I Undang-Undang RI
1. UURI 1/1967 jo. No. Penanaman Modal Asing Diubah oleh UU 11/1970 tentang Perubahan
11/1970 dan Tambahan UU 1/1967 tentang Penanaman
Modal Asing.
Dicabut dengan
UURI 25/2007 Telah dicabut oleh UU 25/2007 tentang
Penanaman Modal
II. Peraturan
Pemerintah RI
1.. PPRI 32/1969 jo. Ketentuan-Ketentuan Diubah oleh PP 79/1992; Diubah Kedua
PPRI 79/1992 jo. Pokok Pertambangan. oleh PP 75/2001
PPRI 75/2001 PPRI 79/1992 Perubahan
atas PPRI no. 32/1992
tentang Pelaksanaan UU
no.11/1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan
2. PPRI 19/1973 Pengaturan dan -
Pengawasan Keselamatan
Kerja Dibidang
Pertambangan
3. PPRI 27/1980 Penggolongan Bahan- -
Bahan Galian
4. PPRI 37/1986 Penyerahan sebagian Telah dicabut oleh PPRI 38/2007 tentang
urusan pemerintahan di Pembagian Urusan Pemerintahan antara
bidang pertambangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Telah dicabut oleh Daerah Tingkat I
PPRI 38/2007
V. Peraturan Menteri
II.3.1 PENDAHULUAN
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2)
Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat
manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat manusia, sehingga pekerja
berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970
mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara
Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan
syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses
produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran,
pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang
produk teknis dan alat produksi yang mendukung dan dapat menimbulkan
bahaya dan kecelakaan.
Syarat keselamatan kerja tersebut di berlakukan ditempat kerja yang memakai
antara lain peralatan yang berbahaya, bahan B3, pekerjaan konstruksi dan
perawatan bangunan, usaha pertanaman kehutanan dan perikanan, usaha
pertambangan, usaha pengangkutan barang dan manusia, usaha penyelaman,
pekerjaan dengan tekanan udara atau suhu tinggi/rendah, pekerjaan dalam
tangki atau lubang, serta di tempat kerjanya yang terdapat atau menyebarkan
suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar, radiasi, suara dan getaran. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
ditempat kerja yang menggunakan alat atau bahan yang berbahaya dan
beracun, atau lingkungan tempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan, maka berbagai persyaratan K3 perlu di penuhi. Selain
Undang-undang Keselamatan Kerja di berbagai sektor diterbitkan pula berbagai
Undang-undang yang antara lain mengatur keselamatan dan atau kesehatan
pekerja, instalasi, sarana kerja, kondisi tempat kerja,
Pasal 42
(1) Kecelakaan Tambang harus diselidiki oleh Kepala Teknik Tambang
atau orang yang ditunjuk dalam waktu tidak lebih dan 2 X 24 jam dan
hasil penyelidikan tersebut dicatat dalam buku daftar kecelakaan.
(2) Kecelakaan Tambang harus dicatat dalam formulir dan dikirimkan
kepada KepalaPelaksana Inspeksi Tambang.
Pasal 43
Pemberitahuan Kejadian Berbahaya
(1) Kejadian berbahaya yang dapat membahayakan jiwa atau
terhalangnya produksi harus diberitahukan dengan segera oleh Kepala
Teknik Tambang kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(2) Kepala Teknik Tambang segera melakukan tindakan pengamanan
terhadap kejadian berbahaya seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini.
Pasal 80
Kewajiban Umum
(1) Kepala Teknik Tambang wajib menjamin pekerja agar terlindung
terhadap resiko kesehatan yang diakibatkan pencemaran udara, zat
padat, zat kimia dan bahaya akibat kebisingan, penerangan dan
getaran.
(2) Kepala Teknik Tambang harus menetapkan sistem pengambilan
percontoh, pengukuran udara dan zat padat yang berbahaya serta
pemantauan terhadap kebisingan, penerangan dan getaran di
lingkungan tempat kerja pertambangan dan semua tempat di dalam
atau di sekitar pertambangan.
Pasal 81
Pencegahan
(1) Kepala Teknik Tambang harus:
a. mengambil langkah-langkah untuk mengurangi timbulnya debu
pada waktu melakukan pemboran, peledakan dan pemecahan bijih
atau batuan dan pada pekerjaan lain di pertambangan serta membuat
peraturan perusahaan untuk meredam atau mengendalikannya;
b. mewajibkan pekerja tambang untuk memakai alat pelindung debu
yang sesuai;
c. membuat peraturan perusahaan tentang pengendalian debu pada
setiap tempat kerja, tempat pemuatan dan penimbunan, tempat
pemindahan bahan, tempat pemecahan dan jalan-jalan angkut yang
dapat menimbulkan bahaya yang disebabkan gangguan penglihatan
dan
d. membuat peraturan perusahaan tentang ventilasi mekanis untuk
daerah kerja yang udaranya tidak mengalir, terowongan buntu dan
tempat lain yang ventilasinya kurang.
Pada setiap pemuatan bijih atau batuan ke dalam truk atau
memindahkannya pada setiap tempat kerja, harus selalu dibasahi
dengan air atau ditutup dengan baik untuk mencegah terbangnya
debu ke udara.
(3) Peralatan yang digunakan untuk mengurangi debu hanya dapat
dioperasikan atau dipindahkan oleh petugas yang berwenang.
(4) Apabila menurut pertimbangan Pelaksana Inspeksi Tambang
bahwa debu yang timbul akibat pekerjaan pertambangan dapat
mengganggu atau membahayakan kesehatan dan menghalangi
penglihatan, maka Pelaksana Inspeksi Tambang tersebut dapat
menetapkan upaya yang harus dilaksanakan untuk mencegah,
mengurangi debu atau melindungi pekerja dari menghirup debu
tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut harus dicatat dalam Buku
Tambang.
Pasal 82
Pengujian
(1) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat menetapkan
persyaratan konsentrasi debu pada setiap lingkungan tempat kerja
termasuk jenis alat yang digunakan, ukuran butiran debu yang
dihitung dan nilai ambang batas yang diperkenankan sesuai dengan
jenis debu tersebut.
(2) Metoda analisis untuk menentukan kandungan silika bebas dalam
debu harus disetujui oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
Pasal 83
Alat Pelindung Diri
(1) Perlindungan terhadap pekerja dan udara kotor yang berbahaya
sedapat mungkin dilakukan dengan cara pencegahan pencemaran.
mengeluarkan debu dengan kipas angin isap atau melarutkan dengan
udara bersih. Apabila tindakan pengendalian tersebut belum
dilaksanakan maka pekerja pada tempat tersebut harus memakai alat
pelindung pernapasan yang sesuai.
(2) Apabila menggunakan alat pelindung pernapasan maka rencana
pemilihan alat, perawatan, pelatihan, pemasangan, pengawasan,
pembersihan dan penggunaannya harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 84
Debu Yang Mudah Terbakar
(1) Debu yang mudah terbakar harus dibersihkan dan tidak boleh
tertumpuk pada permukaan peralatan listrik, bangunan atau fasilitas
lain.
(2) Akumulasi debu yang mudah terbakar di udara harus dicegah agar
tidak mencapai jumlah yang berbahaya.
(3) Jadwal pembersihan dan pembuangan tumpukan debu yang
ditetapkan dan dilaksanakan.
Pasal 85
(1) Kepala Teknik Tambang harus mengambil tindakan untuk
mengurangi kebisingan dan getaran sampai pada batas yang dapat
diterima dan harus menyediakan alat pelindung pendengaran.
(2) Kepala Teknik Tambang harus mengatur pembatasan jam kerja
pekerja yang disesuaikan dengan tingkat kebisingan pada tempat kerja
apabila memakai alat pelindung kebisingan.
(3) Pekerja yang tak terlindung terhadap kebisingan yang melebihi
nilai ambang batas harus memakai alat pelindung pendengaran.
(4) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang menetapkan batasan yang
dipakai sebagai kriteria atau petunjuk tentang tingkat kebisingan dan
getaran yang diperbolehkan dalam lingkungan tempat kerja.
(5) Berdasarkan keadaan lingkungan tempat kerja Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang mengatur:
a. program pengukuran tingkat kebisingan dan getaran pada tempat
kerja harus dibuat dan dilaksanakan;
b. pengukuran dan cara yang dilakukan dan digunakan pada program
tersebut, termasuk peralatan dan metoda analisis yang dipakai;
c. waktu dan kekerapan pengukuran dan
d. tempat pengukuran dilaksanakan.