Anda di halaman 1dari 38

Kasus Ujian

SEORANG PEREMPUAN 46 TAHUN DENGAN


KARSINOMA MAMMAE SINISTRA INVASIF T4bN3cM0

Disusun oleh :
Aniki Puspita G99152030
Jea Ayu Yogatama G99162073

Pembimbing :

dr. Henky Agung Nugroho, Sp.B(K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PASIEN

I. Anamnesis
A. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01362xxx
Alamat : Sobo Mijil RT/RW 01/05 Kismantoro , Kismantoro
Wonogiri Jawa Tengah
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
MRS : 29 Juni 2017
Tanggal Periksa : 6 Juli 2017

B. KeluhanUtama
Benjolan di payudara sebelah kiri

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSDM dengan keluhan benjolan di payudara


sebelah kiri sebesar telur angsa yang telah dirasakan sejak ± 6 bulan
yang lalu. Benjolan keras, tidak dapat digerakkan dan terasa nyeri. Nyeri
dirasakan hilang timbul, semakin berat ketika sedang kelelahan. Tidak
ada nanah yang keluar dari puting. Pasien juga mengeluh terdapat
benjolan di ketiak dan di leher. Tidak ada edema lengan. Keluhan sesak
napas disangkal, sakit kepala hebat disangkal, mual muntah disangkal,
sakit punggung dan tulang disangkal, batuk kronis disangkal, nyeri perut
disangkal. Pasien mengaku pakaiannya semakin longgar namun tidak
pernah menimbang berat badan.
Kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluhkan adanya
benjolan sebesar kelereng di payudara sebelah kiri. Awalnya benjolan
tidak nyeri dan dapat digerakkan. Karena dirasa tidak mengganggu
pasien tidak mengobatinya. Benjolan semakin membesar dan pasien
mulai merasa terganggu dengan adanya benjolan tersebut pada bulan
Desember 2016. Pasien melakukan pemeriksaan ke RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri, disarankan untuk dilakukan USG Mammae
dan didapatkan hasil peradangan di kelenjar payudara. Karena
keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi. Pada bulan
Januari 2017 pasien melakukan operasi pengambilan sebagian kelenjar
payudara di RS Dr. Moewardi untuk dilakukan pemeriksaan apakah
benjolan jinak atau ganas. Selanjutnya pasien menjalani pengobatan
kemoterapi Xelloda selama 5 bulan dari bulan Januari hingga Mei 2017.
Pasien saat ini berusia 59 tahun dan memiliki 2 orang anak.
Riwayat melahirkan anak pertama saat usia 19 tahun dan menyusui
sebanyak 2 kali selama 2 tahun. Riwayat menstruasi pertama pasien saat
usia 12 tahun. Pasien pernah menggunakan kontrasepsi KB suntik 3
bulan sekali. Pada keluarga pasien tidak ditemukan adanya keluhan
serupa.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : (+) pada bulan Januari 2017
Riwayat operasi : (+) biopsi payudara
Riwayat radiasi : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat kanker ovarium : disangkal
F. Riwayat kebiasaan
Makan Pasien mengaku makan 3 kali sehari. porsi untuk
sekali makan + 10-12 sendok makan dengan
dengan lauk tahu, tempe, telur, daging dan sayur.
Nafsu makan baik
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Minum jamu Disangkal
Obat bebas Disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai petani. Pasien tinggal bersama suami, anak,
dan cucunya. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

II. ANAMNESIS SISTEMIK

Kepala : pusing (-), nyeri kepala (-)


Mata : pandangan kabur (-/-), bengkak (-/-), mata merah (-/-)
Hidung : pilek (-), hidung tersumbat (-), keluar darah (-)
Pipi : bengkak (-/-), nyeri (-/-)
Telinga :pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan(-/-),
berdenging (-/-)
Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi
berdarah (-), bibir pecah-
pecah (-), mulut berdarah (-), mulut terasa pedih (-), bibir
bengkak (-)
Tenggorokan : sakit telan (-)
Payudara : benjolan (+) di payudara kiri sebesar telur angsa,
nyeri (+), keluar darah (-), puting tertarik (-), kulit
payudara seperti jeruk (-), luka (+) pada benjolan,
benjolan di ketiak (+) kiri, benjolan di leher (+) kiri.
Respirasi :nyeri saat bernafas (-), sesak (-), dada terasa ampeg (-),
batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Kardiovaskular :nyeri dada berat secara tiba-tiba (-), berdebar-debar (-),
pingsan (-), kaki
bengkak (-), keringat dingin (-), lemas (-)
Gastrointestinal :mual (-), muntah (-), perut terasa panas (-), kembung (-),
sebah (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB
sulit (-), perut buncit (-)
Genitourinaria :BAK warna kuning jernih (+), nyeri saat BAK (-), BAK
berpasir (-), nyeri pinggang (-)
Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
Ekstremitas
Atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), terasa dingin (-/-)
Bawah : luka (-/-), pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), terasa
dingin (-/-)

I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : compos mentis, E4V5M6, tampak sakit sedang,
kesan gizi cukup
b. Vital sign :
TD : 100/60 mmHg
N : 84 x/menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
T : 36,8o C per aksilar

B. General Survey
a. Kulit : Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : mesocephal
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-),
reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 3 mm/3 mm
d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-).
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-).
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
g. Leher : JVP R+2 cmH2O, pembesaran tiroid (-), lihat status
lokalis
h. Thorak : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris pembesaran limfonodi mamaria interna (-), lihat
status lokalis
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, regular, bising (-)
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-), roki basah kasar (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, perut distended
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar lien ginjal tidak teraba
l. Genitourinaria : BAK normal, Nyeri ketok costo vertebra (-)
m. Ekstremitas : CRT < 2 detik
Akral dingin Edema - -
- -
Status Lokalis
a. Regio Mammae : Kesan tampak asimetris

Dekstra :
Inspeksi : retraksi (-), warna kulit berubah (-), peau d orange (-),
sekret (-), ulkus (-)
Palpasi : teraba benjolan (-), nyeri tekan (-) massa (-)
Sinistra :
Inspeksi : tampak benjolan (+), bekas luka operasi (+), scar (+), warna
kulit berubah (+) sekitar areola, peau d orange(+), sekret (-).
Palpasi : teraba massa di mammae sinistra dengan ukuran 20x15x5 cm,
konsistensi keras, permukaan tidak berbenjol-benjol, batas
tidak tegas, melekat pada dinding dada, terfiksir, tunggal, nyeri
tekan (+)

b. Kelenjar getah bening :


Axilla kiri : teraba massa dengan ukuran 2x1x1 cm, konsistensi keras,
permukaan tidak berbenjol-benjol, batas tegas, terfiksir,
tunggal, nyeri tekan (+)
Supraclavicula kiri : teraba massa, ukuran 1x1x1 cm, konsistensi keras,
permukaan tidak berbenjol-benjol, batas tegas, terfiksir, tunggal
nyeri tekan (+), nyeri tekan (-)

c. Regio Colli
Palpasi : pembesaran limfonodi leher setinggi level IV (+) kiri dengan
ukuran 1x1x1 cm, konsistensi keras, permukaan tidak berbenjol-
benjol, batas tegas, terfiksir, tunggal nyeri tekan (+)

II. ASSESMENT I
Tumor Mammae Sinistra suspek maligna T4bN3cM0

III. PLAN I
1. Infus Ringer Laktat 1500 cc/24 jam
2. Injeksi metamizol 1 gr/8 jam
3. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam
4. Cek laboratorium darah
5. Foto rontgen thorax PA
6. USG mammae
7. USG abdomen

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium darah 9 Juli 2017 (RSUD Moewardi)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hemoglobin 13,5 g/dL 12,0 – 15,6
Hematokrit 40 % 33 – 45
Leukosit 4,5 Ribu/µl 4,5 – 11,0
Trombosit 227 Ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 3,66 Juta/µl 3,8 – 5,8
Golongan Darah B
PT 13,2 Detik 10,0 – 15,0
APTT 25,3 Detik 20,0 – 40,0
GDS 145 Mg/dL 60 – 140
SGOT 26 u/L < 31
SGPT 15 u/L < 34
Creatinin 0,6 Mg/dL 0,6 – 1,1
Ureum 17 Mg/dL < 50
HBsAg Non-reactive Non-reactive

b. Pemeriksaan USG Mammae (RSUD Moewardi, 07 Juni 2017)


Hasil : Massa solid batas tegas tepi ireguler ukuran >7,4 x 4,8 cm di
proyeksi hampir memenuhi kuadran mammae kiri yang pada CDFI
tampak peningkatan vascular
Tampak limfadenopati pada axilla kiri ukuran 2,27 cm x 1,37 cm

c. Pemeriksaan USG Abdomen (RSUD Moewardi, 07 Juni 2017)


Hasil : Tak tampak intraabdominal metastase
Hepar/ GB/Lien/ Pankreas/Kedua Ginjal /Bladder/Uterus tak
tampak kelainan.

d. Pemeriksaan Foto Thorak (RSUD Moewardi, 07 Juni 2017)


Hasil : Tak tampak gambaran pulmonal dan bone metastase

e. Pemeriksaan Patologi Anatomi ( 4 Januari 2017)


Makroskopis : diterima jaringan pecah belah dilapisi kulit 0,5 cc, coklat,
cetak semua
Mikroskopis : jaringan mammae dengan tumor rpithel ductud, padat,
lobular, dan infiltrative. Sel-sel atipi, polimorfi, dengan
infiltrate limfosit. Mitosis dijumpai
Diagnosis PA : invasive carcinoma

V. ASSESSMENT
Karsinoma mammae invasive T4bN3cMo

VI. PLAN
Pro modified radical mastectomy

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari
dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah
atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas
medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga
dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus
anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas
sampai ke aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki
suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial
aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan secara normal di bawah
fascia sebelah dalam. 1

Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1

Gambar 1.4. Topografi aksila


(Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar
daripada yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan
secara bebas dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya
adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy
payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu,
sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang
retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik. Lobus-lobus
parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi
dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti
jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari
duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena
itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian
duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari
duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse .
Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus
laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk
menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita
jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan
dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel
ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi
ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy subkutan yang
ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper
akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari
kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler
yang disebut peau d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan
subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak menghasilkan
gambaran cekungan dari kulit. 1
Gambar 1.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper
pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan
oleh tangan pemeriksa. 1

Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.
axillaries, dan A. intercostal.

Gambar 1.6. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal
thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari
A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya. 1

Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5


mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica,
terletak di medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1
atau 2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari
iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena intercostalis
berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena
cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai
paru-paru. Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf
pusat.1

Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan
yang bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.

Gambar 1.8. Kelenjar getah bening aksila dan


payudara menurut klasifikasi dari
Haagensen (kiri). Aliran limfatik
1
mammae (kanan).

Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).


1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior
pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di
bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran
lateral thoracic artery pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola
terdapat perluasan jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan
subareolar plexus of Sappey.
Gambar 1.9. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan
oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of
vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3.
Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary
nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.

Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah


subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh
limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening
yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena
ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan
intercostobrachial nerve, cabang kutaneus lateral dari second atau third
thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot
pektoralis mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok
KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M.
pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar
kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral
vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan
kaudal dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral
surfaces of the medial part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada
fascia pectoralis. KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit
mammae kontralateral, hati, diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus
abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak
dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus
thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek
daripada rute aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular,
cervical, atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan
metastasis jauh (M1). Yang termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB
sepanjang vena aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam
beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis
minor dan KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis
minor termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical.
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.

Gambar 1.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level
II meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak di bawah M.
Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa kelenjar getah bening yang
terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi
sternum dalam fascia endothoracica.

Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.

Gambar 1.11. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy

B. ETIOLOGI (FAKTOR RISIKO)


Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih
sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4
:
1. Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat
seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker
payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul
sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause
atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif,
derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah.
2. Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang
lainnya.
3. Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih
tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia
40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari
keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
4. Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical
hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
5. Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen
lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum,
gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly
differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-
2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well
differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang
memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung
untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
6. Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya
paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang
meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum
usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55
tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi
akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi
efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak
pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan
menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau mengkonsumsi
estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko
kanker.
7. Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
8. Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk
payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker
payudara akan meningkat di kemudian hari.
9. Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih
padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
10. Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi
androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan
kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang.
11. Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan
membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
12. Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena
alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi
banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar
estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

C. KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai
kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada
hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada
mammografi.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu
sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel
normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk
tak beraturan.
A B

Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang
melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,
Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
a. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan
pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari
papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus.
Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma
in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif.
Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang
identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker
ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells)
dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi
lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung
penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.

b. Invasive ductal carcinoma


1) Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
(80%)
Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang,
tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian
tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul
dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
2) Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker
payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif
dan merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan
dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan
bilateral.
3) Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe
khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker
payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang
besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen
musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik.
4) Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering
menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan
frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year
survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
5) Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode
awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.
6) Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker
payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti
yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan
khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma,
yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma).
Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

STAGING 6
D.
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

Tumor Primer (T)


  TX Tumor primer tidak dapat dinilai
  T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
  Tis Carcinoma in situ
  Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
  Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
  Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's
disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran
tumor)
  T1 Tumor ≤ 2 cm
  T1mic Microinvasion ≤ 0.1
  T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tid
  T1bk lebih Tumor > 0.5 cm
dari 0.5 cm

  T1ctetapi Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm


tidak lebih
dari 1 cm

  T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm


  T3 Tumor > 5 cm
  T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau
kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
  T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
  T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
  T4c Kriteria T4a dan T4b
  T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N) 
  NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
  N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
  N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
  N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral
  N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
  N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB
aksilla ipsilateral
  N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary
ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
  N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
  N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
  N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN) 
  pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
  pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan
  tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC)
diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm,
biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau
metode molekuler
  pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
  pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
  pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (-) (RT-PCR)
  pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
  pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak
  pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
  pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
  pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis
melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak 
  pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
  pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
  pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
  pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
  pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis
ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis
ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
  pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis
ke KGB infraklavikula
  pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke
KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan
mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak
secara klinis
  pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M) 
  MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
  M0 Tidak terdapat metastasis jauh
  M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings

Stage 0   Tis N0 M0
a
Stage I  T1 N0 M0
Stage IIA  T0 N1 M0
  T1a N1 M0
  T2 N0 M0
Stage IIB  T2 N1 M0
  T3 N0 M0
Stage IIIA  T0 N2 M0
a
  T1 N2 M0
  T2 N2 M0
  T3 N1 M0
  T3 N2 M0
Stage IIIB  T4 N0 M0
  T4 N1 M0
  T4 N2 M0
Stage IIIC  Any T N3 M0
Stage IV  Any T Any N M1

a
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.

E. DIAGNOSIS
Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri.
Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di
kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat
menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati,
paru-paru, dan otak.4
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan
pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan
pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau
eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan
muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki
gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan
kelainan yang bersifat jinak.6

Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang
teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,
konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.6
Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun
disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas
screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap
karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan
skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada
pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas
yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan,
tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.6
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.7
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak
akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi
FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan
sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di
klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila
tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan
gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa
payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. 6

F. SKRINING
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society 4 :
 Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram
secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap
tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri
mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI
dan mammogram setiap tahun.
 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan
MRI atau tidak.
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.
 Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah
melakukan pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-
Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama
memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
 Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia
(ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram
G. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif
diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis
jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.7
Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari
reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi
dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi
tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental,
lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat
ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae
invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi
dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada
kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi
yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status
reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.
Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih
pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika
sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak
dilakukan.7
2. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis
mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I
dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis
minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified
radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian
lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3
cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi
tersering dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua
kasus. Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi
dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang
dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan
kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan
sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya
dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB
aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas
merupakan faktor-faktor predisposisi. 6

Terapi secara medikalis (non-pembedahan)


1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma
mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy,
radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga
dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana
resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan
pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.6
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada
karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran
kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai
1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak
menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat
kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor
hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan
cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan
NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified
radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin
diikuti terapi radiasi. 6
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan
apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti
mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi
radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan
digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut,
sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 6
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.
Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan
lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol,
tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara.
Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan
karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan
tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada
pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah
karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5
tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita
dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih
sebagai terapi awal.6

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu


Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae
yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk
tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu
pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin
menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan
overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin
dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi
adjuvan.

H. Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae
antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan,
epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year
survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada
stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. 6

BAB III
KESIMPULAN
1. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
rutin payudara.
2. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold
standard diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik

DAFTAR PUSTAKA

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.


2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara.
Medika; Januari 2000. Jakarta.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD.

Anda mungkin juga menyukai