KELOMPOK 7
Anggota : Almas Athiyah Cendayan - 1806134070
: Yohana O.H - 1806213573
: Jose Keli Hasian A. - 1806134335
Keluarga Bapak Hadi memiliki usaha perdagangan garmen yang telah berdiri sejak awal
2016 di Jakarta Timur. Pendirian perusahaan PT. Melati Putih dengan akta notaris tanggal 3
Januari 2016 dan memulai usaha pada tanggal 1 April 2016. Melihat prospek pertumbuhan
perusahaan yang bagus, pada 2 Januari 2018 membuka cabang di Jakarta Selatan. Usaha
keluarga tersebut telah didaftarkan. Kepemilikan perusahaan tersebut 80% dimiliki Pak Hadi
dan 20% saham dimiliki dua orang anaknya. PT Melati Putih selama ini belum memiliki
NPWP. Bapak Hadi memperoleh informasi bahwa perusahaan harus memiliki NPWP.
Pada tahun 2016, diketahui bahwa peredaran bruto usaha PT Melati Putih sebesar Rp5 Miliar,
tahun 2017 sebesar 7 miliar, tahun 2018 sebesar Rp8 Miliar dan tahun 2019 mengalami
penurunan menjadi sebesar Rp4,5 miliar. Kondisi perusahaan mengalami penurunan mulai
tahun 2019 dan semakin turun tahun 2020 yang berpotensi peredaran usaha dibawah Rp3
Miliar.
Pertanyaan:
a. Jika PT. Melati Putih taat untuk melakukan pendaftaran, kapan batas akhir perusahaan
melakukan pendaftaran?
Jawab :
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.20/PMK.03/2008 Pasal 2 “Wajib Pajak
orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan
setelah usaha dijalankan” → saat usaha dijalankan berarti saat yang lebih dahulu
antara pendirian atau usaha benar-benar dimulai
Selebihnya, menurut Permenkeu no.182/PMK.03/2015 “Wajib Pajak badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian” → hal
ini berarti PT Melati Putih wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat 1 bulan sejak 3 Januari 2016, yaitu maksimal 3 Februari 2016.
f. Apakah ada kemungkinan Perusahaan milik Pak Hadi dikenakan sanksi pidana karena
tidak melakukan pendaftaran usaha dan berakibat perusahaan tidak membayar pajak?
Jika kemungkinan tersebut ada, dalam kondisi seperti apa sanksi pidana tersebut dapat
diberikan
Jawab :
Ya, dalam kondisi setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 6 bulan sampai
paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2x sampai paling banyak 4x dari jumlah
pajak terutang yang tidak/kurang bayar sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal
39(1) UU KUP
Bagian 2: SPT
PT Dahlia Indah Merona (DIM) adalah perusahaan dagang perlengkapan dan peralatan
kantor yang berkedudukan di Utan Kayu, Jakarta Timur. Selama 5 tahun terakhir, PT
BOBBY (PTB) selalu menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tepat waktu. Pada tahun
2020, karena kondisi pandemi, audit laporan keuangan tahun 2019 PT. DIM terlambat dan
kemungkinan baru dapat diselesaikan pada 15 Juni 2020. PT. DIM dipimpin oleh seorang
Direktur Utama Bpk Andi dan dua Manajer yaitu keuangan dan pemasaran serta beberapa
orang staf.
Tren penjualan DIM berfluktuasi dalam 3 tahun terakhir, sehingga nilai pajaknya juga
berfluktuasi. PT DIM diperiksa oleh KPP tempat PTB berdomisili untuk tahun pajak 2018,
dimana pemeriksaan dimulai pada bulan 20 Agustus 2019. Setelah pemeriksaan selesai,
Pemeriksa memberitahukan hasil pemeriksaannya dengan menerbitkan SPHP pada tanggal 1
Desember 2019. Menurut Pemeriksa, DIM memiliki kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp800 Juta. DIM memberikan tanggapan atas SPHP dan memberikan ketidaksetujuannya
atas pajak sebesar Rp300 Juta. Menurut DIM kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp500.
Perusahaan menyatakan ketidaksetujuannya atas hasil pemeriksaan tersebut. Namun KPP
tetap menerbitkan SKPKB yang menyatakan kekurangan bayar sebesar Rp800 juta ditambah
sanksi administrasi pada tanggal 10 Desember 2019. Atas SKPKB tersebut perusahaan
melakukan pembayaran pada tanggal 15 Maret 2020.
Pertanyaan:
a. Kapan seharusnya DIM melaporkan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun pajak
2019?
Jawab :
Berdasarkan UU KUP Pasal 3 ayat (3) “Batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah: ***)
- untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
akhir Masa Pajak;
- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.”
sehingga PT DIM seharusnya melaporkan SPT Tahunan PPh badan untuk tahun pajak
2019 paling lambat empat bulan setelah berakhirnya tahun pajak yaitu tanggal 30
April 2020.
b. Berdasarkan UU KUP, siapakah yang seharusnya menandatangani SPT Tahunan PPh
Badan DIM tahun 2020? Apakah boleh SPT ditandatangani oleh Manajer Keuangan
sebagai manajer yang bertanggung jawab urusan keuangan, akuntansi dan pajak. Jika
boleh apakah ada syaratnya?
Jawab :
UU KUP Pasal 4 ayat (2): Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus
ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
UU KUP Pasal 4 Ayat (3): Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat
kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
Manajer keuangan bukanlah pengurus/direksi, tetapi karyawan. Berarti untuk dapat
menandatangani SPT, Manajer keuangan harus mendapatkan surat kuasa khusus yang
dilampirkan pada SPT Tahunan tersebut.
Syarat menjadi seorang kuasa menurut 229/PMK.03/2014
a. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan,
b. Memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi kuasa,
c. Memiliki NPWP,
d. Telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun
pajak terakhir,
e. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
c. Apa yang harus dilakukan oleh DIM mendapatkan fakta bahwa laporan keuangannya
diperkirakan tidak akan selesai sampai batas akhir pelaporan?
Jawab :
Menurut UU KUP Pasal 3 ayat (4) dan (5), DIM dapat mengajukan perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan hingga dua bulan dengan mengajukan
pemberitahuan tertulis ke Direktorat Jenderal Pajak yang disertai perhitungan
sementara pajak terutang dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan.
Menurut 243/PMK.03/2014 juga, Pemberitahuan perpanjangan harus disampaikan
dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk dokumen elektronik, dan
wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
d. Apakah dokumen yang harus dilengkapi pada saat mengajukan perpanjangan
penyampaian SPT tahun 2019? Sampai kapan batas penundaan penyampaian SPT
diberikan?
Jawab :
Menurut 243/PMK.03/2014, Pemberitahuan perpanjangan penyampaian SPT
disampaikan kepada KPP sebelum masa penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan
dilampiri:
a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas
waktu penyampaiannya diperpanjang;
b. Laporan keuangan sementara; dan
c. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya
disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran
pajak.
Menurut UU KUP Pasal 3 Ayat (4), penundaan penyampaian SPT diberikan paling
lama dua bulan sejak batas waktu penyampaian SPT.
e. Misalkan DIM mengajukan penundaan penyampaian SPT pada tanggal 20 April
2020, dan disetujui oleh KPP. Dalam permohonan penundaan tersebut dilampirkan
bahwa perhitungan pajak terdapat kurang bayar pajak sebesar Rp 400 Juta, dan telah
dilunasi. Pada 25 Juni 2020 DIM telah selesai menyusun SPT yang dilampiri laporan
keuangan audited. Hasil perhitungan akhir menyebutkan bahwa pajak kurang bayar
sebesar 500 Juta, lebih tinggi dari perhitungan sementara. Apa yang harus dilakukan
oleh DIM pada saat pelaporan pajak 25 Juni 2020? Apakah ada sanksi administrasi
yang akan dikenakan DIM atas pembayaran pajak ini?
Jawab :
UU KUP Pasal 8 Ayat (1): “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan
Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan
tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan”
UU KUP Pasal 8 Ayat (2a): “Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
-> DIM harus membayar sebesar Rp 104 juta rupiah, yang terdiri dari kekurangan
pembayaran pokok pajak sebesar 100 juta, ditambah sanksi administrasi sebesar 4 juta
(2% x 100 juta x 2 bulan) -> Sanksi 2% per bulan sejak berakhirnya penyampaian
SPT sampai tanggal pembayaran.
f. Jelaskan apakah langkah yang akan dilakukan oleh KPP jika sampai dengan 30 Juni
2020 DIM tidak menyampaikan SPT! Konsekuensi apa yang akan diterima DIM jika
tidak menyampaikan SPT sampai dengan 30 Juni 2020?
Jawab :
UU KUP Pasal 3 Ayat (5a): “Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dapat diterbitkan Surat Teguran.” UU KUP Pasal 3 Ayat (5a)
-> maka dalam hal ini, KPP akan menyampaikan surat teguran kepada DIM
g. Jika surat teguran untuk menyampaikan SPT ternyata tidak juga diindahkan, DIM
tidak menyampaikan SPT langkah apa yang dilakukan oleh KPP?
Jawab :
243/PMK.03/2014 Pasal 14 ayat (1): “Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka
waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat
(1) Undang--Undang KUP.”
-> Maka menurut UU KUP Pasal 7 ayat (1) DIM akan mendapat denda sebesar
Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh Badan.
PMK No. 24/PMK.03/2008 Pasal 12: “Apabila jumlah utang pajak tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari
sejak tanggal disampaikan Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1), Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan secara
langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.”
-> Maka apabila setelah lewat 21 hari sejak surat teguran DIM tidak
menyampaikan SPT, maka DIM akan menerima surat paksa.
h. DIM sebenarnya juga telah melakukan melakukan review atas SPT Tahunan PPh
Badan tahun 2018 dan menemukan bahwa terdapat beberapa penjualan yang belum
dimasukkan. Hal ini berakibat jumlah pajak yang telah dilaporkan sebelumnya
terdapat kurang bayar pajak sebesar 3,200 Juta menjadi kurang bayar sebesar Rp3,700
juta. Sehingga ada selisih sebesar Rp500 Juta kurang bayar. Karena kesadarannya
sendiri, DIM melakukan pengungkapan ketidakbenaran atas SPT Tahunan PPh Badan
tahun 2018 tersebut pada 5 Agustus 2019. Apabila DIM melakukan pengungkapan
ketidakbenaran pengisian SPT pada 10 Nopember, setelah proses pemeriksaan
dilakukan namun belum dikeluarkan SKP, jelaskan apakah hal tersebut dilakukan.
Apakah ada konsekuensi sanksi yang dikenakan?
Jawab :
Pasal 8 ayat (4) UU KUP
“Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan
tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya …”
->DIM dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran jika SKP belum
diterbitkan oleh DJP.
UU KUP Pasal 8 Ayat (5):
“Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
tersendiri dimaksud disampaikan.”
Maka DIM harus membayar Rp750 juta, yaitu kurang bayar sebesar Rp500 juta
ditambah sanksi sebesar kenaikan Rp250 juta (50%x500 juta).
Namun proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai untuk menguji kebenaran
tersebut.
i. Apabila DIM tidak melakukan pembetulan SPT, dan proses pemeriksaan dijelaskan
seperti dalam soal. Berapa sanksi yang akan dikenakan dalam SKPKB?
Jawab :
SKPKB jika DIM bayar SKPKB sebelum tenggat waktu:
Kurang bayar: Rp800.000.000
Sanksi Bunga: Rp192.000.000 -> (2% x 800.000.000 x 12 bulan (dihitung sejak 1 Jan
2019) )
Total : Rp.992.000.000
j. Apakah yang seharusnya dilakukan KPP terhadap DIM setelah 10 Januari 2020?
Apakah konsekuensi yang harus ditanggung oleh DIM karena baru membayar SKP
pada tanggal 15 Maret 2020?
Jawab :
UU KUP Pasal 19 Ayat (1): “Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh
tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”
PT. Semeru Agung bergerak di bidang tambang perdagangan mempunyai kantor pusat di
Komplek pertokoan Pecenongan dan terdaftar di KPP Pratama Sawah Besar Dua. Perusahaan
berdiri 15 tahun lalu. Selama 4 tahun terakhir selalu melakukan penyetoran melalui e-billing
dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui DJP online secara tepat waktu.
KPP Pratama Sawah Besar menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan terhadap PT. Semeru
Agung tanggal 12 Maret 2019 untuk tahun pajak 2017. SPT Tahunan 2017 Kurang Bayar
sebesar Rp6.000.000.000 dan disetor tanggal 25 April 2018 dan dilaporkan secara online
pada tanggal 27 April 2018. Laporan Keuangan Perusahaan untuk tahun 2017 diaudit oleh
KAP Herman & Rekan, namun KAP tersebut saat ini tidak lagi menjadi auditor Laporan
Keuangan tahun 2019.
Untuk keperluan pemeriksaan Pak Andi membutuhkan informasi dari KAP Herman & Rekan
karena menyangkut beberapa data penjualan dan beban pada tahun 2017, bahkan untuk
mengklarifikasi beberapa data dalam rekening, Pak Andi memerlukan data konfirmasi bank.
Tim Pemeriksa Pajak diketuai oleh Bapak Andi, melakukan pemeriksaan secara
komprehensif atas keseluruhan Pajak PT. Semeru Agung. Sampai 11 Juli 2019 ternyata
proses pemeriksaan belum selesai. Tim pemeriksa baru menyelesaikan pemeriksaan pada 2
September 2019 dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) pada
tanggal tersebut. Menurut Pemeriksa, informasi pajak seharusnya adalah:
A. Pajak Badan telah dilaporkan kurang bayar sebesar Rp8.000.000.000 namun menurut
hasil pemeriksaan kurang bayar sebesar Rp13.000.000.000.
Kredit pajak:
Akhirnya setelah melalui perdebatan yang panjang dalam closing conference, KPP
menerbitkan surat ketetapan pajak pada 5 September 2019 sebagai berikut atas pajak:
a. PPh Badan tahun 2017 sebesar Rp5.000.000.000 (belum termasuk sanksi kurang
bayar).
b. PPN sebesar Rp500.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar), terkait penjualan
dan pembelian kepada afiliasi. Rincian adalah PPN untuk masa Maret 2017 sebesar
Rp300 Juta dan PPN untuk masa November 2017 sebesar Rp200 Juta.
c. PPh Pasal 23 sebesar Rp80.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar) terkait
dengan pembayaran sewa dan jasa bulan Oktober 2017 yang belum dipotong PPh
Pasal 23.
d. PPh Pasal 26 sebesar Rp100.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar) terkait
dengan pemotongan PPh 26 atas penghasilan subjek pajak luar negeri yang belum
dipotong pajak untuk masa Desember 2017.
Pertanyaan:
a. Apakah hak dan kewajiban PT. Semeru Agung dalam proses pemeriksaan pajak
tersebut?
Jawab :
Hak PT. Semeru Agung dalam proses pemeriksaan pajak
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan, Wajib Pajak berhak (PMK No. 184/PMK.03/2015 Pasal 13):
1. Meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa
Pajak dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2);
2. Meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan jenis
pemeriksaan lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim Pemeriksa apabila susunan keanggotaan tim pemeriksa
mengalami perubahan;
4. Meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan pemeriksaan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah
ditentukan
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang
terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa
Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang
dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) huruf a; dan
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh
Pemeriksa melalui pengisian kuesioner pemeriksaan.
b. Apa yang harus dilakukan oleh Pemeriksa pada saat membutuhkan data dan
keterangan dari KAP yang mengaudit laporan keuangan tahun 2017, padahal KAP
tersebut telah selesai melakukan perikatan audit dengan PT. Semeru Agung?
Jawab :
Dalam UU KUP Pasal 35, apabila dalam pemeriksaan dibutuhkan keterangan/bukti
dari KAP, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, KAP Herman &
Rekan wajib memberikan laporan keuangan yang diminta. Laporan keuangan
yang telah diaudit menjadi sebuah syarat pemeriksaan dalam hal permohonan yang
diajukan PT Semeru Agung, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.03/2013 Pasal 5 Ayat (2) huruf a:
Laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh
akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2(dua) Tahun
Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian.
sehingga walaupun pemeriksaan dilakukan di tahun 2019, KAP Herman & Rekan
perlu memberikan laporan keuangan tahun 2017 yang telah diaudit tersebut.
c. Permasalahan yang dihadapi oleh pemeriksa pajak adalah, PT. Semeru Agung banyak
melakukan transaksi dengan pihak afiliasi baik di dalam dan luar negeri. Atas
transaksi transfer pricing tersebut pemeriksaan membutuhkan waktu lama dalam
proses pemeriksaan. Jika kasusnya demikian sampai batas waktu berapa lama
pemeriksaan dalam diperpanjang, jelaskan alasan kapan batas waktu perpanjangan
pemeriksaan dapat dilakukan? Mengapa dalam ketentuan perpajakan waktu tersebut
menjadi lebih panjang?
Jawab :
- Dalam UU KUP Pasal 29 dikatakan bahwa “buku, catatan, dan dokumen, serta data,
informasi, dan keterangan lain yang menjadi kewajiban Wajib Pajak untuk
diperlihatkan kepada pemeriksa, wajib dipenuhi paling lama 1 bulan setelah
diminta.”
- Dalam pasal yang sama ayat 3b, dikatakan jika Wajib Pajak, dalam hal ini PT
Semeru Agung tidak memenuhi permintaan tersebut dan lewat dari 1 bulan, sehingga
tidak dapat dihitung secara besarnya pajak, dapat dihitung secara jabatan.
- Seperti yang tertulis dalam Surat Edaran DJP Nomor SE-06/PJ/2016, dikatakan
bahwa “Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Khusus berdasarkan Keterangan Lain
berupa Data Konkret paling lama 1 bulan dan tidak dapat diperpanjang”.
Namun, PT Semeru Agung dapat melalui proses perpanjangan sesuai tahap yang
dijelaskan pada Surat Edaran tersebut pula.
d. Atas kekurangan pembayaran pajak di atas, apakah KPP akan menerbitkan satu SKP
ataukah beberapa SKP?
Jawab :
KPP akan menerbitkan 4 SKP berdasarkan PMK No.183/PMK.03/2015 Tentang Tata
Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan UU KUP Pasal 13. Keempat SKP tersebut
yaitu:
- SKPKB PPh Badan → untuk PPh yang kurang bayar
- SKPKB PPN → untuk PPN yang kurang bayar
- SKPKB PPh pasal 23 → untuk PPh kurang potong
- SKPKB Pasal 26 → untuk PPh kurang potong
e. Hitunglah berapa sanksi pajak dalam SKPKB yang dikeluarkan pada 5 September
2019, yang akan dikenakan oleh PT. Semeru Agung dari hasil pemeriksaan tersebut?
Jawab :
- PPh Badan tahun 2017 sebesar Rp5.000.000.000 (belum termasuk sanksi
kurang bayar).
Sanksi = 50% x Rp 5.000.000.000 = Rp 2.500.000.000
sehingga total yang perlu dibayar adalah Rp 7.500.000.000 (Rp 2.500.000
sanksi + Rp 5.000.000 pajak kurang bayar)
Jika PT. Semeru Agung tidak melakukan keberatan, maka PT Semeru Agung dapat
mengajukan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak. Dengan ketentuan yang
diatur dalam PER-38/PJ/2008 Pasal 2:
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), harus
diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta :
a. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan
besarnya angsuran; atau
b. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu
penundaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui dalam hal
Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak
tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada waktunya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini
h. Tim pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut justru ingin mengembangkan
lebih lanjut pemeriksaan pada tahun 2020 untuk pajak tahun 2016 dan 2015, karena
periksa menemukan ada yang kurang tepat dalam perlakuan transaksi transfer pricing
yang dilakukan. Apakah pemeriksaan pajak untuk tahun pajak tersebut masih dapat
dilakukan?
Jawab:
UU KUP Pasal 13 Ayat (4): “Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh
Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan
pajak.”
Oleh karena itu, pada tahun 2020, masih bisa dilakukan pemeriksaan untuk tahun
pajak 2016 dan 2015 karena belum melewati jangka waktu 5 tahun.
i. Jika dari hasil pemeriksaan tahun 2020 untuk pajak tahun 2016 dan 2015, tim
pemeriksa menemukan bahwa perusahaan telah melakukan upaya sistematis untuk
melakukan rekayasa transaksi transfer pricing, sehingga pajak yang dibayarkan
menjadi lebih kecil. Apakah yang akan dilakukan oleh KPP? Apakah KPP dapat
melakukan pemeriksaan atas pajak sebelum tahun 2015?
Jawab:
UU KUP Pasal 13 Ayat (5): Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat
diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh
delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib
Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. ***)
UU KUP Pasal 40: Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah
lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak,
berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa, apabila ada indikasi WP
melakukan tindak pidana perpajakan, maka pemeriksaan tetap dapat dilakukan
meski telah melewati jangka waktu 5 tahun, (dengan batas waktu 10 tahun).
PT. Kenanga WP Badan yang telah terdaftar sejak 5 Januari 2015. Selama ini perusahaan
memenuhi kewajiban perpajakan baik untuk memungut dan memotong pajak pihak lain dan
membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya.
Pada 15 April 2020 perusahaan telah menyelesaikan perhitungan tahun pajak 2019, terdapat
kurang bayar sebesar 500 Juta. Namun karena COVID perusahaan menghadapi masalah
keuangan untuk melunasi pajak tersebut.
Atas pajak tahun 2017 perusahaan melaporkan lebih bayar sebesar Rp100 Juta. Pemeriksa
pajak mulai melakukan pemeriksaan pajak pada 5 September 2018. Hasil pemeriksaan
disampaikan pada 5 Januari 2019, yang menyatakan justru terdapat kurang bayar pajak
sebesar Rp 600 juta. Dalam pembahasan akhir dengan pemeriksaan, PT. Kenanga tidak setuju
dengan hasil pemeriksaan tersebut dan tetap berpendapat bahwa perusahaan lebih bayar
Rp100 Juta. SKPKB dari pemeriksaan tersebut diterbitkan pada tanggal 20 Januari 2019.
Pertanyaan:
a. Jelaskan apa yang harus dilakukan oleh PT. Kenanga pada 15 April 2020 terkait
dengan ketidakmampuannya untuk melakukan pembayaran pajak!
Jawab :
- Yang harus dilakukan PT Kenanga terkait dengan ketidakmampuannya untuk
melakukan pembayaran pajak karena masalah keuangan akibat dari COVID-19 yaitu,
PT kenanga bisa mengajukan penundaan atau pengangsuran pajak kurang bayar.
- Hal ini sesuai dengan ketentuan PMK 242/2014, “dalam hal wajib pajak
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya
sehingga tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya, dapat
mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak.”
Atas permohonan WP, Direktur Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan persetujuan
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk
kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) meskipun tanggal Jatuh
tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati
untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang
benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
b. Jika KPP menyetujui permohonan penundaan pembayaran Rp 500 Juta dibayar 5 kali
masing-masing Rp 100 Juta yang dimulai pada pembayarannya 10 Mei 2020. Jelaskan
bagaimana pelunasan pajak tersebut dilakukan dan sanksi yang harus dibayar pada
setiap angsuran pajak?
Jawab :
Jumlah yang harus dibayar setiap angsuran = Rp. 100.000.000 + Denda, Jadi jumlah
yang harus dibayarkan dari angsuran ke-1 sampai dengan ke-5, yaitu :
- Angsuran 1 : Rp. 110.000.000
- Angsuran 2 : Rp. 108.000.000
- Angsuran 3 : Rp. 106.000.000
- Angsuran 4 : Rp. 104.000.000
- Angsuran 5 : Rp. 102.000.000
Total Rp 530.000.000
Jadi, jumlah pajak yang harus dibayar secara keseluruhan oleh PT. Kenanga
yaitu Rp 530.000.000 yang dapat diangsur selama 5x.
UU KUP Pasal 20 Ayat (1): “Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang
berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak
dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat
Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
g. KPP pada 15 Mei 2019 menerbitkan STP atas SKPKB yang belum dibayar.
Berapakah pajak yang harus dibayar dalam STP?
Jawab :
STP dapat pula diterbitkan atas PKP penerima restitusi PPN Masukan yang
gagal berpoduksi. PKP dikenai sanksi denda 2% per bulan dari pajak yang
ditagih kembali, sejak penerbitan Surat Keputusan terkait restitusi hingga
penerbitan STP. Dari tanggal 20 Januari 2019 (Penerbitan SKPKB) sampai dengan
15 Mei 2019 (Penerbitan STP), maka 4 bulan
Sanksi denda = 4 bulan x 2% x Rp 600.000.000 = Rp 33.600.000
Pajak yang harus dibayar = Rp 756.000.000 + Rp 33.600.000
= Rp 789.600.000
Maka pajak yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan STP yaitu sebesar
RP 789.600.000
h. Jelaskan kronologis proses penagihan yang dilakukan oleh setelah penerbitan STP
tersebut?
Jawab :
Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak
tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
• Apabila setelah 7 hari jatuh tempo STP yaitu 1 bulan, tidak terdapat
pembayaran pajak oleh wajib pajak maka akan diterbitkan surat teguran
● 21 hari setelah surat teguran, wajib pajak tidak segera melunasi pajaknya maka
akan diterbitkan surat paksa
● Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam
waktu 2 x 24 jam agar tidak ada tindakan Y (apabila diragukan itikad baiknya
dan memiliki utang pajak minimal Rp 100.000.000). Biaya surat paksa adalah
Rp 25.000
● Jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak diterbitkannya surat paksa, wajib pajak
belum juga membayarkan pajaknya maka akan dikeluarkan surat sita. Biaya
surat sita adalah Rp 75.000. Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk
menjual barang milik penanggung pajak, melainkan barang-barang tersebut
digunakan petugas sebagai jaminan agar penanggung pajak melunasi pajaknya
● Jika sejak dalam 14 hari sejak penyitaan tidak dibayarkan utang pajaknya,
maka akan diterbitkan pengumuman lelang
i. Apakah PT. Kenanga dapat mengajukan gugatan? Jika iya, gugatan atas apa yang
dapat dilakukan oleh PT. Kenanga ? Berapakah jangka waktu untuk dapat
mengajukan gugatan? Jelaskan!
Jawab :
Iya, PT. Kenanga dapat mengajukan gugatan. Gugatan yang dapat dilakukan oleh PT.
Kenanga yaitu gugatan atas Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau pengumuman lelang.
Berdasarkan Pasal 23 ayat 2 UU KUP, Yang dapat digugat yaitu:
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
pengumuman lelang.
b. Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakn selain yang
ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 UU KUP, seperti SKPPKP atau
SPMKP
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak
sesuai dengan prosedur
Syarat-syarat Pengajuan Gugatan :
1. Jangka Waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan
Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan selain atas keputusan
pelaksanaan penagihan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima
Keputusan yang digugat
3. Pengecualian batas waktu karena keadaan di luar kekuasaannya dengan
perpanjangan paling lama 14 hari sejak berakhirnya keadaan tersebut.
4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1
(satu) Surat Gugatan.
5. Disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat
6. Dilampiri salinan keputusan/dokumen yang digugat.
7. Diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya
Diketahui :
Tanggal Penerbitan STP oleh KPP terhadap PT Kenanga 15 Mei 2019
Pelaksanaan penagihan dilakukan 1bln sejak penerbitan STP
Tanggal Pelaksanaan Penagihan 15 Juni 2019
Jangka waktu mengajukan Gugatan 14 hari
Tanggal maks. mengajukan Gugatan 29 Juni 2019
Jangka waktu PT Kenanga untuk mengajukan gugatan adalah 14 hari, maka PT.
Kenanga dapat mengajukan gugatan maksimal tanggal 29 Juni 2019.