Makalah Ismail Sujono (MK Administrasi Supervisi)
Makalah Ismail Sujono (MK Administrasi Supervisi)
Kepemimpinan Pendidikan
Dosen Pengampu:
DR. Ratu Vina Rohmatika, M.Pd.
Disusun oleh :
Penulis
ii
DAFTARISI
HALAMANJUDUL........................................................................................ i
KATAPENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTARISI..................................................................................................... iii
BABI PENDAHULUAN................................................................... 1
A. LatarBelakang..................................................................... 1
B. RumusanMasalah................................................................ 2
C. TujuanPenulisan.................................................................. 2
BABII PEMBAHASAN...................................................................... 3
A. Definisi Kepemimpinan Pendidikan................................... 3
B. Gaya Kepemimpinan Pendidikan........................................ 5
C. Kepemimpinan Transformasional versus Kepemimpinan
Transaksional...................................................................... 7
D. Peran Kepala Sekolah......................................................... 11
E. Keterampilan Kepala Sekolah............................................ 13
BABIII PENUTUP............................................................................... 16
A. Simpulan............................................................................. 16
DAFTARPUSTAKA
iii
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah
ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi Kepemimpinan Pendidikan
2. Untuk mengetahui Gaya Kepemimpinan
3. Untuk mengetahui Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan
Transaksional
4. Untuk mengetahui peran Kepala Sekolah
5. Untuk mengetahui keterampilan Kepala Sekolah.
BABII
PEMBAHASAN
1
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi Pendidikan",
(Bandung: Pustaka Setia, 2018), hal.184-185
"Kepemimpinan adalah upaya memengaruhi orang untuk ikut serta dalam
pencapaian suatu tujuan bersama." Kedua pendapat tersebut jelas
menunjukkan adanya satu arah komunikasi dari si pemimpin kepada para
pengikutnya.
3. Robert Tonnenboun
"Kepemimpinan merupakan suatu interpersonal influence yang dilakukan
dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi dalam
mencapai tujuan-tujuan tertentu." Dalam proses kepemimpinan terdapat
upaya saling memengaruhi antar individu, proses yang berkaitan dengan
situasi tertentu dan tujuan yang hendak dicapai.
4. Harsey
”Kepemimpinan merupakan suatu proses upaya memengaruhi aktivitas-
aktivitas seseorang dalam usaha pencapaian tujuan dalam situasi
tertentu. Oleh karena itu dalam prosesnya, ada interdependensi antara
tiga unsur utama, yaitu (1) pemimpin, (2) pengikut, (3) situasi
kepemimpinan merupakan fungsi dari ketiga unsur tersebut"
5. Fred Massarik (1964:413)
”Kepemimpinan harus dilihat sebagai suatu proses atau fungsi daripada
sebagai suatu proses yang pres cribed.”Landasan pijakan ini pun telah
dikemukakan Sanfard (1964:412), yaitu (1) pemimpin dan karakteristik
psikologinya, (2) para pengikut dengan masalah-masalah dan situasi
kelompok saling berhubungan.
6. Fred E. Fiedler dalam Wahjosumidjo (1984:21-29)
"Kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat
keputusan. Kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya berupa
pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan
problem yang saling berkaitan."2
Dari beberapa pendapat dari para ahli tentang definisi kepemimpinan dapat
kita simpulkan bahwa ”kepemimpinan adalah suatu proses upaya (kemampuan)
dalam memengaruhi (mengajak) orang lain, bawahan atau kelompok melakukan
2
Herabudin, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 218-
219
suatu kegiatan tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu." Dan
prosesnya terdiri dari (1) pemimpin, (2) pengikut dan (3) situasi/kondisi.
B. Gaya Kepemimpinan Pendidikan
Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik, atau penampilan yang
dipilih pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Gaya yang
digunakan oleh seorang pemimpin satu dengan lainnya berbeda, bergantung pada
situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma
prilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba
memengaruhi prilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan pola prilaku
yang konsisten yang ditunjukkan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika
pemimpin berusaha memengaruhi kegiatan orang lain.
Teori prilaku (behaviour theory) dalam kepemimpinan banyak membahas
keefektifan gaya (styles) kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin.
Jones Owens (dalam Soejono 1995:18) menyatakan matrik gaya kepemimpinan
dalam bentuk suatu model analisis yang persisnya dapat dipandang sebagai model
baku (standar).3
Secara umum, tiga gaya kepemimpinan yang pokok atau dapat juga
dikatakan ekstrem, yaitu (1) Otokratis, (2) Laissez Faire dan (3) Demokratis.
Bagaimana perbedaan ketiganya dapat kita uraikan sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Otokrasis
Dalam gaya kepemimpinan yang otokrasis, pemimpin bertindak sebagai
diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya, memimpin
adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kekuasaan pemimpin
yang otokrasis hanya dibatasi oleh undang-undang. Penafsirannya sebagai
pemimpin tidak lain adalah menunjukkan dan memberi perintah.
Kewajiban bawahan atau anggota-anggotanya hanyalah mengikuti dan
menjalankan, tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.4
Kepala sekolah yang menggunakan gaya otokrasi menjadikan dia sebagai
sumber kebijakan. Guru, staf dan pegawai lainnya dipandang sebagai
3
Herabudin, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 219
4
Purwanto, M. Ngalim, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012, cet.21), hal. 48
orang yang melaksanakan perintah kepala sekolah. Oleh karena itu, guru,
staf dan pegawai lainnya hanya menerima instuksi dan tidak
diperkenankan membantah ataupun mengeluarkan ide atau pendapat bagi
kepala sekolah dan kepala sekolah tidak terlibat dalam soal
keorganisasian. Tipe/gaya ini memandang bahwa segala sesuatunya
ditentukan oleh kepala sekolah sehingga keberhasilan sekolah terletak
pada kepala sekolah.5
2. Kepemimpinan Laissez Faire
Dalam gaya kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
pimpinan. Gaya ini diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat
sekehendaknya. Pemimpin yang termasuk gaya ini sama sekali tidak
memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya.
Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan kepada anggota-anggota
kelompok, tanpa petunjuk atau saran-saran dari pimpinan. Kekuasaan dan
tanggung jawab bersimpang siur, berserakan di antara anggota-anggota
kelompok, tidak merata. Dengan demikian, mudah terjadi kekacauan dan
bentrokan-bentrokan. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang
dipimpin dengan gaya ini semata-mata disebabkan karena kesadaran dan
dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari
pemimpinnya. Dan biasanya struktur organisasinya tidak jelas dan kabur.
Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa
pengawasan dari pimpinan.6
Gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak kepada guru, staf
dan pegawai lainnya. Semua keputusan dalam pelaksanaan tugas dan
pekerjaan diserahkan sepenuhnya kepada guru, staf dan pegawai lainnya.
Dalam hal ini, kepala sekolah bersifat pasif dan tidak memberikan
keteladanan dalam kepemimpinannya.7
5
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi Pendidikan",
(Bandung: Pustaka Setia, 2018), hal.206
6
Purwanto, M. Ngalim, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012, cet.21), hal. 49
7
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi Pendidikan",
(Bandung: Pustaka Setia, 2018), hal.206-297
3. Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin dengan gaya demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan
sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota
kelompoknya. Hubungan dengan anggota-anggota kelompok bukan
sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai saudara tua
diantara teman-teman sekerjanya, atau sebagai kakak terhadap saudara-
saudaranya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha menstimulasi
anggota-anggotanya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, ia selalu berpangkal pada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan
kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.8
Gaya kepemimpinan ini menyajikan ruang kesetaraan dalam pendapat
sehingga guru, staf dan pegawai lainnya memiliki hak yang sama untuk
berkontribusi dalam tanggung jawab yang diembannya. Gaya
kepemimpinan ini memandang guru, staf dan pegawai lainnya sebagai
bagian dari keseluruhan sekolah sehingga mendapat tempat sesuai dengan
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kepala sekolah
mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan, mengontrol, dan
mengevaluasi serta mengoordinasi berbagai pekerjaan yang dilaksanakan
guru, staf dan pegawai lainnya.9
C. Kepemimpinan Transformasional versus Kepemimpinan Transaksional
Gagasan awal mengenai teori kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan transaksional ini dikembangkan oleh James McGregor Burns
dalam Yukl (1994) berdasarkan penelitian deskriptifnya terhadap pemimpin-
pemimpin politik. Secara konseptual kedua jenis kepemimpinan ini adalah
berbeda namum saling berhubungan positif bukan gaya yang saling bertentangan.
Bass (1985) memandang kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan
transaksional sebagai proses yang berbeda, dan ia mengakui bahwa pemimpin
8
Purwanto, M. Ngalim, "Administrasi dan Supervisi Pendidikan", (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012, cet.21), hal. 50
9
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi Pendidikan",
(Bandung: Pustaka Setia, 2018), hal.206
yang sama dapat menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut pada waktu
dan situasi yang berbeda. Pendapat tersebut didukung oleh Waldman, Bass dan
Einsten (1987) yang berpendapat bahwa meski konsepnya berlainan,
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional dengan tingkat
tertentu bisa dianut sekaligus oleh seorang manajer, dan bahwa pemimpin yang
paling efektif adalah pemimpin yang transaksional sekaligus transformasional.10
Pertama kepemimpinan transformasional terdiri dari kata kepemimpinan
(leadership) dan transformasiona (transformational), kepemimpinan adalah setiap
tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan
memberi arahan kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah
tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan istilah transformasional berinduk dari kata to transform, yang
bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang
berbeda. Misalnya, mentransformasikan visi menjadi realita, panas menjadi
energi, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes dan sebagainya.
Transformasional karenanya, mengandung makna sifat-sifat yang dapat mengubah
sesuatu menjadi bentuk lain, misalnya mengubah energi potensial menjadi energi
aktual atau motif berprestasi menjadi prestasi riil. Dengan demikian, seorang
kepala sekolah disebut menerapkan kaidah kepemimpinan transformasional jika ia
mampu mengubah energi sumber daya, baik manusia, instrumen maupun situasi
untuk mencapai tujuan-tujuan reformasi sekolah.11 Kepemimpinan
transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan
dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber
daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan
target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber
daya manusia seperti pimpinan, staf, bawahan, tenaga ahli, guru, dosen, peneliti
dan lainnya. Menurut Leithwood, dkk (1999) mengemukakan, kepemimpinan
transformasional menggiring SDM yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas
10
Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahan, "Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan
Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasaan Kerja dan Kinerja Dosen Universitas
Tanjungpura Pontianak", (Pontianak: 2012, vol.3, no.1), hal.2
11
Danim, Sudarman, "Menjadi Komunitas Pembelajar; Kepemimpinan Transformasional dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran", (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cet.II), hal.53-54
pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama ,
pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur sekolah yang
menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah.
Kedua kepemimpinan transaksional, Burns mendefinisikan transaksional
adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-
minat pribadinya. kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan
tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak
langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch
mengemukakan kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai; (1)
mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan
bawahannya, (2) intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk
mengendalikan dan memperbaiki kesalahan, (3) reaksi atas tercapainya standar
yang telah ditentukan. Sedangkan Bass mengemukakan kepemimpinan
transaksional adalah kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang
harus dikerjakan oleh bawahan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri
atau organisasi dana membantu bawahan agar memperoleh kepercayaan dalam
mengerjakan tugas tersebut. Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah
kepemimpinan di mana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja
dengan menyediakan sumber daya dan penghargaan sebagai imbalan untuk
motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.
Mesti ada perbedaan esensial antara kepemimpinan transformasional
dengan kepemimpinan transaksional, kontruksi perilakunya tidak berarti saling
menafikan (mutually exclusive). Perilaku yang ditampilkan oleh kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional adakalanya dibedakan bukan
atas dasar tujuan yang dikehendaki, melainkan pada kontinuitas perilaku; dimana
yang satu cenderung ke arah transformasi, sementara yang lain cenderung
mengedepankan transaksi. Bahkan, jika kepemimpinan transformasional dan
transaksional itu dikombinasikan, akan melahirkan apa yang disebut oleh Bass
dan Avilio sebagai full range leadership model. Persoalan esensialnya sangat
mungkin bukan pada apakah kepemimpinan transformasional dan transaksional
itu bersifat saling mengisi (mutually inclusive) atau saling menafikan (mutually
exclusive), melainkan gaya kepemimpinan itu sangat dipengaruhi oleh situasi,
sehingga tampilannya lebih berupa sebuah kontinum atau bersifat kontingensi
ketimbang dikotomis.12
Adapun perbedaan esensial antara kepemimpinan transformasional dan
kepemimpinan transaksional sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka
bertindak di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai
hubungan pertukaran.
Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan
pengikut.
Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan
memberikan pertimbangan individual, stimulasi intelektual dan
pengaruh ideal untuk pengikut.
Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka
dan merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.
Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan
manajemen untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat
dengan pengikutnya.
Pemimpin memotivasi bawahannya bekerja untuk tujuan yang
melampaui kepentingan pribadi.
2. Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan.
Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah
berurusan dengan masalah sekarang.
Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah,
hukuman dan sanksi untuk mengontrol bawahan.
Pemimpin memotivasi bawahannya dengan menetapkan tujuan dan
menjanjikan imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
12
Danim, Sudarman, "Menjadi Komunitas Pembelajar; Kepemimpinan Transformasional dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran", (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cet.II), hal.59
Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat
bawahan untuk berhasil tawar-menawar.
D. Peran Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk
itu kepala sekolah harus mengetahui peran (fungsi) dan kewajiban yang harus ia
tunaikan. Tugas Kepala Sekolah sebagai pemimpin harus memiliki kepribadian
yang kuat; dapat dipercaya, jujur dan bertanggung jawab, memahami kondisi
guru, karyawan, dan siswa dengan baik; memiliki visi dan memahami misi
sekolah, memiliki kemampuan mengambil keputusan, dan memiliki kemampuan
berkomunikasi.
1. Pendidik (Educator)
Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan
profesional tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim
sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah,
memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta
melaksanakan model pembelajaran menarik, seperti team teaching,
moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang
cerdas di atas normal.
2. Manajer (Manager)
Kepala sekolah harus memiliki strategi yang mampu
mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen dengan efektif dan
efisien. Terdapat tiga keterampilan minimal yang perlu dimiliki oleh
kepala sekolah sebagai seorang manajer, yaitu keterampilan konseptual,
keterampilan kemanusiaan dan keterampilan teknis.
3. Pelaku Administrasi (Administrator)
Kepala sekolah harus memiliki kemampuan mengelola kurikulum, dan
mengelola administrasi peserta didik, personalia, sarana dan prasarana,
kearsipan dan keuangan.
4. Pengawas (Supervisor/Supervisi)
Mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk
membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari
di sekolah agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya
untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada orangtua peserta didik
dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat
belajar yang lebih efektif.
5. Pemimpin (Leader)
Sebagai pemimpin (leader) harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.
6. Pengusaha (Entrepreneur)
Harus mampu memiliki berbagai macam keahlian yang dapat diteruskan
kepada orang-orang yang dipimpinnya.
7. Pencipta Iklim (Climator Maker)
Harus mampu menyusun berbagai rencana kerja dalam bentuk perangkat
kerja yang dilaksanakan dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
Iklim yang kondusif akan membantu terwujudnya stabilitas kerja yang
tinggi, yang pada akhirnya pencapaian berbagai rencana kerja yang telah
disusun sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.13
Adapun fungsi kepala sekolah yang dapat kita serap dari pon-poin diatas,
sebagai berikut :
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan pada dasarnya menjawab pertanyaan: apa yang harus
dilakukan, bagaimana melakukannya, di mana dilakukan, oleh siapa dan
kapan dilakukan. Kegiatan-kegiatan sekolah seperti yang telah disebutkan
dimuka harus direncanakan oleh kepala sekolah, hasilnya berupa rencana
tahunan sekolah yang akan berlaku pada tahun ajaran berikutnya.
2. Pengorganisasian (organizing)
Kepala sekolah sebagai pemimpin bertugas untuk menjadikan kegiatan-
kegiatan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dapat berjalan dengan
lancar. Kepala sekolah perlu mengadakan pembagian kerja yang jelas bagi
guru-guru yang menjadi anak buahnya.
3. Pengarahan (directing)
13
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi Pendidikan",
(Bandung: Pustaka Setia, 2018), hal.202-203
Pengarahan adalah kegiatan membimbing anak buah dengan jalan
memberi perintah, memberi petunjuk, mendorong semangat kerja,
menegakkan disiplin, memberikan berbagai usaha lainnya agar mereka
dalam melakukan pekerjaan mengikuti arah yang ditetapkan dalam
petunjuk, peraturan atau pedoman yang telah ditetapkan.
4. Pengkoordinasian (coordinating)
Pengkoordinasian adalah kegiatan menghubungkan orang-orang dan
tugas-tugas sehingga terjalin kesatuan atau keselarasan keputusan,
kebijaksanaan, tindakan, langkah, sikap serta tercegah dari timbulnya
pertentangan, kekacauan, kekembaran (duplikasi), kekosongan tindakan.
5. Pengawasan (controling)
Pengawasan adalah tindakan atau kegiatan usaha agar pelaksanaan
pekerjaan serta hasil kerja sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk atau
ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan.
14
Wahyudi, "Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning
Organization", (Bandung: Alfabeta, 2015, cet.4), hal.67
keterampilan ini adalah kemampuan pemimpin untuk melihat sekolah dan
setiap permasalahan sebagai suatu keseluruhan, kemampuan
mengkoordinasikan rentetan kegiatan, keinginan dan kepentingan individu
maupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta
kemampuan menyusun konsep-konsep tertentu. Selain itu juga
merencanakan perubahan, merancang tujuan sekolah, membuat penilaian
secara tepat tentang efektivitas kegiatan sekolah dan mengkoordinasikan
program secara harmonis.
2. Keterampilan Hubungan Manusia (Human Skills)
Keterampilan hubungan manusia dalam organisasi pendidikan adalah
kemampuan kepala sekolah untuk mendirikan sistem komunikasi dua arah
yang terbuka dengan personel sekolah dan anggota masyarakat lainnya
untuk menciptakan suasana kepercayaan terhadap sekolah dan
meningkatkan unjuk kerja guru. Menurut Robert L. Katz merupakan
keterampilan penempatan diri dalam kelompok kerja dan kemampuan
menjalin komunikasi yang baik, sehingga mampu menciptakan kepuasan
bagi dirinya sendiri ataupun pihak yang lawan berkomunikasi. Yang
termasuk dlaam keterampilan ini adalah keterampilan menempatkan diri
dalam kelompok, sikap terbuka terhadap kelompok kerja dan kemmapuan
memotivasi bawahan.
3. Keterampilan Tehnikal (Technical Skills)
Menurut Robert L. Katz merupakan keterampilan dalam penerapan
pengetahuan teoritis ke tindakan-tindakan praktis, sehingga terampil pula
dalam penggunaan metode, teknik dan prosedur yang baik dan mampu
menyelesaikan tugas-tugas khusus pula. Yang termasuk dalam
keterampilan teknis adalah kemampuan menyusun laporan, program
pembelajaran dan data statistik sekolah, keterampilan membuat keputusan
dan merealisasikannya, serta keterampilan membuat surat.15
15
Wahyudi, "Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning
Organization", (Bandung: Alfabeta, 2015, cet.4), hal.69-75
BABIII
PENUTUP
A. Simpulan
Kepemimpinan (leardership) adalah suatu proses upaya (kemampuan)
dalam memengaruhi (mengajak) orang lain, bawahan atau kelompok dalam
sebuah lembaga (pendidikan) melakukan suatu kegiatan tertentu untuk bersama-
sama mencapai tujuan tertentu. Selain itu sebagai pemimpin harus memiliki
kepribadian yang kuat; dapat dipercaya, jujur dan bertanggung jawab, memahami
kondisi guru, karyawan, dan siswa dengan baik; memiliki visi dan memahami
misi sekolah, memiliki kemampuan mengambil keputusan, dan memiliki
kemampuan berkomunikasi.
Priansa, Donni Juni dan Sentiana, Sonny Suntani, "Manajemen dan Supervisi
Pendidikan", (Bandung: Pustaka Setia, 2018)