Anda di halaman 1dari 22

KASUS 1 PAJAK SESI 6

KELOMPOK 7
Anggota : Almas Athiyah Cendayan - 1806134070
: Yohana O.H - 1806213573
: Jose Keli Hasian A. - 1806134335

Bagian 1: NPWP dan Pembukuan/Pencatatan

Keluarga Bapak Hadi memiliki usaha perdagangan garmen yang telah berdiri sejak awal
2016 di Jakarta Timur. Pendirian perusahaan PT. Melati Putih dengan akta notaris tanggal 3
Januari 2016 dan memulai usaha pada tanggal 1 April 2016. Melihat prospek pertumbuhan
perusahaan yang bagus, pada 2 Januari 2018 membuka cabang di Jakarta Selatan. Usaha
keluarga tersebut telah didaftarkan. Kepemilikan perusahaan tersebut 80% dimiliki Pak Hadi
dan 20% saham dimiliki dua orang anaknya. PT Melati Putih selama ini belum memiliki
NPWP. Bapak Hadi memperoleh informasi bahwa perusahaan harus memiliki NPWP.

Pada tahun 2016, diketahui bahwa peredaran bruto usaha PT Melati Putih sebesar Rp5 Miliar,
tahun 2017 sebesar 7 miliar, tahun 2018 sebesar Rp8 Miliar dan tahun 2019 mengalami
penurunan menjadi sebesar Rp4,5 miliar. Kondisi perusahaan mengalami penurunan mulai
tahun 2019 dan semakin turun tahun 2020 yang berpotensi peredaran usaha dibawah Rp3
Miliar.

Pertanyaan:

a. Jika PT. Melati Putih taat untuk melakukan pendaftaran, kapan batas akhir perusahaan
melakukan pendaftaran?
Jawab :
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.20/PMK.03/2008 Pasal 2 “Wajib Pajak
orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 bulan
setelah usaha dijalankan” → saat usaha dijalankan berarti saat yang lebih dahulu
antara pendirian atau usaha benar-benar dimulai
Selebihnya, menurut Permenkeu no.182/PMK.03/2015 “Wajib Pajak badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian” → hal
ini berarti PT Melati Putih wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat 1 bulan sejak 3 Januari 2016, yaitu maksimal 3 Februari 2016.

b. Seandainya PT Melati Putih tidak melakukan mendaftarkan diri untuk memperoleh


NPWP. Kemudian KPP setempat baru mengetahui keberadaan usaha PT. Melati Putih
tersebut pada Maret 2020. Jelaskan apa yang akan dilakukan oleh KPP terhadap PT.
Melati Putih?
Jawab :
Berdasarkan Pasal 2 (4) UU KUP “Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara
jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat(2)”, Dirjen Pajak,
yang membawahi KPP, dapat menerbitkan NPWP/ mengukuhkan PKP secara jabatan
kepada PT Melati Putih karena PT Melati Putih telah memenuhi syarat Pengusaha
Kena Pajak (PKP) yaitu jumlah peredaran bruto dalam 1 tahun buku melebihi 4,8
Miliar dari tahun 2016-2018.
Untuk tahun 2019 dimana peredaran brutonya kurang dari 4,8 Miliar, PT
Melati Putih dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP kepada Dirjen
Pajak sehingga Dirjen Pajak dapat melakukan penghapusan NPWP PT Melati Putih
(menurut Pasal 2(6) UU KUP)
c. Apakah ada produk hukum yang akan diterbitkan oleh DJP apabila DJP menetapkan
NPWP PT Melati Putih secara jabatan? Jika ada, apa sanksi yang akan dikenakan
terhadap PT Melati Putih terkait terbitnya produk hukum tersebut? Jelaskan!
Jawab :
Dirjen Pajak, yang membawahi KPP, juga dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada PT Melati Putih karena walaupun baru
dikukuhkan sebagai PKP dan memperoleh NPWP pada tahun 2020, kewajiban
perpajakan PT Melati Putih timbul terhitung sejak tahun 2016 karena berdasarkan
Pasal 2(4a) UU KUP “Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan
NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat
Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum
diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai
Pengusaha Kena Pajak”. Selain itu, karena PT Melati Putih diberikan NPWP dan
dikukuhkan PKP secara jabatan, atas kekurangan pembayaran pajaknya yang telah
timbul dari tahun 2016, Dirjen Pajak mengenakan sanksi administrasi berupa 2% per
bulan (paling lama 24 bulan) kepada PT Melati Putih terhitung sejak saat terutangnya
Pajak/berakhirnya masa pajak sampai diterbitkannya SKPKB oleh Dirjen Pajak.
d. Atas cabang yang dibuka oleh Bapak Hadi di Jakarta Selatan, apakah Bapak Hadi
harus mengajukan permohonan NPWP, atau cukup menggunakan NPWP kantor
pusatnya (Jakarta Timur) saja? Jelaskan!
Jawab :
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 04/PJ/2020 “Selain kewajiban
mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak juga wajib
mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk memperoleh NPWP Cabang” → Karena PT Melati
Putih memiliki tempat kegiatan usaha baru di Jakarta Selatan, maka Bapak Hadi
sebagai pengusaha wajib mengajukan permohonan NPWP untuk cabang di kantor
Dirjen Pajak Jakarta Selatan. ). NPWP ini akan disebut sebagai NPWP cabang yang
memiliki:
- 9 digit awal NPWP sama dengan NPWP pusat
- 3 kode lanjutan sesuai digit kode KPP tempat cabang berdiri
- 3 kode terakhir merupakan kode cabangnya.
e. Apakah rencana keputusan perusahaan untuk tidak melakukan pembukuan (cukup
pencatatan) atas pajak 2019 diperkenankan? Dalam kondisi apa suatu Wajib Pajak
diwajibkan untuk melakukan pembukuan atau pencatatan? Apakah ada sanksi yang
diterapkan jika PT. Melati Putih akhirnya melakukan pencatatan?
Jawab :
Berdasarkan Pasal 28 UU KUP “Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan“ → Hal ini menandakan bahwa PT Melati Putih,
sebagai Wajib Pajak Badan, wajib melakukan pembukuan.
Kondisi bagi pihak yang wajib melakukan pembukuan:
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan
- Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan
Kondisi bagi pihak yang dikecualikan dari kewajiban melakukan pembukuan tetapi
wajib melakukan pencatatan:
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Adapun sanksi jika PT. Melati Putih hanya melakukan pencatatan adalah:
- Sesuai UU KUP Pasal 39 Ayat (1) huruf g, → setiap orang yang sengaja
tidak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan di Indonesia, akan
mendapat pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun
serta denda paling sedikit 2 kali sampai paling banyak 4 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar.
- Atas pajak yang tidak/ kurang bayar, PT Melati Putih juga akan menerima
SKPKB beserta sanksi berupa 50% dari PPh yang tidak/ kurang bayar dalam 1
tahun, 100% dari PPh yang tidak/ kurang potong dan pungut serta dipotong/
dipungut tetapi tidak/ kurang disetor
- - 100% dari PPnBM/ PPN yang tidak/ kurang bayar

f. Apakah ada kemungkinan Perusahaan milik Pak Hadi dikenakan sanksi pidana karena
tidak melakukan pendaftaran usaha dan berakibat perusahaan tidak membayar pajak?
Jika kemungkinan tersebut ada, dalam kondisi seperti apa sanksi pidana tersebut dapat
diberikan
Jawab :
Ya, dalam kondisi setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP,
akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 6 bulan sampai
paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2x sampai paling banyak 4x dari jumlah
pajak terutang yang tidak/kurang bayar sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal
39(1) UU KUP
Bagian 2: SPT

PT Dahlia Indah Merona (DIM) adalah perusahaan dagang perlengkapan dan peralatan
kantor yang berkedudukan di Utan Kayu, Jakarta Timur. Selama 5 tahun terakhir, PT
BOBBY (PTB) selalu menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tepat waktu. Pada tahun
2020, karena kondisi pandemi, audit laporan keuangan tahun 2019 PT. DIM terlambat dan
kemungkinan baru dapat diselesaikan pada 15 Juni 2020. PT. DIM dipimpin oleh seorang
Direktur Utama Bpk Andi dan dua Manajer yaitu keuangan dan pemasaran serta beberapa
orang staf.

Tren penjualan DIM berfluktuasi dalam 3 tahun terakhir, sehingga nilai pajaknya juga
berfluktuasi. PT DIM diperiksa oleh KPP tempat PTB berdomisili untuk tahun pajak 2018,
dimana pemeriksaan dimulai pada bulan 20 Agustus 2019. Setelah pemeriksaan selesai,
Pemeriksa memberitahukan hasil pemeriksaannya dengan menerbitkan SPHP pada tanggal 1
Desember 2019. Menurut Pemeriksa, DIM memiliki kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp800 Juta. DIM memberikan tanggapan atas SPHP dan memberikan ketidaksetujuannya
atas pajak sebesar Rp300 Juta. Menurut DIM kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp500.
Perusahaan menyatakan ketidaksetujuannya atas hasil pemeriksaan tersebut. Namun KPP
tetap menerbitkan SKPKB yang menyatakan kekurangan bayar sebesar Rp800 juta ditambah
sanksi administrasi pada tanggal 10 Desember 2019. Atas SKPKB tersebut perusahaan
melakukan pembayaran pada tanggal 15 Maret 2020.

Pertanyaan:

a. Kapan seharusnya DIM melaporkan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun pajak
2019?
Jawab :
Berdasarkan UU KUP Pasal 3 ayat (3) “Batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah: ***)
- untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
akhir Masa Pajak;
- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.”
sehingga PT DIM seharusnya melaporkan SPT Tahunan PPh badan untuk tahun pajak
2019 paling lambat empat bulan setelah berakhirnya tahun pajak yaitu tanggal 30
April 2020.
b. Berdasarkan UU KUP, siapakah yang seharusnya menandatangani SPT Tahunan PPh
Badan DIM tahun 2020? Apakah boleh SPT ditandatangani oleh Manajer Keuangan
sebagai manajer yang bertanggung jawab urusan keuangan, akuntansi dan pajak. Jika
boleh apakah ada syaratnya?
Jawab :
UU KUP Pasal 4 ayat (2): Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus
ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
UU KUP Pasal 4 Ayat (3): Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat
kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
Manajer keuangan bukanlah pengurus/direksi, tetapi karyawan. Berarti untuk dapat
menandatangani SPT, Manajer keuangan harus mendapatkan surat kuasa khusus yang
dilampirkan pada SPT Tahunan tersebut.
Syarat menjadi seorang kuasa menurut 229/PMK.03/2014
a. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan,
b. Memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi kuasa,
c. Memiliki NPWP,
d. Telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun
pajak terakhir,
e. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

c. Apa yang harus dilakukan oleh DIM mendapatkan fakta bahwa laporan keuangannya
diperkirakan tidak akan selesai sampai batas akhir pelaporan?
Jawab :
Menurut UU KUP Pasal 3 ayat (4) dan (5), DIM dapat mengajukan perpanjangan
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan hingga dua bulan dengan mengajukan
pemberitahuan tertulis ke Direktorat Jenderal Pajak yang disertai perhitungan
sementara pajak terutang dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan.
Menurut 243/PMK.03/2014 juga, Pemberitahuan perpanjangan harus disampaikan
dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk dokumen elektronik, dan
wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
d. Apakah dokumen yang harus dilengkapi pada saat mengajukan perpanjangan
penyampaian SPT tahun 2019? Sampai kapan batas penundaan penyampaian SPT
diberikan?
Jawab :
Menurut 243/PMK.03/2014, Pemberitahuan perpanjangan penyampaian SPT
disampaikan kepada KPP sebelum masa penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan
dilampiri:
a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas
waktu penyampaiannya diperpanjang;
b. Laporan keuangan sementara; dan
c. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya
disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran
pajak.
Menurut UU KUP Pasal 3 Ayat (4), penundaan penyampaian SPT diberikan paling
lama dua bulan sejak batas waktu penyampaian SPT.
e. Misalkan DIM mengajukan penundaan penyampaian SPT pada tanggal 20 April
2020, dan disetujui oleh KPP. Dalam permohonan penundaan tersebut dilampirkan
bahwa perhitungan pajak terdapat kurang bayar pajak sebesar Rp 400 Juta, dan telah
dilunasi. Pada 25 Juni 2020 DIM telah selesai menyusun SPT yang dilampiri laporan
keuangan audited. Hasil perhitungan akhir menyebutkan bahwa pajak kurang bayar
sebesar 500 Juta, lebih tinggi dari perhitungan sementara. Apa yang harus dilakukan
oleh DIM pada saat pelaporan pajak 25 Juni 2020? Apakah ada sanksi administrasi
yang akan dikenakan DIM atas pembayaran pajak ini?
Jawab :

UU KUP Pasal 8 Ayat (1): “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan
Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan
tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan”

-> DIM dapat mengajukan pembetulan SPT secara tertulis.

UU KUP Pasal 8 Ayat (2a): “Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.

-> DIM harus membayar sebesar Rp 104 juta rupiah, yang terdiri dari kekurangan
pembayaran pokok pajak sebesar 100 juta, ditambah sanksi administrasi sebesar 4 juta
(2% x 100 juta x 2 bulan) -> Sanksi 2% per bulan sejak berakhirnya penyampaian
SPT sampai tanggal pembayaran.
f. Jelaskan apakah langkah yang akan dilakukan oleh KPP jika sampai dengan 30 Juni
2020 DIM tidak menyampaikan SPT! Konsekuensi apa yang akan diterima DIM jika
tidak menyampaikan SPT sampai dengan 30 Juni 2020?
Jawab :

UU KUP Pasal 3 Ayat (5a): “Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dapat diterbitkan Surat Teguran.” UU KUP Pasal 3 Ayat (5a)

-> maka dalam hal ini, KPP akan menyampaikan surat teguran kepada DIM
g. Jika surat teguran untuk menyampaikan SPT ternyata tidak juga diindahkan, DIM
tidak menyampaikan SPT langkah apa yang dilakukan oleh KPP?
Jawab :
243/PMK.03/2014 Pasal 14 ayat (1): “Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka
waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat
(1) Undang--Undang KUP.”
-> Maka menurut UU KUP Pasal 7 ayat (1) DIM akan mendapat denda sebesar
Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh Badan.

PMK No. 24/PMK.03/2008 Pasal 12: “Apabila jumlah utang pajak tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari
sejak tanggal disampaikan Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1), Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan secara
langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.”
-> Maka apabila setelah lewat 21 hari sejak surat teguran DIM tidak
menyampaikan SPT, maka DIM akan menerima surat paksa.

h. DIM sebenarnya juga telah melakukan melakukan review atas SPT Tahunan PPh
Badan tahun 2018 dan menemukan bahwa terdapat beberapa penjualan yang belum
dimasukkan. Hal ini berakibat jumlah pajak yang telah dilaporkan sebelumnya
terdapat kurang bayar pajak sebesar 3,200 Juta menjadi kurang bayar sebesar Rp3,700
juta. Sehingga ada selisih sebesar Rp500 Juta kurang bayar. Karena kesadarannya
sendiri, DIM melakukan pengungkapan ketidakbenaran atas SPT Tahunan PPh Badan
tahun 2018 tersebut pada 5 Agustus 2019. Apabila DIM melakukan pengungkapan
ketidakbenaran pengisian SPT pada 10 Nopember, setelah proses pemeriksaan
dilakukan namun belum dikeluarkan SKP, jelaskan apakah hal tersebut dilakukan.
Apakah ada konsekuensi sanksi yang dikenakan?
Jawab :
Pasal 8 ayat (4) UU KUP
“Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan
tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya …”
->DIM dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran jika SKP belum
diterbitkan oleh DJP.
UU KUP Pasal 8 Ayat (5):
“Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
tersendiri dimaksud disampaikan.”
Maka DIM harus membayar Rp750 juta, yaitu kurang bayar sebesar Rp500 juta
ditambah sanksi sebesar kenaikan Rp250 juta (50%x500 juta).
Namun proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai untuk menguji kebenaran
tersebut.
i. Apabila DIM tidak melakukan pembetulan SPT, dan proses pemeriksaan dijelaskan
seperti dalam soal. Berapa sanksi yang akan dikenakan dalam SKPKB?
Jawab :
SKPKB jika DIM bayar SKPKB sebelum tenggat waktu:
Kurang bayar: Rp800.000.000
Sanksi Bunga: Rp192.000.000 -> (2% x 800.000.000 x 12 bulan (dihitung sejak 1 Jan
2019) )
Total : Rp.992.000.000
j. Apakah yang seharusnya dilakukan KPP terhadap DIM setelah 10 Januari 2020?
Apakah konsekuensi yang harus ditanggung oleh DIM karena baru membayar SKP
pada tanggal 15 Maret 2020?
Jawab :

UU KUP Pasal 19 Ayat (1): “Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh
tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”

Kurang bayar: Rp800.000.000


Sanksi Bunga: Rp240.000.000 -> (2% x 800.000.000 x 15 bulan (dihitung sejak 1 Jan
2019) )
Total : Rp.1.240.000.000

Bagian 3: Pemeriksaan dan Penetapan Pajak

PT. Semeru Agung bergerak di bidang tambang perdagangan mempunyai kantor pusat di
Komplek pertokoan Pecenongan dan terdaftar di KPP Pratama Sawah Besar Dua. Perusahaan
berdiri 15 tahun lalu. Selama 4 tahun terakhir selalu melakukan penyetoran melalui e-billing
dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui DJP online secara tepat waktu.

KPP Pratama Sawah Besar menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan terhadap PT. Semeru
Agung tanggal 12 Maret 2019 untuk tahun pajak 2017. SPT Tahunan 2017 Kurang Bayar
sebesar Rp6.000.000.000 dan disetor tanggal 25 April 2018 dan dilaporkan secara online
pada tanggal 27 April 2018. Laporan Keuangan Perusahaan untuk tahun 2017 diaudit oleh
KAP Herman & Rekan, namun KAP tersebut saat ini tidak lagi menjadi auditor Laporan
Keuangan tahun 2019.

Untuk keperluan pemeriksaan Pak Andi membutuhkan informasi dari KAP Herman & Rekan
karena menyangkut beberapa data penjualan dan beban pada tahun 2017, bahkan untuk
mengklarifikasi beberapa data dalam rekening, Pak Andi memerlukan data konfirmasi bank.
Tim Pemeriksa Pajak diketuai oleh Bapak Andi, melakukan pemeriksaan secara
komprehensif atas keseluruhan Pajak PT. Semeru Agung. Sampai 11 Juli 2019 ternyata
proses pemeriksaan belum selesai. Tim pemeriksa baru menyelesaikan pemeriksaan pada 2
September 2019 dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) pada
tanggal tersebut. Menurut Pemeriksa, informasi pajak seharusnya adalah:

A. Pajak Badan telah dilaporkan kurang bayar sebesar Rp8.000.000.000 namun menurut
hasil pemeriksaan kurang bayar sebesar Rp13.000.000.000.

(dalam juta) Dilaporkan Hasil Pemeriksaan

Pajak terutang tahun 38.000 42.000


2017

Kredit pajak:

PPh 22 5.000 4.000

PPh 23 800 800

PPh 24 100 100

PPh 26 100 100

PPh 25 24.000 24.000

Total 30.000 29.000

Kurang bayar PPh 29 8.000 13.000

Pajak Pertambahan Nilai


B. Pajak Pertambahan Nilai
PPN menjadi kurang bayar akibat penyesuaian beberapa nilai penjualan kepada pihak
afiliasi dan beberapa penjualan yang belum dimasukkan dalam laporan 2017 total
sebesar Rp500 Juta dengan rincian, masa pajak Desember 2017 sebesar Rp300 Juta
dan masa pajak Oktober 2017 sebesar Rp200 Juta.
C. PPh
PPN menjadi kurang bayar akibat penyesuaian beberapa nilai penjualan kepada pihak
afiliasi dan beberapa penjualan yang belum dimasukkan dalam laporan 2017 total
sebesar Rp500 Juta dengan rincian, masa pajak Desember 2017 sebesar Rp300 Juta
dan masa pajak Oktober 2017 sebesar Rp200 Juta.
D. PPh 23
Terdapat PPh 23 yang belum dipotong sebesar Rp 80 Juta untuk masa Pajak Juli
2019.
E. PPh 26
Terdapat PPh 26 yang belum dipotong sebesar Rp100 Juta untuk masa Pajak
November 2019.
Pada pembahasan akhir PT. Semeru Agung tetap pada pendapatnya bahwa hampir
keseluruhan SPT Perusahaan telah benar, sehingga atas hasil pemeriksaan tersebut PT.
Semeru hanya menyetujui item D terkait dengan PPh 23.

Akhirnya setelah melalui perdebatan yang panjang dalam closing conference, KPP
menerbitkan surat ketetapan pajak pada 5 September 2019 sebagai berikut atas pajak:

a. PPh Badan tahun 2017 sebesar Rp5.000.000.000 (belum termasuk sanksi kurang
bayar).
b. PPN sebesar Rp500.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar), terkait penjualan
dan pembelian kepada afiliasi. Rincian adalah PPN untuk masa Maret 2017 sebesar
Rp300 Juta dan PPN untuk masa November 2017 sebesar Rp200 Juta.
c. PPh Pasal 23 sebesar Rp80.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar) terkait
dengan pembayaran sewa dan jasa bulan Oktober 2017 yang belum dipotong PPh
Pasal 23.
d. PPh Pasal 26 sebesar Rp100.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar) terkait
dengan pemotongan PPh 26 atas penghasilan subjek pajak luar negeri yang belum
dipotong pajak untuk masa Desember 2017.

Pertanyaan:

a. Apakah hak dan kewajiban PT. Semeru Agung dalam proses pemeriksaan pajak
tersebut?
Jawab :
Hak PT. Semeru Agung dalam proses pemeriksaan pajak
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan, Wajib Pajak berhak (PMK No. 184/PMK.03/2015 Pasal 13):
1. Meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa
Pajak dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan (SP2);
2. Meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan jenis
pemeriksaan lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim Pemeriksa apabila susunan keanggotaan tim pemeriksa
mengalami perubahan;
4. Meminta kepada Pemeriksa untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan pemeriksaan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah
ditentukan
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang
terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa
Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
kecuali untuk Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret yang
dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) huruf a; dan
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh
Pemeriksa melalui pengisian kuesioner pemeriksaan.

Kewajiban PT. Semeru Agung dalam proses pemeriksaan pajak :


● Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Lapangan (PMK No.
184/PMK.03/2015 Pasal 14 ayat 1):
1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
2. Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secara elektronik;
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga
digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta
meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila
dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan
peralatan dan/atau keahlian khusus;
b. Memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang
bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

● Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Kantor


Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib (PMK No.
184/PMK.03/2015 Pasal 14 ayat 2):
1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang ditentukan
2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk
data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
3. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
5. Meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
6. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan

b. Apa yang harus dilakukan oleh Pemeriksa pada saat membutuhkan data dan
keterangan dari KAP yang mengaudit laporan keuangan tahun 2017, padahal KAP
tersebut telah selesai melakukan perikatan audit dengan PT. Semeru Agung?
Jawab :
Dalam UU KUP Pasal 35, apabila dalam pemeriksaan dibutuhkan keterangan/bukti
dari KAP, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, KAP Herman &
Rekan wajib memberikan laporan keuangan yang diminta. Laporan keuangan
yang telah diaudit menjadi sebuah syarat pemeriksaan dalam hal permohonan yang
diajukan PT Semeru Agung, sesuai aturan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.03/2013 Pasal 5 Ayat (2) huruf a:
Laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh
akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2(dua) Tahun
Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian.
sehingga walaupun pemeriksaan dilakukan di tahun 2019, KAP Herman & Rekan
perlu memberikan laporan keuangan tahun 2017 yang telah diaudit tersebut.
c. Permasalahan yang dihadapi oleh pemeriksa pajak adalah, PT. Semeru Agung banyak
melakukan transaksi dengan pihak afiliasi baik di dalam dan luar negeri. Atas
transaksi transfer pricing tersebut pemeriksaan membutuhkan waktu lama dalam
proses pemeriksaan. Jika kasusnya demikian sampai batas waktu berapa lama
pemeriksaan dalam diperpanjang, jelaskan alasan kapan batas waktu perpanjangan
pemeriksaan dapat dilakukan? Mengapa dalam ketentuan perpajakan waktu tersebut
menjadi lebih panjang?
Jawab :
- Dalam UU KUP Pasal 29 dikatakan bahwa “buku, catatan, dan dokumen, serta data,
informasi, dan keterangan lain yang menjadi kewajiban Wajib Pajak untuk
diperlihatkan kepada pemeriksa, wajib dipenuhi paling lama 1 bulan setelah
diminta.”
- Dalam pasal yang sama ayat 3b, dikatakan jika Wajib Pajak, dalam hal ini PT
Semeru Agung tidak memenuhi permintaan tersebut dan lewat dari 1 bulan, sehingga
tidak dapat dihitung secara besarnya pajak, dapat dihitung secara jabatan.
- Seperti yang tertulis dalam Surat Edaran DJP Nomor SE-06/PJ/2016, dikatakan
bahwa “Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Khusus berdasarkan Keterangan Lain
berupa Data Konkret paling lama 1 bulan dan tidak dapat diperpanjang”.
Namun, PT Semeru Agung dapat melalui proses perpanjangan sesuai tahap yang
dijelaskan pada Surat Edaran tersebut pula.

Perpanjangan waktu pengujian dilakukan dengan ketentuan:


1. Prosedur perpanjangan jangka waktu pengujian harus dilakukan setiap kali
akan dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian; dan
2. Dilakukan sebelum jangka waktu perpanjangan sebelumnya berakhir. Untuk
waktu pemeriksaan, karena pemeriksaan PT Semeru Agung merupakan
Pemeriksaan Kantor, pemeriksaan dapat diperpanjang sampai dengan 6 bulan
dari tanggal Wajib Pajak datang memenuhi panggilan dalam rangka
pemeriksaan kantor sampai laporan hasil.

d. Atas kekurangan pembayaran pajak di atas, apakah KPP akan menerbitkan satu SKP
ataukah beberapa SKP?
Jawab :
KPP akan menerbitkan 4 SKP berdasarkan PMK No.183/PMK.03/2015 Tentang Tata
Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan UU KUP Pasal 13. Keempat SKP tersebut
yaitu:
- SKPKB PPh Badan → untuk PPh yang kurang bayar
- SKPKB PPN → untuk PPN yang kurang bayar
- SKPKB PPh pasal 23 → untuk PPh kurang potong
- SKPKB Pasal 26 → untuk PPh kurang potong

e. Hitunglah berapa sanksi pajak dalam SKPKB yang dikeluarkan pada 5 September
2019, yang akan dikenakan oleh PT. Semeru Agung dari hasil pemeriksaan tersebut?
Jawab :
- PPh Badan tahun 2017 sebesar Rp5.000.000.000 (belum termasuk sanksi
kurang bayar).
Sanksi = 50% x Rp 5.000.000.000 = Rp 2.500.000.000
sehingga total yang perlu dibayar adalah Rp 7.500.000.000 (Rp 2.500.000
sanksi + Rp 5.000.000 pajak kurang bayar)

- PPN sebesar Rp500.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar), terkait


penjualan dan pembelian kepada afiliasi. Rincian adalah PPN untuk masa
Maret 2017 sebesar Rp300 Juta dan PPN untuk masa November 2017 sebesar
Rp200 Juta.
Sanksi = 100% x Rp 500.000.000 = Rp 500.000.000
sehingga total yang perlu dibayar adalah Rp1.000.000.000 (Rp500.000.000
sanksi + Rp 500.000.000 pajak kurang bayar)
- PPh Pasal 23 sebesar Rp80.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar)
terkait dengan pembayaran sewa dan jasa bulan Oktober 2017 yang belum
dipotong PPh Pasal 23.
Sanksi = 100% x Rp 80.000.000 = Rp 80.000.000
sehingga total yang perlu dibayar adalah Rp 160.000.000 (Rp 80.000.000
sanksi + Rp 80.000.000 pajak kurang bayar)
- PPh Pasal 26 sebesar Rp100.000.000 (belum termasuk sanksi kurang bayar)
terkait dengan pemotongan PPh 26 atas penghasilan subjek pajak luar negeri
yang belum dipotong pajak untuk masa Desember 2017
Sanksi = 100% x Rp 100.000.000 = Rp 100.000.000
sehingga total yang perlu dibayar adalah Rp200.000.000 (Rp100.000.000
sanksi + Rp 100.000.000 pajak kurang bayar)

- Total sanksi yang harus dibayar


=Rp 2.500.000.000 + Rp500.000.000 + Rp 80.000.000 + Rp 100.000.000
= Rp 3.180.000

- Total yang perlu dibayar (Pajak+sanksi)


= Rp 7.500.000.000 + Rp 1.000.000.000 + Rp 160.000.000 + Rp 200.000.000
= Rp 8.860.000.000

f. Atas SKPKB PPh 23 karena perusahaan memang mengakui ada kesalahan


perhitungan, kemudian melakukan pembayaran pada tanggal 10 Desember 2019.
Jelaskan apakah konsekuensi yang harus ditanggung PT. Semeru Agung jika
melakukan pembayaran pada tanggal tersebut?
Jenis PPh yang dipotong oleh pihak lain dikenakan sanksi administrasi kenaikan
100% ditambah dengan pokok pajak kurang bayar dalam SKPKB, seperti dalam
perhitungan berikut:
PPh pasal 23 = Rp 80.000.000
Sanksi administrasi = Rp 80.000.000 +
Total = Rp 160.000.000
g. Atas SKPKB lainnya PT. Semeru Agung masih menimbang apakah akan membayar
pajak tersebut atau mengajukan banding. Perusahan juga tidak memiliki dana cukup
besar untuk melunasi SKPKB tersebut. Jelaskan apa yang harus disiapkan PT. Semeru
Agung jika akan melakukan keberatan? Jelaskan apa yang harus dilakukan PT.
Semeru Agung jika tidak melakukan keberatan, namun perusahaan menghadapi
masalah keuangan?
Jawab:
Syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan keberatan menurut PMK 9/2013 Pasal
4 sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Mengemukakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong/dipungut atau
jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak disertai dengan alasan yang menjadi
dasar penghitungan;
c. Satu keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak, satu pemotongan
atau satu pemungutan pajak (hal ini disesuaikan dengan kasus keberatan yang
diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan);
d. Wajib pajak sudah melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sesuai dengan
jumlah yang disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan hasil akhir, sebelum surat
keberatan pajak disampaikan (persyaratan ini hanya berlaku apabila keberatan
diajukan atas kasus pajak kurang bayar);
e. Dapat diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim
atau sejak terjadi pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Kondisi ini
tidak berlaku apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena kondisi yang terjadi di luar kekuasaan wajib pajak
bersangkutan;
f. Surat keberatan pajak harus ditandatangani oleh wajib pajak. Jika Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan wajib pajak maka keberatan pajak tersebut harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (3)
UU KUP; dan
g. Wajib pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
UU KUP.

Jika PT. Semeru Agung tidak melakukan keberatan, maka PT Semeru Agung dapat
mengajukan pengangsuran/penundaan pembayaran pajak. Dengan ketentuan yang
diatur dalam PER-38/PJ/2008 Pasal 2:
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), harus
diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta :
a. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan
besarnya angsuran; atau
b. jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu
penundaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui dalam hal
Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak
tidak mampu melunasi utang pajak tepat pada waktunya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini
h. Tim pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut justru ingin mengembangkan
lebih lanjut pemeriksaan pada tahun 2020 untuk pajak tahun 2016 dan 2015, karena
periksa menemukan ada yang kurang tepat dalam perlakuan transaksi transfer pricing
yang dilakukan. Apakah pemeriksaan pajak untuk tahun pajak tersebut masih dapat
dilakukan?
Jawab:

UU KUP Pasal 13 Ayat (4): “Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh
Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan
pajak.”

Oleh karena itu, pada tahun 2020, masih bisa dilakukan pemeriksaan untuk tahun
pajak 2016 dan 2015 karena belum melewati jangka waktu 5 tahun.
i. Jika dari hasil pemeriksaan tahun 2020 untuk pajak tahun 2016 dan 2015, tim
pemeriksa menemukan bahwa perusahaan telah melakukan upaya sistematis untuk
melakukan rekayasa transaksi transfer pricing, sehingga pajak yang dibayarkan
menjadi lebih kecil. Apakah yang akan dilakukan oleh KPP? Apakah KPP dapat
melakukan pemeriksaan atas pajak sebelum tahun 2015?
Jawab:

UU KUP Pasal 13 Ayat (5): Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat
diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh
delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib
Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. ***)

UU KUP Pasal 40: Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah
lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak,
berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan

Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa, apabila ada indikasi WP
melakukan tindak pidana perpajakan, maka pemeriksaan tetap dapat dilakukan
meski telah melewati jangka waktu 5 tahun, (dengan batas waktu 10 tahun).

Bagian 4: Pembayaran dan Penagihan Pajak

PT. Kenanga WP Badan yang telah terdaftar sejak 5 Januari 2015. Selama ini perusahaan
memenuhi kewajiban perpajakan baik untuk memungut dan memotong pajak pihak lain dan
membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya.
Pada 15 April 2020 perusahaan telah menyelesaikan perhitungan tahun pajak 2019, terdapat
kurang bayar sebesar 500 Juta. Namun karena COVID perusahaan menghadapi masalah
keuangan untuk melunasi pajak tersebut.

Atas pajak tahun 2017 perusahaan melaporkan lebih bayar sebesar Rp100 Juta. Pemeriksa
pajak mulai melakukan pemeriksaan pajak pada 5 September 2018. Hasil pemeriksaan
disampaikan pada 5 Januari 2019, yang menyatakan justru terdapat kurang bayar pajak
sebesar Rp 600 juta. Dalam pembahasan akhir dengan pemeriksaan, PT. Kenanga tidak setuju
dengan hasil pemeriksaan tersebut dan tetap berpendapat bahwa perusahaan lebih bayar
Rp100 Juta. SKPKB dari pemeriksaan tersebut diterbitkan pada tanggal 20 Januari 2019.

Pertanyaan:

a. Jelaskan apa yang harus dilakukan oleh PT. Kenanga pada 15 April 2020 terkait
dengan ketidakmampuannya untuk melakukan pembayaran pajak!
Jawab :
- Yang harus dilakukan PT Kenanga terkait dengan ketidakmampuannya untuk
melakukan pembayaran pajak karena masalah keuangan akibat dari COVID-19 yaitu,
PT kenanga bisa mengajukan penundaan atau pengangsuran pajak kurang bayar.
- Hal ini sesuai dengan ketentuan PMK 242/2014, “dalam hal wajib pajak
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya
sehingga tidak akan mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya, dapat
mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak.”

Atas permohonan WP, Direktur Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan persetujuan
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk
kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) meskipun tanggal Jatuh
tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati
untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang
benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
b. Jika KPP menyetujui permohonan penundaan pembayaran Rp 500 Juta dibayar 5 kali
masing-masing Rp 100 Juta yang dimulai pada pembayarannya 10 Mei 2020. Jelaskan
bagaimana pelunasan pajak tersebut dilakukan dan sanksi yang harus dibayar pada
setiap angsuran pajak?
Jawab :

Apabila PT Kenanga melakukan pembayarannya secara berangsur, maka tetap


dikenakan bunga 2% setiap tanggal 10, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
sampai dengan pembayaran angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.

- angsuran ke-1 :2% x 500.000.000 = Rp. 10.000.000


- angsuran ke-2 : 2% x 400.000.000 = Rp. 8.000.000
- angsuran ke-3 : 2% x 300.000.000 = Rp. 6.000.000
- angsuran ke-4 : 2% x 200.000.000 = Rp. 4.000.000
- angsuran ke-5 : 2% x 100.000.000 = Rp. 2.000.000
Total Sanksi administrasi Rp. 30.000.000

Jumlah yang harus dibayar setiap angsuran = Rp. 100.000.000 + Denda, Jadi jumlah
yang harus dibayarkan dari angsuran ke-1 sampai dengan ke-5, yaitu :
- Angsuran 1 : Rp. 110.000.000
- Angsuran 2 : Rp. 108.000.000
- Angsuran 3 : Rp. 106.000.000
- Angsuran 4 : Rp. 104.000.000
- Angsuran 5 : Rp. 102.000.000
Total Rp 530.000.000

Jadi, jumlah pajak yang harus dibayar secara keseluruhan oleh PT. Kenanga
yaitu Rp 530.000.000 yang dapat diangsur selama 5x.

c. Jelaskan permohonan penundaan disetujui, bahwa PT. Kenanga membayar pajak


tersebut seluruhnya pada tanggal 10 September 2020. Berapa pajak dan dan sanksi
yang harus dibayar pada saat melunasi pajak tersebut?
Jawab :
Apabila WP yang dalam hal ini PT. Kenanga, diberikan izin penundaan hingga 10
September 2020, dan bukan pengangsuran, maka :
Sanksi bunga = 5 bulan x 2% x Rp 500.000.000 = Rp 50.000.000
Jumlah yang harus dibayar = Rp 500.000.000 + Rp 50.000.000 = Rp 550.000.000
Apabila permohonan penundaan disetujui, maka PT. Kenanga harus membayar
sebesar Rp 550.000.000 pada tanggal 10 September 2020
d. Jelaskan berapa kekurangan pajak dan sanksi pajak dalam SKPKB yang diterbitkan
pada 20 Januari 2019 tersebut ? Kapan SKPKB ini paling lambat harus dibayar oleh
perusahaan?
Jawab :
Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP menyebutkan bahwa jumlah kekurangan pajak
yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling lama
24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.
SKPKB diterbitkan di bulan pada 20 Januari 2019
PPN Keluaran Rp 600.000.000
PPN Masukan sebelum Pengukuhan 0
PPN Kurang Bayar Rp 600.000.000
- Sanksi Denda = 13 bulan (1 Jan 2018 - 20 Jan 2019) x 2% x Rp 600.000.000
= Rp 156.000.000
(Pengenaan sanksi ini dihitung sejak saat terutang hingga penerbitan SKPKB,
maksimal 24 bulan)
- Total pajak yang harus dibayar = Rp 600.000.000 + Rp 156.000.000
= Rp 756.000.0000
Kekurangan pajak yang ditetapkan yaitu sesuai dengan yang tertera dalam SKPKB
yaitu sebesar Rp 600.000.000 ditambah dengan sanksi sebesar Rp 156.000.000,
sehingga pajak yang harus dibayar oleh perusahaan yaitu Rp 756.000.000.
SKPKB paling lambat harus dibayar oleh perusahaan yaitu 1 bulan sejak tanggal
diterbitkannya SKPKB, karena SKPKB diterbitkan pada tanggal 20 Januari 2019
maka, perusahaan harus membayar paling lambat tanggal 20 Februari 2019.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007 :
STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
e. Atas SKPKB yang diterbitkan pada 20 Januari 2019 tersebut PT. Kenanga sampai
dengan 15 Maret tidak melakukan pembayaran pajak karena berniat melakukan
keberatan. Apakah yang akan dilakukan KPP atas fakta tersebut?
Jawab :
- Jika setelah tanggal jatuh tempo pembayaran SKPKB, yaitu tanggal 20
Februari 2019, PT. Kenanga masih belum melakukan pembayaran SKPKB
sampai 7 hari setelah jatuh tempo SKPKB tersebut, yaitu tanggal 27 Februari
2019, maka :
● Pejabat pajak tempat (KPP) PT. Kenanga berdomisili dapat
mengeluarkan Surat Teguran atas PT. Kenanga berdasarkan Pasal 1
No. 10
SURAT TEGURAN, SURAT PERINGATAN atau surat lain yang sejenis
adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau
memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Apabila
dalam waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo surat ketetapan,
penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya. (PP. 74/2011 Pasal 48
(6)
● Lalu, selanjutnya dapat diterbitkan Surat Paksa apabila Surat Teguran
sudah lewat 21 hari. Namun karena pada tanggal 15 maret 2019 belum
sampai 21 hari, maka pejabat pajak tempat (KPP) PT. Kenanga
berdomisili baru menerbitkan Surat Teguran saja.
Tujuan diterbitkannya surat teguran adalah memberi peringatan kepada
penanggung pajak agar segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu
dilakukan penagihan secara paksa.
f. PT. Kenanga sampai dengan 1 Mei 2019 tidak mengajukan keberatan atas SKPKB
tersebut namun juga tidak melakukan pembayaran atas pajak dalam SKPKB tersebut.
Apakah yang akan dilakukan oleh KPP atas PT. Kenanga.
Jawab :
● Jika setelah tanggal jatuh tempo pembayaran SKPKB, yaitu tanggal 20 Februari
2019, PT. Kenanga masih belum melakukan pembayaran SKPKB sampai 7 hari
setelah jatuh tempo SKPKB tersebut, yaitu tanggal 27 Februari 2019, maka
Pejabat pajak tempat (KPP) PT. Kenanga berdomisili dapat mengeluarkan
Surat Teguran (ST) atas PT. Kenanga.
● Lalu, jika 21 hari setelahnya (tanggal 20 Maret) PT Kenanga masih belum
membayar utang pajak, maka Pejabat Pajak setempat (KPP) dapat menerbitkan
Surat Paksa (SP).

UU KUP Pasal 20 Ayat (1): “Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang
berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak
dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat
Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

g. KPP pada 15 Mei 2019 menerbitkan STP atas SKPKB yang belum dibayar.
Berapakah pajak yang harus dibayar dalam STP?
Jawab :
STP dapat pula diterbitkan atas PKP penerima restitusi PPN Masukan yang
gagal berpoduksi. PKP dikenai sanksi denda 2% per bulan dari pajak yang
ditagih kembali, sejak penerbitan Surat Keputusan terkait restitusi hingga
penerbitan STP. Dari tanggal 20 Januari 2019 (Penerbitan SKPKB) sampai dengan
15 Mei 2019 (Penerbitan STP), maka 4 bulan
Sanksi denda = 4 bulan x 2% x Rp 600.000.000 = Rp 33.600.000
Pajak yang harus dibayar = Rp 756.000.000 + Rp 33.600.000
= Rp 789.600.000
Maka pajak yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan STP yaitu sebesar
RP 789.600.000
h. Jelaskan kronologis proses penagihan yang dilakukan oleh setelah penerbitan STP
tersebut?
Jawab :
Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak
tidak melunasi utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
• Apabila setelah 7 hari jatuh tempo STP yaitu 1 bulan, tidak terdapat
pembayaran pajak oleh wajib pajak maka akan diterbitkan surat teguran
● 21 hari setelah surat teguran, wajib pajak tidak segera melunasi pajaknya maka
akan diterbitkan surat paksa
● Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam
waktu 2 x 24 jam agar tidak ada tindakan Y (apabila diragukan itikad baiknya
dan memiliki utang pajak minimal Rp 100.000.000). Biaya surat paksa adalah
Rp 25.000
● Jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak diterbitkannya surat paksa, wajib pajak
belum juga membayarkan pajaknya maka akan dikeluarkan surat sita. Biaya
surat sita adalah Rp 75.000. Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk
menjual barang milik penanggung pajak, melainkan barang-barang tersebut
digunakan petugas sebagai jaminan agar penanggung pajak melunasi pajaknya
● Jika sejak dalam 14 hari sejak penyitaan tidak dibayarkan utang pajaknya,
maka akan diterbitkan pengumuman lelang

i. Apakah PT. Kenanga dapat mengajukan gugatan? Jika iya, gugatan atas apa yang
dapat dilakukan oleh PT. Kenanga ? Berapakah jangka waktu untuk dapat
mengajukan gugatan? Jelaskan!
Jawab :
Iya, PT. Kenanga dapat mengajukan gugatan. Gugatan yang dapat dilakukan oleh PT.
Kenanga yaitu gugatan atas Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau pengumuman lelang.
Berdasarkan Pasal 23 ayat 2 UU KUP, Yang dapat digugat yaitu:
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
pengumuman lelang.
b. Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakn selain yang
ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 UU KUP, seperti SKPPKP atau
SPMKP
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang tidak
sesuai dengan prosedur
Syarat-syarat Pengajuan Gugatan :
1. Jangka Waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan
Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan selain atas keputusan
pelaksanaan penagihan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima
Keputusan yang digugat
3. Pengecualian batas waktu karena keadaan di luar kekuasaannya dengan
perpanjangan paling lama 14 hari sejak berakhirnya keadaan tersebut.
4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1
(satu) Surat Gugatan.
5. Disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat
6. Dilampiri salinan keputusan/dokumen yang digugat.
7. Diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya

Diketahui :
Tanggal Penerbitan STP oleh KPP terhadap PT Kenanga 15 Mei 2019
Pelaksanaan penagihan dilakukan 1bln sejak penerbitan STP
Tanggal Pelaksanaan Penagihan 15 Juni 2019
Jangka waktu mengajukan Gugatan 14 hari
Tanggal maks. mengajukan Gugatan 29 Juni 2019

Jangka waktu PT Kenanga untuk mengajukan gugatan adalah 14 hari, maka PT.
Kenanga dapat mengajukan gugatan maksimal tanggal 29 Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai