Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
setiap tahunnya, otomatis kebutuhan pendudukpun akan semakin banyak, selain itu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun semakin meningkat pesat dan berbanding
lurus dengan pembangunan industri guna untuk memenuhi semua kebutuhan penduduk yang
dinamis dan untuk mendukung keberlangsungan hidup serta kepuasan penduduk.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, Industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang
jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri yang telah dibangun di Indonesia guna
untuk memenuhi semua kebutuhan penduduk sangat banyak sekali, mulai dari industri
makanan dan minuman, industri properti, industri peralatan elektronik, sampai industri
kebutuhan sehari-hari seperti industri sabun, pasta gigi, termasuk industri tekstil.
Dalam pembangunan dan pendirian industri, tidak pernah terlepas dari aturan
pemerintah mengenai industri, agar semua berjalan selaras dengan meminimalisir semua
risiko akibat operasi industri dan untuk mengurangi serta mengendalikan faktor-faktor
lingkungan kerja yang merugikan, maka dari itu harus dilaksanakannya sanitasi industri dan
Sistem Manajement Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) pada semua industri, karena
kegiatan industri memerlukan pekerja yang sehat dan produktif dengan suasana kerja yang
aman dan nyaman. Kecelakaan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja
dapat timbul karena potensi-potensi berbahaya yang dapat membahayakan,dan
mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit dan bahkan dapat menyebabkan kerugian
jiwa. Oleh karena itu setiap industri harus melakukan program sanitasi industri guna untuk
melakukan upaya pencegahan atau preventif terhadap penyakit akibat kerja ataupun penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja, dan hal ini harus diterapkan disemua tempat
kerja yang didalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja,bahaya akibat kerja
dan usaha yang dikerjakan. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi : tenaga kerja dari
semua jenis dan jenjangkeahlian, peralatan dan bahan yang dipergunakan, Faktor-faktor
lingkungan fisik, biologi, kimiawi, sosial, proses produksi dan sifat pekerjaan serta teknologi

1
dan metodologi kerja. Semua aspek ini merupakan tugas dari tenaga ahli K3 untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja termasuk mensosialisasikan bagaimana bekerja secara aman
kepada para pekerja, misalnya mensosialisasikan pentingnya penggunaan APD (Alat
Pelindung Diri). Karena jika hal ini tidak dilakukan akan berdampak buruk sekali bagi
industri, terutama bagi tenaga kerja yang merupakan tulang punggung dari industri.
Catatan International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa tiap tahun ada
2 juta orang meninggal dan 270 juta orang cidera akibat kecelakaan kerja yang terjadi
diseluruh dunia, dan kecelakaan kerja di negara berkembang semakin tinggi, hal ini terjadi
karena banyak industri padat karya sehingga lebih banyak karyawan yang terpapar pada
potensi bahaya, selain itu banyak perusahaan yang dinilai kurang mampu dalam
mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja (ILO,2003) serta penilaian Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mengenai kurangnya pembinaan bidang
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) oleh perusahaan, dan hal inipun terjadi pada industri
tekstil.
Industri tekstil di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada tahun
1992 menjadi penghasil devisa tertinggi di antara komoditas nonminyak dan nongas dengan
nilai ekspor sebesar US $ 3.5 milyar. Berdasarkan data dari department perindustrian, sampai
dengan taun 2009, penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 225 juta jiwa
membutuhkan 1,3 ton tekstil pertahunnya. Dari 1,3 juta ton bahan tekstil tersebut, sekitar 432
ribu ton merupakan bahan tekstil dari luar negeri atau barang impor dan 320 ribu diantaranya
merupakan barang impor ilegal yang sebagian besar berasal dari China. Besarnya permintaan
akan tekstil tersebut selain disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk, juga disebabkan
karena trend gaya atau mode yang dapat berubah dengan cepat.
Untuk memenuhi kebutuhan tekstil yang sedemikian besar, tentu saja memerlukan
industri yang tidak sedikit. Indonesia sampai tahun 2006 terdapat 2.656 perusahaan yang
bergerak di industri tekstil.
Industri tekstil adalah tempat untuk mengolah kapas menjadi kain yang siap untuk
digunakan dan dipakai untuk memenuhi kebutuhan akan sandang penduduk yang semakin
pesat, tetapi dibalik peningkatan pembangunan industri tekstil untuk memenuhi kebutuhan
penduduk, industri tekstil pun berisiko negative terhadap lingkungan yang akhirnya akan
berakibat juga terhadap kesehatan manusia, terutama penduduk yang berada disekitar tempat

2
industri, dan risiko yang muncul diantaranya adalah pencemaran debu yang dihasilkan dari
penggunaan mesin berkecepatan tinggi dan limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air
cucian tempat pencelupan larutan kanji dan proses pewarnaan, serta berbagai proses yang
dilalui untuk menjadi kain yang siap digunakan. Risiko yang akan terjadi terhadap lingkungan
diantaranya perubahan lingkungan yang akan semakin panas dan banyaknya debu serta air
yang berubah akibat proses pengolahan limbah yang tidak sempurna yang nantinya akan
mempengaruhi populasi dari biota sungai dan mengakibatkan berbagai penyakit baik
karsinogenik maupun non karsinogenik terhadap manusia tergantung dari jenis zat yang
terkandung dalam limbah, lalu infeksi saluran pernapasan akut yang diakibatkan karena debu
yang semakin bertambah banyak, dan risiko inipun bisa terjadi pada semua penduduk, yaitu
penduduk yang berada disekitar industri, terutama penduduk yang bekerja pada industri.
Dari latar belakang tersebut, kami sebagai mahasiswa dan mahasiswi Politeknik
Kesehatan Bandung, khususnya Jurusan Kesehatan Lingkungan sangat tertarik untuk
mengetahui kondisi real dilapangan mengenai aspek sanitasi lingkungan dan program K3
yang sudah berjalan di suatu industri, terutama industri tekstil, maka dari itu kami menjadikan
PT. Bratatex sebagai tempat untuk melakukan praktek belajar lapangan, agar kami dapat
mengiplementasikan teori perkuliahan dan mengetahui gambaran secara umum maupun
spesifik serta mendapatkan pengalaman secara langsung mengenai pengawasan dan
pemeriksaan sanitasi industri serta SMK3 di lapangan.

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di PT.Hok Tong.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pentingnya pendidikan dan latihan
prosedur kerja yang baik dan benar khususnya pada perusahaan PT.Hok Tong.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pelaksanaan K3 di perusahaan PT.Hok
Tong.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang tempat dan cara penyimpanan material di
perusahaan PT.Hok Tong.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang lingkungan kerja dan kebersihan dari
tempat pengolahan air minum di perusahaan PT. Hok Tong.

3
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang cara penanggulangan kebakaran di
perusahaan PT.Hok Tong.
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang fasilitas sanitasi di perusahaan PT.Hok
Tong.
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang upaya kesehatan kerja dan keselamatan
kerja di perusahaan PT.Hok Tong.
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang kebijakan dan prosedur kerja di
perusahaan PT.Hok Tong.
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pengendalian dampak dari lingkungan
kerja di perusahaan PT.Hok Tong.
11. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang penyesuaian lingkungan kerja di
perusahaan PT.Hok Tong.
12. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang keadaan iklim di ruang kerja perusahaan
PT.Hok Tong.
13. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang tingkat kebisingan di perusahaan PT.Hok
Tong.
14. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang vibrasi di perusahan PT.Hok Tong.

4
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan asset perusahaan yang harus diberi perlindungan terhadap
aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mengingat ancaman bahaya potensial yang
berhub$ungan dengan kerja.Untuk dapat selalu meningkatkan produktivitas yang tinggi,
sangat tergantung kepada manajemen yang diterapkan dan kualitas dari pekerja. Kualitas
pekerja dapat dipengaruhi oleh salah satunya yaitu dengan pelaksanaan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, karena kecelakaan kerja langsung menyangkut masalah produktivitas,
oleh sebab itu pencegahan kecelakaan kerja merupakan persoalan yang tidak dapat diabaikan.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap aspek
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) melalui peraturan perundangan.Peraturan perundangan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu upaya dalam pencegahan
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan
kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi
lingkungan kerja. (Silaban, 2008:35).
Karena setiap kecelakaan tentulah ada penyebabnya dan dengan mengetahui penyebab
suatu kecelakaan dapat dicegah sebelum terjadi.Pada hakekatnya kecelakaan akibat kerja itu
dapat diramalkan, sehingga dapat dicegah dan ditekan angka kesakitannya.Banyak sekali
faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.Secara umum faktor-faktor yang berpotensi
menimbulkan terjadinya kecelakaan adalah faktor manusia atau pekerja, faktor mesin atau alat
dan lingkungan kerja yang mana ketiga faktor tersebut dapat dikendalikan oleh suatu sistem
manajemen. Semakin banyak perusahaan menggunakan mesin-mesin, penambahan instalasi-
instalasi modern, serta bahan-bahan berbahaya lainnya, selain mempermudah proses produksi,
tetapi juga menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja. Ini dapat
menimbulkan lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat keamanan, proses dan sifat
pekerjaan yang berbahaya, serta meningkatkan intensitas kerja operasional tenaga kerja.
Masalah tersebut di atas akan mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun
tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan.

5
Sehingga dianggap perlu untuk meningkatkan kualitas dan kedisiplinan untuk melaksanakan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatankerja.(Achmadi, 1989:21).
Manajemen sebagai salah satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosialtidak terlepas
dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan, maupun
pengambilan keputusan dan organisasi.Baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan, maupun
pencemaran lingkungan harus merupakan barisan dari biaya produksi.Sekalipun sifatnya
sosial, setiap kecelakaan atau tingkat keparahannya tidak dapat dilepaskan dari faktor
ekonomi dalam suatu lingkungan kerja.Kebersihan dan kesehatan kerja tidak saja di nilai dari
segi biaya pencegahannya, tetapi juga dari segi manusianya.Antara biaya kecelakaan dan
biaya pencegahan terdapat beberapa pokok yang berakar pada manajemen (Silalahi, 1991:36).
Masalah lemahnya manajemen K3 yang ada di perusahaan dan industri merupakan cikal
bakal terjadinya kecelakaan akibat kerja.Disebabkan karena perusahaan tidak menyediakan
alat-alat pengaman yang seringkali dianggap sebagai suatu yang tidak perlu dan/atau kurang
alat kerja atau alat produksi yang digunakan dalam keadaan tidak baik atau tidak layak
pakai.Karena itulah penyebab utama kecelakaan adalah adanya ketimpangan pada sistem
manajemen (Mendikbud, 1995:22).
Perhatian Pemerintah terhadap manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
diundangkan dalam Undang-undang RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada
paragraf 5 pasal 87. Dengan diundangkannya pasal 87 Undang-undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, mengikat perusahaan yang belum melaksanakan SMK3 untuk
segera melaksanakan ketentuan ini. Unsur kejiwaan dari desain pekerjaan memberikan
pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mungkin memberikan kontribusi terhadap
produktivitas karyawan tersebut.Selain faktor-faktor kejiwaan ini, faktor mengenai
keselamatan dan keamana kerja juga mempengaruhi. Perusahaan yang baik adalah perusahaan
yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan
pimpinan perusahaan

6
B. Pengertian Kesehatan Kerja

Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja melalui berbagai upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan gangguan kesehatan atau penyakit yang mungkin dialami
oleh tenaga kerja akibat pekerjaan atau tempat kerja.
Kesehatan Kerja adalah Suatu usaha-usaha pencegahan ( Preventif ) dan pengobatan
( Kuratif ) terhadap penyakit- penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh pekerja dan lingkungan kerja.
Menurut Darmanto Djojodibroto (1999), kesehatan kerja adalah suatu usaha untuk
menilai, mempertahankan, dan meningkatkan derajat pekerja dengan menerapkan prinsip
preventive medice, emergency medical cere, rehabilitasi dan kesehatan lingkungan
(environmental medice), meningkatkan produktivitas dengan cara menerapkan prinsip-prinsip
human behavior, memberikan perhatian kepada kebutuhan sosial, ekonomi, administrasi baik
individual pekerja maupun kelompok masyarakat pekerja dan melakukan tim keselamatan dan
kesehatan kerja yaitu dokter, industrial hygienist, perawat, safety personal, dan spesialis-
spesialis lainnya.

C. Pengertian Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan, datangnya dengan tiba-tiba dan
tak terduga yang bias menyebabkan kerugian pada manusia, perusahaan, masyarakat,
lingkungan. Kecelakaan diakibatkan antara kontak dengan sumber energy (kimia, mekanik,
elektrikal, dan lain-lain) yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur. (Muhammad Bagir,
2002).
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh 2 hal yaitu tindakan manusia yang tidak
aman (Unsafe Act) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Condition).Dari data
kecelakaan adalah karena faktor manusia.Oleh karena itu sumber daya manusia dalam hal ini
memegang peranan paling penting dalam penciptaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Tenaga kerja yang mau membiasakan dirinya dalam keadaan yang aman akan sangat
membantu dalam memperkecil angka kecelakaan kerja(Suma’mur, 1996).
Setiap peristiwa kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi merupakan
rangkaian proses sebab akibat. Dengan cara memutuskan mata rantai tersebut peristiwa
kecelakaan atau penyakit akibat kerja dapat dicegah. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

7
usaha-usaha pencegahan jauh lebih kecil dibanding dengan biaya-biaya kecelakaan atau
penyakit akibat kerja.Penyebab dasar kecelakaan :
1 Faktor individu :
a Kemampuan phisik/mental kurang.
b Pengetahuan kurang.
c Ketrampilan kurang.
d Stress atau tegang.
e Motivasi yang keliru.
2 Faktor Pekerjaan
a Supervisi yang kurang memadai.
b Rekayasa kurang memadai.
c Pengadaan kurang memadai.
d Peralatan/perkakas kurang memadai.
e Standart kerja kurang memadai.
f Keausan (Wear dan Tear).
g Salah pakai dan perlakuan yang keliru. (Freeport, 1995)

D. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
1 Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang
dikerjakan.
a. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) eknologi dan metodologi kerja
b. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan
hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

8
c. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab
atas keberhasilan usaha hyperkes.

E. Penyakit Akibat Kerja


Dalam melakukan tugasnya di perusahaan, seseorang atau sekelompok pekerja beresiko
mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.Penyakit akibat kerja merupakan penyakit
yang timbul karena hubungan kerja atau disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja
(Darmanto Djojodibroto, 1999).
Menurut Bennet Silalahi Rumondang Silalahi (1995), penyakit akibat kerja atau lebih
dikenal dengan man made disease , dapat timbul setelah seseorang karyawan yang tadinya
sehat memulai pekerjaannya. Memang tidak seluruh pekerjaan menimbulkan penyakit, yang
jelas adalah ada pekerjaan yang menyebabkan beberapa macam penyakit dan ada pula yang
mencetuskannya.Baik pencegah maupun pencetus dapat dicegah sedini mungkin.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02/MEN/1981, penyakit
akibat kerja adalah setiap yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Sedangkan
dalam Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja, dalam pasal 1 dan 2 disebutkan bahwa penyakit yang timbul karena
hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Setiap
tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
mendapatkan jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun
setelah hubungan kerja berakhir.
Menurut Suma’mur (1996), adapun faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja
sebagai berikut :
1 Golongan Fisik
a. Suara yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.
b. Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang dapat menyebabkan antara
lain penyakit susunan darah dan kelainan-kelainan kulit, radiasi sinar infra merah
bisa menyebabkan catarak pada lensa mata.
c. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah.
d. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan ketulian permanen, Caisson Desease
(keadaan yang ditandai kelumpuhan, rasa sakit karena udara yang terlalu panas).

9
e. Penerangan yang kurang baik menyebabkan kelelahan pada mata atau indra
penglihatan dan kesilauan yang menyebabkan mudah terjadinya kecelakaan.
2 Golongan Kimia
a. Debu dari serbuk yang meyebabkan penyakit saluran pernafasan.
b. Kabut dari racun serangga menyebabkan keracunan.
c. Gas, misalnya keracunan Karbon Monoksida.
d. Uap yang menyebabkan keracunan atau penyakit kulit.
e. Cairan beracun.
3. Golongan Biologis
a. Tumbuh-tumbuhan yang beracun dan menyebabkan alergi.
b. Penyakit antrax (semacam infeksi) dari hewan atau Brucella pada karyawan
penyamak kulit.
4. Golongan Fisiologis
a Konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh
manusia.
b Sikap kerja yang menimbulkan keletihan dan kelainan fisik.
c Cara kerja yang membosankan atau meletihkan.
d Kondisi atau suasana yang monoton.
5. Golongan Mental Psikologis
a Proses kerja yang rutin dan membosankan.
b Hubungan kerja yang terlalu menekan dan menuntut,
c Suasana kerja yang serba kurang aman.

10
BAB III

HASIL PRAKTIKUM

A. Hasil
1 Gambaran Umum Pemeriksaan PT. Hok Tong
PT.Hok Tong Pontianak adalah badan usah yang bergerak di bidang industri
Crumb Rubbr atau karet remah di Indonesia lebih popular dengan sebutan standar di
Indonesia Rubber (SIR), penanaman modal PT. Hok Tong berasal dari luar yaitu
singapura yang berpusat dilembaga dan telah berdiri sejak zaman penjajahan koloni
Belanda dengan nama NV. Handel MIJ HOK Tong yang begerak di bidang industri
remlling karet alam serta karet Ribbed Sheet (RSS) dengan lokasi di kelurahan Siantan
Tengah. Hasil pengolahan kedua jenis komoditi ini 100% diekspor dalam bentuk Flat
Barak Crepe sedang RSS dieskpor dalam bentuk bale.
Sesuai dengan surat keputas Menteri perdagangan Nomor tanggal 5 November
1968. Tentang Larangan Ekspor Bahan Remling dan Rumah asap, Maka kegiatan
industri dialihkan dari remlling karet alam menjadi industri Crumb Rubbr atau karet
remah di Indonesia lebih popular dengan sebutan standar di Indonesia Rubber (SIR).
Lokasi yang semula berada di kelurahan siantan tengah juga berpindah ke kelurahan
siantan Hulu, kecamatan pontianak utara pada tahun 1997 dengan luas lahan ±2 hektare.
Saat ini Kapasitas terpasang adalah 3000 ton perbulan atau dalam sehari bisa
mencapai 119 ton jika tidak ada kendala atau dengan kata lain sedang lancar dan
menyerap tenaga kerja sebanyak 220 Orang yang terdiri dari atas laki-laki dan
perempuan, pada awalnya PT. Hok Tong Memberlakukan dua shift jam kerja pada
karyawannya namun sekarang hanya satu shift
metode dasar pengolahan dari bahan baku menjadi Crumb Ruuer PT.Hok Tong
Pontianak adalah pembersihan bahan olahan karet dengan Prinsip kerja moderen

11
HASIL PENILAAN PEMERIKSAAN KESELAMATAN KERJA DI PT. HOK TONG

CHEKLIST SURVEI LINGKUNGAN KERJA

1. Nama perusahaan : PT. Hok Tong


2. Alamat : Jl Gusti Situt Mahmud Kota Pontianak
3. Th. Pendirian : Tahun 1977
4. Bidang usaha : Karet Remeh (Crumb Rubber )
5. Hasil produksi :199 ton Perhari
6. Jml. Tenaga kerja : 220 Orang
Laki-laki :- Orang
Wanita :- Orang

Pertanyaan:
1. Bahan baku apa sajakah yang digunakan dalam proses produksi?
Jawab : Hanya Karet saja
2. Bahan tambahan apa sajakah yang digunakan dalam proses produksi?
Jawab : Tidak ada bahan Tambahan Selain Karet
3. Dampak atau permasalahan apa saja yang bisa timbul dari bahan bahan tersebut?
Jawab : Hanya baunya saja yang menyengat Mengakibatkan sebagian Karyawan yang
baru Mual dll efek belum terbiasa saja . cara menanggulangannya paling hanya
menggunkan masker.
4. Apakah hasil utama dari proses produksi?
Jawab : Karet Remeh (Crumb Rubber )
5. Apakah hasil samping dari produksi?
Jawab : tidak ada hasil Sampingan
6. Bagaimanakah prosedur tetap, proses produksi?
Jawab :
Petunjuk:
1. Berikan tanda (v) untuk pelayanan yang bisa dijawab pada kotak yang nilainya
sesuai.

12
2. Beri tanda (v) pada kolom T/T = tidak terpakai untuk pertanyaan yang tidak bisa
dijawab karena tidak diterapkan perusahaan.

Keterangan:

A= baik sekali

B= baik (sudah berjalan baik dan masih harus dipantau terus-menerus)

C= cukup (sudah berjalan dan perlu ditingkatkan)

D= kurang (belum ada/belum dilaksanakan)

No. KOMPONEN PERTANYAAN A B C D KETERANGAN


A.. MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1. Apakah telah terdapat kebijakan untuk  Baik sekali
tenaga keselamatan dan kesehatan kerja
yang dikeluarkan oleh pimpinan secara
tertulis?
2. Apakah telah terdapat ketentuan umum  Baik sekali
keselamatan dan kesehatan kerja yang
disususn dan ditetapkan perusahaan
yang bersangkutan?
3. Apakah ada petugas k3 mempunyai  Baik sekali
sertifikat dalam bidang K3?
4. Apakah ada dukungan/fasilitas dari  Baik
pihak manajemen dalam bidan
pelaksaan keselamatan dan kesehatan
kerja?
5. Apakah petugas K3 telah memenuhi  Baik sekali
peraturan perundang-undangan
dibidang K3 sesuai dengan tempat
kerjanya?

6. Apakah perusahaan telah ikut serta  Baik


dalam program JAMSOSTEK?
7. Apakah ada prosedur tetap keselamatan  Baik sekali

13
dan kesehatan kerja?
8. Apakah ada petunjuk-petunjuk teknik  Baik Sekali
untuk melaksanakan pekerja bekerja
berbahaya?
9. Apakah dilakukan analisis risiko  Baik
terhadap operasi perusahaan?
10. Apakah perusahaan mengansuransikan  Cukup Baik
kebakaran, peledak dan gantirugi yang
lain?
11. Apakah tanda-tanda peringatan  Baik Sekali
dipasang ditempat berbahaya?
B. PENDIDIDKAN DAN LATIHAN
1. Apakah para pekerja dilibatkan dalam  Baik
regu pemadaman kebakaran?
2. Apakah perusahaan melakukan  Baik
pendektesian dini dan pengendalian
bahaya kecelakaan/kebakaran/peledak
dan lain-lain
3. Jika perusahaan menggunakan bahan  Baik sekali
kimia, apakah pekerja yang
bersangkutan telat dididk dan dilatih
serta mengetahui cara-cara
menanganinya?
C. PELAKSANAAN K3
1. Apakah ada ahli hygine dan kesehatan  Baik Sekali
kerja dalam perusahaan?
2. Apakah ada program pengukuran dan  Baik
pengendalian kebisingan?
3. Apakah para pekerja diberikan  Baik
penyuluhan mengenai pentingnya
hygine dan kesehatan kerja?
4. Apakah disediakan alat pelindung diri  Baik Sekali
yang sesuai dengan bahaya kerja dan
terpelihara dalam keadaan baik untuk
digunakan?

14
5. Apakah tersedia fasilitas P3K sesuai  Baik Sekali
ketentuan?
6. Apakah sarana ventilasi untuk  Baik Sekali
pengendalian bau, asap, debu dan uap
telah memenuhi persyaratan?
7. Apakah bagian-bagian dari mesin yang  Baik
terputar/bergerak diberi perlindungan
yang baik?
8. Apakah semua tombol-tombol stop  Baik
berfungsi dengan baik dan diberi label
dengan jelas?
9. Apakah setiap mesin dan peralatan bisa  Baik Sekali
dihenikan/dimatikan dan diisolasi untuk
pemeliharaan?
10. Apakah ada bagian-bagian peralatan  Baik
mesin yang bergerak tidak
berpengaman?

D. TEMPAT DAN CARA PENYIMPANAN MATERIAL


1. Apakah tersedia secara khusus tempat  Cukup Baik
penyimpanan barang-barang yang tidak
terpakai ?
2. Apakah semua bahaya-bahaya bahan  Cukup Baik
kimia yang disimpan telah diketahui
dan dicatat ?
3. Apakah dipasang tanda bahan kimia  Baik
berbahaya?
4. Apakah disediakan tempat  Baik
penyimpanan yang aman/pemberian
label dan prosedur penggunaan bahan
berbahaya?
5. Apakah tersedia dan digunakan alat  Cukup Baik
pelindung diri yang sesuai dan aman?
6. Apakah tempat penyimpanan bahan  Baik Sekali
beracun dan bahan berbahaya

15
memadai?
7. Bila terdapat resiko kebakaran khusus,  Baik Sekali
apakah tersedia peralatan khusus untuk
pemadamannya?
8. Apakah terdapat sistem perngatan  Baik Sekali
kebakaran (alarm yang baik terdengar
dan atau terlihat dengan jelas)?
9. Apakah terdapat prosedur evakuasi dari  Baik
penyelamatan secara tertulis dan
perpanjang secara tetap?
10. Apakah ada tanda-tanda dilarang  Baik Sekali
merokok dipajang ditempat kerja yang
memiliki resiko bahaya kebakaran?
11. Apakah terpasang instruksi-instruksi  Baik
dan nomor telepon dalam keadaan
bahaya?

E. LINGKUNGAN KERJA DAN KEBERSIHAN


1. Apakah daerah pekerja terpelihara  Baik Sekali
kebersihan dan kerapiannya?
2. Apakah tempat-tempat kerja diberi  Baik Sekali
penerangan yang memadai?
3. Apakah tersedia tempat pembuangan  Baik
sampah dan bahan yang tidak terpakai
lagi?
4. Apakah dilakukan pemeliharaan  Baik Sekali
halaman, jalan-jalan kendaraan, pagar
pembatas dan lain sebagainya?
5. Jika terdapat tanggal permanen, apakah  Baik
dalam keadaan baik dan dilengkapi
dengan pengaman tangan dan
sebagainya?
6. Apakah peraturan ditegakkan dalam hal  Baik Sekali
cara berpakaian antara lain:pakaian

16
lengan panjang, rambut panjang,
untaian perhiasan, cincin dan
sebagainya?
7. Apakah alat pelindung diri dipelihara  Baik Sekali
sesuai ketentuan?
Petunjuk: berikan tanda chek (v) pada olom jawaban yang sesuai

F. PENANGGULANGAN KEBAKARAN

NO KOMPONEN PENILAIAN SKOR KETERANGAN


.
1. Apakah terdapat alat pemadam kebakaran 25 1 APAR tersedia
ringan (APAR) pada masing-masing unit sebanyak 120 buah di
kerja? setiap ruang kerja
a. Ya 2 Serta tersedianya
b. Tidak Hidra sebanyak 12
buah
2. Apakah terdapat petunjuk pengoperasian alat 25 Ada karena setiap karyawan
pemadam kebakaran ringan? setiap bulannya bergilir
a. Ya melakukan pengoperasian
b. Tidak pemadam kebakaran, dan di
bagi ada yang khusus
menangani hal tersebut
3. Apakah petugas yang menangani masalah 25 Baik
kebakaran dilingkungan kerja tersebut dibagi
menjadi beberapa sector menurut tingkat
kerawanannya?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah petugas pada setiap, sector terdapat 25 Baik
pembagian dan tugas tangggung jawab
terhadap penanganan kejadian kebakaran di
perusahaan tersebut?
a. Ya

17
b. Tidak

G. FASILITAS SANITASI

NO. KOMPONEN PENILAIAN SKOR KETERANGAN


1. Apakah terdapat instansi pengolahan air 16,7 IPAL berfungsi dengan baik
limah (IPAL)?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah dilakukan penanganan terhadap 16,7 Limbah padat langsung di
limbah padat? angkut di TPS
a. Ya
b. Tidak
3. Bagaimana penanganan limbah padat? 16,7 Baik Sekali
a. Penyaringan dengan plat/saringan
serbuk
b. Disimpan dalam tempat pengolahan
limbah berbahaya
c. Ditebarkan diatas tanah
4. Apakah ada tempat sampah dalam setiap 16,7 Baik
ruang?
a. Ya
b. Tidak
5. Bagaimana sistem pembuangan sampah 16,7 Baik Sekali
yang berlaku diperusahaan tersebut?
a. Diangkut oleh dinas kebersihan kota
dengan teratur dan tertib
b. Dikumpulkan dalam TPS dan
dilakukan pembakaran sendiri
6. Sumber air bersih berawal dari mana? 16,7 Baik
a. SGL
b. PMA
c. PAM

18
H. UPAYA KESEHATAN KERJA DAN KESELAMTAN KERJA

NO. KOMPONEN PENILAIAN SKOR


1. Ada sertifikasi kelaikan peralatan disertai program Baik
pemeliharaan
a. Tidak ada sertifikasi dan program pemeliharaan
b. Tidak ada sertifikasi, tidak ada program
c. Tidak ada sertifikasi, program pemeliharaan ada
tetapi program pelaksanaan tidak teratur
d. Tidak ada sertifikasi, program pemeliharaan ada,
pelaksanaannya teratur
e. Ada sertikasi mayor, program pemeliharaan ada,
pelaksanaannya teratur
f. Ada sertifikasi semua alat, program pemeliharaan
ada, pelaksanannya teratur
2. Tersedia peralatan pelindung diri yang digunakan secara Baik sekali
benar disertai prosedur tertulis secara penggunaannya
serta dipelihara dalam kondisi layak pakai
a. Tidak ada peralataan perlindung diri, tidak ada
prosedur tertulis
b. Ada peralatan pelindung diri, tidak lengkap, tidak
digunakan secara benar, tidak ada prosedur
tertulis
c. Ada peralatan pelindung diri, tidak lengkap,
digunakan secara benar, tidak ada prosedur
tertulis
d. Ada peralatan pelindung diri, lengkap, digunakan
secara benar, tidak ada prosedur tertulis
e. Ada peralatan pelindung diri, lengkap, digunakan
secara benar, ada prosedur tertulis
f. Ada peralatan pelindung diri, lengkap,
terpelihara baik dan digunakan secara benar, ada

19
prosedur tertulis lengkap.
3. Tersedia tempat-tempat penyimpanan bahan berbahaya Baik Sekali
dan prosedur tertulis cara penyimpanannya.
a. Tidak ada tempat prosedur
b. Ada tempat, terbatas, tidak aman, tidak ada
prosedur
c. Ada tempat, terbatas, cukup aman, tidak ada
prosedur
d. ada tempat, terbatas, cukup aman, tidak prosedur
e. ada tempat, lengkap aman, ada prosedur
f. ada tempat, lengkap, aman ada prosedur disertai
rambu jelas
4. Tersedia rambu-rambu/tanda-tanda khusus jalan keluar Baik Sekali
untuk evakuasi jika terjadi bahaya
a. tidak ada
b. ada rambu-rambu tidak jelas
c. ada rambu-rambu terbatas cukup jelas
d. ada rambu-rambu memadai dan cukup jelas
e. ada rambu-rambu memadai dan cukup jelas,
disertai sistem kewaspadaan dan denah yang
jelas
f. ada rambu-rambu memadai dan cukup jelas
dilengkapi dengan sistem kewaspadaan dan
denah yang jelas, dilengkapi alat
penyelunjuknya, amatan jiwa khusus yang jelas
pet

I. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

NO. KOMPONEN PENILAIAN SKOR


1. Ada ketentuan tertulis tentang larangan/peringatan yang Baik Sekali
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja

20
a. Tidak ada
b. Ada ketentuabn tidak tertulis
c. Ada ketentuan tertulis yang ditetapkan unit kerja
sendiri-sendiri
d. Ada ketentuan tertulis yang ditetapkan oleh
pimpinan perusahaan, disebar luaskan
e. Ada ketentuan tertulis yang ditetapkan oleh
pimpinan perusahaan, disebarluaskan dan
dilaksanakan oleh semua staf
f. Ada ketentuan tertulis yang ditetapkan oleh
pimpinan perusahaan, disebarluaskan dan
dilaksanakan oleh semua staf, dilakukan evakuasi
dan tidak lanjut
2. Adanya program dan jadwal pelatihan dan atau simulasi Baik Sekali
untuk semua pekerja perusahaan dibidang keselamatan
kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana dan
kesehatan lingkungan
a. Tidak ada
b. Ada program, tidak ada pelatihan
c. Ada program, ada pelatihan oleh masing-masing
unit kerja, tidak terjadwal teratur
d. Ada program ada pelatihan oleh masing-masing
unit kerja, terjadwal teratur
e. Ada program, ada pelatihan untuk sebagian besar
pegawai rumah sakit
f. Ada program, pelaksanaan lengkap, ada jadwal
untuk semua pegawai, dievaluasi dan ditindak
lanjuti

J. PENGENDALIAN DAMPAK DARI LINGKUNGAN KERJA

NO. KOMPONEN PENILAIAN SKOR

21
A. PENGENDALIAN TEKNIK
1. Apakah dilakukan penggunaan bahan pengganti? Baik sekali
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah dilakukan perubahan proses? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah dilakukan pemeliharaan alat? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
B. PENGENDALIAN ADMINISTRASI
1. Apakah dilakukan pencatutan “jam kerja”? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah penempatan tenaga kerja sudah sesuai? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
C. APD
1. Apakah setiap tenaga kerja sudah memakai APD? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah APD tersedia dalam jumlah cukup? Baik Sekali
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah APD yang tersedia sudah sesuai dengan bahaya Baik Sekali
kerja serta dalam keadaan baik untuk digunakan?
a. Ya
b. Tidak

PENYESUAIAN LINGKUNGAN KERJA

I. PENERANGAN YA TIDA KETERANGAN


K
1. Cukupkah penerangan pada siang hari?  Baik Sekali
2. Apakah penerangan dengan lampu-lampu  Baik Sekali

22
mencukupi
3. Apakah dilihat cukup kontras pada seluruh  Baik Sekali
pandangan yang banyak dipakai?
4. Apakah banyak pemantulan cahaya-cahaya  Tidak Ada
ditempat kerja ?
5. Cukup baikah penempatan lampu?  Baik
6. Apakah ada gangguan dari warna ditempat  Tidak Ada
kerja?
7. Apakah warna keseluruhan ruang tempat  Baik
kerja cukup menerangkan dan
menyenangkan?
II. IKLIM RUANG KERJA
1. Suhu udara diruang kerja cukup nyaman?  Baik
2. Adakah angin ?  Baik
3. Kelembaban faal apakah sesuai dengan syarat  Baik
faal?
4. Mesin-mesin pemanas baikah  Baik Sekali
penempatannya?
5. Cukupkah pertukaran udara?  Baik
III. KEBISINGAN
1. Adakah gangguan kebisingan pada kosentrasi  Baik
pada pekerjaan otak?
2. Adakah kebisingan yang dapat menyebabkan  Baik
ketulian?
3. Adakah alat-alat peredam ketulian?  Baik Sekali

4. Menganggukan kebisingan pada  Baik


pembicaraan?
IV. VIBRASI
1. Adakah getaran-getaran berfrekuensi rendah  Baik
pada tangan/lengan?
2. Adakah getaran-getaran frekuensi rendah  Baik
pada seluruh tubuh?

total
Keterangan : x 100 %=hasil
Bobot Skor Max
1. Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja

23
780
x 100 %=88
880
2. Pendidikan dan latihan
200
x 100 %=83
240
3. Pelaksanaan K3
700
x 100 %=87
800
4. Tempat dan cara penyimpanan material
680
x 100 %=85
880
5. Lingkungan kerja dan kebersihan
520
x 100 %=92
560
6. Penanggulangan kebakaran
25 + 25 + 25 + 25 = 100
7. Fasilitas sanitasi
83.5
8. Fasilitas sanitasi
Semua variabel BAIK
9. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja
Semua variable BAIK
10. Pengendalian dampak dari lingkungan kerja
a. Pengendalian teknik = 99.9
b. Pengendalian administrasi = 100
c. APD = 99.9

Mengetahui 24 April 2019


Pengusaha/Penanggung Jawab Petugas Pemeriksa

24
Kelompok 3

B. Pembahasan
Pada Praktikum kali ini yang kami lakukan pada PT Hok Tong yang berlokasikan di Jl
Gusti Situt Mahmud Kota Pontianak Pada tanggal 24 April 2019 ,penilaian ini di lakukankan
secara observasi dan wawancara Menggunakan Form Ceklis Survei Lingkungan Kerja yang
ada Pada PT. Hok Tong.
1 Variabel Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada Variabel ini kami mendapati petugas K3 yang ada Pada PT Hok Tong sudah
memiliki sertifikat di sana juga telah ada kebijakan umum yang dikeluarkan ,untuk
usaha JAMSOSTEK ,untuk petunjuk teknis bahaya pada pekerja mereka memiliki
Prosedur Sendiri
2 Variabel Pendidikan dan Pelatihan
Pada Variabel ini para pekerja akan di beri Pelatihan selama 1 bulan sekali secara
bergantian kepada berberapa pegawai hingga seluruh pegawai ikut serta dalam
pelatihan tersebut ,bahkan akan membentuk regu tersendiri untuk pemadaman kebaran
3 Variabel Pelaksanaan K3
Pelaksanaan K3 yang ada pada PT Hok Tong sudah termaasuk dalam golongan Baik
karena mereka di sana memiliki lebih dari satu orang petugas K3 nya ,program
pengukuran dan kebisingan yang ada pada PT. Hok Tong di lakukan oleh petugas K3
nyan sendiri , alat pelindungan diri (APD ) yang disediakan sudah cukup memadai
hanya saja pegawainya masih ada yang sering melupakan APD yang di pakai untuk
digunakan,tombol-tombol STOP yang ada sangat berfungsi dengan baik karena
hampir semua mesin menggunkan prinsip Otomatis
4 Variabel Tempat dan Cara Penyimpanan Material
Pada PT Hok Tong sendiri tidak menyediakan tempat penyimpanan material yang
khusus jika tidak terpakai hanya saja pada saat ada barang atau material yang tidak
terpakai lagi tidak digunakan akan di tempatkan di pinggir area kerja bahkan jika
memang sudah tidak dapat di gunakan lagi barang atau material tersebut langsung di
buang pada TPS,Tanda tanda bahaya yang ada pada pabrik ini sudah cukup memadai,
hanya saja untuk tanda bahan kimia hanya ada pada Laboratorium saja , untuk
karetnya setiap bahan di ambil sampelnya untuk di periksa oleh petugas
Laboratoriumnya pada Laboratorium yang ada pada PT Hok Tong
5 Variabel Lingkungan Kerja dan Kebersihan

25
Pada PT Hok Tong menerapakan Prinsip kerja yang bersih karena setiap jam kerja
selesai akan ada beberapa orang petugas yang membersihkan area kerja yang tadi di
gunakan mereka juga menjaga area kerjanya agar selalu dalam keadaaan bersih
sehingga pada variabel ini di rasa sudah sangat memenuhi persyaratan yang ada.
6 Variabel Penanggulangan kebakaran
Pada variabel ini di PT Hok Tong mengadakan Pelatihan setiap satu bulan sekali untuk
pegawainya secara berkala atau bertahap secara bergantian kepada pegawainya serta
mereka juga sering mengadakan simulasi kebakaran untuk menanggulangi kebakaran.
Tersedia hampir 120 buah alat APAR pada masing-masing Unit kerja yang di
peruntukan kebakaran ringan serta ada 12 buat Hidra yang ada di beberapa titik Unit
Kerja
7 Variabel Fasilitas Sanitasi
Untuk fasilitas Sanitasinya pada PT Hok Tong sudah memenuhi syarat yang ada hanya
saja untuk semakin baiknya alangkah baiknya akan selalu di tingkatkan lagi

BAB IV

26
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada Praktikum kali ini kami dapat mengobservasi secra langsung Lingkungan kerja
yang ada pada PT Hok Tong yang berlokasikan Jl Gusti Situt Mahmud Kota Pontianak kami
melakukan Observasi Lingkungan Kerja dan wawancara pada Petugas yang mendampingi
kami .
Berdasarkan Observasi yang kami lakukan kami beberapa asapek sudah memenuhi
syarat seperti petugas K3 yang ada Pada PT Hok Tong sudah memiliki sertifikat di sana juga
telah ada kebijakan umum yang dikeluarkan ,untuk usaha JAMSOSTEK ,untuk petunjuk
teknis bahaya pada pekerja mereka memiliki Prosedur Sendiri.Pelaksanaan K3 yang ada pada
PT Hok Tong sudah termaasuk dalam golongan Baik karena mereka di sana memiliki lebih
dari satu orang petugas K3 nya ,program pengukuran dan kebisingan yang ada pada PT. Hok
Tong di lakukan oleh petugas K3 nyan sendiri , alat pelindungan diri (APD ) yang disediakan
sudah cukup memadai hanya saja pegawainya masih ada yang sering melupakan APD yang di
pakai untuk digunakan,tombol-tombol STOP yang ada sangat berfungsi dengan baik . PT Hok
Tong mengadakan Pelatihan setiap satu bulan sekali untuk pegawainya secara berkala atau
bertahap secara bergantian kepada pegawainya serta mereka juga sering mengadakan simulasi
kebakaran untuk menanggulangi kebakaran. Tersedia hampir 120 buah alat APAR pada
masing-masing Unit kerja yang di peruntukan kebakaran ringan serta ada 12 buat Hidra yang
ada di beberapa titik Unit Kerja

B. Saran
Berdasarkan Observasi yang kami lakukan serta analisis yang ada di atas kami memiliki saran
sebagai solusi yang harus di capai oleh para pekerja yang ada pada PT . Hok Tong untuk
lebih memperhatikan lagi penggunaan APD yang di gunakan meski pun sudah ada beberapa
pekerja yang sudah menerapkan penggunaan APD dengan baik karena APD sangat lah
penting untuk perlindungan diri jika terjadi kecelakaan dalam kerja.

DAFTAR PUSTAKA

27
Hasibuan, Malayu S.P, 2003, Kesehatan dan Keselamatan Kerja , Edisi Revisi, Bumi Aksara,
Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1970.Undang-undang Republik IndonesiaNomor 1 Tahun


1970 tentang Keselamatan Kerja.Jakarta.

Mathis Robert, Jackson John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba
empat

Ridley, J., 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar Edisi Ketiga.Penerbit
Erlangga, Jakarta.

AA. Anwar Prabu Mangkunegara, 2013, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Remaja Rosdakarya, Bandung

Lidya, Sayuti. 2013. Kesehatan Kerja. Bandung: Alfabeta.

Husni L, 2005. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Lampiran

28
DOKUMENTASI

Gambar 1. Gambar 2.

Pemeriksaan Cahaya/Penerangan Wawancara kepada Petugas

Gambar 3. Gambar 4.

Pemeriksaan Vibrasi Pemeriksaan Kebisingan

29
Gambar 5. Gambar 6.

Proses Pencetakan Tanda-Tanda Bahaya

Gambar 7. Gambar 8.

APAR beserta Petunjuk Pemakaian Material

30

Anda mungkin juga menyukai