Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KONSELING

(Studi Deskriptif Kualitatif Tahapan Komunikasi Terapeutik dalam


Pemulihan Trauma Korban Kekerasan Terhadap Istri di Rifka Annisa
Women’s Crisis Center Yogyakarta)

Etik Anjar Fitriarti


Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga
etika.fitriarti@gmail.com

Abstrak. Kekerasan terhadap istri yang terjadi di Indonesia sampai sekarang masih banyak
yang terjadi. Hal ini mengakibatkan berbagai isu seperti trauma korban (klien). Klien ini
biasanya meminta bantuan di lembaga sosial seperti Rifka Annisa Women's Crisis Center
sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melindungi, membantu dan
memberdayakan perempuan menjadi korban. Kekerasan. Pusat Krisis Wanita Rifka Annisa
memberikan konseling bagi klien untuk meningkatkan kesadaran dan pemulihan trauma
klien. Peneliti menemukan komunikasi terapeutik terjadi pada konseling karena pada
konseling terjadi komunikasi yang bertujuan untuk menghilangkan trauma yang dirasakan
oleh klien. Periset dianalisis menggunakan teori komunikasi terapeutik dan juga memasukkan
teori 5 tahap kesedihan untuk mengetahui klien psikologis pada setiap tahap konseling yang
ada yaitu penolakan, kemarahan, persembahan, kesedihan dan penerimaan. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Informan penelitian adalah konselor psikologi
yang dipilih secara purposive sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam,
observasi lapangan dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi
terapi dilakukan oleh konselor dalam konseling yang terjadi 4 langkah yaitu ada interaksi,
orientasi, pekerjaan dan penghentian. Selain itu di setiap langkah komunikasi terapeutik
adalah tahap penyembuhan kesedihan.
Kata kunci: Komunikasi terapeutik, konseling, kekerasan terhadap istri

Abstract. Violence against wives that occured in Indonesia until now there are still many
happened. This resulted in various issues such as the trauma of the victims (clients).This
client usually ask for help in social institutions such as Rifka Annisa Women’s Crisis Center
as Non Govermental Organization (NGO) that protect, help and the empower women being a
victim of violence. Rifka Annisa Women’s Crisis Center give counseling for the client to raise
awareness and recovery client’s trauma. Researchers found communication therapeutic
happened in counseling because in counseling happened communication that aims to relieve
trauma felt by clients. Researchers analyzed use the theory of therapeutic communication and
also put it to the theory of 5 stages of grief to know the psychological clients at each stage of
the counseling there are denial, anger, offering, sorrow and acceptance. This research uses
the method descriptive qualitative. Informants of research are counselors of psychology
which were selected purposively sampling. Data is collected through in-depth interviews,
observation the field and documentation.This research result indicates therapy
communication is done by counselor in counseling that happened 4 steps there are pre
interaction, the orientation, the work and the termination. In addition at every step of
therapeutic communication was stages of recovery grief.
Keywords : Therapeutic communication, counseling, violence against wives

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "#!

!
!
Gambar 1.
PENDAHULUAN
Grafik Data Kekerasan terhadap
Di Indonesia, fenomena kekerasan Perempuan di ranah KDRT Tahun 2015
dalam ranah rumah tangga masih
ditemukan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dalam Catatan Tahunan (Catahu) tentang
Kekerasan Terhadap Perempuan yang
diterbitkan pada 7 Maret 2016, salah
satunya disebutkan bentuk Kekerasan Sumber :
Terhadap Istri disingkat sebagai KTI Catatan Tahunan (Catahu) tentang Kekerasan
(selanjutnya peneliti menggunakan istilah Terhadap Perempuan yang diterbitkan pada 7
Maret 2016
KTI untuk merujuk kasus-kasus yang akan
dibahas). Laporan Kekerasan terhadap
Perempuan di ranah KDRT pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa
2015 adalah 11.207, di mana sebesar 60 % perempuan lebih banyak mengalami
merupakan Kekerasan Terhadap Istri kekerasan oleh pasangan mereka (suami).
(KTI), 24 % kekerasan dalam pacaran Hal tersebut dapat dilihat sebagaimana
(KDP), 8 % kekerasan terhadap anak pada tabel data berikut ini :
perempuan (KTAP). Sisanya adalah Tabel 1. Data Laporan Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan Di
kekerasan mantan suami (KMS), kekerasan Rifka Annisa WCC Tahun 2015
mantan pacar (KMP), pekerja rumah tangga
(PRT) dan ranah personal lain. Menurut
data laporan kasus dari Rifka Annisa
Women’s Crisis Center menunjukkan
angka kekerasan terhadap istri (KTI) lebih
mendominasi dibandingkan kasus-kasus
kekerasan yang lain yaitu sebanyak 223
kasus. Sementara itu kasus kekerasan
dalam pacaran (KDP) sebesar 31,
perkosaan (PKS) sebesar 41, pelecehan Sumber : Data Divisi Pendampingan
seksual (PEL-SEKS) 18, kekerasan dalam Rifka Annisa Women’s Crisis Center
keluarga (KDK) sebesar 6 dan trafficking (WCC)
tidak ditemukan laporan. Hal ini Fenomena KTI seringkali
digambarkan seperti pada gambar grafik menyebabkan trauma pada korbannya.
berikut ini : Berbagai metode digunakan untuk
menangani korban KTI tersebut. Menurut
UU No. 23 Tahun 20004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) bahwa korban KDRT

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "$!

!
!
harus mendapat perlindungan dan diberikan mendapat perhatian sehingga korban masih
rasa aman oleh pihak keluarga, lembaga terbebani dengan trauma psikologis.
sosial (LSM), advokat, dan sebagainya. Salah satu cara untuk memulihkan
Penghapusan KDRT ini berdasar asas Hak trauma menurut konselor di Rifka Annisa
Asasi Manusia (HAM), keadilan dan WCC pada korban yaitu dengan cara
kesetaraan gender, nondiskriminasi, dan konseling. “Tujuan konseling ini juga
perlindungan korban. Pasal 22 adalah untuk membuat klien pulih, berdaya
menyebutkan bahwa dalam memberikan dan menjadi agen perubahan. Pulih
pelayanan, pekerja sosial (konselor di diartikan dia menjadi berfungsi kembali,
LSM) harus melakukan konseling untuk berdaya ditandai ketika dia dapat
menguatkan dan memberikan rasa aman bermanfaat bagi orang lain,” ujar Konselor
bagi korban. tersebut. Selain itu menurut salah seorang
Salah satu fenomena kasus kekerasan Konselor lainnya di Rifka Annisa WCC
terhadap istri (KTI) yang pernah ditangani bahwa konseling dalam ranah psikologi
oleh Rifka Annisa WCC yaitu kasus merupakan suatu terapi untuk korban kasus
seorang istri bernama Mawar (nama kekerasan. Hal itu dikarenakan di dalam
disamarkan) yang mengalami kekerasan prosesnya terdapat komunikasi yang efektif
fisik, psikis bahkan ekonomi oleh dengan klien yang dapat menjadi salah satu
suaminya. Keadaan semakin memburuk bentuk penanganan atau terapi dengan
ketika suaminya berselingkuh dengan tujuan agar korban menjadi lega dan tidak
wanita lain. Selama pernikahan Mawar lagi mengalami trauma (psikologis).
mengklaim bahwa dirinya jarang Salah seorang klien yang telah
mendapatkan nafkah dari suami. Dia mendapat konseling di Rifka Annisa WCC
bekerja dengan menjual pakaian untuk menyebutkan bahwa sebelum ia datang ke
bertahan hidup dengan anak-anaknya. Rifka Anisa WCC ia dalam kondisi
Namun suatu ketika suaminya mengancam kesedihan yang mendalam namun setelah
akan membakar barang dagangannya beberapa kali mengikuti konseling ia
tersebut. Mawar semakin tertekan dengan merasa lebih baik dari sebelumnya.
perbuatan suaminya hingga akhirnya Menurutnya konseling dapat mengurangi
memutuskan pergi ke Rifka Annisa WCC beban trauma yang ia alami sebab konselor
untuk mendapatkan pertolongan. membantu mengatasi permasalahan klien
Pada umumnya korban kasus dengan memberikan masukan dan mau
kekerasan menjadi trauma dari segi mendengarkan persoalan klien.
psikologis karena telah mengalami berbagai Penelitian ini menggunakan
macam tindak kekerasan. Biasanya ketika metodologi kualitatif. Jenis penelitian yang
terjadi kasus kekerasan, korban lebih digunakan pada penelitian ini yaitu jenis
direkomendasikan untuk pergi ke lembaga penelitian studi deskriptif yang termasuk
bantuan hukum dan juga ke pusat metode penelitian kualitatif (Qualitative
pelayanan kesehatan seperti puskesmas Research). Metode penelitian
atau rumah sakit guna menyembuhkan sakit menggunakan riset lapangan (field
atau luka fisik yang diderita. Namun dari research) dengan metode wawancara
segi psikologis korban seringkali kurang mendalam (depth interview) dan observasi
(model partisipasi aktif) terhadap peristiwa

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "%!

!
!
atau perilaku untuk memperoleh data atau hubungan interpersonal yang saling
informasi secara langsung dengan menguntungkan sehingga perawat
mendatangi responden yang berada di (konselor) dan klien memperoleh
lokasi penelitian. pengalaman belajar bersama serta
Subjek yaitu informan utama pada memperbaiki pengalaman emosional klien.
penelitian yaitu konselor psikologi di Rifka Kemudian disebutkan pula menurut Hibdon
Annisa Women’s Crisis Center dipilih (Suryani, 2005 : 15) menyimpulkan bahwa
secara purposive sampling dipilih peneliti pendekatan konseling yang memungkinkan
berdasarkan tujuan dan pertimbangan klien menemukan siapa dirinya merupakan
tertentu yaitu penelitian ini subjek tersebut fokus dari komunikasi terapeutik. Jadi
mengetahui dan melaksanakan konseling komunikasi terapeutik adalah komunikasi
psikologi kepada klien kasus kekerasan yang dirancang untuk tujuan terapi.
terhadap istri (KTI). Berdasarkan Komunikasi terapeutik dalam
pertimbangan tersebut dalam penelitian ini pelaksanaannya memiliki beberapa
jumlah subjek yang digunakan adalah 3 tahapan. Suryani (2015: 47) memaparkan
(tiga) orang konselor psikologi di Rifka struktur dalam proses komunikasi
Annisa Women’s Crisis Center. terapeutik terdiri dari 4 tahap yaitu,
Pelaksanaan penelitian ini terhitung dari pertama tahap persiapan (pra interaksi) :
bulan Januari hingga Maret 2013. konselor menggali perasaan,
Little John (Suranto, 2011 : 3) mengidentifikasi kelebihan dan
memberikan definisi komunikasi kekurangannya. Konselor mencari
antarpribadi (interpersonal communication) informasi tentang klien dan kemudian
yaitu komunikasi antara individu dengan merancang strategi untuk pertemuan
individu yang lain. Berdasarkan kaitannya pertama dengan klien. Kedua, tahap
dengan komunikasi yang digunakan dalam perkenalan (orientasi) : Membina rasa
proses terapi, Suryani (2015 : 5) saling percaya, merumuskan kontrak
menyebutkan bahwa komunikasi bersama klien, menggali pikiran,
interpersonal adalah komunikasi yang merumuskan tujuan. Ketiga, tahap kerja :
dilakukan dengan orang lain. Komunikasi Konselor dan klien bekerja sama untuk
yang dilakukan oleh perawat dengan mengatasi masalah yang dihadapi klien
kliennya pada saat konseling dapat (eksplorasi, refleksi, berbagi persepsi,
dikategorikan sebagai komunikasi memfokuskan dan menyimpulkan).
interpersonal. Keempat, tahap terminasi (sementara atau
Northouse (Suryani, 2005 : 15) akhir) : Evaluasi, tindak lanjut terhadap
komunikasi terapeutik adalah kemampuan interaksi, membuat kontrak untuk
atau keterampilan perawat (dalam konteks pertemuan selanjutnya.
penelitian ini konselor) untuk membantu
klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis, serta belajar HASIL DAN PEMBAHASAN
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Konseling untuk Pemulihan Trauma
Stuart dan Laraia (Suryani, 2005 : 15) Donald G. Mortenson and Alan M.
menyatakan bahwa hubungan terapeutik Schmuller (Sukardi, 1985: 12) dalam
perawat (konselor) dengan klien merupakan bukunya yang berjudul : “Guidance in

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "&!

!
!
Today’s Schools”, menyatakan konseling itulah peneliti menjadikan teori Kubler-
dapat diartikan sebagai suatu proses Ross sebagai teori untuk pemulihan trauma
hubungan seorang dengan seseorang, di korban kekerasan terhadap istri (KTI).
mana yang seseorang dibantu oleh orang Menurut Elisabeth Kubler Ross
lainnya untuk meningkatkan pengertian dan (terjemahan Wanti Anugrahani, 1998: 17)
kemampuannya dalam menghadapi dalam bukunya On Death and Dying
masalahnya (Kematian sebagai Bagian Kehidupan)
Konseling merupakan bentuk bahwa ada 5 tahap pemulihan kesedihan
wawancara di mana klien ditolong untuk (The 5 stages of grief) yaitu :
mengerti lebih jelas dirinya sendiri untuk 1) Penyangkalan : merasa tidak percaya
dapat memperbaiki kesukaran penyesuaian. tentang apa yang terjadi padanya.
Dalam hubungan ini konseling dapat Kubler Ross (terjemahan Wanti
dilakukan secara mendalam atau secara Anugrahani, 1998 : 48) menjelaskan
dangkal. Bisa sekedar membantu fungsi penyangkalan sebagai sebuah
memperbaiki hubungan dengan lingkungan, penahan setelah berita mengejutkan
bisa juga mendalam dan meluas seperti yang tidak diharapkan.
tercapainya perubahan-perubahan struktur 2) Kemarahan : perasaan marah terhadap
intrapsikis. Konseling ini biasanya dilakuan peristiwa tersebut mengapa terjadi pada
oleh mereka yang ahli (misalnya psikolog, dirinya. Kubler Ross (terjemahan Wanti
psikiater, social worker, konselor, pendidik, Anugrahani, 1998 : 63) menjelaskan
dan lain-lain) dan sukar dipisahkan dari bahwa tahap kemarahan ini berlawanaan
psikoterapi. (Sukardi, 1985 : 15) dengan tahap penyangkalan.
Pada penelitian yang berjudul 3) Bargaining (penawaran) : melakukan
Pemulihan Diri pada Korban Kekerasan hal yang kurang rasional agar tidak
Seksual oleh Illenia dan Handadari (2011: terjadi hal yang sama.
120) menyebutkan bahwa dalam penelitian 4) Kesedihan/depresi : Kehilangan gairah
Prigerson dan Maciejewski (2008) terdapat hidup.
tahapan pemulihan diri Kubler-Ross yaitu 5) Penerimaan : menerima apa yang terjadi
lima tahap kesedihan yang umum pada dirinya secara intelektual dan
digunakan sebagai teori pemulihan diri dari emosional. Perkembangan hidupnya
segala hal yang berhubungan dengan rasa menjadi lebih positif. Menurut Kubler
kehilangan. Sanders (2002) juga Ross (terjemahan Wanti Anugrahani,
meyebutkan penggunaan teori Kubler-Ross 1998 : 134) penerimaan ini bisa disebut
tersebut dalam pemulihan adiksi yang sebagai penyerahan diri.
diakibatkan berbagai hal, salah satunya Jika seseorang mengalami trauma
termasuk perceraian dan kegagalan maka dapat dikatakan seseorang tersebut
hubungan (relationships). Selain itu, ada terganggu dari segi kesehatan mentalnya.
pula penelitian Rasmussen (2007) tentang Menurut Kamus Psikologi (Drever, 1988 :
penggunaan TOPA (trauma outcome 498) memberi definisi trauma yaitu setiap
process) yang menggunakan teori Kubler- luka, sakit, atau shock yang seringkali
Ross sebagai salah satu model TOPA berupa fisik atau struktural, namun juga
sebagi cara menangani remaja yang pernah mental, dalam bentuk shock emosi, yang
mengalami kekerasan seksual. Maka dari

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "'!

!
!
menghasilkan gangguan, lebih kurang adalah untuk mendengarkan pengalaman
tentang ketahanan fungsi-fungsi mental. trauma mereka dan memberikan bimbingan
Definisi lainnya menurut Mendatu yang mereka perlukan dalam situasi stres
(2010 : 16) trauma adalah menghadapi atau pascatrauma. Konseling memerlukan lima
merasakan sebuah kejadian atau keterampilan dasar yakni keterampilan
serangkaian kejadian yang berbahaya, baik membangun hubungan, bertanya dengan
bagi fisik maupun bagi psikologis tepat, mendengarkan secara aktif,
seseorang yang membuatnya tidak lagi menyelesaikan masalah, dan
merasa aman, menjadikannya merasa tak memberdayakan korban. Berdasarkan teori-
berdaya dan peka dalam menghadapi teori yang telah peneliti paparkan, berikut
bahaya. ini merupakan kerangka pikir penelitian
Selanjutnya Mendatu (2010 : 22) sebagai dasar dalam membentuk alur
menjelaskan berdasarkan keterlibatan berpikir terhadap teori-teori yang
seseorang dengan peristiwa itu, peristiwa digunakan dalam penelitian ini.
traumatik bisa dibedakan dalam tiga level
atau jenis yang berbeda, yakni trauma
impersonal, trauma interpersonal, dan Tahapan Komunikasi Terapeutik
trauma kelekatan (attachment) : Konselor dalam Pemulihan Trauma
1. Trauma Impersonal pada Korban Kekerasan Terhadap Istri
Peristiwa traumtiknya tidak melibatkan (KTI)
perasaan seseorang dengan orang lain.
Secara pribadi seseorang tidak ikut Tahap pertama yaitu pra interaksi atau
terlibat di dalamnya., misalnya seperti persiapan sangat penting dilakukan
bencana alam, bencana terkait dengan sebelum berinteraksi dengan klien. Pada
manusia dan teknologi (kebocoran tahap ini, konselor melakukan introspeksi
PLTN, keraunan makanan, dan diri dengan menggali perasaan dan
sebagainya), dan kecelakaan. mengidentifikasi kelebihan dan
2. Trauma Interpersonal kekurangannya. Salah satu cara konselor
Peristiwa traumatiknya melibatkan untuk mempersiapkan diri sebelum
perasaan seseorang karena melibatkan konseling dengan introspeksi diri yaitu
dirinya atau orang-orang terdekatnya melihat kondisi diri sendiri dalam hal
sebagai korban, pelaku, atau saksi kesiapan untuk melakukan konseling. Jika
matanya. kondisi konselor pada waktu itu sedang
3. Trauma Kelekatan dalam suasana hati yang baik maka
Sering juga disebut trauma konselor akan melakukan konseling tetapi
perkembangan merupakan jenis trauma jika konselor masih dalam suasana hati
yang paling melibatkan perasaan. yang buruk seperti sedang mengalami
Biasanya trauma ini terjadi pada masa kegalauan atau faktor fisik lain seperti
anak-anak. lapar, dahaga dan sebagainya, maka secepat
Menurut Mendatu (2010 : 94) mungkin konselor mengatasinya. Terkait
konseling kepada korban bencana dapat hal tersebut dilihat dari konteks
membantunya (korban) pulih dari trauma. komunikasi interpersonal dapat disebut
Tujuan konseling untuk korban bencana dengan gangguan (noise) atau barrier.

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ""!

!
!
Noise merupakan apa saja yang melakukan assessment awal untuk mencari
mengganggu atau membuat kacau tahu apa saja kebutuhan klien terhadap
penyampaian dan penerimaan pesan, permasalahan yang sedang dihadapinya.
termasuk yang bersifat fisik dan psikis. Kebutuhan klien yang digali berupa
Pada tahap awal konseling ini kebutuhan dari berbagai segi, pada
dilakukan penggalian masalah yang dialami umumnya kebutuhan baik dari psikologis
klien. Konselor bertugas untuk menganalisa maupun hukum. Selain itu konselor
terlebih dahulu apakah kasus klien mengajak klien agar mau bercerita tentang
termasuk dalam Kekerasan Terhadap kasus kekerasan yang dialaminya dan
Perempuan Berbasis Gender (KTPBG) atau mencari tahu bagaimana latar belakang
mengalami masalah non-KTPBG. Jika ekonomi, keluarga dan apakah klien
klien mengalami masalah non-KTPBG, memiliki support system atau tidak.
maka konselor akan memberikan informasi Tahap pra interaksi ini terjadi berbagai
dan atau merujuk klien ke lembaga lain macam reaksi atau pelampiasan emosi pada
yang lebih berkompeten menanganinya. diri klien. Hal yang paling umum terjadi
Namun apabila masalah yang dialami klien pada klien di tahap awal ini menurut
adalah masalah KTPBG maka dapat konselor di Rifka Annisa WCC yaitu terjadi
mengikuti tahap konseling selanjutnya. penyangkalan pada klien dimana klien
belum bisa menerima terhadap kasus
Sebagaimana dalam pelaksanaan kekerasan yang dialaminya. Penyangkalan
komunikasi yang efektif dan memiliki pertama ini terjadi pada klien yang belum
tujuan seperti halnya komunikasi terapeutik menyadari dan menerima bahwa suatu
ini, seorang komunikator harus kejadian atau masalah menimpa dirinya.
mempersiapkan dirinya agar komunikasi Penyangkalan, sedikitnya penyangkalan
dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang parsial, dilakukan oleh hampir semua klien,
diharapkan. Oleh karena itu dalam tahap tidak hanya selama tahap pertama
pra interaksi ini lebih ditekankan pada menderita atau setelah konfrontasi, namun
persiapan diri konselor yang akan juga berlanjut dari waktu ke waktu.
menghadapi klien. Terlebih lagi kondisi Klien yang ditemui pada awal
klien pada umumnya berbeda-beda, ada konseling seringkali belum menyadari
klien yang sudah kuat ada pula yang masih
bahwa dirinya sebagai korban kekerasan
duduk dengan posisi senyaman mungkin
bahkan klien masih menyalahkan dirinya
dan ketiga konselor harus memulai belum
sendiri atas kejadian tersebut. Klien merasa
stabil kondisi psikologisnya.
bahwa dirinya masih banyak kekurangan,
Tahap pra interaksi ini hal yang harus seperti kurang cantik, kurang memuaskan
dilakukan konselor yaitu mengumpulkan suami dan sebagainya sehingga ia merasa
data tentang klien. Kegiatan ini juga pantas untuk mendapatkan kekerasan itu
penting dilaksanakan karena dengan dari suaminya.
mengetahui informasi tentang klien,
Seorang klien yang mengalami
konselor dapat memahami klien dan
penyangkalan dalam dirinya cenderung
mempermudah memulai interaksi dengan
sulit menerima kenyataan dan terkadang
klien. Pada pertemuan pertama konseling
menyalahkan dirinya sendiri. Fase
yang dilakukan oleh konselor yaitu kemarahan ini berupa perasaan marah klien

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi "(!

!
!
terhadap peristiwa tersebut mengapa terjadi permasalahan yang dialami dapat menjadi
pada dirinya. Pada kondisi tersebut suatu terapi untuk mengurangi beban yang
emosional klien masih belum stabil untuk dirasakannya. Di dalam ruang konseling,
dapat berpikir jernih terlebih mengambil konselor siap mendengarkan keluh kesah
keputusan terhadap kekerasan yang klien sehingga klien dapat merasakan ada
menimpanya. Peneliti mengamati pada pihak yang mendukungnya,
kondisi psikologis seperti ini ada potensi mendengarkannya dan hal tersebut dapat
klien akan mengalami kemarahan, baik berdampak positif terutama bagi psikologis
marah terhadap dirinya sendiri, marah klien. Walaupun pada tahap ini masih
terhadap pelaku, atau marah terhadap ditemukan klien yang mengalami fase
orang-orang di sekitarnya. kemarahan, konselor tidak memaksa untuk
Seperti halnya ketika seseorang dilanda memulai konseling jika keadaan klien
permasalahan, ia membutuhkan seseorang masih krisis seperti itu. Namun ditunggu
untuk mendengarkan keluh-kesah dari dulu hingga emosi klien tersebut stabil
permasalahan yang ia alami. Hal tersebut maka akan dimulai konseling dan
secara psikologis merupakan katarsis yaitu assessment. Katarsis merupakan bentuk
suatu saluran untuk melampiaskan emosi komunikasi non verbal yang diungkapkan
seseorang dengan tujuan setelah klien dengan cara melampiaskan emosinya
pelampiasan emosi tersebut kondisi baik dengan menangis, diam, berteriak,
psikologisnya dapat lebih baik (tenang). atau menggunakan nada suara yang tinggi
Hal itulah yang mendorong konselor untuk dan hal-hal yang bersifat emosional
membiarkan klien melampiaskan perasaan lainnnya.
atau emosinya ketika di ruang konseling. Tahap kedua yaitu orientasi atau
Konseling merupakan salah satu bentuk perkenalan merupakan kegiatan yang
komunikasi interpersonal sebab dalam dilakukan konselor saat pertama kali
proses konseling posisi sumber dengan bertemu dengan klien. Pada saat
komunikan dapat bertukar secara cepat. berkenalan, konselor harus
Klien pada awalnya menjadi komunikan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu
dapat menjadi komunikator, begitu pula kepada klien. Ketika konselor
sebaliknya pada konsleor. Klien dapat memperkenalkan dirinya maka konselor
menyampaikan keinginannya untuk tersebut bersikap terbuka pada klien,
membagi keadaan yang ia rasakan pada sehingga dapat diharapkan klien mau
dirinya, baik yang bersifat emosional membuka dirinya.
ataupun informasi.
Ketika awal pertemuan dengan klien Tujuan dari orientasi atau perkenalan
masih dalam keadaan emosi yang belum ini yaitu untuk saling membuka diri dan
stabil, konselor tidak memaksa untuk membangun hubungan saling percaya.
memulai konseling. Konselor memberikan Hubungan saling percaya merupakan kunci
dalam suatu hubungan terapeutik agar
kesempatan klien untuk melampiaskan
berjalan dengan sukses. Tanpa adanya rasa
perasaan atau emosi yang sedang dirasakan.
saling percaya, tidak mungkin terjadi
Dalam psikologi hal tersebut dikenal
keterbukaan di antara kedua belah pihak.
dengan istilah katarsis. Katarsis pada kasus
ini yaitu ketika klien bercerita mengenai Selain itu hubungan yang dibentuk dalam

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ()!

!
!
proses konseling hendaknya tidak bersifat mempertahankan atau memelihara
kaku tetapi harus dinamis disesuaikan hubungan saling percaya, konselor harus
dengan situasi dan kondisi pada saat itu. bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima
Hal ini sesuai dengan ciri komunikasi klien apa adanya, menepati janji, serta
interpersonal yang harus dilakukan dalam menghargai klien.
suasana yang non formal, dinamis, tidak Tahap orientasi ini juga diperlukan
kaku agar pertukaran pesan dua arah antara adanya kontrak antara konselor dengan
konselor dengan klien dapat dilakukan klien. Kontrak ini sangat penting untuk
secara efektif. Upaya untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi.
mempertahankan atau memelihara Tugas konselor adalah mengingatkan klien
hubungan saling percaya, konselor harus tentang kontrak yang telah dibuat. Kontrak
bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima yang harus disetujui bersama dengan klien,
klien apa adanya, menepati janji, serta antara lain adalah tempat, waktu
menghargai klien. pertemuan, dan topik pembicaraan. Jika
kontrak sudah dibuat pada pertemuan
Konseling yang baik seharusnya terjadi sebelumnya, tugas konselor pada tahap ini
dalam suasana yang nonformal. Lebih adalah mengingatkan klien tentang kontrak
diarahkan agar komunikasi yang terjadi yang telah dibuat.
tidak berjalan secara kaku atau formal. Hal Berkaitan dengan kondisi psikologis
tersebut ditujukan agar mengurangi gap yang pada umumnya terjadi pada tahap
antara konselor dan klien sehingga perkenalan atau orientasi ini, sama halnya
komunikasi yang terjadi dapat berjalan seperti di tahap pra interaksi, klien dapat
secara efektif dan konselor dapat ditemukan dengan kondisi psikologis yang
melakukan pendekatan yang baik dengan beragam. Data yang peneliti dapat dari
klien. konselor, klien pada tahap ini ada yang
Tujuan dari orientasi atau perkenalan masih dalam fase kesedihan, kemarahan,
ini yaitu untuk saling membuka diri dan dan juga penawaran (bargaining).
membangun hubungan saling percaya. Tahap ini ada klien yang masih dalam
Hubungan saling percaya merupakan kunci fase kesedihan, masih menangis, dan
dalam suatu hubungan terapeutik agar konselor mempersilakan klien untuk
berjalan dengan sukses. Tanpa adanya rasa meluapkan emosinya tersebut dalam hal ini
saling percaya, tidak mungkin terjadi dapat dilihat dari komunikasi non verbal
keterbukaan di antara kedua belah pihak. klien dengan mengungkapkan kesedihan
Selain itu hubungan yang dibentuk dalam dengan menangis, dan sebagainya. Kondisi
proses konseling hendaknya tidak bersifat psikologis yang beragam pada tahap
kaku tetapi harus dinamis disesuaikan perkenalan ini mendorong konselor untuk
dengan situasi dan kondisi pada saat itu. melakukan penanganan yang tepat.
Hal ini sesuai dengan ciri komunikasi Konselor tidak dapat memaksa memulai
interpersonal yang harus dilakukan dalam konseling dengan penggalian masalah jika
suasana yang non formal, dinamis, tidak kondisi klien belum stabil. Oleh karena itu
kaku agar pertukaran pesan dua arah antara perlu adanya kesabaran dalam menghadapi
konselor dengan klien dapat dilakukan berbagai kondisi klien. Jika pada tahap ini
secara efektif. Upaya untuk belum terjadi interaksi yang mendalam

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi (*!

!
!
antara konselor dengan klien maka menanggapi masalah yang dialami oleh
konselor membuat kesepakatan atau klien.
kontrak dengan klien untuk dapat bertemu Tahap ini konselor juga menggali
lagi di pertemuan selanjutnya sembari masalah yaitu dengan kemampuan active
menunggu keadaan psikologis klien listening, refleksi, klarifikasi. Kemampuan
membaik. mendengarkan secara aktif pada tahap ini
Tahap ketiga yaitu tahap kerja sangat diperlukan oleh konselor sebab
merupakan inti dari keseluruhan proses dengan mendengarkan secara aktif ini
komunikasi terapeutik Pada tahap ini, bertujuan untuk menangkap apa masalah
konselor dan klien bekerja sama untuk yang terjadi pada klien dan konselor harus
mengatasi masalah yang dihadapi klien. mampu memberikan umpan balik atau feed
Konselor dituntut untuk mempunyai back terkait masalah yang dihadapi klien
kepekaan dan tingkat analisis yang lebih dengan melakukan refleksi dan klarifikasi.
tinggi terhadap adanya perubahan dalam Komunikasi interpersonal yang seperti ini
respons verbal maupun nonverbal klien. mempertemukan para pelaku komunikasi
Pengetahuan dan pengalaman dalam secara bertatap muka, maka umpan balik
melaksanakan komunikasi terapeutik atau feed back dapat diketahui dengan
sangat menentukan keberhasilan konselor segera.
pada tahap ini. Umpan balik atau feed back ini pada
Tahap kerja ini berhubungan dengan saat konseling dapat diberikan segera
pelaksanaan rencana tindakan konseling setelah komunikan menyimak pesan dari
agar sesuai dengan tujuan yang ingin komunikator. Seperti konselor yang
dicapai. Pada tahap ini, konselor perlu menanggapi cerita dari klien, seketika itu
melakukan active listening karena tugas feed back diberikan konselor. Hal tersebut
konselor pada tahap ini bertujuan untuk dilakukan untuk menunjukkan bahwa
menyelesaikan masalah klien. Melalui konselor menyimak pesan yang diceritakan
active listening, konselor membantu klien oleh klien. Konsentrasi dan fokus terhadap
untuk mendefinisikan masalah yang pembicaraan dengan klien juga diperlukan
dihadapi, cara mengatasi masalahnya, serta oleh konselor sekaligus memberikan
mengevaluasi cara atau alternatif support kepada klien agar klien berani
pemecahan masalah yang telah dipilih. mengambil keputusan bagi dirinya.
Konselor pada tahap ini berada pada
posisi sebagai penerima atau komunikan Konseling merupakan interaksi
pertukaran pesan antara konselor dengan
yaitu seseorang yang menerima,
memahami, dan menginterpretasi pesan. klien yang terjadi arus pesan dua arah. Di
Dalam komunikasi interpersonal, penerima dalam komunikasi interpersonal
bersifat aktif, selain menerima pesan menempatkan komunikator dan komunikan
melakukan pula proses interpretasi dan dalam posisi yang sejajar. Artinya
komunikator dan komunikan dapat berganti
memberikan umpan balik. Ini dapat terjadi
peran secara cepat. Pada saat konseling
antara konselor dan klien secara bersamaan.
posisi antara konselor dengan klien berada
Pada awalnya konselor harus menjadi
pada posisi yang sejajar. Komunikasi yang
pendengar yang aktif agar dapat
terjadi antara konselor dengan klien terjadi

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi (+!

!
!
secara dua arah, sehingga secara cepat bergantung pada suami yang telah
posisi konselor sebagai komunikator dapat melakukan kekerasan terhadapnya. Klien
seketika bertukar menjadi komunikan pada tahap ini juga ditemukan mengalami
ketika mendengarkan atau menyimak cerita tahap penawaran atau bargaining. Klien
atau keluh kesah dari klien. masih mentoleransi atas tindak kekerasan
Umumnya pada tahap ini masih sulit yang dialaminya dan masih bertahan
untuk sampai ke tahap penerimaan sebab hingga waktu yang belum ditentukan. Pada
kasus ini berbeda seperti kasus kondisi yang seperti itu peran konselor
pemerkosaan yang umumnya bisa berakhir yaitu mengarahkan klien untuk
dengan proses hukum. Ketika seorang istri memberikan batas atas toleransinya.
masih merasa bergantung pada suami Toleransi atau penawaran terhadap
seperti dari segi ekonomi maupun biologis, kasus kekerasan seperti ini harus ada
maka hal tersebut menjadi kendala bagi batasnya sebab jika tindakan seperti ini
konselor untuk menemukan alternatif bagi tidak dibatasi maka akan ada pihak yang
klien (istri) tersebut. Padahal si klien sudah dirugikan. Tujuan diberikannya toleransi
disakiti dari segi fisik maupun batin tetapi itu sebagai masa perbaikan jika ada pihak
klien ada yang masih tidak ingin diceraikan yang berkeinginan untuk memperbaiki diri.
karena tidak memiliki keberdayaan salah Namun jika pelaku masih saja tidak ada
satunya dari segi ekonomi. niat baik untuk memperbaiki diri atau
Trauma psikologis pada umumnya dengan kata lain masih melakukan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk kekerasan kepada klien, maka hal tersebut
dapat dipulihkan. Pada kasus kekerasan sudah tidak patut lagi ditoleransi.
terhadap istri (KTI), seorang istri (klien) Konselor juga dapat menyarankan
dapat mengalami kekerasan fisik maupun perlunya dibuat kesepakatan antara klien
psikologisnya. Ketika suami berselingkuh, dengan pelaku kekerasan sebagai bentuk
istri merasakan sakit hati yang mendalam. batas toleransinya. Misalnya jika klien
Terkadang istri merasa bersalah sebab memaafkan pelaku kekerasan, setidaknya
menganggap dirinya kurang menarik atau klien memiliki kesepakatan yang tercatat
kurang memuaskan suami sehingga wajar hitam di atas putih, jika kembali lagi terjadi
suaminya melakukan hal itu terhadapnya. kekerasan maka istri atau klien tersebut
Dilihat dari sisi psikologis hal seperti itu akan melaporkannya (pelaku) pada polisi.
sangat tidak menguntungkan bagi diri klien. Cara tersebut membuat klien memiliki
Belum tentu hal tersebut merupakan kekuatan atau bargaining power sehingga
kesalahan klien sebab hal yang dilakukan seorang klien atau wanita tidak dianggap
oleh suami itu juga bukanlah hal yang lemah oleh pelaku kekerasan tersebut.
benar. Pada tahap ini berpotensi terjadi
Sikap penerimaan memang tidak penawaran atau bargaining pada diri klien.
mudah dicapai oleh klien yang masih Hal ini karena klien sudah mendapat
tertekan psikologisnya. Terlebih lagi bagi informasi yang cukup dari konselor
klien yang belum memiliki keberdayaan sehingga dapat memiliki keputusan yang
dari segi ekonomi. Hal tersebut menjadi tidak merugikan dirinya. Namun jika klien
salah satu hal yang mengakibatkan klien tetap mentoleransi pelaku kekerasan, klien
memiliki kelemahan karena harus seharusnya tetap berusaha untuk memiliki

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi (#!

!
!
bargaining power agar tidak terus menerus Tahap terminasi juga terjadi proses
menjadi korban kekerasan oleh pelaku. monitoring. Pada umumnya monitoring
Tahap keempat yaitu tahap terminasi dilakukan satu kali dalam sebulan
merupakan akhir dari pertemuan konselor- kemudian akan dilakukan kembali sekali
klien. Tahap terminasi ada yang sifatnya dalam tiga bulan. Pada proses monitoring
terminasi sementara dan terminasi akhir. tersebut hal dilakukan oleh konselor yaitu
Mutia menjelaskan bahwa terminasi terjadi menanyakan terkait kondisi klien apakah
ketika masalah yang klien hadapi sudah klien sudah berdaya dari segi ekonomi atau
selesai sehingga klien tidak lagi bahkan klien sudah memiliki rumah tangga
membutuhkan konseling. Pada saat itulah kembali bagi yang sudah bercerai. Bagi
konseling sudah dapat diakhiri. klien yang memilih untuk tetap bersama
suami, konselor menanyakan terkait
Pertemuan antara konselor dengan hubungannya sekarang dengan suami
klien dalam konseling dapat terjadi apakah sudah berjalan baik dan suami tidak
beberapa kali. Terminasi sementara yaitu lagi melakukan kekerasan atau tidak.
ketika konselor akan bertemu dengan klien Pada tahap ini juga konselor dan klien
kembali pada waktu yang telah disepakati harus menyepakati tindak lanjut terhadap
bersama. Terminasi akhir terjadi jika interaksi. Misalnya untuk menindaklanjuti
konselor telah menuntaskan secara keputusan yang diambil oleh klien. Tindak
keseluruhan proses konseling. Pada tahap lanjut dilakukan jika dalam tahap
terminasi ini dilakukan evaluasi objektif sebelumnya terjadi kesepakatan antara
antara konselor dengan klien apakah sejauh konselor dengan klien untuk melakukan
ini konseling yang telah dilaksanakan tindakan berdasar keputusan klien.
mampu mencapai harapan klien atau Misalnya ketika konselor memberikan
sebaliknya. Evaluasi objektif ini terkait pilihan kepada klien untuk mengatasi
pada hasil pembicaraan antara konselor dan kecemasan dan kemarahannya. Pada
klien pada konseling. Hal ini dapat petemuan berikutnya dapat dilakukan
dilakukan dengan bertanya kepada klien evaluasi terhadap keberhasilan ataupun
untuk evaluasi atau konselor dapat kegagalan alternatif tersebut.
mengevaluasi dengan melihat buku Konselor juga perlu mengajak klien
perkembangan kasus klien. untuk bertemu di pertemuan berikutnya
Selain evaluasi objektif konselor juga atau disebut dengan kontrak pertemuan.
melakukan evaluasi subjektif yaitu Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
dilakukan dengan menanyakan perasaan kesepakatan antara konselor dengan klien
klien setelah berinteraksi dengan konselor. untuk pertemuan berikutnya. Kegagalan
Konselor perlu mengetahui bagaimana pada tahap terminasi dapat terjadi apabila
perasaan klien setelah berinteraksi dengan terminasi dilakukan secara tiba-tiba atau
konselor, apakah klien merasa interaksi dilakukan sepihak tanpa penjelasan. Ketika
dapat membantu mengatasi kecemasannya,
kegiatan terminasi yang dilaksanakan
apakah ada manfaat dari konseling yang
kurang baik dapat menyebabkan rangkaian
telah dijalaninya ataukah konseling
kegiatan proses komunikasi terapeutik pada
menimbulkan suatu dampak yang tak
klien berjalan tidak efektif. Hal tersebut
diinginkan oleh klien. dapat menyebabkan klien merasa bahwa

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ($!

!
!
terminasi atau perpisahan terjadi secara sehingga segala macam pemulihan,
tiba-tiba sehingga tidak tercapai tujuan pengobatan atau apapun istilah yang sering
yang jelas dari pelaksanaan konseling. Hal digunakan dalam dunia pengobatan jiwa
tersebut dapat mengakibatkan klien tetap (psychotherapy) selalu dikaitkan dengan
mengalami tekanan psikologis sebab iman. Iman berkaitan erat dengan
merasa konselor tidak memberikannya kecerdasan emosional dan spiritual
dukungan dan tidak sesuai dengan seseorang. Ketika secara emosi dan
harapannya. spiritual seeorang itu baik, maka hal
Terminasi adalah tahap mengakhiri tersebut akan menunjang kekuatan
konseling yang sudah disepakati dalam psikologis atau mentalnya. Hal tersebut
jangka waktu tertentu berupa rangkuman membuat seseorang tidak mudah goyah
kasus, tugas rumah, rencana pertemuan ketika diuji dengan berbagai masalah. Hal
selanjutnya ada di tahap ini. Setelah tahap ini dapat dikaitkan dengan sugesti positif.
penggalian masalah, konselor dapat Seperti halnya dalam pengobatan medis,
melakukan rangkuman atas apa yang telah sugesti juga diperlukan dalam pemulihan.
didiskusikan bersama dalam proses Jika dalam medis disebut dengan istilah
konseling dengan klien. Pada tahap ini plasebo yaitu ketika sugesti (positif)
konselor dan klien dapat bersama-sama seseorang dapat memengaruhi
merencanakan langkah-langkah selanjutnya kesembuhannya padahal pada obat yang
yang dapat dilakukan oleh klien setelah sesi dikonsumsinya tidaklah mengandung zat
konseling berakhir, dan menentukan tugas aktif (obat) untuk mengobati penyakitnya.
untuk tindak lanjut bagi klien ataupun Begitu pula dalam pemulihan trauma
merencanakan pertemuan selanjutnya. psikologis ini. Ketika seseorang dalam
Ketika konseling masih akan berlanjut, keadaan sakit, keadaan psikologis memiliki
konselor juga dapat memberi alternatif agar peran penting dalam proses penyembuhan.
klien menghubungi konselor apabila Adanya jiwa atau psikologis yang kuat
terdapat masalah atau perkembangan baru dapat menunjang seseorang menjadi pulih
dalam kasusnya. kembali, setidaknya ia memiliki gairah dan
Indikator klien sudah berdaya atau semangat menjalani kehidupan. Pada
sudah memiliki sikap penerimaan salah hakikatnya penyakit atau permasalahan
satunnya yaitu klien sudah mulai bersikap merupakan berkah bagi seseorang jika ia
terbuka dan menyadari bahwa dirinya mampu bersabar. Hal ini seperti yang
sebagai korban kekerasan dan harus dikatakan dalam hadits yang diriwayatkan
bertindak untuk memperoleh keadilan bagi oleh Anas r.a bahwa Rasulullah bersabda,
dirinya. Lebih baik lagi jika kondisi klien “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman,
yang sudah mandiri dan berdaya untuk ‘Jika Aku uji hamba-Ku dengan dua
mengetahui resiko terhadap keputusan yang kesayangannya (bermata buta) dan dia
diambilnya. Selain itu keadaan psikologis bersabar, maka akan Aku ganti dua
klien yang dapat dikatakan sudah mapan kesayangannya itu dengan surga.” (HR
atau stabil. Bukhari)
Islam memandang bahwa puncak Oleh karena itu hal ini dapat berkenaan
segala kesempurnaan atau kebahagiaan dengan peranan konselor untuk
selalu dikaitkan dengan hari akhirat, menyelesaikan masalah-masalah yang

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi (%!

!
!
dihadapi klien dari segi psiko-spiritual ini menyelesaikan masalah (kerja), dan
dengan membantu klien untuk berpikir memberdayakan korban (terminasi).
jernih, menguraikan kerumitan pikiran dan KESIMPULAN
menguatkan kondisi psikologis klien. Jika
seseorang mengalami trauma maka dapat Saat proses konseling berlangsung
dikatakan seseorang tersebut terganggu dari terjadi komunikasi interpersonal antara
segi kesehatan mentalnya. konselor dengan klien atau korban
Trauma psikologis klien KTI inilah Kekerasan Terhadap Istri (KTI) di Rifka
yang dapat dikategorikan ke dalam trauma Annisa Women’s Crisis Center (WCC). Hal
interpersonal sebab klien melibatkan tersebut ditandai dengan adanya pertukaran
perasaannya sebagai korban dari pelaku pesan atau informasi antara komunikator
kekerasan tersebut. Selain itu ada yang dan komunikan (dalam konteks ini yaitu
disebut trauma kelekatan. Trauma level konselor dan klien) yang terjadi secara
inilah yang sangat melibatkan perasaan. langsung atau tatap muka (face to face). Di
Trauma jenis ini pula yang sering dialami dalam pelaksanaan konseling terjadi
oleh klien atau korban kekerasan. Trauma interaksi yang harus dilakukan pada jarak
ini meliputi merasa cemas, takut, gangguan yang dekat yaitu konselor dan klien berada
emosi, atau sulit tidur, gangguan pola di dalam suatu ruang yang dinamakan
makan dan sebagainya. Hal tersebut ruang konseling di Rifka Annisa WCC.
disebabkan oleh adanya perasaan cemas Selain itu konselor dan klien juga dapat
atau was-was ketika masih mengingat saling memberikan umpan balik atau feed
peristiwa traumatiknya. Seringkali orang back baik secara verbal maupun non verbal.
yang mengalami trauma kelekatan ini Konselor saat melakukan konseling
menghindari hal-hal yang dapat harus memiliki keterampilan untuk
membangkitkan ingatannya pada peristiwa membantu klien mengatasi gangguan
traumatiknya, seperti tempat, situasi atau psikologisnya dan membangun hubungan
orang, sehingga ia berusaha keras untuk yang baik antar keduanya, sehingga di
tidak kembali mengingat-ingat peristiwa dalam konseling antara konselor dan klien
tersebut. di Rifka Annisa WCC terjadi interaksi yang
Konseling kepada korban kekerasan bertujuan untuk terapi atau pemulihan
(klien) dapat membantunya pulih dari kondisi psikologis klien. Di dalam
trauma. Tujuan konseling untuk klien ini konseling di Rifka Annisa WCC, peneliti
adalah untuk mendengarkan pengalaman menyimpulkan ada empat tahap
trauma mereka dan memberikan arahan komunikasi terapeutik yaitu keterampilan
serta infomasi yang mereka perlukan dalam membangun hubungan saling percaya (pra
situasi stres pascatrauma. Pada dasarnya interaksi), mengidentifikasi masalah
konseling memerlukan berbagai (orientasi), mendengarkan secara aktif atau
keterampilan dasar yang dapat dikaitkan active listening yang merupakan teknik
dengan tahapan komunikasi terapeutik untuk melakukan komunikasi efektif serta
yaitu keterampilan membangun hubungan menyelesaikan masalah (kerja), dan
saling percaya (pra interaksi), memberdayakan korban (terminasi).
mengidentifikasi masalah (orientasi), Konselor dalam melaksanakan setiap
mendengarkan secara aktif serta tahapan konseling berusaha menciptakan

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi (&!

!
!
suasana yang non formal agar komunikasi oleh klien sebab ungkapan emosi dapat
terapeutik yang dilakukan dapat terlihat dari sikap dan gesture klien, baik
berlangsung dengan dinamis dan tidak berupa kemarahan, kesedihan atau bahkan
kaku. Hal ini dimaksudkan untuk penerimaan (sikap yang tenang). Selain itu
mencairkan suasana dan menunjukkan di dalam konseling terjadi berbagai macam
sikap terbuka untuk memulai komunikasi. respon dari klien, ada yang menerima
Sikap terbuka ini harus ditunjukkan dengan informasi dari konselor dan ada pula yang
komunikasi yang tidak hanya berbentuk menolak yaitu ketika klien tetap memegang
verbal tetapi juga komunikasi non verbal. keputusannya tanpa mendengarkan
Salah satunya ketika konselor menyatakan konselor. Namun konselor tetap berusaha
suatu ungkapan perhatian kepada klien untuk mengarahkan agar klien tidak salah
maka ekpresi wajah maupun gesture langkah dalam mengambil keputusan.
konselor harus dapat menginterpretasikan Konseling kepada korban kekerasan
ungkapan verbalnya. Hal ini dalam konteks dapat membantunya pulih dari trauma.
komunikasi interpersonal disebut dengan Tujuan konseling untuk klien ini adalah
suasana emosional berupa keselarasan untuk mendengarkan pengalaman trauma
antara komunikasi verbal dan reaksi non mereka dan memberikan arahan serta
verbalnya. infomasi yang mereka perlukan dalam
Konselor juga berupaya untuk situasi stres pascatrauma. Setelah klien
mengurangi atau meminimalisir noise melakukan konseling terjadi perubahan dari
sebagai salah satu karakteristik komunikasi psikologis klien. Konseling berguna
interpersonal. Kondisi psikologis klien saat sebagai terapeutik yaitu dapat menjadi
konseling terlihat dengan komunikasi non terapi bagi klien yang mengalami trauma
verbal seperti penyangkalan berupa gesture psikologis sebab di dalam konseling klien
klien yang gelisah bahkan gemetaran, merasa diterima, lebih didengarkan, dan
kemarahan dengan nada suara yang tinggi merasa ada orang lain yang mendukungnya
atau dengan teriakan, kesedihan sehingga tidak merasa memikul beban yang
diungkapkan dengan menangis, dan tahap dialami sendiri. Ketika klien bercerita
penerimaan klien terlihat dari sikap yang dengan konselor hal tersebut merupakan
tenang. Kondisi klien yang belum mau bentuk komunikasi interpersonal yang
bercerita secara verbal menjadi salah satu ditujukan sebagai terapeutik.
indikator bahwa klien tersebut sedang
mengalami trauma. Hal yang dapat
ditunjukkan klien pada kondisi tersebut
DAFTAR PUSTAKA
yaitu komunikasi non verbal dengan tidak
Al Qur’an dan Terjemahannya. 2005.
berkata-kata namun ia gemetaran maupun Diterjemahkan oleh Yayasan
menangis. Penyelenggara Penterjemah Al-
Konselor memahami kondisi Qur’an/Disempurnakan oleh Lajnah
psikologis klien dan mampu mengatasinya Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen
dengan katarsis yaitu membiarkan klien Agama Republik Indonesia. Bandung : CV
terlebih dahulu untuk meluapkan kondisi Penerbit Diponegoro.
emosionalnya. Katarsis pada proses
Buku
konseling ini terjadi komunikasi non verbal

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ('!

!
!
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi 1974. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz XXI
Interpersonal. Yogyakarta. Graha (Bahrun Abubakar, K.Anshori Umar
Ilmu. Sitanggal, Hery Noer Aly). Semarang :
Drever, James. 1988. Kamus Psikologi CV Tohaputra.
(ed.terjemahan). Jakarta. Bina Aksara. 1992. Terjemahan singkat Tafsir Ibnu
DEPDIKBUD. 2005. Kamus Besar Bahasa Katsir Jilid 2. (H. Salim Bahreisy dan
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. H. Said Bahreisy. Terjemahan).
Hambali, Iftachul’ain. 2011. Islamic Pineal Surabaya : PT Bina Ilmu.
Therapy. Jakarta : Prestasi. 1992. Terjemahan singkat Tafsir Ibnu
Hawari, Dadang. 1997. Al Qur’an : Ilmu Katsir Jilid 7. (H. Salim Bahreisy dan
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. H. Said Bahreisy. Terjemahan).
Yogyakarta. PT Dana Bhakti Prima Surabaya : PT Bina Ilmu.
Yasa.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Jurnal
Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana Dewi, Retasari. 2015. Komunikasi
Prenada Media Group. Terapeutik Konselor Laktasi Terhadap
Kubler-Ross, E. terjemahan Wanti Klien Relaktasi. Jurnal Kajian
Anugrahani. (1998). On death and Komunikasi, Volume 3, No. 2,
dying (ed.terjemahan). Jakarta: PT. Desember 2015, Halaman 192-211.
Gramedia Pustaka Utama. Bandung : Universitas Padjajaran.
Langgulung, Hasan. 1986. Teori-Teori Illenia dan Handadari. 2011. Pemulihan
Kesehatan Mental. Jakarta. Pustaka Al- Diri pada Korban Kekerasan Seksual.
Husna. Jurnal INSAN Vol. 13 No. 02, Agustus
Liliweri, Alo. 2013. Dasar-Dasar 2011. Surabaya : Departemen
Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta. Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Pustaka Pelajar. Fakultas Psikologi Universitas
Mendatu, Achmanto. 2010. Pemulihan Airlangga.
Trauma ; Strategi Penyembuhan Prigerson, H.G. & Maciejewski, P.K. 2008.
Trauma untuk Diri Sendiri, Anak dan Grief and acceptance as opposite sides
Orang Lain di Sekitar Anda. of the same coin: setting a research
Yogyakarta. Panduan. agenda To study peaceful acceptance
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi of loss.TheBritishJournal of
Penelitian Kualitatif ; Paradigma Baru Psychiatry, 193, 435-437.
Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Rasmussen, L.A. (2007). Challenging
Lainnya. Bandung. Remaja traditional paradigms: Applying the
Rosdakarya. trauma outcome process (TOPA)
model in treating sexually abusive
Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian youth who have histories of abusive
Public Relations dan Komunikasi. trauma. San Diego State
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. University,School of Social Work.
Sahara, Elfi, dkk. 2013. Harmonious Sanders, M. (2002, November). Blending
Family. Jakarta. Yayasan Pustaka grief therapy with addiction recovery:
Obor Indonesia. What to do when your client suffers a
Sukardi, Dewa Ketut. 1985. Pengantar loss in recovery. Available at
Teori Konseling (Suatu Uraian http://www.onthemarkconsulting25.co
Ringkas). Jakarta. Ghalia Indonesia. m/Documents/Blending Diakses pada
Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik : 20 Oktober 2016 pukul 20:00 WIB
Teori dan Praktik. Jakarta. Penerbit Suliyati, Titiek dan Emmy Riyanti. 2005.
Buku Kedokteran EGC. Kajian Bentuk Kekerasan Terhadap

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ("!

!
!
Istri. Semarang : Pusat Penelitian
Gender Lembaga Penelitian
Universitas Diponegoro.
Widyaningrum, Rachmawati. 2014.
Komunikasi Terapeutik Konselor
Adiksi pada Korban Penyalahgunaan
Narkoba di Rumah Palma Therapeutic
Community Kabupaten Bandung
Barat. Jurnal Kajian Komunikasi,
Volume 2, No. 2, Desember 2014,
halaman 173-185. Bandung : Program
Studi Ilmu Komunikasi, Universitas
Komputer Indonesia (UNIKOM).
Kusuma, Andra Widya. 2016. Komunikasi
Terapeutik Pasien Skizofrenia : Studi
Deskriptif Kualitatif antara Perawat
dan Pasien di Rumah Sakit Jiwa
Grahasia Yogyakarta. Yogyakarta :
Program studi Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
UIN Sunan Kalijaga.
Data dan dokumen Divisi Pendampingan
Rifka Annisa Women’s Crisis Center
Tahun 2015-2016.
Lembar Catatan Tahunan (Catahu) 2016
Komnas Perempuan.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Undang-Undang Republik Indonesia No.
23 Tahun 20004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Pasal 22.

Digital/Internet
!
http://www.rifka-annisa.org/id/2013-10-04-
07-06-57/sejarah diakses pada 18
September 2016
!

Vol.10/No.01/April 2017 - Profetik Jurnal Komunikasi ((!

!
!

Anda mungkin juga menyukai