MEDICAL PROFESIONALISM - DR - Melda Surya Dian Nengsih - Ortopedi Dan Traumatologi
MEDICAL PROFESIONALISM - DR - Melda Surya Dian Nengsih - Ortopedi Dan Traumatologi
MEDICAL PROFESIONALISM
Dosen Pengajar
Dr. dr. Gatot S. Lawrence, M.Sc, Sp.PA(K), DFM, Sp.F
PENDAHULUAN
Pada dunia kedokteran dengan teknologi dan ilmunya terus berkembang tanpa mengenal
kata berhenti dan menunggu para dokter untuk dapat mempelajari mereka. Dikarenakan hal
tersebutlah para dokter diharapkan senantiasa terus memperdalam ilmu mereka dengan metode
longlife learning. Sehingga segala update yang ada sebanyak mungkin dapat diketahui oleh para
dokter. Dengan demikian akan mengurangi resiko-resiko malpraktek dan sebagainya.1
Secara ideal, ada trias peran profesi dokter yaitu sebagai "agent of treatment, agent of
change, dan agent of development". Artinya, para dokter diharapkan memberikan perbaikan
dalam hal kesehatan fisik, mental (pola pandang), dan sosial (kebiasaan hidup) di masyarakat.
Sayangnya saat ini di Indonesia, banyak dokter yang terjebak pada rutinitas profesionalisme
yang sempit alias hanya concern pada penanganan penyakit saja. Anjuran medisnya pun hanya
berkisar di minum vitamin, mineral, dan sebagainya tanpa ada penjelasan gamblang dan continue
bagaimana mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Banyak dokter yang semakin komersil dan
enggan mengarahkan kelompok masyarakat dalam memperbaiki lingkungan sosial-medisnya.
Jadi, saat ini kebanyakan dokter baru berperan sampai level "agent of treatment" saja. Tentu
banyak faktor-faktor dari dalam dan luar pasien yang menghambat kesembuhan. Disanalah peran
dokter agar dapat memberikan sebanyak mungkin informasi kepada pasien sehingga dapat
mengurus diri sendiri kelak.1
Di abad ke-20, bioetika telah berkembang sebagai disiplin akademis dan terapan baru
akibat kemajuan teknologi di bidang biomedis. Bioetika mulai berkembang ketika Van
Rensselaer Potter menulis sebuah buku Bioethics: Bridge to the Future pada 1971. Pada tahun
yang sama, The Kennedy Institute of Bioethics didirikan di Georgetown University, Washington
DC. Di tempat inilah, prinsip-prinsip etika biomedis, yang populer di dunia kedokteran,
diformulasikan oleh Beauchamp dan Childress. (1)
Hal tersebut terdiri atas prinsip-prinsip empat kaidah dasar dan empat kaidah turunan.
Empat kaidah dasar yang dimaksud adalah: (1) Beneficence (melakukan perbuatan baik atau
memberikan manfaat bagi orang lain) (2) Non-maleficence (tidak melakukan perbuatan
merugikan atau menyakiti orang lain) (3) Respect for Autonomy (menghormati kebebasan atau
keinginan orang lain), dan (4) Justice (bersikap adil pada setiap orang berdasarkan prinsip
keadilan distributif dan keadilan sosial).
Sedangkan empat kaidah turunan terdiri atas 1) Veracity (jujur, memberikan informasi
akurat, tepat waktu, terpercaya, dan menyeluruh) (2) Privacy (menghormati hak seseorang untuk
mengontrol akses terhadap dirinya) (3) Confidentiality (menjaga kerahasiaan) (4) Fidelity
(setia, menepati janji / kontrak, dan mendahulukan kepentingan pasien). (1)
Pada moralitas dimensi dinilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia.
Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat
seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut
dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas
adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba
memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan
suatu cara diantara pilihan cara yang lain.(2)
Di Indonesia sendiri, bioetika baru berkembang dalam 20 tahun terakhir, diprakarsai
oleh pusat pengembangan etika Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Bioetika semakin
populer di Indonesia setelah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta mengadakan pertemuan
pertama Bioetika pada tahun 2000 sekaligus mendirikan Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora
Kedokteran. Dua tahun kemudian, dalam pertemuan kedua, mereka membentuk Jaringan
Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI).7 Pada 2007, diadakan program non-
gelar Bioetika, Hukum Kedokteran, dan Hak Asasi Manusia bagi pendidik klinis untuk mendidik
mahasiswa kedokteran agar memenuhi Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2006, khususnya
di bidang Bioetika. Program ini diselenggarakan DIRJEN DIKTI bekerjasama dengan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PROFESIONALISME
Praktek kedokteran adalah kombinasi sains dan seni penyembuhan. Sains dan teknologi
adalah bukti dasar atas berbagai masalah klinis dalam masyarakat. Seni kedokteran adalah
penerapan gabungan antara ilmu kedokteran, intuisi, dan keputusan medis untuk menentukan
diagnosis yang tepat dan perencanaan perawatan untuk masing-masing pasien serta merawat
pasien sesuai dengan apa yang diperlukan olehnya. Pusat dari praktik kedokteran adalah
hubungan relasi antara pasien dan dokter yang dibangun ketika seseorang mencari dokter untuk
mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya. Di dalam praktik, seorang dokter harus :
membangun relasi dengan pasien ; mengumpulkan data (riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik dengan hasil laboratorium atau citra medis) ; menganalisa data ; membuat rencana
perawatan (tes yang harus dijalani berikutnya, terapi, rujukan) ;merawat pasien ; memantau dan
menilai jalannya perawatan dan dapat mengubah perawatan bila diperlukan. Praktek kedokteran
erat hubungan dengan hubungan antar dokter dengan pasien atau relasi dokter-pasien.2
Relasi pasien dan dokter adalah proses utama dari praktik kedokteran. Terdapat banyak
pandangan mengenai hubungan relasi ini. Oleh karena itu, seorang dokter harus paham benar
bagaimana keadaan normal dari manusia sehingga ia dapat menentukan sejauh mana kondisi
kesehatan pasien. Proses inilah yang dikenal sebagai diagnosis. Kualitas relasi pasien dan dokter
sangat penting bagi kedua pihak. Saling menghormati, kepercayaan, pertukaran pendapat
mengenai penyakit dan kehidupan, ketersediaan waktu yang cukup, mempertajam ketepatan
diagnosis, dan memperkaya wawasan pasien tentang penyakit yang dideritanya; semua ini
dilakukan agar relasi kian baik.2
Namun hanya dengan mengandalkan apa yang didapat saat kuliah tentu tidak akan cukup
bagi seorang dokter untuk melakukan praktik dokter. Seorang dokter harus terus menambah
wawasannya, sebab ilmu dan teknologi kedokteran akan terus berkembang selama manusia
masih terus melawan berbagai penyakit yang muncul. Cara untuk mengobati suatu penyakit tidak
akan sama lagi 10 tahun yang akan datang. Pasti akan ditemukan cara yang lebih efektif dan
efisien.2
B. ETIKA
Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik
adalah disiplin yang mempelajari tentang baik dan buruk sikap tindakan manusia. Etika
merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai
suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak.3
Menurut bahasa, berasal dari bahasa Yunani Ethos, yang artinya kebiasaan atau tingkah
laku. Ethic (bahasa Inggris), yang berarti tingkah laku / perilaku manusia yang baik → tindakan
yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Sedangkan dalam koteks lain secara luas dinyatakan bahwa : Etika adalah aplikasi dari proses
dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan
prinsip-prinsip dasar dan konsep yang membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak
serta menekankan nilai-nilai mereka.(3)
Etika bersangkutan dengan manusia secara pribadi dengan “kemanusiaannya”, yaitu
manusia yang sudah dan mampu menyadari diri sendir dalam berpikir, bersikap, berbicara,
bertingkah laku terhadap manusia lain dan (dalam) masyarakat, terhadap Tuhan sang Pencipta
dan terhadap lingkungan tempat hidup beserta seluruh isinya. Etika sebagaimana metode filsafat,
mengandung permusyawaratan dan argumen eksplisit untuk membenarkan tindakan tertentu
(etika praktis). Juga membahas asas – asas yang mengatur karakter manusia ideal atau kode etik
profesi tertentu (etika normatif). (4)
Etika bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap penilaian benar atau
salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal tersebut berbeda dalam alasannya. Di beberapa
masyarakat, perbedaan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang normal dan ada kebebasan besar
bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia mau, sejauh tidak melanggar hak orang lain.
Namun di dalam masyarakat yang lebih tradisional, ada persamaan dan persetujuan pada etika
dan ada tekanan sosial yang lebih besar, kadang bahkan didukung oleh hukum, dalam bertindak
berdasarkan ketentuan tertentu. Dalam masyarakat tersebut budaya dan agama sering memainkan
peran yang dominan dalam menentukan perilaku yang etis.(2)
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan
standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, etika terbagi menjadi empat
klasifikasi yaitu: (5)
Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan
penilaian terhadap objek yang diamati.
Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan buruk,
dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia.
Etika Individual: Etika yang objeknya manusia sebagai individualis. Berkaitan dengan
makna dan tujuan hidp manusia
Etika Sosial: Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai makhluk sosial
dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik dalam lingkup terkecil, keluarga,
hingga yang terbesar bernegara.
Status dokter berbeda di setiap negara bahkan dalam satu negara. Secara umum situasi
saat ini sepertinya lebih buruk. Banyak dokter yang merasa mereka tidak lagi dihormati
sebagaimana mereka dulu dihormati. Di beberapa negara kontrol pelayanan medis telah bergeser
dengan mantap menjauhi dokter kepada manager profesional dan birokrat yang sebagian melihat
dokter sebagai penyulit dari pada partner dalam memperbaiki pelayanan medis. Pasien yang
dulunya menerima perintah dokter tanpa ragu kadang meminta penjelasan mengenai
rekomendasi yang diberikan dokter karena berbeda dengan saran yang didapatkan dari praktisi
kesehatan lain atau dari internet. Beberapa prosedur yang dulunya hanya bisa dilakukan oleh
dokter saja sekarang dapat dilakukan oleh teknisi, perawat, atau paramedis. Selain perubahan-
perubahan ini mempengaruhi status dokter, pengobatan tetap merupakan suatu profesi yang
dihargai tinggi oleh orang yang sakit yang membutuhkan layanan.
Pengobatan juga tetap menarik banyak sekali mahasiswa yang berbakat, pekerja keras,
dan berdedikasi. Untuk memenuhi harapan pasien dan mahasiswa, penting bagi dokter untuk
memenuhi harapan pasien dan mahasiswa, penting bagi dokter untuk mengetahui dan
memberikan contoh nilai inti dari pengobatan mengetahui dan memberikan contoh nilai inti dari
pengobatan terutama belas kasih, kompeten, dan otonomi. (2)
Etika dalam dunia kedokteran dikenal sebagai etika kedokteran. Etika kedokteran
berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan. Dalam etika
kedokteran isu – isu yang mengemuka terutama menyangkut tujuan pengobatan, refleksi kritis
terhadap suatu tindakan dan mengembangkan otonomi dalam pengambilan keputusan dalam
lingkup pasien, dokter dan pihak lain yang terkait dalam sistem praktik kedokteran. Sedangkan
etika klinis lebih menyempit lagi ke lingkup klinis, yaitu suatu cabang praktis yang menyediakan
suatu struktur pendekatan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan isu etik dala
praktik klinik. (4)
Dokter harus cakap dalam membuat keputusan klinis sekaligus ethico-medicolegal yang
bisa dipertanggungjawabkan tanpa akhirnya merasa bersalah dan berdosa. Karena itu selain
membutuhkan keterampilan clinical reasoning yang baik, dokter juga membutuhkan kemampuan
ethico and medicolegal reasoning secara memadai dalam praktik sehari-hari mereka.(6)
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter akan selalu terkait dengan bioetika
maupun etika kedokteran gigi, yang kemudian akan diatur dalam kode etik kedokteran gigi.
Namun kini, tidak sedikit dokter gigi (drg) yang melanggar bioetika atau etikanya sebagai
seorang drg dalam menghadapi pasien, sehingga menyebabkan hal tersebut menjadi sorotan
masyarakat dan menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa semua drg dapat
melakukannya. Segelintir drg yang melakukan pelanggaran tersebut akan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap drg, sehingga meyamaratakan pandangan itu terhadap semua
drg. Nampaknya, meskipun drg telah berupaya melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan
standar profesi dan rambu-rambu pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran gigi, tetapi
tetap masih ada beberapa dokter yang menjadi sorotan masyarakat dengan berbagai tuduhan.(3)
Penerapan ilmu dan teknologi kedokteran tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial dan etika.
Dokter yang kurang mendalami pemahaman etika memerlukan alat bantu yang sistematis agar
mampu membuat keputusan klinis yang benar secara medis dan tepat secara etika. (6)
Dalam penanganan pasien di klinik, setelah indikasi medis, pengelolaan juga ditentukan
oleh “seni” berbasis dari kaidah dasar bioetik. Asas prima facie mengisyaratkan kaidah dasar
bioetik yang lama akan ditinggalkan, diganti dengan kaidah yang baru yang lebih abash (ceteris
paribus). Empat kaidah dasar moral (bioetika), meliputi:
a) Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Pertama, setiap individu
(pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan
nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu
mendapatkan perlindungan.
Dalam konteks autonomy, prima facie disini muncul (berubah menjadi atau dalam keadaan)
pada sosok pasien yang dewasa dan berkepribadian matang untuk menentukan nasibnya
sendiri.
Prinsip Autonomy :
• Prinsip autonomy adalah dasar dari doktrin informed consent :
• Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien
tersebut, setelah ia diberi informasi dan memahaminya
b) Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus
mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).
Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar
memenuhi kewajiban.
Beneficence digunakan ketika pasien merupakan kondisi yang wajar dan berlaku pada
banyak pasien lainnya, sehingga dokter akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan
pasien. Dokter telah melakukan kalkulasi dimana kebaikan yang akan dialami pasiennya
akan lebih banyak dibandingkan dengan kerugiannya. Prinsip prima facienya adalah sesuatu
yang berubah menjadi atau dalam keadaan yang umum. (8)
Prinsip Beneficence :
1. Prinsip positive beneficence
- Do or promote good
d) Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama
dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta
perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.
Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.
Prima facienya pada (berubah menjadi atau dalam keadaan) konteks membahas hak orang
lain selain diri pasien itu sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka yang sama atau setara
dalam mengalami gangguan kesehatan di luar diri pasien, serta membahas hak-hak social
masyarakat atau komunitas sekitar pasien.(8)
Prinsip Justice :
1. Justice : Fairness (orang perorangan)
- Seseorang menerima yang selayaknya dia terima
2. Distributive Justice (masyarakat)
- Distribusi sumber daya alam masyarakat
e) Keadilan (justice).
Hal ini merupakan yang terpenting dimana dalam keadaan apapun harus mengatakan yang
sejujurnya tentang kondisi pasien dan tidak menutup-nutupi keadaan pasien.(9,10) Menjelaskan
kepada pasien dengan sejujur-jujurnya dan dengan cara baik dapat mengurangi angka morbiditas
dan tingkat kesakitan pasien.(11)
Dalam dunia kedokteran, fondasi moral hubungan dokter pasien adalah inti etika
kedokteran. Pembahasan dalam etika kedokteran lebih dititikberatkan pada fondasi moral yang
mengatur hubungan dokter-pasien. Konsep hubungan ini akan lebih mempertajam keputusan –
keputusan klinis yang akan dibuat oleh dokter dalam berbagai situasi, sehingga akan tersusun
standar perilaku profesional.
KESIMPULAN
2. Williams JR. PANDUAN ETIKA MEDIS. 1st ed. dr. Sagiran, editor. Yogyakarta: Pusat
Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;
2004. 94 p.
4. Afandi D. Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang etis. Maj
Kedokt Andalas. 2017;40(2):111.
7. Suryadi. Prinsip Prinsip Etika Dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran. Pertem Nas V
JBHKI. 2009;13.