Nim : 1931511800
Namun, untuk mengetahui makna asli syariat, tentu saja Anda harus merujuk kepada
kamus literatur bahasa Arab yang menjadi asal kata syariat tersebut.
Kata syariat berasal dari sya-ra-‘a yang artinya memulai, mengawali, memasuki,
memahami. Dalam definisi lain, kata ini juga bisa berarti membuat peraturan,
undang – undang, syariat. Sedangkan secara etimologi, kata syariat memiliki arti
mazhab atau metode yang lurus.
Sedangkan Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa mendefinisikan syariat Islam
sebagai menaati Allah, menaati Rasul-Nya, dan para pemimpin dari kalangan orang
beriman. Dan Imam Ibnu Atsir Al-Jazari menyebutkan bahwa definisi syara’ dan
syariat lebih menitikberatkan kepada agama yang Allah syariatkan atas hamba-
hamba-Nya. Yaitu agama yang Allah tetapkan bagi mereka dan wajibkan atas
mereka. Definisi Imam Ibnu Atsir al-Jazari ini disampaikan dalam kitab an-Nihayah fi
Gharibil Hadits wal Atsar.
Selain itu, Doktor Athiyah Fayyadh membagi terminologi syariat dalam dua definisi.
Yaitu definisi umum dan definisi khusus.
5. Sebutkan & Jelaskan Aspek Syariat Islam Manusia Dengan Sesama Muslim ?
Jawaban :
Agama, yang merupakan tujuan hukum Islam yang pertama, karena agama
merupakan pedoman hidup manusia.
Jiwa, merupakan tujuan hukum islam yang kedua, karena hukum Islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Akal, merupakan hal yang sangat penting dalam hukum islam, karena dengan
mempergunakan akal, manusia akan dapat berfikir tentang Allah, alam semesta,
dan dirinya sendiri.
Keturunan, yaitu bertujuan agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan
umat manusia dapat diteruskan.
Harta, merupakan tujuan hukum Islam yang terakhir yang merupakan pemberian
Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan
melangsungkan kehidupannya.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih
bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 59. Wahai orang-orang yang
beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya! Taatlah kalian kepada Allah dan
taatlah kalian kepada rasul-Nya dengan menjalankan apa yang Dia perintahkan dan
menjauhi apa yang Dia larang, dan taatlah kalian kepada para pemimpin kalian
sepanjang mereka tidak menyuruh kalian berbuat maksiat. Apabila kalian berselisih
paham tentang sesuatu, kembalilah kepada kitabullah dan sunah nabi-Nya -ṣallallāhu
‘alaihi wa sallam- terkait masalah itu, jikalau kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari Akhir. Sikap kembali kepada kitab suci dan sunah itu lebih baik bagi
kalian daripada mempertahankan perselisihan itu dan mengandalkan pendapat akal,
serta lebih baik akibatnya bagimu.
Referensi: https://tafsirweb.com/1591-surat-an-nisa-ayat-59.html
Pemeliharaan kemuliaan
Hukum Islam menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang
dapat mencemari nama baik dan kehormatannya. Syariat Islam mengatur masalah
tentang fitnah atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang lain.
Pemeliharaan jiwa
Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga keselamatannya.
Hukum Islam telah menetapkansanksi atas pembunuhan, terhadap siapa saja yang
membunuh seseorang tanpa alasan yang benar.
Pemeliharaan keturunan
Hukum Islam menjaga kelestarian dan terjaganya garis keturunan. Dengan demikian,
seorang anak yang lahir melalui jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya
sesuai garis keturunan dari ayahnya.
Pemeliharaan agama
Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk menjalankan ibadah
sesuai kepercayaannya. Akan tetapi, Islam mempunyai sanksi bagi setiap muslim
yang murtad agar manusia lain tidak mempermainkan agamanya.
Pemeliharaan harta
Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian. Hal ini merupakan
sanksi yang sangat keras untuk mencegah segala godaan untuk melakukan
pelanggaran terhadap harta orang lain.
Setelah itu kemudian melaksanakan Rukun Islam yang jumlahnya ada 5, yaitu
1. Mngucap Syahadat;
2. Tunaikan Sholat 5 waktu (Isya’, Subuh, Dhuhur, Ashar, dan Maghrib),
3. Tunaikan Zakat;
4. Tunaikan Puasa;
5. Tunaikan Haji ke Baitullah (bagi yang mampu, fisik, mental, dan finansial).
Mengapa disebut “Mukallaf”, karena sudah menjadi seorang muslim yang telah
memenuhi syarat syar’i, yaitu dewasa dan berakal (akil baligh).