnya akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat KAD saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi komplikasi ini dan pengobatan KAD dapat
dilakukan sedini mungkin. (Price, 2006)
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormone kontra regulator
terutamaepinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya
lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton oleh sel hati dapat
menyebabkan metabolic asiodosis (Sudoyo, 2009)
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis patofisiologi KAD, pada pasien KAD di jumpai kadar gula darah tinggi
(>240mg/dl), banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi, keadaan umum lemah,
pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah
dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa
napas tidak terlalu mudah tercium, muntah-muntah merupakan gejala yang sering djumpai
terutama pada KAD anak ( Sudoyo, 2009)
Disamping itu, pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit
kepala. Pasien dengan penurunan volume intraocular yang nyata mengkin akan menderita
hipotensi ortostatik. Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetic bervariasi antara
pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (lethargi) atau koma
( Brunner& Suddarth , 2002)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pasien dengan KAD menurut Brunner &Suddarth , 2002 meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl, sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah lebih rendah dan sebagian lainnya
mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl.
b. Keton serum : + secara mendadak
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmomalitas serum : meningkat tetapi biasanya < 33 mosm/L
e. Pemeriksaan AGD
- PH <7,3
- HCO3 < 15 MEQ / L
- PaCO2 10-30 mmH
f. Uriner : Gula dan keton positif
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah sebagai
berikut : edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenic.
Komplikasi iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia, hypokalemia, hiperkloremia, edema otak
dan hipokalsemia.
H. Penatalaksanaan
Ada lima pengobatan KAD meliputi :
1. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam. Berdasarkan perkiraan
hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml/kg BB, maka pada jam pertama
diberikan 1-2 L. keuntungan rehidrasi pada KAD untuk memperbaiki perfusi jaringan
dan menurunkan hormone kontra regulator insulin.
2. Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan dehidrasi
yang memadai. Pemberian insulin yang dapat menurunkan kadar hormone glucagon,
sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati.
3. Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Salami terapi KAD ion K
kembali kedalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K kedalam sel serta
mempertahankan kadar K serum dalam batas normal.
4. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun.
Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat dimulai dengan infus yang
mengandung glukosa.
5. Bikarbonat
Terapi bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Saat ini bikarbonat
hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1.

I.Pencegahan
Factor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan
kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat di cegah dengan akses pada
system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif
terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare,
demam, luka.
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara
komprehensif.Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi DM
kronik dan akut melalu edukasi sangat penting untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien
yang baik. Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program edukasi perlu
menekankan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut.
Bab III
Asuhan keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hipovolemia b.d Setelah di lakukan Observasi
diuresis osmotik tindakan keperawatan  Periksa tanda dan gejala
akibat selama 3x24 jam di hipervolemia
hiperglekimia, harapkan status cairan (mis.hipervolemia misalnya
pengeluaran cairan membaik dengan kriteria ortopnea,
berlebihan ( diare, hasil : dipsnea,udema,jivive/cevive
muntah,  Turgor kulit meningkat, repleks hepato
pembatasan intake membaik jugular positif, suara nafas
akibat mual, kacau  Output urine tambahan).
mental) membaik  Identifikasi penyebab
 Keluhan haus hipovolemia
membaik  Monitor status
 Intake cairan  Monitor intek dan output
membaik masuk cairan.
 Monitor kecepatan infus
secara ketat.
Terapeutik
 Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama.
 Batasi asupan cairan dan
garam.
Edukasi
 anjurkan melaapor jika bb
bertambah lebih dari 1kg
dalam 1 hari
 ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
 ajarkan cara membatasi
cairan
 ajarkan cara membatasi
cairan
kolaborasi
 kolaborasi pemberian
diuretik
 kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik.
2. Pola napas tidak Setelah di lakukan Obresvasi
efektif b.d tindakan keperawatan  monitor pola nafas
konfensasi selama 3x24jam di (frekuensi,kedalaman,usaha
asidosis metabolik harapkan pola napas nafas)
memnaik dengan kriteria  monitor bunyi nafas
hasil : tambahan
 monitor sputum
 Tekanan inspirasi terapeutik
menurun  pertahankan kepalenan jalan
 Tekanan ekspirasi nafas dengan head-tilt dan
menurun chin-lift
 Kapasitas pital  posisikan semi fower atau
menurun fowler
 berikan minum hangat
 lakukan fiso terpi dada, jika
perlu
 lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 anjurkan asupan cairan
200ml/hari, jika kontra
indikasi
 ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
bronkodilator, expektoran,
mukolitik, jika perlu

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan Observasi


(sepsis) b.d tindakan keperawatan  monitor tanda dan gejala
peningkatan kadar selama 3x24 jam infeksi lokal dan sistemik
glukosa diharapkan tingkat Terapeutik
infeksi menurun dengan  batasi jumlah pengunjung
kriteria hasi :  pertahankan teknik aseptik
 kebersihan tangan pada pasien beresiko tinggi
 nyeri menurun  cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
Edukasi
 jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilalukan Edukasi
ketidak kecukupan tindakan keperawatan  tindakan
insulin, penurunan selama 3x 24 jam  obrevasi
masukan oral, diharapkan status nutrisi  identifikasi status nutrisi
status hiper membaik dengan kriteria  identifikasi interlorensi
metabolisme. hasil : makanan
 verbalisasi  identifikasi makanan yang
keinginan untuk disukai
meningkatkan  identifikasi kebutuhan
nutrisi membaik kalori dan jenis nutrien
 nafsu makan  monitor asupan makanan
membaik Terapeutik
frekuensi makan  melakukan oral hygiene,
membaik. jika perlu
 sajiakan makanan secara
menarik dan sushu yang
sesuai
 berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 berikan suplemen makanan,
jika perlu
Edukasi
 anjurkan posisi duduk, jika
perlu
Kolaborasi
 kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang di butuhkan
5. Defisit Setelah dilakukan Tindakan
pengetahuan b.d tindakan keperawatan Observasi
kurang terpapar selama 3x 24 jam di  identifikasi kesiapan dan
informasi harapkan tingkat kemampuan menerima
pengatahuan meningkat informasi
dengan krikteria hasil :  identifikasi faktor-faktor
 perilaku sesuai yang dapat meningkatkan
anjuran dan mmenurunkan motivasi
verbalisasi minat perilaku hidup bersih dan
dalam belajar sehat
meningkat Terapetik
perilaku sesuai  sediakan materi dan media
dengan pendidian kesehatan sesuai
pengetahuan kesepakatan
meningkat  berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
 jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
 ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
 ajarkan setrategi yang dapat
di gunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

Anda mungkin juga menyukai