Makalah Aliran-Aliran Pendidikan
Makalah Aliran-Aliran Pendidikan
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari dahulu hingga sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling
penting untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik, dan masalah
sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari faktor pembawaan dan lingkungan.
Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah untuk di jelaskan
sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit.
Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi
dan lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban,
tentang perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan
ataukah lingkungan. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat
dari aliran-aliran pendidikan, di antaranya aliran nativisme, naturalisme,
empirisme dan konvergensi, serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek
pendidikan di Indonesia.
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia karena
setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya
yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam
berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan telah dimulai dari zaman yunani kuno sampai sekarang.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana Aliran-aliran dalam pendidikan?
2. Apa saja gerakan baru pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan di
Indonesia ?
C. TUJUAN
Tujuan pembahasan yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aliran-aliran pendidikan.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Kependidikan
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam
pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang
filsuf berkebangsaan Jerman. Aliran ini berpandangan bahwa yang
mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan
atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup
lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat keturunan atau pembawaaan manusia.
Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang
sia-sia. Karena pandangan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan
disebut “Pesimesme pedagogis.” Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-
sifat atau ciri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi
dari orang tuanya. Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau
potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang selama perkembangannya bisa
direalisasikan atau pengertian ini bisa disamakan dengan bakat (anleg). Omar
Muhammad Al-Toumi Al-Syaibani menyebutkan keturunan atau pembawaan
sebagai ciri dan sifat-sifat yang diwarisi dari orang tuanya. Sifat-sifat tersebut
dibagi tiga macam:
a. Sifat-sifat tubuh (Jasmani), seperti warna kulit, warna mata, ukuran tubuh,
bentuk kepala, wajah, rambut dan lain-lain.
b. Sifat-sifat akal, seperti cerdas, pandai, bebal, bodoh dan lain-lain.
c. Sifat-sifat akhlak atau moral, seperti perilaku baik, perilaku jahat, pemberani,
pemarah, pemaaf, penyabar, penolong, beriman dan bertaqwa, dan lain-lain.
2
2. Naturalisme
Hampir sama dengan aliran nativisime adalah aliran naturalisme. Nature
artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada
dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan
kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh
lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan
terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek
akan berakibat manusia menjadi jelek juga.
J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan “semua anak adalah baik
pada dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia
mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan
alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut
alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya.
Dalam konteks pembentukan moral siswa, maka menurut aliran nativisme,
moral seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri sesuai dengan sifat-sifat
pembawaan yang ada sejak manusia lahir, dan pendidikan tidak mempunyai peran
dalam membentuk moral siswa.
3. Aliran Emperisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam
nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi
perkembangan manusia, maka dalam emperisme yang mempengaruhi
perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya.
Tokoh utama aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704) dengan gagasan
awalnya mendirikan “The school of british empiricism” (aliran emperisme
Inggris). Sekalilpun aliran ini bermarkas di Inggris, tetapi pengaruhnya sampai ke
Amerika Serikat sehingga melahirkan aliran “environmental psychology”
(Psikologi lingkungan, 1988).
Sartain (Seorang ahli psikologi Amerika) menyebutkan bahwa yang
dimaksud lingkungan adalah semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-
cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Kemudian dia membagi lingkungan menjadi tiga bagian; lingkungan
3
alam atau luar (external environment), lingkungan dalam (internal environment)
dan lingkungan sosial (social environment).
Aliran ini juga mendapat dukungan dari kaum behavioris, salah satu tokoh
tulen behavioris Waston berkata “Berilah saya sejumlah anak yang baik keadaan
badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang
mana dapat saya jadikan dokter, seorang pedagang, seorang ahli hukum, atau jika
memang dikehendaki, menjadi seorang pengemis atau seorang pencuri”.
Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan
dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan
manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan
lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan
dikenal dengan “optimisme pedagogis”.
Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori
“tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran
kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting
pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia
tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan
pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir
seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-
apa. Hendak menjadi apa anak kelak tergantung pada pengalaman atau lingkungan
yang mendidiknya.
4
4. Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan
antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk
mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek
lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-
1938).
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak
hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman dan pendidikan saja, tetapi juga
mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan
lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai
arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi
lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa
adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai
dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama
mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
Keterkaitan peran antara keturunan dan lingkungan dapat diumpamakan
dengan menyemai benih tanaman yang bagus, jika ingin menghasilkan tanaman
yang bagus, maka harus disemai di lahan yang subur. Seandainya benih tersebut
disemai di tanah yang tidak cocok atau tandus, maka hasilnya tidak akan sesuai
harapan. Demikian pula sebaliknya sesubur apapun tanahnya, jika benih yang
ditanam tidak bagus maka hasilnya pun tentu kurang bagus.
Dalam hal ini yang berbeda mungkin tingkat dominasi tingkat pengaruh
keturunan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia. Pengaruh kedua faktor
ini juga berbeda melihat umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Faktor
keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi. Faktor keturunan
berkembang sebelum terjadinya interaksi sosial serta adanya pengalaman-
pengalaman baru. Sebaliknya faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila
manusia meningkat dewasa. Karena waktu itu ruang gerak untuk melakukan
interaksi dengan lingkungan sosial dan pengalaman-pengalaman hidup semakin
luas terbuka.
Di samping itu faktor pembawaan (tabi’at) yang diwarisi sejak manusia
lahir juga menentukan tingkat penerimaan dalam perubahan moral. Perbedaan
5
penerimaan perubahan ini dapat kita saksikan khususnya pada anak-anak. Anak-
anak biasanya tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar karakter yang
dimilikinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana tingkat penerimaan mereka
terhadap perbaikan karakter, Ada sebagian anak yang dengan mudah menerima
proses perubahan atau perbaikan tetapi sering kita saksikan pula banyak anak
yang enggan menerima perbaikan karakter itu. Sikap mereka ada yang keras dan
ada yang malu-malu.
6
3. Sekolah kerja
Menurut J.A Comenius (1592-1670) gerakan sekolah kerja menekankan
agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan
(keterampilan kerja tangan). Selain itu menurut J.H Pestalozzi (1746-1827)
mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran disekolahnya.
4. Pengajaran Proyek
Menurut John Dewey (1859-1952) mengemukakan bahwa pendidikan
adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan untuk
kehidupan masa depan. Dalam pengajaran ini, anak bebas menentukan pilihannya
(terhadap pekerjaan), merancang serta memimpinnya.
7
1) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (Zelf
Besschikkingsrecht ) dengan mengingat terbitnya persatuan dalam peri
kehidupan umum.
2) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam
arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
3) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
4) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada
seluruh rakyat.
5) Hidup dengan kekuatan sendiri
6) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak
harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan (Zelfbegrotings-
system).
7) Berhamba pada anak didik
Dalam perkembangan selanjutnya Taman siswa melengkapi “Asas 1922”
tersebut dengan “Dasar-dasar 1947“ yang disebut pula “Panca Dharma“ yaitu:
1. Asas Kemerdekaan
2. Asas Kodrat Alam
3. Asas Kebudayaan
4. Asas Kebangsaan
5. Asas Kemanusiaan
Tujuan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa adalah:
a. Sebagai Badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib
dan damai.
b. Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta
manusia pada umumnya.
b. Upaya-upaya pendidikan yang dilakukan Taman siswa
Di lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuannya Taman Siswa
berusaha dengan jalan sebagai berkut:
a. Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat
dasar sampai tingkat tinggi.
b. Mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa.
8
c. Menumbuhkan lingkungan hidup keluraga Taman Siswa, sehingga dapat
tampak wujud masyarakat Taman Siswa yang dicita-citakan.
d. Meluaskan kehidupan ke Taman Siswa-an di luar lingkungan masyarakat
perguruan.
e. Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar
dan hidup Taman Siswa
f. Menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat dalam
bentuk-bentuk badan social, Usaha-usaha pembentukan kesatuan hidup
kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia, usaha pendidikan kader
pembangunan.
g. Mengusahakan terbentuknya pusat – pusat kegiatan kemasyarakatan dalam
berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat.
c. Hasil-hasil yang dicapai
Berbagai hal seperti pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga-
lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai dengan Sarjana Wiyata, dan
sejumlah besar alumni perguruan. Ketiga pencapaian itu merupakan pencapaian
sebagai suatu yayasan pendidikan.
9
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kerakyatan, kebangsaan, gabungan
antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan, percaya pada diri sendiri juga pada
Tuhan, berakhlak (bersusila) setinggi mungkin, bertanggung jawab akan
keselamatan nusa dan bangsa, berjiwa aktif positif, mempunyai daya cipta, cerdas,
logis dan rasional, berperasaan tajam, halus dan estetis, gigih atau ulet yang sehat,
correct atau tepat, emosional atau terharu, jasmani sehat dan kuat, cakap
berbahasa, sanggup hidup sederhana, sanggup mengerjakan sesuatu pekerjaan,
sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional, waktu mengajar para guru
menjadi objek dan murid sebagai subjek, para guru mencontohkan pelajaran-
pelajarannya, diusahakan agar pelajar mempunyai darah ksatria, mempunyai jiwa
konsentrasi, pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha, menepati janji, sebelum
pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya dulu sebaik-baiknya, kewajiban
harus dipenuhi, hemat.
Tujuan Ruang Pendidik INS kayu Tanam adalah :
1. Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
4. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan
10
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena
setiap kelompok manusia diharapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuannya didalam berbagai
kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang
pendidikan dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu, kajian
ini dibatasi hanya pada beberapa rumpun aliran klasik dilanjutkan dengan
beberapa gerakan baru yang pengaruhnya masih terasa hingga kini, dan akhirnya
dua tonggak penting pemikiran pendidikan di Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
12