Anda di halaman 1dari 11

UAS (UJIAN AKHIR SEMESTER)

Nama : Maulidia Nurparida

NIRM : 1207.19.2186

Semester : 5C PAI

Mata Kuliah : Ilmu Mantiq

Dosen Pengampu : Dr. Drs.Zulkifli Aka.Msi

No hp : 089516461963

SOAL

1. .Terangkan pengertian dan mamfaat mempelajari ilmu Mantiq.


2. Terangkan ttg berfikir Silogisme, kaitkan dgn Duduktif, Induktif.
3. Bagaimana membumikan ttg ulil albab dikaitkan dgn Zikir dan fikir.
4. Coba jelas ttg mamfaat dan hikmah dari hokum Qishas sbg mana dijelaskan
dalam Q.S.2: 179.
5. Jelaskan tentang Ghairu nisbiyah atau nisbi.
JAWABAN :

1. Ilmu Mantiq telah dirumuskan oleh para ulama dengan rumusan yang
bervariasi meskipun maksudnya sama, yaitu mengungkapkan makna sebagai
suatu kata yang dibakukan untuk nama suatu disiplin ilmu.

a. Ilmu Mantiq adalah tatanan berpikir yang dapat memelihara otak dari
kesalahan berpikir dengan pertolongan Allah swt.
b. Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berpikir agar terhindar dari
kesalahan; selain merupakan ilmu kecermatan praktis.
c. Ilmu Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula
berpikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara
yang berpikir yang salah.
d. Ilmu yang membahas obyek-obyek pengetahuan tashawwur dan tashdiq
untuk mencapai interaksi dari keduanya atau suatu pemahaman yang dapat
mendeskripsikan tashawwur dan tashdiq.
e. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Ilmu manitiq adalah
ilmu yang membahas tata aturan berpikir benar berkenaan dengan obyek
pikir untuk memperoleh kebenaran.

Manfaat mempelajari Ilmu Mantiq yaitu

1) Untuk melatih jiwa manusia agar dapat memperhalus jiwa pikirannya.

2) Mendidik kekuatan akal pikiran dan mengembangkannya yang sebaik-


baiknya dengan melatih.

3) membiasakan mengadakan penelitian-penelitian tentang cara berpikir.

4) Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi


yang tepat.

5) Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar (hak) dan yang
salah (batil).
2. Silogisme adalah suatu bentuk penarikan konklusi secara deduktif tak
langsung yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan serentak.
Oleh karena silogisme adalah penarikan konklusi yang sifatnya deduktif,
maka konklusinya tidak dapat mempunyai sifat yang lebih umum dari
pada premisnya.

Silogisme dalam logika tradisional digunakan sebagai bentuk


standar dari penalaran deduktif. Hanya deduksi yang dapat di
kembalikan menjadi bentuk standar inilah yang dapat dibahas dalam
logika tradisional. Silogisme itu terdiri atas tiga proposisi kategorik.
Dua proposisi yang pertama berfungsi sebagai premis, sedang yang ketiga
sebagai konklusi. Jumlah termnya ada tiga, yaitu term subjek, term predikat,
dan term medius. Term medius berperan sebagai penghubung antara premis
mayor dengan premis minor di dalam menarik konklusi, dan term
medius itu tidak boleh muncul pada konklusi. Silogisme ini dapat dipakai
sebagai salah satu cara untuk mengetahui sesuatu secara logika.

Misalnya :

Semua manusia yang ada akan mati.

Dahlia adalah manusia.

Oleh karena itu, dahlia akan mati.

Induktif adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi


umum dan sejumlah proposisi khusus. Meskipun premis-premis yang digunakannya
adalah benar dan prosedur yang digunakan adalah sah, maka kesimpulannya belum
tentu benar. Yang dapat dikatakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai
peluang untuk benar. Dapat dinyatakan bahwa dasar dari statistika adalah ilmu
peluang.

Hukum-Hukum Penarikan Kesimpulan :

Banyak orang kaya yang kikir

Si Dahlia adalah orang kaya

Jadi, Si Dahlia adalah orang yang kikir.

3. Pembacaan atas beragam tafsir ayat-ayat yang mengandung kata ‘ulul albab’
menghasikan sebuah kesimpulan besar: ulul albab menghiasi waktunya dengan
dua aktivitas utama, yaitu berpikir dan berzikir.

ilmu tafsir memiliki pembahasan khusus dari ilmu Alquran. Ringkasnya,


ilmu Alquran adalah ilmu yang berhubungan dengan Alquran, teks
atau nash itu sendiri, sedangkan tafsir lebih pada menyingkap makna yang
terkandung dalam nash itu sendiri.

Tentang awal mula keilmuan tafsir. Kajian tafsir dalam Islam sudah dimulai
sejak ayat pertama diturunkan. Rasulullah SAW merupakan orang pertama yang
mempelajari setiap kata dari ayat Alquran, baik dari Allah SWT langsung atau
dengan perantara guru beliau SAW, yakni malaikat Jibril.Nabi Muhammad
SAW sebagai utusan Allah kepada jin dan manusia menyampaikan kepada para
sahabatnya dengan penuh amanah. Hal itu dilakukannya terutama dalam
majelis-majelis ilmu yang dihadiri para sahabat.Akan tetapi, tidak setiap kata
dibahas oleh beliau SAW, melainkan kata-kata yang belum dipahami oleh para
sahabat atau kalimat yang bermasalah bagi mereka. Misalnya, makna ar-
romyu (lemparan) dan kata zhulm (kezhaliman).
Sebab, para sahabat merupakan orang-orang yang hidup pada zaman ketika
bahasa Arab sedang di puncak kefasihan, bahkan di segala sisi linguistiknya.
Para sahabat mengambil (talaqqi) lafazh Alquran dari Rasulullah SAW. Mereka
juga memahami makna dari setiap lafazh tersebut.

Ibnu Taimiyyah dalam Ushul fit Tafsir berkata, “Secara kebiasaan, suatu


kaum yang membaca suatu kitab dalam bidang ilmu tertentu, seperti kedokteran
dan matematika, tidak mungkin mereka tidak mencari penjelasan (maknanya).
Lalu bagaimana dengan Kalam Allah SWT itu adalah sandaran utama mereka,
yang menentukan keselamatan, kebahagiaan, tegaknya agama dan kehidupan
dunia mereka?”

Abu Abdirrahman as-Sulami pernah berkata, “Telah menceritakan kepada


kami orang-orang yang mengajari kami bacaan Alquran, seperti Utsman bin
Affan, Abdullah bin Mas’ud dan selain keduanya, bahwa jika mereka
mempelajari dari Nabi SAW 10 ayat, maka mereka tidak melampauinya hingga
mempelajari ilmu dan amal di dalamnya. Mereka berkata, ‘Maka kami
mempelajari Alquran dengan mengambil ilmu dan mengamalkannya secara
sekaligus.’”

Generasi sahabat kemudian berganti dengan generasi tabiin. Generasi tabiin


berganti dengan generasi tabi` tabiin hingga seterusnya. Orang-orang Arab kian
bersentuhan dengan masyarakat bukan Arab (`Ajam). Maka wajar bila sebagian
kosa kata (mufrodat) Alquran dan gaya bahasanya (uslub) menjadi sulit
dipahami sebagian orang Muslim yang `Ajam.

Maka dari itu, muncul tafsir-tafsir Alquran. Dimulai dari tafsir kosa kata
(mufrodat) yang kemudian dikenal dengan ghoribul Alquran, yakni kata-kata
yang langka dalam Alquran.
Adapun tafsir secara utuh yang sampai di tangan kita--dari surah al-Fatihah
sampai surah an-Naas--pertama kali ditulis oleh ulama asal Thabaristan (wilayah
selatan Laut Kaspia). Namanya, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-
Thobariy. Sosok yang berjulukan imamul mufassirin (imam para ahli tafsir) ini
wafat pada 310 Hijriah. Kitab tafsirnya berjudul Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-
Qur'an.

Perkembangan ilmu tafsir Alquran hingga kini adalah karunia Allah SWT.


Dalam Alquran pun sudah ditegaskan, sebagaimana terkandung dalam surah al-
Qiyamah ayat 17-19, yang artinya, “'Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (Alquran di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah
penjelasannya.”

Dari masa ke masa sampai abad ke-14 Hijriah, kitab tafsir dengan berbagai
corak dan metode ditulis dan tersebar di seluruh penjuru dunia. Bahkan, tidak
hanya dalam bahasa Arab saja. Tafsir juga ditulis dengan selain bahasa Arab, di
antaranya adalah bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah di wilayah Tanah Air.

Ulul albab berzikir, atau mengingat Allah, dalam situasi apapun: dalam
posisi berdiri, duduk, maupun berbaring (Q.S. Ali Imran 3:191), memenuhi janji
(Q.S. Ar-Ra’d 13: 20), menyambung yang perlu disambung dan takut dengan
hisab yang jelek (Q.S. Ar-Ra’d 13: 21), sabar dan mengharap keridaan Allah,
melaksanakan salat, membayar infak dan menolak kejahatan dengan kebaikan
(Q.S. Ar-Ra’d 13: 22). Di sini, zikir dilakukan dengan membangun hubungan
vertikal transendental (seperti mendirikan salat) dan hubungan horisontal sosial
(seperti membayar infak dan menyambung persaudaraan).

Dalam berpikir, ulul albab melibatkan beragam obyek: fenomena alam,


seperti pergantian malam dan siang serta penciptaan langit dan bumi (Q.S. Ali
Imran 3:190-191) dan siklus kehidupan tumbuhan yang tumbuh karena air hujan
dan akhirnya mati (Q.S. Az-Zumar 39: 21), fenomena sosial, seperti sejarah atau
kisah masa lampau (Q.S. Yusuf 12:111).

Sebagai sebuah konsep, ulul albab perlu dioperasionalisasi atau dibumikan.


Beberapa strategi berikut terbayang setelah melakukan tadabbur atas beragam ayat
di atas, yaitu: (a) meningkatkan integrasi, (b) mengasah sensitivitas, (c) memastikan
relevansi, (d) mengembangkan imajinasi, dan (e) menjaga independensi.

- Meningkatkan integrasi.

- Mengasah sensitivitas.

- Memastikan relevansi.

- Mengembangkan imajinasi.

- Menjaga independensi

4. Hukuman mati dalam hukum pidana Islam dikenal dengan istilah qishâsh.
Makna

ُ‫ص ْقال‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ )ـــــــــــــــــا‬al-qishâsh) terambil dari kata ‫ قصصـــــــا‬-‫ )قــص – يقـــــــص‬qashsha,
yaqushshu, qashashan) yang arti umumnya adalah ‫ )االثـــــــــــــــر تتبـــــــــــــــع‬tatabu’
al-‘atsar, mengikuti jejak), dan ‫القصـــــــــص‬

‫صـــــــــــــــــا‬
ً ‫ص‬ ِ َ‫ فَارْ تَـــــــــــــــــ َّدا َعلَـــــــــــــــــى آَث‬:Allah firman seperti,
َ َ‫ار ِه َمـــــــــــــــــا ق‬
jejak/bekas bermakna) qashashu-al( (lalu keduanya kembali, mengikuti jejak
mereka semula. Dari akar kata yang sama lahir kata qishshâh (kisah) karena “orang
yang berkisah mengikuti peristiwa yang dikisahkannya
tahap demi tahap sesuai dengan kronologis kejadiannya,”7

sebagaimana tertuang dalam yang kisah adalah ini Sesungguhnya ( ‫إِ َّن هَـــــــــــــ َذا‬
ُّ ‫صــــــــــــــصُ ْال َحــــــــــــــ‬
‫ق‬ َ َ‫ُــــــــــــــو ْالق‬
َ ‫ لَه‬:Quran-Al ayat beberapa

benar); kabarkan Kami akan Sesungguhnya Maka ( ‫ــــــــــــــــن َعلَ ْي ِهـــــــــــــــــ ْم‬
َّ َّ ُ‫فـَلَنـَق‬
‫ص‬
َ‫ـــــــــــــــــم َو َمـــــــــــــــــا ُكنَّـــــــــــــــــا غَـــــــــــــــــائِبِين‬
ٍ ‫بِ ِع ْل‬

kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui
(keadaan

mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka);9

Kami (‫ــــــــــص‬
ِ َ َ‫ك أَحْ َســــــــــنَ ْالق‬
‫ص‬ َ ‫نَحْ ــــــــــنُ نـَقُــــــــــصُّ َعلَيْــــــــــ‬

َْ
ِ ‫ولِــــــــــــي اْألَـ ْلبَــــــــــــا‬J‫ــــــــــــرةٌ ُِِألـ‬
‫ب‬ َ ْ‫صــــــــــــ ِه ْم ِعبـ‬ َ َ‫;)لَقَــــــــــــ ْد َكــــــــــــانَ فِــــــــــــي ق‬baik
ِ ‫ص‬
paling yang kisah kepadamu menceritakan

(Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang


yang

cerita kepadanya menceritakan dan (‫ــــــــــــــــــص‬


َ َ َ‫َوقَــــــــــــــــــصَّ َعلَيْــــــــــــــــــ ِه ْالق‬
‫ص‬
ayat dan 11);akal mempunyai

(mengenai dirinya).12

Sementara qishâsh sendiri bermakna, 13‫ بـــــــــــالقود الـــــــــــدم تتبـــــــــــع‬artinya


mengikuti/membalas

penumpahan darah dengan bentuk perbuatan yang sama. Ibn Manzhûr dalam
bukunya
‫القِصــــــاص وهــــــو أَ ن يفعــــــل بــــــه مثــــــل فعلــــــه مــــــن قتــــــل أَو قطــــــع أَو ضــــــرب أَو‬
‫ جــــــرح‬:menyebutkan Arab-‘al Lisân

Maksudnya qishâsh itu ‘suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti
bentuk tindak pidana yang dilakukan’ seperti bunuh dibalas bunuh atau pelukaan
dibalas dengan melukai. Mufassir Muhammad ‘Alî al-Sâis menyatakan qishâsh
berarti diperlakukan (kepada seseorang) sama dengan apa yang dilakukan. Ketika
seseorang diperlakukan seperti apa yang dia lakukan, maka itu akan memberikan
bekas (dampak yang sama) kepadanya.

Hikmah Qisas

Islam menerapkan hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana, baik
tindak pidana pembunuhan maupun penganiayaan semata mata demi menjaga
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Hal ini akan memberikan dampak
positif, diantaranya adalah: Dapat dijadikan suatu pelajaran bahwa keadilan harus
ditegakkan.

5. Hadits Gharib Nisbi, yaitu hadits yang terdapat penyendirian dalam sifat atau
keadaan tertentu seorang rawi.

 Penyendirian tentang sifat keadilan, kedhabitan, dan ketsiqqahan rawi.


Contoh:
‫ق ْالقَ َم ُر‬
َّ ‫ت السَّا َعةُ َوا ْن َش‬ ْ ِ‫ يَ ْق َرأُ فِي اأْل َضْ ٰحى َو ْالف‬.‫ م‬.‫َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ ص‬
ِ َ‫ط ِر بِق َو ْالقرْ ٰا ِن ْال َم ِج ْي ِد َوا ْقتَ َرب‬

Rasulullah Saw. pada hari Raya Qurban dan hari Raya Fitri membaca surat Qaaf
dan surat al-Qamar. (HR. Muslim)
 Penyendirian tentang kota atau tempat tinggal tertentu, yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh para rawi dari kota/daerah tertentu. Misalnya, Basrah, Kufah
atau Madinah saja. Contoh:
ِ ‫ أَ ْن نَ ْق َرأَ بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬.‫ م‬.‫أَ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللاِ ص‬
ُ‫ب َو َما تَيَ َّس َر ِم ْنه‬

Rasulullah Saw. memerintahkan kita agar membaca al-Fatihah dan surat yang
mudah dari al-Qur’an. (HR. Abu Dawud)
Hadits ini diterima oleh Abu Dawud dari Abu Walid at-Thayalisi dari Hamam dari
Qatadah dari Abu Nasharah dan Sa’id yang kesemuanya berasal dari Basrah.

 Penyendirian tentang meriwayatkannya dari rawi Contoh:


َ ‫ أَوْ لَــ َم ع َٰلى‬.‫ م‬.‫ي ص‬
ٍ ِ‫صفِيَّةَ بِ َسوْ ب‬
‫ق َوتَـ َم ٍر‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬

Sesungguhnya Nabi Saw. mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan jamuan


makanan yang terbuat dari tepung gandung dan kurma.
Dalam sanad hadits tersebut, terdapat seorang rawi bernama Wa’il yang
meriwayatkan hadits tersebut dari anaknya (Bakar bin Wa’il), sedangkan perawi
yang lain tidak meriwayatkan demikian.[xxi]
Jika ditinjau dari sanad dan matan, hadits gharib dibagi menjadi dua yaitu :

a. Hadits gharib matan dan sanadnya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh


seorang rawi
b. Hadits gharib sanadnya saja bukan matannya, yaitu hadits yang matannya
(isi haditsnya) diriwayatkan oleh beberapa rawi dari sahabat, lalu ada
seorang rawi yang seorang sahabat yang lain.

Anda mungkin juga menyukai