Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu
bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan satu komunikasi dan
kontak sosial. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena
bahasa diterjemahkan sebagai refleksi masa, pikiran dan tingkah laku. Adakalanya
seorang yang pandai dan penuh dengan ide-ide cemerlang harus terhenti hanya karena
dia tidak bisa menyampaikan idenya dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh
ide, usulan, dan semua hasil karya pikiran tidak akan diketahui dan dievaluasi orang
lain bila tidak diruangkan dalam bahasa yang baik.
Sama seperti bahasa-bahasa lainnya, dalam bahasa Arab terdapat kaidah-
kaidah ataupun istilah yang bisa kita pelajari agar bisa membentuk suatu komunikasi
yang dapat merefleksikan makna atau kandungan informasi dengan baik. Terlebih
karena babasa Arab merupakan bahasa al-Qur'an maka penting bagi kita untuk bisa
memahaminya dengan baik dengan cara mempelajari unsur-unsur istilah bahasa yang
ada. Beberapa unsur-unsur dalam bahasa diantaranya adalah sinonim.
Sinonim merupakan salah satu fakta kebahasaan yang sangat luas dikenal
terdapat dalam berbagai bahasa di dunia. Bahasa Arab diakui termasuk salah satu
bahasa yang kaya akan fenomena sinonimi di dalamnya. Dalam konteks linguistik
Arab, dalam hal ini menurut Umar (1985: 145), sinonimi, yang diistilahkan dengan
al-taraduf atau al-mutaradif, merupakan salah satu dari tiga macam kategori yang
berkenaan dengan hubungan makna dan objek serta ragam-ragam keduanya, selain al-
mutabayin dan al-musytarak al-lafzi. Menurut Umar, al-mutaradif adalah suatu
makna yang bisa diwakili oleh lebih dari satu kata.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sinonim?
2. Apa saja ragam Sinonim?
3. Bagaimana latar belakang munculnya sinonim?
4. Bagaimana pandangan para ulama tentang sinonim dalam Al-Qur'an?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sinonim
Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata syn yang
berarti “dengan”, dan kata anoma yang berarti “nama”. Jadi kalau kita kaitkan kedua
kata tersebut mempunyai makan harfiyah “nama lain untuk benda yang sama.Banyak
ahli bahasa yang mendefinisikan tentang sinonim ini diantaranya: Zgusta mengatakan,
“Synonym: they are words which have different form but identical meaning”,
sedangkan Verhar mengatakan,”sinonim adalah ungkapan (biasanya sebuah kata
tetapi dapat pula frase atau malah kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan
suatu ungkapan lain. Contohnya kata “pandai” bersinonim denga kata “pintar.”1

Dalam bahasa Arab, sinonim dikenal dengan nama ‫الترادف‬ .Secara harfiyah
kata ‫ الترادف‬berasal dari kata ‫ ردف‬yang berarti sesuatu yang mengikuti sesuatu.
Sedangkata ‫رادف‬DD‫ ت‬itu sendiri berarti sesuatu yang saling mengikuti. Sedangkan
secara etimologi, definisi ‫ الترادف‬menurut Dr. Sahin Muhammad Taufik: ”beberapa
kata yang menunjukkan makna yang sama”. Contoh dalam bahasa Arab, kata ‫القمح‬
berpadanan dengan kata ‫ البر‬dan ‫ الحنطة‬yang berarti َ gandum kata ‫ البر‬digunakan
oleh orang َ Irak, sedang kata ‫ القمح‬diucapkan oleh orang Mesir, sedang orang
Makkah menyebutnya dengan kata ‫الحنطة‬. Sedangkan Imam Fakhruddin
mendefinisikan ‫ الترادف‬dengan “kata-kata yang menunjukkan pada sesuatu yang
sama dengan satu ungkapan”. Menurutnya, kata ‫ السيف‬dengan kata ‫ الصارم‬bukanlah
‫ الترادف‬karena keduanya menunjukkan pada sesuatu yang sama, namun mempunyai
dua ungkapan, ‫يف‬DDD‫ الس‬merupakan zat, sedang ‫ارم‬DDD‫ الص‬adalah sifatnya. Ia
mencontohkan kata ‫ان‬DD‫ اإلنس‬dengan kata ‫ البشر‬sebagai contoh ‫ترادف‬DD‫ ال‬karena
pengertian kata yang kedua (‫ ) البشر‬menguatkan kata yang pertama (‫) اإلنسان‬.
Sinonim (At-Taraduf) adalah dua kata atau lebih yang maknanya kurang lebih
sama. Dikatakan “kurang lebih” karena memang tidak ada dua buah kata berlainan
yang maknanya persis sama. Sebenarnya yang sama adalah informasinya saja,
sedangkan maknanya tidak persis sama. Misalnya, kata jenazah, bangkai, mayat, kata-
kata ini disebut bersinonim namun kata-kata ini tidak persis sama maknanya.
Buktinya kata-kata yang bersinonim tidak bebas dipertukarkan secara bebas.
Misalnya, “aku melihat bangkai anjing”, tidak bisa ditukar dengan “aku melihat
jenazah anjing.”

1
Ubaid Ridho, ”Sinonim dan Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Al-Bayan, Vol. 9 No. 2, Desember 2017, h. 123.
B. Ragam Sinonim
Para ahli bahasa membagi sinonim berbeda-beda, misalnya Dr. Ahmad Mukhtar
Umar (1982:220-222), ia membagi menjadi 7 bagian:
1. Perfect Synonymy (‫ ) الكامل الترادف‬ini terjadi ketika ada dua kata yang berbeda atau
lebih, mempunyai kesamaan makna yang sempurna/mutlaq, sehingga tidak dapat
dirasakan adanya perbedaan antara keduanya. Sinonim jenis ini sangat jarang
terjadi, bahkan hampir tidak ada.
2. Near Synonymy (‫) الترادف شبه‬ini dapat terjadi jika dua kata mempunyai kedekatan
makna yang amat dekat sehingga sulit bagi kita untuk membedakannya, karena
sering digunakan hingga mengabaikan perbedaan kedua kata tersebut.
3. Relasi semantik ( ‫داللى‬D‫ارب ال‬D‫ )التق‬terjadi ketika makna saling mendekati, namun
antara kata yang satu dengan yang lain berbeda, tetapi ada satu aspek inti yang
menjadikan antara kata yang satu dengan yang lainnya masih dalam tatanan arti
yang sama. Contoh dalam bahasa Inggris, kata crawl – kip – hop – run- walk.
Semua kata tersebut mengandung arti bergerak dengan menggunakan kaki, namun
cara menggerakkan, jumlah kaki yang digunakan antara kata yang satu dengan
kata yang lainnya berbeda.
4. Entailment (‫ )استلزام‬hubungan sebab akibat, dapat dilihat dari contoh berikut:
Pernyataan I: Muhammad bangun dari tempat tidunya jam 10.
Pernyataan II: Muhammad ada di tempat tidurnya sebelum jam 10.
Jadi pernyataan II merupakan entialment pernyataan I.
5. Paraphrase (‫ة الجمل‬DD‫ )المترادف‬ini terjadi ketika dua kalimat mempunyai arti yang
sama, contoh:
a. Saya membeli alat tulis dari Muhammad seharga 100 dinar.
b. Muhammad menjual padaku alat tulis seharga 100 dinar.
6. Terjemah (‫ الترجمة‬,(ini terjadi ketika dua ungkapan/dua kalimat memiliki arti yang
selaras dalam dua bahasa yang berbeda, atau dalam satu bahasa namun tingkat
khitabnya berbeda, seperti pada penerjemahan tulisan ilmiyah ke dalam tulisan
biasa atau penerjemahan syair ke dalam prosa
7. Interpretasi/penafsiran (‫) التفسير‬
C. Latar Belakang Terjadinya Sinonim
Sinonim bisa terjadi antara lain, sebagai akibat adanya:

a. Pengaruh kosakata serapan (dakhil) dari bahasa asing

Misalnya, dalam bahasa Arab kontemporer dikenal kata ( ‫)التلفون‬


telepon yang aslinya dari bahasa Eropa dan kata ‫ الهتيف‬yang merupakan ta’rib
(terjemahan ke Arab) sehingga kata itu dianggap sinonim. Contoh lain, kata
‫تيلفزون‬DD‫( ال‬Televisi) sinonim dengan kata ‫ة اإلذاعة‬DD‫( المرئي‬televisi), kata
‫( الكمبيوتير‬Komputer) sinonim dengan kata ‫( الحاسوب‬komputer), kata ‫تياتزو‬
(dari bahasa Itali) sinonim dengan kata ‫( مسرح‬drama). Sekalipum kosakata-
kosakata tersebut dianggap sinonim, namun bebarapa konteks tidak bisa
disebut sinonim. Misalnya, kata ‫( مسرح الجريمة‬drama kejahatan) tidak bisa
ditukar dengan ‫ تياتزو الجريمة‬, sebab maksud dari “drama kejahatan” adalah
kronologi terjadinya kejahatan, bukan drama atau penampilan tentang
kejahatan.
b. Perbedaan dialek sosial (infialiyah)
Misalkan kata istri bersinonim dengan kata bini. Tetapi kata istri
digunakan dalam kalangan atasan sedangkan bini dalam kalangan bawahan.

Dalam bahasa Arab, kata (‫ مجدد‬pembaharu) memiliki makna positif, berkelas

tinggi dan diterina di beberapa negara Arab. Akan tetapi, kata ‫ مجدد‬tidak bisa
ditukar dengan ‫ تقدمي‬atau ‫ ثوري‬walaupun ketiganya bersinonim. Sebab, kata

‫ تقدمي‬atau ‫ ثوري‬memiliki makna yang mencerminkan seseorang reaksioner,


pemberontak dan sebagainya, walaupun di beberpa wilayah Arab kedua kata
ini tetap digunakan.
c. Perbedaan dialek regional (lahjah iqlimiyah)
Misalnya, kata handuk bersinonim dengan kata tuala, tetapi kata tuala
hanya dikenaldibeberapa daerah Timur saja. Dalam bahasa Arab, misalnya,

kata ‫نقل سيارة‬ (truk) hanya dikenal di Mesir, sementara di negara-negara

Arab bagian teluk dan Maroko lebih mengenal kata ‫شاحنة‬ . Contoh lain,

istilah ‘pom bensin’ orang Mesir menyebutnya dengan kata ‫محطة بنزين‬
,orang Sudan menyebutnya ‫زين‬DD‫ة بم‬DD‫ طلمب‬dan orang Irak mengenalnya

‫بنزينخانة‬.
d. Perbedaan dialek temporal
Misalnya, kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan, tetapi
kata hulubalang hanya cocok digunakan dalam suasana klasik saja. Contoh

lain, kata ‫المدرسة األبتدائية‬ dengan bersinonim ‫الكتاب‬ sama-sama berarti

“sekolah dasar”. Akan tetapi, istilah ‫ الكتاب‬hanya dipakai pada masa lampau
(Taufiqurrahman, 2008:74-75).
D. Pandangan Para Ulama Mengenai Sinonimitas Dalam Al-Qur’an
Di dalam kajian al-Qur’an persoalan sinonimi merupakan bagian penting
dalam metode penafsiran‫ ۔‬Problematika ta’āruḍ (secara lahir teks ayat yang satu
bertentangan dengan teks ayat yang lain) yang sering diselesaikan dengan metode
nāsikh mansūkh (menghapus dan dihapus) dapat dihindari dengan metode subtitusi
dalam sinonimi ini. Oleh karena itu persoalan sinonimi yang telah dirumuskan oleh
para ahli bahasa dan mendapat perhatian khusus oleh para ahli tafsir. Banyak ahli
tafsir yang mencoba mengkritisi kembali persoalan sinonimi ini tidak hanya dari
perspektif bahasa namun juga teologi.
Dalam menanggapi sinonimitas dalam al-Qur’an, terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para ulama mengenai adanya sinonim dalam al-Qur’an. Apabila dipetakan
pandangan para ahli tafsir ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: pandangan
yang beranggapan bahwa dalam setiap bahasa pasti ada terdapat sinonim tak
terkecuali bahasa Arab yang digunakan dalam al-Qur’an, dan pandangan yang
menolak adanya sinonim dalam al-Qur’an. Secara teologis kedua pandangan ini bisa
dicarikan justifikasinya. Diantaranya bila dikaitkan dengan sifat kemahatahuan Dzat
yang menciptakannya. Pro sinonimi mengapresiasi banyaknya simbol dengan satu
makna sebagai bagian dari kemu’jizatan al-Qur’an dari sisi keindahan sastranya.
Sedangkan kelompok kontra sinonimi menganggap banyaknya simbol hanya dengan
satu makna adalah bertentangan dengan kemu’jizatan al-Qur’an dari sisi keluasan
hikmahnya. Dimana Dzat yang Mahatahu dan Mahaluas ilmunya tidak mungkin
menciptakan banyak simbol hanya dengan satu makna saja, bervariasinya simbol
tentu dimaksudkan untuk membedakan makna.2
2
Rofiq Nurhadi, “Pro Kontra Sinonimi Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Bahtera-Jurnal Pendidikan Bahasa
Sastra dan Budaya, Vol. 4, No. 2, 2015.
Selanjutnya selain dari perspektif ilmu bahasa mereka juga memberikan
argumentasi ada tidaknya sinonimi dalam al-Qur’an ini dari sisi ilmu tafsir.
Pandangan yang menetapkan adanya sinonimi dalam al-Qur’an diantaranya
didasarkan pada:
(1) Riwayat al-Bukhari dalam „Shahih al-Bukhari Kitab Fadhāilu al-Qur’ān bab
Unzila al-Qur’ān ‘alā Sab’ati Akhrufin’. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh macam bacaan (sab’atu
akhrufin), maka bacalah apa yang termudah darinya’.

(2) Sinonimi merupan bentuk taukīd (penguatan) dalam al-Qur’an, seperti lafadz “

‫اجا ُسبُاًل‬ ِ
ً ‫ ”ف َج‬dalam surat al-Anbiyā` [21]: 31.
(3) Sinonimi merupakan bagian dari al-mutasyābih (penyerupaan) dalam al-Qur’an.
Dimana diantara bentuk al-mutasyābih dalam al-Qur’an adalah penggantian
suatu kata dengan yang lain dalam dua ayat yang serupa misalnya dalam surat
al-Baqarah [2]: 170, ‫ َۗ مٓا اَلْ َفْينَا َعلَْي ِه اٰبَاۤءَنَا‬dan surat Luqman [3\1]: 21 ‫َم ا َو َج ْدنَا َعلَْي ِه‬
‫)اٰبَاۤءَنَ ۗا‬. (al- Munajjad, 1997: 109-118)
Tidak sependapat dengan pandangan mengenai adanya sinonimi dalam al-
Qur’an kelompok kontra sinonimi dalam al-Qur’an menjelaskan argumentasinya
sebagai berikut:
(1) Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh macam bacaan (sab’atu akhrufin) tidaklah
menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an ada sinonimi karena meskipun adanya
kesamaan makna dengan lafadz yang berbeda akan tetapi ia dari berbagai dialek
yang berasal dari suku yang berbeda-beda. Karena itulah sebagian orang Arab
tidak dibebani berpindah dari dialek mereka kepada dialek dimana al-Qur’an
diturunkan karena hal itu akan menimbulkan kesulitan bagi mereka.
(2) Tidak ada lafadz yang bisa menempati selain tempatnya. Tidak ada beberapa
lafadz dengan satu makna, kecuali karena adanya perbedaan dialek. Apa yang
disangka sebagai sinonimi sesungguhnya bukan sinonimi. Ada kekhususan
setiap ungkapan dari berbagai lafadz yang tidak ada pada selainnya, meskipun
kekhususan atau perbedaan itu sangat samar sifatnya. (al-Munajjad, 1997: 115-
124)
Ada hal menarik yang disampaikan oleh Al-Monajjed (1997- 70-71) guna
menengahi perdebatan diatas. Menurutnya, secara substansial, tidak ada perbedaan
antara kedua pandangan tersebut. Hanya saja perbedaan tersebut justru terjadi pada
metode masing-masing dalam menentukan kesinoniman. Para pendukung sinonimi
bertolak dari fakta kebahasaan yang riil dipakai oleh penutur bahasa arab, sementara
penolak sinonimi berpandangan tidak ada prinsip dasar dalam sistem bahasa yang
menganggap sejumlah kata adalah bersinonim.3 Lebih lanjutnya, al-Monajjed
menjelaskan perbedaan lebih tajam terdapat pada dua pandangan berikut:
1. Para pendukung sinonimi menganggap bahwa sinonimi mengandung hikmah
yang luhur dari Allah yang dapat membantu manusia berbahasa dengan lebih
indah. Di sisi lain, bagi para penolak, sinonimi adalah hal yang biasa dalam
pembentukan bahasa dan tak mengandung keistimewaan sama sekali.
2. Pendukung sinonimi berpedoman kepada realitas bahasa yang ada, sementara
penolak sinonimi lebih memandang sinonimi secara logis atas dasar ilmu logika.
E. Lafazh Sinonim dalam Al-Qur’an
Berikut contoh lafazh-lafazh yang terkesan bersinonim dalam al-Qur’an,
diantaranya:
a) Khasyyah dan Khauf
‫هّٰللا‬
ِ ‫ص َل َويَ ْخ َشوْ نَ َربَّهُ ْم َويَخَافُوْ نَ س ُۤوْ َء ْال ِح َسا‬
﴾ ٢١ ۗ ‫ب‬ ِ َ‫﴿ َوالَّ ِذ ْينَ ي‬
َ ْ‫صلُوْ نَ َمٓا اَ َم َر ُ بِ ٖ ٓه اَ ْن يُّو‬
Artinya: “Orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk
disambungkan (seperti silaturahmi), takut kepada Tuhannya, dan takut (pula) pada
hisab yang buruk.” (QS. Ar-Ra’d: 21)
Kata khasyyah dan khauf hampir tidak berbeda pemahamannya secara
lughawi. Tetapi al-Qur’an memakai kata tersebut dalam konotasi yang berbeda.
Penggunaan kata khasyyah dalam al-Qur’an lebih mengacu pada perasaan takut yang
disertai hormat dan mengagungkankarena pada umumnya kata ini selalu dikaitkan
dengan perasaan takut kepada Allah. Walaupun seseorang itu mempunyai mental yang
kuat, sudah pasti dia tidak akan berdaya jika dikaitkan urusannya dengan Allah.
Sedangkan kata khawf berarti rasa takut yang wajar. Karena, rasa takut tersebut bisa
muncul akibat dari sebab yang jika dilakukan oleh seseorang. Seperti halnya rasa
takut pada siksa di akhirat kelak karena seorang tersebut sering melakukan dosa.
(Baidan, 2005: 317-318)
b) Kamal dan Tamam.

3
Nur Hizbullah, “Sinonimi dalam Bahasa Arab dan Al-Qur’an serta Problematika Penerjemahannya ke
dalam Bahasa Indonesia”, PROSIDING: Pembelajaran Bahasa & Sastra Arab dan Nilai-nilai Islam: Harapan
dan Kenyataan”,
﴾ ٣ ... ‫ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْينً ۗا‬ ُ ‫ اَ ْليَوْ َم اَ ْك َم ْل‬... ﴿
ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َو َا ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬
ُ ‫ضي‬
Artinya: “...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...” (QS. Al-
Maidah: 3)
Lafal kamal dan tamam pada ayat di atas sepintas lalu terkesan konotasi
keduanya sama, jika pada kata tamam pada awalnya tidak memakai “ ‫( ”و‬harf ‘athf)
yang menghubungkan kalimat akmaltu dengan atmamtu, karena pemakaian harf ‘athf
menunjukkan bahwa kedua kalimat tersebut mempunyai makna yang berbeda.
Dengan demikian timbul kesan bahwa antara ikmal dan itmam tidak bersinonim,
melainkan mempunyai konotasi yang berlainan. (Baidah, 2005: 320), Dalam kaitan
inilah Al-‘Asykari sebagaimana dikutip oleh al-Zarkasyi berkata: “al-kamal adalah
sebutan bagi suatu objek yang seluruh bagiannya telah berhimpun secara utuh, dan al-
tamam ialah nama bagi sub-sub bagian yang membentuk objek tersebut”. Dari itu
maka pemahaman ayat 3 surat al-Maidah tersebut ialah: Allah telah memberikan
agama yang sempurna lagi utuh dan nikmat yang sudah lengkap kepadamu. (al-
Zarkasyi,tt: 85).
c) Shirāt dan sabīl

ّ ٰ ‫ق بِ ُك ْم ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه ٰۗذلِ ُك ْم َو‬


‫ه لَ َعلَّ ُك ْم‬Dٖ Dِ‫ى ُك ْم ب‬D ‫ص‬ َ ‫ص َرا ِط ْي ُم ْستَقِ ْي ًما فَاتَّبِعُوْ هُ َۚواَل تَتَّبِعُوا ال ُّسب َُل فَتَفَ َّر‬
ِ ‫﴿ َواَ َّن ٰه َذا‬
﴾ ١٥٣ َ‫تَتَّقُوْ ن‬
Artinya: “Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu
Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-An’am: 153)
Ṣirâṭ dan sabîl, secara umum diartikan dengan jalan. Meskipun demikian,
ketika dipahami secara balaghah, keduanya memiliki perbedaan yang sangat
mendalam. Namun, perbedaan itu tidak menjadikan keduanya tidak ada keterkaitan,
melainkan satu dengan yang lainnya saling berhubungan, bahkan saling menguatkan.
Dalam a-Qur’an, kata ṣirâṭ disebut sebanyak 45 kali, yang semuanya dalam bentuk
tunggal. Sedangkan sabîl disebut sebanyak 176 kali, 166 kali dalam bentuk tunggal,
dan 10 di antaranya dalam bentuk jamak. Ṣirâṭ dengan kata yang mengirinya, selalu
dalam konteks kebaikan dan kebenaran. Berbeda dengan sabîl yang bisa dalam
konteks kebenaran maupun kebathilan. Kemudian, ṣirâṭ dan sabîl dapat dikategorikan
dalam beberapa konteks, seperti ketauhidan, keimanan, ketaqwaan, ibadah, ketetapan
dan hukum Tuhan, bahkan konteks sosial. Sehingga, ada banyak jalan bagi manusia
untuk mencapai kebenaran. Akan tetapi, meskipun demikian, jalan yang pasti benar
adalah ṣirâṭ al-mustaqim. Jadi, agar manusia tidak salah pilih atau bahkan tersesat,
maka harus bisa mencari ṣirâṭ al-mustaqim, yaitu jalan yang bisa mengantarkan
manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.4
Dari pendapat dan beberapa contoh diatas dapat disimpulkan bahwa sinonim
utuh dalam al-Qur’an itu tidak ada.

4
Mukhlisin, Analisis Makna Ṣirâṭ dan Sabîl Dalam Al-Qur’an (Studi Tematik Ayat-ayat Mutaraddifāt),
Skripsi (Semarang: Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo, 2015), h. 44.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa eksistensi sinonimi dalam al-
Qur’an diperdebatkan oleh para pakar dan terjadi silang pendapat tentang adanya
sinonimi dalam al-Quran. Penggunaan sinonim dalam ungkapan yang berbeda adalah
bukti keagungan dan mukjizat al-Quran. Apabila Al-Qur’an dibaca, maknanya akan jelas.
Tetapi bila dibaca sekali lagi, maka akan ditemukan pula makna-makna lain yang
berbeda dengan makna sebelumnya, demikian seterusnya, sampai-sampai anda (dapat)
menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam. Semuanya benar
atau mungkin benar. Ayat-ayat Al-Qur’an bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan
cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lain, dan tidak
mustahil, jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka dia akan melihat
lebih banyak dari apa yang anda lihat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang
mendalam terhadap konteks ayat dan berbagai macam instrumen keilmuan ilmu tafsir al-
Quran terhadap semantika sinonim dan antonim dalam al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlisin, “Analisis Makna Ṣirâṭ dan Sabîl Dalam Al-Qur’an (Studi Tematik Ayat-ayat
Mutaraddifāt).” Skripsi. Semarang: Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo, 2015.
Nur Hizbullah, “Sinonimi dalam Bahasa Arab dan Al-Qur’an serta Problematika
Penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia.” PROSIDING: Pembelajaran
Bahasa & Sastra Arab dan Nilai-nilai Islam: Harapan dan Kenyataan” Jilid II.
Bandung: 2016.
Ubaid Ridho. ”Sinonim dan Dalam Al-Qur’an.” Jurnal Al-Bayan. Vol. 9 No. 2,
Desember 2017.
Rofiq Nurhadi. “Pro Kontra Sinonimi Dalam Al-Qur’an.” Jurnal Bahtera-Jurnal
Pendidikan Bahasa Sastra dan Budaya. Vol. 4, No. 2, 2015.

Anda mungkin juga menyukai