Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Mekanika Fluida


Fluida adalah zat yang dapat mengalir. Kata Fluida mencakup zat car, air dan
gas karena kedua zat ini dapat mengalir, sebaliknya batu dan benda-benda keras atau
seluruh zat padat tidak digolongkan kedalam fluida karena tidak bisa mengalir. Susu,
minyak pelumas, dan air merupakan contoh zat cair. Dan semua zat cair itu dapat
dikelompokkan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir dari satu tempat
ke tempat yang lain. Selain zat cair, zat gas juga termasuk fluida. Zat gas juga dapat
mengalir dari satu satu tempat ke tempat lain. Hembusan angin merupakan contoh
udara yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Fluida merupakan salah satu
aspek yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari manusia menghirupnya,
meminumnya, terapung atau tenggelam di dalamnya. Setiap hari pesawat udara
terbang melaluinya dan kapal laut mengapung di atasnya. Demikian juga kapal selam
dapat mengapung atau melayang didalamnya. Air yang diminum dan udara yang
dihirup juga bersirkulasi di dalam tubuh manusia setiap saat meskipun sering tidak
disadari (Abidin dkk, 2013).
Mekanika adalah cabang ilmu yang menelaah hal-hal yang berkaitan dengan
gaya dan gerakan. Fluida adalah zat yang berada dalam keadaan cair (liquid) dan gas.
Zat cair adalah zat yang untuk jumlah massa tertentu akan memiliki volume tertentu
yang tidak tergantung pada bentuk benda dimana zat cair tersebut ditempatkan.
Mekanika fluida merupakan ilmu yang mempelajari keseimbangan dan gerakan zat
cair maupun gas, serta gaya tarik dengan benda-benda disekitarnya atau yang dilalui
saat mengalir. Fluida adalah zat yang dapat bergerak ketika dikenai gaya. Fluida
dapat berubah bentuk dan bersifat tidak permanen. Fluida membentuk berbagai jenis
benda padat sesuai dengan bentuk benda yang dilewatinya. Zat cair terdiri atas
molekul-molekul tetap dan rapat dengan gaya kohesif yang relatif kuat, sehingga
cenderung mempertahankan volumenya dan akan membentuk permukaan bebas yang
rata dalam medan gravitasi. Sebaliknya gas, karena terdiri dari molekul-molekul
yang tidak rapat dengan gaya kohesif yang cukup kecil (dapat diabaikan). Sehingga
volume gas dapat memuai dengan bebas dan terus berubah. Secara mekanis,
sebuah fluida adalah suatu substansi yang tidak mampu menahan tekanan tangensial.
Hal ini menyebabkan fluida pada keadaan diamnya berbentuk mengikuti bentuk
wadahnya (Al-Shemmeri, 2012).
Istilah fluida sendiri di dalam mekanika fluida adalah zat yang yang akan
berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh tegangan geser. Tegangan geser
terjadi apabila ada gaya tangensial pada sebuah permukaan. Secara umum fluida
dibagi dua, yaitu fluida statik dan fluida dinamik. Fluida statik adalah fluida yang
diam atau tegangan gesernya nol, atau tidak bergerak, sedangkan fluida dinamik
adalah fluida yang bergerak atau tegangan gesernya tidak nol (Waspodo, 2017).

2.2 Jenis-Jenis Aliran Fluida


Pada dasarnya aliran fluida dapat dibedakan atas dua jenis yaitu aliran dalam
saluran adalah aliran yang dibatasi oleh permukaan-permukaan keras, dan aliran
sekitar benda yang dikelilingi oleh fluida yang selanjutnya tidak terbatas. Aliran
fluida terbagi berdasarkan beberapa kategori, diantaranya berdasarkan sifat
pergerakannya adalah :
2.2.1 Uniform Flow
Uniform flow merupakan aliran fluida yang terjadi dimana besar dan arah dari
vektor-vektor kecepatan konstan dari suatu titik ke titik selanjutnya pada aliran fluida
tersebut (Waspodo, 2017).

2.2.2 Non Uniform Flow


Non Uniform flow aliran yang terjadi dimana besar dan arah vektor-vektor
kecepatan fluida selalu berubah terhadap lintasan aliran fluida tersebut, hal ini terjadi
apabila luas penampang medium fluida juga berubah (Waspodo, 2017).

2.2.3 Steady Flow


Steady Flow merupakan aliran yang terjadi apabila kecepatannya tidak
dipengaruhi oleh waktu, sehingga kecepatannya konstan pada setiap titik pada aliran
tersebut (Waspodo, 2017).
2.2.4 Non Steady Flow
Non Steady Flow merupakan aliran yang terjadi apabila ada suatu perubahan
kecepatan aliran tersebut terhadap perubahan waktu. Berdasarkan pengaruh tekanan
terhadap volume, fluida dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1) Fluida tak termampatkan (incompressible) Pada kondisi ini fluida tidak
mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan.
2) Fluida termampatkan (compressible) pada keadaan ini, fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan. Fluida dapat juga
dibedakan berdasarkan kekentalannya, yaitu fluida nyata (viscous fluid)
dan fluida ideal (nonviscous fluid). Fluida nyata adalah fluida yang memiliki
kekentalan, fluida ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari contohnya
air dan udara. Sedangkan fluida ideal, tidak ada dalam kehidupan sehari-hari
dan hanya dipakai dalam teori dan kondisi-kondisi khusus saja. Dalam keadaan
aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan
geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian-kerugian
aliran (Waspodo, 2017).

2.3 Sifat-Sifat Aliran Fluida


Semua fluida nyata (gas dan zat cair) memiliki sifat-sifat khusus yang dapat di
ketahui di antaranya sebagai berikut :
2.3.1 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds aliran digunakan untuk menunjukkan sifat utama aliran,
yaitu apakah aliran adalah laminar, turbulen, atau transisi serta letaknya pada skala
yang menuujukkan pentingnya secara relatif kecenderungan turbulen berbanding
dengan laminar. Reynolds menyimpulkan bahwa aliran-aliran tersebut akan serupa
secara dinamik jika persamaan-persamaan diferensial umum yang menggambarkan
aliran-aliran tersebut identik (Waspodo, 2017).

v. D. ρ
Re = . . . . Pers (2.1)
μ
Keterangan :
Re = Bilangan Reynolds
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
ρ = Massa jenis (kg/m 3 )
µ = Viskositas dinamis (N.s/m 3 )
Pada fluida air, suatu aliran diklasifikasikan laminar apabila aliran tersebut
mempunyai bilangan Reynolds (Re) kurang dari 2300. Untuk aliran transisi berada
pada bilangan 2300 < Re < 4000, disebut juga sebagai bilangan Reynolds kritis.
Sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai bilangan Reynolds lebih dari
4000 (Waspodo, 2017).

2.3.2 Rapat Jenis (Density)


Rapat jenis atau density (r) adalah ukuran konsentrasi suatu zat dan dinyatakan
dalam satuan massa per satuan volume. Besar nilai rapat jenis dipengaruhi oleh
temperatur, semakin tinggi temperatur maka kerapatan fluida akan berkurang
dikarenakan gaya kohesi dari molekul-molekul fluida menjadi berkurang.
Hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut (Waspodo, 2017).

dm
ρ = . . . . Pers (2.2)
dV

Keterangan :
ρ = Rapat jenis (kg/m3)
m = Massa fluida (kg)
V = Volume aliran fluida (m3)

2.3.3 Kekentalan (Viskositas)


Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik
dengan tekanan maupun tegangan. Sederhananya, semakin rendah viskositas suatu
fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut. Viskositas menjelaskan
ketahanan internal fluida untuk mengalir dan mungkin dapat dipikirkan sebagai
pengukuran dari pergeseran fluida. Sebagai contoh, viskositas yang tinggi dari
magmaakan menciptakan statovolcano yang tinggi dan curam, karena tidak dapat
mengalir terlalu jauh sebelum mendingin, sedangkan yang lebih rendah dari
lavaakan menciptakan volcano yang rendah dan lebar.
Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, kohesi dan laju perpindahan
momentum molekulernya. Viskositas zat cair cenderung menurun dengan seiring
bertambahnya kenaikan temperatur hal ini disebabkan gaya -gaya kohesi pada zat
cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya
temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair
tersebut. Viskositas dibedakan atas dua macam, yaitu viskositas kinematik dan
viskositas dinamik atau viskositas mutlak.

Tabel 2.1 Kinematik Berdasarkan Suhu

Temperatur Kinematik Temperatur Kinematik


No. (ºC) (m2/s) (ºC) (m2/s)
1 2 3 4
-6
1 0 1,793 × 10 24 0,911 × 10-6
2 1 1,732 × 10-6 25 0,893 × 10-6
3 2 1,674 × 10-6 26 0,873 × 10-6
4 3 1,619 × 10-6 27 0,854 × 10-6
5 4 1,560 × 10-6 28 0,836 × 10-6
6 5 1,520 × 10-6 29 0,818 × 10-6
7 6 1,474 × 10-6 30 0,802 × 10-6
8 7 1,424 × 10-6 31 0,785 × 10-6
9 8 1,386 × 10-6 32 0,769 × 10-6
10 9 1,346 × 10-6 33 0,753 × 10-6
11 10 1,307 × 10-6 34 0,738 × 10-6
12 11 1,270 × 10-6 35 0,724 × 10-6
13 12 1,235 × 10-6 36 0,711 × 10-6
14 13 1,201 × 10-6 37 0,697 × 10-6
15 14 1,169 × 10-6 38 0,684 × 10-6
(Sumber : Waspodo, 2017)

2.3.4 Debit Aliran Fluida


Debit aliran fluida merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung
kecepatan aliran fluida, yaitu sebagai berikut (Waspodo, 2017).

V
Q = . . . . Pers (2.3)
t

Kemudian dari persamaan kontinuitas akan didapat :

1 . . . . Pers (2.4)
A = π D2
4
Maka kecepatan aliran dalam suatu penampang adalah:

Q . . . . Pers (2.5)
v=
A
atau
Q . . . . Pers (2.6)
v=
1
π D2
4
Keterangan :

Q = Debit aliran (m3/s)


V = Volume fluida (m3)
t = Waktu (s)
A = Luas penampang aliran (m2)
D = Diameter pipa (m)
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)

2.3.5 Fluida Newtonian dan Fluida Non-Newtonian


Fluida berdasarkan tegangan geser yang dihasilkan dibagi menjadi dua macam
yaitu fluida newtonian dan fluida non-newtonian. Fluida newtonian merupakan fluida
yang memiliki hubungan linear antara rate of share dan besarnya tegangan geser
yang terjadi pada permukaan dinding pipa dan laju perubahan bentuk yang terjadi.
Dapat diartikan bahwa dinamik fluida konstan. Sedangkan fluida non-newtonian
merupakan fluida yang memiliki hubungan tidak linear antara tegangan geser yang
terjadi dan laju perubahan bentuknya. Umumnya zat cair yang encer dan gas
merupakan jenis fluida yang bersifat newtonian, sedangkan suatu zat hidrokarbon
yang berantai panjang dan kental bersifat non-newtonian. Sementara suatu zat
tiksotropik mempunyai yang tergantung pada perubahan zat langsung sebelumnya
dan memiliki kecenderungan mengental (Waspodo, 2017).

2.3.6 Persamaan Kontinuitas


Prinsip dasar persamaan kontinuitas adalah massa tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan, dimana massa dalam suatu sistem yang konstan dapat
dinyatakan dengan rumus (Waspodo, 2017).

ρ.A. v. m = konstan . . . . Pers (2.7)


atau

ρ1 . A 1 . v 1 . m 1 = ρ 2 . A 2 . v 2 . m 2 . . . . Pers (2.8)

Jika aliran fluida bersifat incompressible dan steady flow, maka persamaan menjadi :

Qmasuk = Q keluar . . . . Pers (2.9)


atau

A1 v 1 = A 2 v 2 . . . . Pers (2.10)

Keterangan:
ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
Q = Debit aliran (m3/s)
A = Luas penampang aliran (m2)
m = Massa fluida (kg)
2.4 Aliran dalam Saluran Tertutup
         Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan
fluidadi bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan di
dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair didalam pipa tidak penuh), maka
aliran termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa
berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan
atmosfer. Untuk aliran tidak mampu mampat (incompressible) dan steady di dalam
pipa, dinyatakan dalam kerugian tinggi tekan. Untuk perhitungan dalam pipa
umumnya dipakai persamaan Darcy Weisbach. Persamaan Darcy Weisbach adalah
sebagai berikut (Waspodo, 2017).

L. v 2 . . . . Pers (2.11)
hf = f
D.2.g
Keterangan :
Hf = Kehilangan energi karena gesekan (tidak berdimensi) (m)
f = Koefisien Darcy Weisbach
L = Panjang pipa (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
D = Diameter pipa (m)
v = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)

2.4.1 Kehilangan Energi (Head Loss)


Kehilangan energi (Head Loss) adanya kekentalan pada fluida akan
menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini
akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara
dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya
kehilangan energi. Secara umum head loss dibagi menjadi dua macam, yaitu head
lossmayor, terjadi akibat adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena adanya
kekasaran dinding batas pipa dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan
menyebabkan kehilangan energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan pada
aliran seragam. Kehilangan energi sepanjang satu satuan panjang akan konstan
selama kekasaran dan diameter tidak berubah. Head lossminor, kehilangan energi
akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya. Misalnya terjadi pada perubahan
arah seperti pembelokan (elbow), bengkokan (bends), pembesaran tampang
(expansion), serta pengecilan penampang (contraction). Kehilangan energi sekunder
atau head lossminor ini akan mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair
dan meningkatnya gesekan karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi
kecepatan pada suatu penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding
pipa maka akan terjadi olakan atau pusaran air. Adanya belokan ini akan
mengganggu pola aliran laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi. Dalam
mencari nilai head loss, nilai dari faktor gesek juga diperlukan. Persamaan untuk
mencari faktor gesek (f) adalah sebagai berikut (Nurnawaty & Sumardi, 2020).

0,316
f = . . . . Pers (2.12)
Re1/4 .g

Keterangan :
f = Faktor gesek (tidak berdimensi )
Re = Bilangan Reynolds
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

a. Aliran Turbulen
Kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang saling bersilangan sehingga
terjadi percampuran antar bidang-bidang geser di dalam fluida. Aliran ini terjadi jika
fluida rendah dan kecepatan fluida tinggi. Aliran turbulen memiliki bilangan Re >
4000 (Zainudin et al., 2012).

b. Aliran laminar
Kondisi aliran dengan garis aliran mengikuti jalur yang sejajar sehingga tidak
terjadi percampuranantara bidang-bidang geser fluida. Aliran ini terjadi jika fluida
tinggi dan kecepatan fluda rendah.Aliran laminar memiliki bilangan Re < 4000
(Zainudin et al., 2012).
c. Aliran Transisi
Kondisi aliran peralihan dari aliran laminar menjadi aliran turbulen dan
sebaliknya. Aliran transisi adalah rejim yang terjadi antara aliran laminar dan
turbulen. Jadi aliran transisi adalah proses terjadinya aliran laminar ke turbulen.
Aliran transisi memiliki bilangan Re antara 2300-4000 (Zainudin et al., 2012).
Kehilangan energi (tekanan) untuk menghitung kehilangan energi (head loss)
pengaliran air pada pipa, dapat menggunakan rumus Hanzen Williams, yang telah
dikonversi ke metrik unit oleh konsultan sebagai berikut (Waspodo, 2017).

0,541 2,63
CHL X D

Q = 3,5885× 10
{
-6 L
0,54187
.g } . . . . Pers (2.13)
atau
1,85
Q XL
10
{
C1,85 X D4,87 . g } . . . . Pers (2.14)
HL = 1,1846×10
Keterangan :
HL = Kehilangan tinggi tenaga (m)
Q = Debit aliran (m3/s)
L = Panjang pipa (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
D = Diameter pipa (m)
C = Koefisien kekasaran Pipa dari Hazen dan William

Kehilangan energi akibat sambungan-sambungan pipa dan belokan pipa


berdasarkan rumus Darcy-Weisbach :

hf = 0,051.K.v . . . . Pers (2.15)


atau

v2 . . . . Pers (2.16)
hf = K
2.g

Keterangan :
Hf = Kehilangan tinggi tenaga (m)
K = Koefisien yang besarnya ditentukan oleh tipe sambungan
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.4.2 Kehilangan Tekanan (Pressure Loss)


Penurunan tekanan (pressure loss) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung kehilir
titik. Penurunan tekanan adalah hasil dari gaya gesek pada fluida ketika mengalir
melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu utama
resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan fluida.
Penurunan tekanan dapat di hitung menggunakan rumus berikut (Nurnawaty &
Sumardi, 2020).

v 2 .f.L.ρ . . . . Pers (2.17)


∆P =
2.D

Keterangan :
ΔP = Penurunan tekanan dalam pascal (Pa)
f = Faktor gesekan
v = Kecepatan dalam meter per detik (m/s)
L = Panjang pipa atau selang dalam meter (m)
ρ = Densitas cairan kilogram per meter kubik (870-890 kg / m³ untuk minyak)
D = Diameter dalam pipa atau selang dalam meter (m)

Untuk menentukan penurunan tekanan fluida (cairan atau gas) sepanjang pipa
atau pipa komponen adalah sebagai berikut (Waspodo, 2017). Tentukan Nomor
Reynolds:

v.D . . . . Pers (2.17)


Re =
V
Keterangan :
Re = Bilangan Reynolds
D = Diameter pipa (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
V = Kinematika (m2/s)

2.5 Macam-Macam Rangkaian Pipa


Sistem perpipaan umumnya banyak diaplikasikan untuk mendistribusikan air
ke rumah-rumah atau industri. Rangkaian sistem perpipaan terdiri dari rangkaian seri
dan parallel. Analisis dalam sistem perpipaan meliputi banyak faktor dan sangat
komplek, dalam hal ini untuk mempermudah analisis perlu dilakukan
penyederhanaan kondisi dimana kerugian-kerugian kecil dapat diabaikan [ CITATION
Suh19 \l 1033 ].
Sistem perpipaan dapat mempermudah pendistribusian fluida untuk kebutuhan
industri maupun untuk keperluan pertanian. Sistem ini umumnya dapat ditemukan
pada rangkaian sistem perpipaan untuk keperluan irigasi baik berupa irigasi tetes
maupun irigasi sprinkler. Terdapat berbagai variasi sistem perpipaan mulai dari
sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat
kompleks. Pada sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai
dengan lokasi tujuan antara lain, saringan, katup, sambungan, nosel dan sebagainya.
Sambungan dapat berupa penampang berubah, belokan (elbow), sambungan bentuk L
dan sambungan bentuk T (tee) (Wibowo, 2013).
Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran yang
digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Sistem perpipaan
adalah suatu sistem yang banyak digunakan untuk memindahkan fluida, baik cair,
gas, maupun campuran cair dan gas dari suatu tempat ke tempat yang lain. Penurunan
tekanan terjadi akibat adanya turbulensi aliran yang akan menimbulkan gesekan
besar pada dinding pipa sehingga akan menimbulkan head losses yang besar. Sistem
perpipaan berfungsi untuk mengalirkan zat cair dari suatu tempat ke teempat yang
lain. Macam-macam rangkaian perpipaan antara lain sebagai berikut (Waspodo,
2017).
2.5.1 Pipa Hubungan Seri
Rangkaian seri pada pipa adalah rangkaian 2 atau lebih pipa yang terhubung
antar ujung pipa dimana fluida akan mengalir tanpa melalui percabangan. Volume
aliran fluida yang melalui pipa dengan rangkaian seri akan selalu konstan [ CITATION
Suh19 \l 1033 ]. Gambar 2.1 menunjukkan suatu sistem tiga pipa dengan karakteristik
berbeda yang dihubungkan secara seri. Panjang, diameter, dan koefisien gesekan
masing-masing pipa adalah L1, L2, L3; D1, D2, D3; dan f1, f2, f3 (Darmadi, 2018).

f
 
f2

f3
 

 


Gambar 2.1 Pipa Hubungan Seri


(Sumber : Kelompok 7 Teknik Sipil, 2021)

2.5.2 Pipa Hubungan Paralel


Jika ada dua buah pipa atau lebih yang di hubungkan secara paralel, total laju
aliran sama dengan jumla laju aliran yang melalui setiap cabang dan rugi head pada
sebuah cabang sambungan.

 

 

Gambar 2.2 Pipa Hubungan Seri


(Sumber : Kelompok 7 Teknik Sipil, 2021)

2.5.3 Pipa Bercabang


Sering suatu pipa menghubungkan tiga atau lebih kolam. Gambar 2.3
menunjukkan suatu sistem pompa bercabang yang menguhungkan tiga buah kolam.
Akan di cari debit aliran melalui tiap-tiap pipa yang menghubungkan ketiga kolam
tersebut apabila panjang, diameter,macam pipa (kekasaran k), diberikan dan rapat
massa serta kekentalan zat cair diketahui. Garis tekanan akan berada pada muka air
di tiap-tiap kolam, dan akan bertemu pada satu titik di atas titik cabang T (Darmadi,
2018).

Gambar 2.3 Pipa Bercabang


(Sumber : Kelompok 7 Teknik Sipil, 2021)
2.5.4 Belokan Pipa
Belokan pipa merupakan suatu jenis pipa yang dipasang untuk merubah arah
aliran. Perubahan arah aliran ini bisa dalam bentuk sudut 450, 22 1/20, 11 3/40
atupun 900. Belokan pipa juga ada dalam bentuk short radius ataupun long radius.
Belokan pipa (elbow) atau bend pipe ini mempunyai berbagai macam ukuran standar
dan juga tebuat dari beberapa tipe material yaitu steel, cast carbon steel, plastic
(PVC), kuningan, tembaga, dan lain sebagainya. Penyambungan pipa-pipa dengan
belokan pipa ini ada dalam berberapa cara yaitu penyambungan
menggunakan ulir, pengelasan, perekat untuk jenis pipa PVC dan penyambungan
menggunakan flens (Waspodo, 2017 ).

Gambar 2.4 Pipa Belokan 90o dan Pipa 45o


(sumber : W. Waspodo, 2017)

2.6 Aplikasi Perpipaan Dalam Kehidupan Sehari-hari


Penggunaan dari pipa dan system perpipaan sendiri dalam kehidupan sehari-
hari saja, kita akan cukup mudah melihat pipa-pipa yang di pakai untuk penyediaan
air bersih ataupun untuk sistem pembuangan. Fungsi utamanya memang hanya
sebagai media yang tepat (Waspodo, 2017 ).
2.6.1 Pipa Pendistribusian Minyak
Jenis pipa ini seperti pada gambar dibawah biasanya digunakan untuk
mendistribusikan minyak. Minyak didistribusikan dari lokasi penambangan kekilang
untuk di olah (Waspodo, 2017 ).-
Gambar 2.5 Pipa pendistribusi minyak
(Sumber :W. Waspodo, 2017 )

2.6.2 Pipa Pendistribusi Air


Rangkaian pipa seperti gambar di bawah biasanya digunakan dalam perumahan
yang memiliki lantai lebih dari satu. Jadi, pipa tersebut digunakan untuk
mendistribusikan air ke lantai atas (Waspodo, 2017).

Gambar 2.6 Pipa pendistribusi air


(Sumber : W. Waspodo, 2017 )

2.6.3 Pipa Pendistribusi Uap


Rangkaian pipa seperti gambar dibawah biasa digunakan dalam industri PLTU
(Pembangkit Listrik tenaga Uap). Pipa tersebut digunakan untuk mendistribusikan
uap (Waspodo, 2017 ).
Gambar 2.7 Pipa pendistribusi uap
(Sumber : W. Waspodo, 2017 )
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, K., & Wagiani, S. (2013). Studi Analisis Perbandingan Kecepatanaliran Air
Melalui Pipa Venturi Dengan Perbedaan Diameter Pipa. Jurnal Dinamika,
04(1), 62–78.
Al-Shemmeri,T.,Engineering Fluid Mechanics. http:// bookboon. com/en/mechanics
-ebooks 10 Juni 2012 .
Nurnawaty, & Sumardi. (2020). Analisis perubahan tinggi tekanan akibat sudut
belokan 90˚ dan 45˚ dengan menggunakan fluid friction apparatus. Jurnal
Teknik Hidro, 13(1), 28–37.

Suhendra, S. (2019). Konsep Dasar dan Aplikasi Mekanika Fluida Bidang Teknik
Sipil. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.Waspodo, W. (2017). Analisa Head
Loss Sistem Jaringan Pipa Pada Sambungan Pipa Kombinasi Diameter Berbeda.
Suara Teknik: Jurnal Ilmiah, 8(1), 1–12. https://doi.org/10.29406/stek.v8i1.534
Wibowo. 2013. Perilaku dalam Organisasi.. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Zainudin, Z., Adi Sayoga, I. M., & Nuarsa, M. (2012). Analisa Pengaruh Variasi
Sudut Sambungan Belokan Terhadap Head Losses Aliran Pipa. Dinamika
Teknik Mesin, 2(2), 75–83. https://doi.org/10.29303/d.v2i2.97

Anda mungkin juga menyukai