Anda di halaman 1dari 13

HIPNOTIK SEDATIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakologi

Dosen Pengampu : Sekarini S.Psi., S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4:

1. Afrizal Firman Azzara (2010001)


2. Ahmad Indra Fatkhur Rohman (2010003)
3. Amelia Eka Budiyati (2010006)
4. Andreas Setyaningsih (2010008)

Program Studi Keperawatan Diploma III

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen

TA 2020/2021
BAB I

A. LATAR BELAKANG
Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan
untuk menjaga proses homeostasis tubuh, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan
fisiologis yang harus dipenuhi tersebut salah satunya adalah istirahat dan tidur (Hidayat,
2012).
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang banyak dialami oleh
kebanyakan orang. Insomnia adalah kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan
tidur (tidak terbangun), atau tidur yang tidak menyegarkan selama 1 bulan atau lebih
(Candra, 2013). Menurut Japardi (2002) hampir setiap tahun di dunia diperkirakan sekitar
20 – 40% orang dewasa mengalami sulit tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan
tidur yang serius dan 10 – 15% populasi umum didunia mengalami insomnia (Drake et al,
2003). Efek buruk dari insomnia seperti stres, produktivitas berkurang, mengganggu
performa individual maupun sosial dan secara keseluruhan mengganggu kualitas hidup
seseorang (Drake et al., 2003). Secara farmakologi obat – obat sintetik yang dapat
digunakan untuk menangani insomnia yaitu benzodiasepin reseptor agonis, antihistamin,
antidepresan serta obat golongan sedatif – hipnotik (Candra, 2013).
Obat sedatif – hipnotik merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan
anastesi, koma dan mati. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental,
menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (Gunawan, 2007). Obat – obat golongan sedatif – hipnotik
ditinjau dari aspek medis menyebabkan timbulnya efek samping yang cukup berbahaya
bagi pemakainya seperti habituasi, toleransi bahkan adiksi jika digunakan dalam waktu
yang lama. Melihat dari kejadian tersebut, sangat diperlukan adanya obat tradisional
sebagai alternatif pengobatan dengan efek samping yang lebih minimal, efektif, aman,
murah, dan mudah didapat untuk mengurangi masalah tersebut, terutama untuk
mengurangi terapi dengan berbagai macam obat (Novindriani, 2013).
Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat sedasi adalah putri malu. Berbagai
penelitian mengenai efek sedasi oleh putri malu (Mimosa pudica L.) telah dilakukan
antara lain oleh Arif Syaiful Haq pada tahun 2009 telah melakukan uji sedasi ekstrak
herba putri malu (Mimosa pudica L.) dengan dosis 300 mg/KgBB, 600 mg/KgBB,
1200mg/KgBB. Penelitian tersebut menemukan bahwa ekstrak herba putri malu (Mimosa
pudica L.) dengan dosis 1200 mg/KgBB memiliki efek sedasi dan bahkan melebihi efek
sedasi yang diberikan oleh fenobarbital, namun hasil tersebut ditemukan hanya pada
metode uji rotarod. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kardiono, uji
efek sedasi ekstrak air herba putri malu (Mimosa pudica L.) dilakukan dengan beberapa
metode uji, yaitu hole board, evasion box, platform, dan rotarod dengan tiga dosis yaitu
600 mg/KgBB, 1200 mg/KgBB, dan 2400 mg/KgBB. Selain itu, pada penelitian tersebut
dilakukan uji durasi waktu tidur terhadap mencit Swiss Webster. Hasil penelitian tersebut
mendukung penelitian sebelumnya, namun efek sedasi yang ditemukan berada pada dosis
yang berbeda yaitu 600 mg/KgBB Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa ekstrak air
herba putri malu (Mimosa pudica L.) mampu memperpanjang durasi tidur pada dosis
1200 mg/KgBB (Kardiono, 2014).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Hipnotik sedatif ?
2. Apa indikasi dan kontradiksi yang di hasilkan dari hipnotik sedatif ?
3. Bagaimana cara kerja obat hipnotik sedatif ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian hipnotik sedatif
2. Mengetahui manfaat hipnotik sedatif
3. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi hipnotik sedatif
4. Mengetahui mekanisme obat hipnotik sedatif
5. Mengetahui golongan hipnotik sedatif
6. Mengetahui efek samping hipnotik sedatif
D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah untuk
menambah wawasan terhadap obat hipnotik sedatif.
2. Bagi Institusi
Manfaat makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam memahami tentang obat
hipnotik sedatif.
3. Bagi Masyarakat
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan terhadap obat
hipnotik sedatif di kalangan masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Hipnotik-sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang dan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu menghilangkan
kesadaran keadaan anestesi, koma dan mati.
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang diberikan
pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam kelompok
psikoleptika yang mencakup obat obat yang menekan atau menghambat sisem saraf
pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan, dan
menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari banyak
obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya antikolinergika.
Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan
penggunaanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari
banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan SSP, misal antikolinergika
(Gunawan,1995).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik diperuntukkan
untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang
menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa
pada keesokan harinya (Tjay dkk, 2002: 384).
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obat
yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti nyeri akut dan kronik,
tindakan anestesi, kejang serta insomnia.
B. INDIKASI DAN KONTRADIKSI

Nama Obat Cara t1/2 Indikasi Dosis


(Nama Pemberian (jam)
Dagang)
Amobarbital Oral, IM, IV 10-40 Insomnia,sedasi, Oral : tablet
preoperatif status (base) 30, 50, 100
(AMYTAL)
epilepsi mg

Kapsul (garam
sodium) 65, 200
mg

Parenteral :
bubuk dalam vual
250, 500 mg

Aprobarbital Oral 14-34 Insomnia Oral : eliksir 40


mg/5 mL
(ALURATE)

Butabarbital Oral 35-50 Insomnia, sedasi Oral : tablet 15,


preoperatif 30, 50, 100 mg
(BUTISOL)

Kapsul 15, 30
mg, eliksir 30;
33,3 mg/5 mL

Mefobarbital oral 10-70 Gejala bangkitan, Oral : tablet 32,


sedasi siang hari 50, 100 mg
(MEBARAL)

Metoheksital IV 3-5 Induksi dan/ atau ---------


mempertahankan
anstesi
(BREVITAL)

Pentobarbital Oral, IM, IV, 15-50 Insomnia, sedasi Oral : kapsul 50,
rectal preoperatif status 100 mg; eliksir
(NEMBUTAL
epilepsi 18,2 mg/5 mL
)

Rectal :
supositorial 30,
60, 120, 200 mg

Parenteral :
suntikan 50
mg /mL.
Fenobarbital Oral, IM, IV 80-120 Gejala bangkitan, Oral : tablet 8,
status epilepsi, sedasi 16, 23, 65, 100
(LUMINAL)
siang hari mg

Kapsul 16 mg;
eliksir 15, 20
mg/5 mL

Parenteral :
suntikan 30, 60,
65, 130 mg/mL;
bubuk untuk
suntikan dalam
ampul 120 mg

2. Indikasi
digunakan untuk pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi,
anestesi.
3. Kontradiksi
a. Hipersensitif terhadap flumazenil atau benzodiazepine
b. Terdapat zat racun lain: TCA, theofilin, obat epilepsi (obat lain yang dapat
menyebabkan kejang atau disritmia
c. Pengguna benzodiazepin kronis, pasien menerima BDZ untuk kondisi life
threatening (misal mengontrol tekanan intrakranial; status epileptikus)
d. Diagnosa depresi SSP akibat induksi benzodiazepine

C. MEKANISME OBAT DAN GOLONGAN

Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni senyawa barbiturat dan
benzodiadepin, obat-obat lainnya.

a. Barbiturat
Selama beberapa waktu barbiturat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik-sedatif. Namun sekarang selain untuk beberapa penggunaan
yang spesifik, golongan obat ini telah digantikan oleh benzodiazepin yang lebih
aman. Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)
Contohnya : barbiturat, metarbital, fenobarbital.
2. Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam) Contoh
:alobarbital, amobarbital, aprobarbital, dan butabarbital berguna untuk
mempertahankan tidur dalam jangka waktu yang panjang.
3. Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam) Contoh :
sekobarbital, dan pentobarbital, yang digunakan untuk menimbulkan
tidur untuk orang yang sulit jatuh tidur.
4. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)
Contoh: tiopental yang digunakan untuk anestesi umum. Barbiturat
harus dibatasi penggunaannya hanya untuk jangka waktu pendek (2
minggu atau kurang) karena memiliki efek samping.
Mekanisme kerja barbiturat pada SSP adalah sebagai berikut :

Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek
yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat
memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi
sinaptik, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja
benzodiazepin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis
GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi
SSP yang berat.

b. Benzodiapedin
Obat ini pada umumnya kini dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama
karena toksisitas dan efek sampingnya yang relatif paling ringan. Obat ini juga
menimbulkan lebih sedikit interaksi dengan obat lain, lebih ringan menekan
pernapasan dan kecenderungan penyalahgunaan yang lebih sedikit dosis aman
yang lebar rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom
dihati. Golongan benzodiazepin diantaranya temazepam, nitrazepam, flurazepam,
flunitrazepam, diazepam dan midazolam.

Mekanisme kerja benzodiazepin pada SSP sebagai berikut :

Kerja benzodiazepin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor


penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat
(GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan
dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor
GABAB. Reseptor ionotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih sub unit, reseptor
GABAA berperan pada sebagian besar neurotransmitter di SSP. Sebaliknya
reseptor GABAB yang terdiri dari peptide tunggal dengan 7 daerah
transmembran, digabungkan denganEfek farmakologi benzodiazepin merupakan
akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter
penghambat di otak dan blokade dari pelepasan muatan listrik. GABA adalah
salah satu neurotransmitter-inhibisi otak, yang juga berperan pada timbulnya
serangan epilepsi. Benzodiazepin tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat
sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel
dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi.

c. Farmakokinetik
1. Absorbsi
Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau ganggaun tidur,
hipnotik-sedatif biasanya diberikan per oral. Benzodiazepin merupakan
obat-obat basa lemah dan di absorbsi sangat efektif pada pH tinggi yang
ditemukan dalam duodenum. Kecepatan absorbsi yang diberikan per oral
berbeda tergantung pada beberapa factor termasuk sifat kelarutannya
dalam lemak.
2. Distribusi
Transport hipnotik-sedatif di dalam darah adalah proses dinamik
dimana banyaknya molekul obat masuk dan meninggalkan jaringan
tergantung pada aliran darah, tingginya konsentrasi, dan permeabilitas.
Tingkat transformasi metabolik dan eliminasi sangat lambat untuk
menghilangkan efek utama farmakologinya dalam waktu yang relative
singkat.
3. Biotransformasi
Metabolisme di hati, pola dan kecepatan metabolism tergantung
pada masing-masing obat. Kebanyakan benzodiazepin mengalami fase
oksidasi mikrosomonal (reaksi fase I) termasuk N-dealkilasi dan
hidroksilasi alifatik. Kemudian metabolitnya dikonjugasikan (reaksi fase
II) oleh glukonil transferase menjadi bentuk glukuronida yang
diekresikan ke dalam urin.

4. Eksresi
Metabolit benzodiazepin dan hipnotik sedative lain yang larut air di
eksresikan terutama melalui ginjal.
d. Farmakodinamik
Efek utama yaitu sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Hanya dua efek yang merupakan
kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi coroner setelah pemberian
dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV dan blockade neuromuscular yang
terjadi pada dosis tinggi.

D. EFEK SAMPING OBAT


Efek Hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat dari pada
sedasi, hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedatif dengan peningkatan dosis.
Depresi sistem saraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karasteristik
dari sedatif-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang di perlukan untuk hipnotik dapat
mengarah kepada keadaaan anastesi umum. Masih pada dosis yang tingi, obat sedatif-
hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan casomotor di medulla, yang dapat
mengakibatkan koma dan kematian (Katzung, 1997).
Barbiturat sangat banyak digunakan sebagai obat tidur. Dengan dosis yang cukup,
orang bisa tertidur dalam waktu 20-60 menit. Tidurnya mirip dengan keadaan tidur
fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Fase tidur REM (rapid aye movement)
dipersingkat. Barbiturat agaknya menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan
luar. Orang lebih mudah tertidur bila disekitarnya tidak ada gangguan. Selain ini mungkin
ada juga pengaruh langsung terhadap pusat pengatur tidur di-hipotalamus. Bila karena
suatu sebab dosis hipnotik tidak menyebabkan tidur, pasien bisa memperlihatkan gejala
pikiran kacau seperti yang tampak pada intoksikasi alkohol. Setelah bangun dari tidur
akibat barbiturat, kadang-kadang timbul hangover, terutama setelah penggunaan
barbiturat kerja lama.

Efek samping Barbiturat :

a. Hangover/after effects : gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik
berakhir. Efek residu berupa vertigo, mual, muntah, atau diare.
b. Eksitasi paradoksal : pada individu pemakaian berulang (fenobarbital dan N-
desemetil bartiburat) terjadi pada lanjut usia dan terbelakang.
c. Rasa nyeri : mialgia, neuralgia, artragia terutama pada pasien psikoneuritik yang
menderita insomnia
d. Hipersensitivitas : reaksi alergi pada individu yang menderita asma, urtikaria,
angioedema, dermatosis.

Efek samping Benzodiazepine :

a. Kepala ringan, malas/tak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia,


gangguan fungsi mental, dan psikomotorik, gangguan koordinasi berpikir, bingung,
disartria, dan amnesia anterograd.
b. Efek samping yang relatif umum terjadi ialah lemas, sakit kepala, pandangan kabur,
vertigo, mual dan muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada.
c. Efek paradoksal misalnya : flurazepam sesekali meningkatkan insiden mimpi buruk,
banyak bicara, cemas, mudah tersinggung, takikardi, dan berkeringat, gejala amnesia,
euforia, gelisah, halusinasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipnotik-sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat


(SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang dan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu menghilangkan
kesadaran keadaan anestesi, koma dan mati.

obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obat yang berhubungan dengan


sistem saraf pusat seperti nyeri akut dan kronik, tindakan anestesi, kejang serta insomnia

B. Saran

Kami menyadari jika masih banyak kekurangan di makalah ini. Maka dari itu, kami
berharap pembaca memberi saran agar pada saat pembuatan makalah dikemudian hari kami
dapat memperbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai