KATA PENGANTAR
Puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sebab hanya karena Rahmat
dan Ridho-Nya semata sehingga Profil Kesehatan Kabupaten Asahan Tahun
2020 ini dapat diselesaikan dan hadir di tengah para pembaca yang kami
hormati.
Sebagaimana profil kesehatan tahun-tahun sebelumnya, profil kesehatan tahun
2020 ini merupakan sekumpulan data dan informasi yang utuh mulai dari
perencanaan, pelaksanaan sampai kepada hasil/ capaian dari seluruh program
kerja bidang kesehatan yang telah diupayakan oleh segenap institusi dan insan
kesehatan termasuk partisipasi/ peran serta masyarakat untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan yang bermuara kepada peningkatan derajat kesehatan
masyarakat sebagaimana visi Kabupaten Asahan,“Asahan Sehat Mandiri
2021”.
Kami menyadari bahwa Profil Kesehatan ini masih jauh dari sebutan sempurna
baik dari aspek nilai kinerja yang dihasilkan maupun teknis penulisannya, untuk
itu kepada semua pihak dengan segala kerendahan hati kami senantasa mebuka
dri untuk menerima segala saran dan kritik terutama yang bertujuan ke arah
perbaikan, peningkatan dan penyempurnaannya.
Praise to the Presence of God the Almighty for mercy and blessings just because of his
sheer so Asahan District Health Profile can be completed in 2020 and is present in the
middle of our esteemed readers.
As the health profile of the previous years, health profile 2020 is also a set of complete
data and information from planning to implementation to results / outcomes of the
entire health sector program of work that has been pursued by all institutions and
human health, including participation / role and communities to achieve the goal of
health development is geared towards increasing the health of society as the vision of
the District Health.
On the successes and improvements have been achieved as well as setbacks and
"failure" some programs, for we are both home job that will never finish and is a
challenge that must be answered through the willingness and the ability and hard work
should always be nurtured and enhanced by the perpetrators of healthcare.
We realize that this “Health Profile” is still far from perfect as the good of the aspects
of the resulting performance and technical writing, for it to all parties with all humility
we are always open dri to accept all suggestions and criticisms mainly aimed towards
the improvement, enhancement and perfected .
Hal
Kata Pengantar .............................................................................................................................................. i
Foreword .............................................................................................................................................. ii
Peta Kabupaten Asahan ................................................................................................................................. iii
Daftar Isi .............................................................................................................................................. iv
Daftar Gambar .............................................................................................................................................. vii
ii
Hal
Tabel 2.1. Kepadatan Penduduk Berdasarkan Luas Wilayah Tahun 2015-2020 ...................................... 10
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Sex Ratio Tahun 2015-2020 .................................................. 13
Tabel 3.1 Jumlah Kematian, dan Angka Kematian Bayi Tahun 2015-2020 ............................................ 21
Garfik 3.3. Daftar 10 (Sepuluh) Besar Penyakit Tahun 2019 dan 2020 ............................................... 29
Garfik 4.2. Persentase Cakupan Imunisasi Td pada WUS Tahun 2020 .............................................. 63
Garfik 4.6. Persentase KB Aktif Menurut Jenis Kontrasepsi Tahun 2015-2020 .................................. 72
Garfik 4.7. Peserta KB Baru Menurut Jenis Kontrasepsi tahun 2015-2020 ....................................... 74
1.3. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan profil ini adalah sebagai suatu alat yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi program-program yang telah dilaksanakan,
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penyusunan langkah-
langkah selanjutnya dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan
pembangunan kabupaten khususnya pembangunan dibidang kesehatan. Juga
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan Profil
Kesehatan Provinsi dan Profil Kesehatan Indonesia.
Bab I. PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan secara singkat tentang latar belakang penyusunan profil,
tujuan, manfaat serta sistematika penulisannya.
LAMPIRAN
Pada lampiran ini terdapat resume/ringkasan angka pencapaian kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Asahan dan 76 tabel data yang merupakan gabungan tabel
indikator kabupaten sehat dan indikator pencapaian kinerja Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang kesehatan.
Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur
Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 2°03'00’’– 3°26’00’'
Lintang Utara dan 99°01'’– 100°00'’ Bujur Timur, dengan ketinggian 0–1.150 m di atas
permukaan laut, memiliki luas wilayah 3.799,50 Km² (Lampiran Tabel 1) dengan batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan : Kabupaten Batu Barat.
Sebelah Timur berbatasan dengan : Selat Malaka;
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kabupaten Labuhan Batu dan
Kabupaten Toba Samosir;
Sebelah Barat berbatasan dengan : Kabupaten Simalungun.
a. Asahan Bagian Bawah, seluas 594,19 Km² (15,64 %) dengan ketinggian 0–7 meter,
yang meliputi 6 (enam) Kecamatan yakni : Kecamatan Air Joman, Kecamatan Silau
Laut, Kecamatan Tanjung Balai, Kecamatan Sei. Kepayang, Kecamatan Sei.
Kepayang Barat dan Kecamatan Sei. Kepayang Timur.
b. Asahan Bagian Tengah, seluas 1.457,08 Km2 (38,35 %) dengan ketinggian 7–25
meter, yang meliputi 13 (tiga belas) Kecamatan, yakni : Kecamatan Air Batu,
Kecamatan Meranti, Kecamatan Kisaran Barat, Kecamatan Kisaran Timur, Kecamatan
c. Asahan Bagian Atas, seluas 1.748,23 Km2 (46,01 %) dengan ketinggian 25-1.121
meter, yang meliputi 6 (enam) Kecamatan yakni : Kecamatan Bandar Pulau,
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kecamatan Buntu Pane, Kecamatan Tinggi Raja,
Kecamatan Setia Janji dan Kecamatan Aek-Songsongan.
Berdasarkan data hasil proyeksi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik, penduduk
Kabupaten Asahan tahun 2015 berjumlah 706.283 jiwa. Tahun 2016 berjumlah 712.684
jiwa atau bertambah sebanyak 6.401 jiwa (0,91 %), sedangkan tahun 2017 Berjumlah
718.718 tahun 2018 berjumlah 724.379 bertambah sebanyak 5.661 jiwa (0,78 %) jiwa.
Tahun 2019 sebanyak 729.795 yang berarti bertambah sebanyak 5.416 jiwa (0,74%).
Tahun 2020 berjumlah 769.960 yang berarti bertambah sebanyak 40.165 jiwa (5,21 %)
Pertambahan penduduk ini cukup signifikan. Jumlah penduduk Kabupaten Asahan 8 tahun
terakhir dapat dilihat pada Gambar 2.1
Tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi terdapat pada Kecamatan Kisaran Timur
sebanyak 1.937 jiwa per Km2 dan Kecamatan Kisaran Barat sebanyak 2.084 jiwa per Km2,
hal ini kemungkinan karena kecamatan Kisaran Timur letaknya berada di ibu kota
Kabupaten Asahan (pusat pemerintahan dan perdagangan), sedangkan Kisaran Barat
merupakan daerah yang paling dekat dengan pusat pemerintahan dimana perkembangan
pembangunan cukup pesat sehingga pertumbuhan ekonomi sebagian besar terkonsentrasi
di daerah ini, sebaliknya tingkat kepadatan penduduk yang paling rendah terdapat di
Kecamatan Bandar Pasir Mandoge dan Kecamatan Sei. Kepayang masing-masing sebesar
529,48 dan 78 jiwa per Km2 meskipun sebenarnya kecamatan ini secara proporsional
merupakan kecamatan terluas dari seluruh kecamatan yang ada, hal ini terjadi karena
sebagian besar dari wilayah ini merupakan daerah perkebunan milik swasta, pemerintah
dan masyarakat, Lampiran Tabel 1.
Distribusi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2020 adalah sebagai berikut:
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 369.132 jiwa (50,22 %), dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 365.894 jiwa (49,78 %). Distribusi jumlah penduduk berdasarkan
kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 5-9 tahun yakni 76.892 jiwa (10,45 %),
lebih banyak dari pada perempuan (369.132 penduduk laki-laki atau 50,22 %, dan 365.894
penduduk perempuan atau 49,78 %) atau dengan kata lain rasio jenis kelamin adalah
100,00 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
Rasio Beban Tanggungan adalah perbandingan antara banyaknya orang yang belum
produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan yang tidak produktif lagi (usia 65 tahun ke atas)
dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64 tahun). Semakin tinggi rasio
beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk non produktif yang ditanggung
oleh penduduk umur produktif.
Pada tahun 2019, jumlah usia yang tidak/belum produktif adalah sebanyak 68.461 orang
(9.47 %), sedangkan usia produktif adalah sebanyak 479.285 orang (66.16 %). Dengan
Pada tahun 2020, jumlah usia yang tidak/belum produktif adalah sebanyak 264.754 orang
(36,02 %), sedangkan usia produktif adalah sebanyak 470.272 orang (63,98 %). Dengan
demikian maka rasio beban tanggungan Kabupaten Asahan adalah sebesar 77,70 %. Hal ini
berarti bahwa setiap 100 orang yang masih produktif akan menanggung 77 orang yang
belum/ sudah tidak produktif lagi.
Apabila rasio beban tanggungan dibandingkan berdasarkan proporsi jenis kelamin maka
terdapat sebanyak 236.523 laki-laki usia produktif yang akan menanggung 132.609 laki-
laki yang tidak/ belum produktif (56,06 %). Selanjutnya terdapat 233.749 perempuan yang
akan menanggung 132.145 perempuan yang tidak/ belum produktif (56,53 %).
Selanjutnya jumlah penduduk menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan rasio jenis
kelamin selengkapnya dapat dilihat pada LampiranTabel 2.
Pada tahun 2016 adalah 100,88 % terdiri dari 357.900 orang laki-laki dan 354.784 orang
perempuan atau dengan kata lain setiap 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 101
orang penduduk laki-laki. Selanjutnya pada tahun 2017 adalah 100,9 % terdiri dari 360.901
orang laki-laki dan 357.817 orang perempuan atau dengan kata lain setiap 100 penduduk
perempuan terdapat kira- kira 101 orang penduduk laki-laki.
Pada tahun 2018 adalah 100,9 % terdiri dari 360.901 orang laki-laki dan 357.817 orang
perempuan atau dengan kata lain setiap 100 penduduk perempuan terdapat kira- kira 101
Selanjutnya, Menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Asahan lebih
besar dari jumlah penduduk perempuan pada tahun 2020 adalah 100 % terdiri dari 369.132
orang laki-laki dan 365.894 orang perempuan atau dengan kata lain setiap 100 penduduk
perempuan terdapat kira-kira 102 orang penduduk laki-laki. Kepadatan Penduduk Asahan
Tahun 2020 cukup tinggi yaitu mencapai 206 Jiwa/Km2 (Lampiran Tabel 2).
Dari data tersebut terlihat bahwa sejaktahun 2015 sampai dengan tahun 2019, jumlah
penduduk laki-laki tetap lebih banyak dari pada penduduk perempuan, meskipun dalam
proporsi yang tidak terlalu signifikan dan cenderung Stagnan.
Informasi selengkapnya tentang perkembangan sex ratio sejak tahun 2015 s/d 2020 dapat
dilihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.3 berikut:
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Sex Ratio Tahun 2015-2020
Penduduk berumur 15 tahun ke atas melek huruf adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas
yang mampu membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Pada tahun 2018 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas sedikit meningkat menjadi
587.788 orang (294.540 adalah laki-laki, dan 293.248 adalah perempuan), sebanyak
519.147 orang diantaranya (99,21 %) telah melek huruf dengan perincian sebagai berikut:
jumlah laki-laki melek huruf sebanyak 260.057 orang, (99,59 %); dan jumlah perempuan
melek huruf sebanyak 259.090 orang (98,83%).
Pada tahun 2019 Jumlah penduduk berumur 15 tahun berjumlah 502.919 orang (251.394
adalah laki-laki, dan 251.525 adalah perempuan), sebanyak 500.789 orang diantaranya
(99,6 %) telah melek huruf dengan perincian sebagai berikut: jumlah laki-laki melek huruf
sebanyak 250.653 orang, (99,7 %); dan jumlah perempuan melek huruf sebanyak 250.136
orang (99,4%).
Dari dua data tersebut terlihat bahwa jumlah persentase penduduk berumur 15 tahun ke
atas yang melek huruf tahun 2019 (99,40 %), menurun signifikan bila dibandingkan
dengan tahun 2020 dimana persentase penduduk yang melek huruf diukur mulai umur 15
Tahun keatas (98,41 %),
DERAJAT
KESEHATAN
Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai atau mengukur derajat kesehatan serta
keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat adalah melalui parameter Angka
Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), morbiditas (angka kesakitan), status
gizi, dan umur harapan hidup (Life Expectancy).
Jumlah mortalitas/kematian dapat dilihatdari Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000
kelahiran hidup, jumlah Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 kelahiran hidup dan
Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup
Morbiditas dilihat dari indikator angka kesakitan Malaria per 1.000 penduduk, angka
kesembuhan TB.Paru per 1.000 penduduk, Angka Akut Flacid Paralysis (AFP) dan angka
kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 penduduk.
Sedangkan status gizi dilihat dari indikator persentase Balita dengan Status Gizi di bawah
Garis Merah pada KMS, Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan Persentase
Kecamatan Bebas Rawan Gizi.
Selain indikator tersebut diatas, disajikan pula beberapa indikator tambahan yang dianggap
masih relevan yaitu Angka Kematian Kasar (AKK/CDR) dan angka kesakitan beberapa
penyakit tertentu lainnya.
Lahir hidup adalah kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam
kandungan, dimana menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misal: bernafas, ada denyut
jantung atau gerakan otot.
Pada tahun 2020 tercatat jumlah Kelahiran Hidup (KH) adalah 14.770 orang atau dengan
kata lain meningkat sebanyak 1.250 KH (8,46 %) dibandingkan tahun 2019 sebanyak
13.520 KH.
Jumlah kelahiran hidup laki-laki sebanyak 7.444 orang (6,72 %); bertambah sebanyak 469
KH, sedangkan kelahiran hidup perempuan sebanyak 7.326 orang (11,93 %) naik sebanyak
781 KH, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Lampiran Tabel 33.
Jumlah
No. Tahun AKB (‰)
Kematian Kelahiran Hidup
1 2 3 4 5
Dari data pada Tabel 3.1 dan Grafik 3.1 dapat disimpulkan bahwa selama 6 (Enam) tahun
terakhir, program penurunan AKB dinilai sudah cukup berhasil apabila merujuk pada
standar SDGs 2020-2024 yakni sebesar 12 per seribu kelahiran hidup. Namun mengingat
bahwa program ini adalah merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu daerah
serta pergerakan angka capaian program yang relatif belum stabil, maka upaya
penekanannya tetap menjadi prioritas program penurunan AKB di KabupatenAsahan.
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian Anak umur < 5 tahun per 1.000 kelahiran
hidup. Angka Kematian Balita menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan
faktor–faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi,
penyakit infeksi dan kecelakaan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas) lima tahun terakhir dapat dilhat angka-angka sebagai berikut yaitu, pada tahun
Informasi tentang angka kematian balita selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel
31, Tabel 3.2 dan Gambar 3.4 di bawah ini:
Tabel 3.2
Angka Kematian Balita
Tahun 2014-2020
Jumlah Kematian
No Tahun Jumlah Balita AKABA (‰)
Balita
1 2 3 4 5
Pada tahun 2015 jumlah kelahiran hidup sebanyak 14.125 dengan jumlah kematian ibu
yang meningkat menjadi 24; terdiri dari 9(37,50%) kematian ibu terjadi pada saat hamil
dengan usia ibu 20-34 tahun, 9 (37,50%) kematian ibu terjadi pada saat ibu bersalin, dan 6
(25,00 %) kematian ibu terjadi pada saat nifas. Kematian tersebut seluruhnya (100,00 %)
Pada Tahun 2016 jumlah kelahiran hidup sebanyak 13.645 dengan jumlah kematian ibu
turun menjadi 13; terdiri dari 2 (15,38 %) kematian ibu terjadi pada saat hamil dengan usia
ibu 20-34 tahun, 7 (53,85 %) kematian ibu terjadi pada saat ibu bersalin usia 20-34 tahun,
dan 4 (30,77 %) kematian ibu terjadi pada saat nifas usia 20-34 tahun (3 orang) dan usia
≥35 tahun (1 orang).
Pada Tahun 2017 jumlah kelahiran hidup sebanyak 13.847 dengan jumlah kematian ibu
turun menjadi 11; terdiri dari 1 (18,10 %) kematian ibu terjadi pada saat hamil dengan usia
ibu 20-34 tahun, 2 pada saat usia >35 tahun (18,10%).3 (27,00%) kematian ibu terjadi pada
saat ibu bersalin usia 20-34 tahun,dan 4 (36,00%) kematian ibu terjadi pada saat nifas usia
20-34 tahun (3 orang) dan usia ≥35 tahun (1 orang).
Pada Tahun 2018 jumlah kelahiran hidup sebanyak 14.209 dengan jumlah kematian ibu
naik menjadi 12; terdiri dari 2 (16,66 %) kematian ibu terjadi pada saat hamil dengan usia
ibu 20-34 tahun, 2 pada saat usia >35 tahun (16,66%). 3 (25,00%) kematian ibu terjadi
pada saat ibu bersalin usia 20-34 tahun,dan 3 (25,00%) kematian ibu terjadi pada saat nifas
usia 20-34 tahun (3 orang) dan usia ≥35 tahun (1 orang).
Pada Tahun 2019 jumlah kelahiran hidup sebanyak 13.520 dengan jumlah kematian ibu
naik menjadi 15; terdiri dari 10 (16,66 %) kematian ibu terjadi pada saat hamil dengan usia
ibu 20-34 tahun, 5 pada saat usia >35 tahun (16,66%).3 (25,00%) kematian ibu terjadi pada
saat ibu bersalin usia 20-34 tahun,dan 4 (25,00%) kematian ibu terjadi pada saat nifas usia
20-34 tahun (4 orang) dan usia ≥35 tahun tidak ada.
Pada Tahun 2020 jumlah kelahiran hidup sebanyak 14.770 dengan jumlah kematian ibu
naik menjadi 15; terdiri dari 9 (56,67 %) kematian ibu terjadi pada saat hamil dengan usia
ibu 20-34 tahun, 6 pada saat usia >35 tahun (36,67%), 6 (36,67%) kematian ibu terjadi
pada saat ibu bersalin usia 20-34 tahun, dan 3 orang (16,67%) kematian ibu terjadi pada
saat nifas usia 20-34 tahun dan usia ≥35 tahun 1 orang (3,34%). Selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 3.3, Gambar 3.5 dan Lampiran Tabel 21.
1 2 3 4
2 2015 14.125 16
3 2016 13.645 13
4 2017 13.847 11
5 2018 14.209 12
6 2019 13.520 15
6 2020 14.770 15
Sumber: Bidang Kesmas Dinkes Kab.Asahan 2020
Gambar 3.5
Jumlah Kematian Ibu Menurut Kelompok Umur
Tahun 2020
Grafik 3.2
Jumlah Kematian Ibu
Tahun 2015-2020
Dari data dan gambar tersebut di atas, tampak bahwa dari tahun 2015 terdapat 16 kematian
Ibu, tahun 2016 terjadi penurunan sehingga tahun 2017 terjadi penurunan 11 kematian ibu.
Pada tahun 2018 meningkat sebanyak 12 kematian dan terjadi kenaikan sebanyak 15
kematian ibu pada tahun 2019 dan tahun 2020 tetap yaitu masih 15 kematian ibu.
Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari masyarakat dan sarana
pelayanan kesehatan yang diperoleh dari laporan rutin yakni melalui Sistem Pencatatan
dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah
Sakit (SP2RS) dan Sistem Survei Terpadu (SST). Indikator yang digunakan untuk melihat
kondisi kesehatan di suatu wilayah adalah Incidence Rate (IR) dan Prevalence Rate (PR).
Pada dasarnya angka kesakitan pada suatu negara juga dapat dipakai sebagai cerminan dari
situasi derajat kesehatan masyarakatnya termasuk upaya-upaya peningkatan kesehatan
3 DM 8.137 DM 5.143
Infeksi Akut lain pd saluran
4 6.457 Dyspepsia 6.957
Pernafasaan Bagian Atas
5 Infeksi Akut lain pd saluran
Dyspepsia 5387 Pernafas.Bag.Atas
3.977
Gambaran pola penyakit terbesar di Kabupaten Asahan tahun 2020, menunjukkan bahwa
jumlah seluruh kasus penyakit meningkat dibandingkan tahun 2019. Secara umum 10 besar
jenis penyakit yang terdapat pada tahun 2019 ada juga yang ditemui pada tahun 2020.
Perbedaan yang terjadi hanya pada pergeseran urutan/peringkat Gambaran pola penyakit
yang cukup ekstrem tampak pada munculnya Penyakit pd.otot & jaringan pengikat dimana
pada tahun sebelumnya penyakit ini belum termasuk dalam kelompok 10 besar penyakit
terbesar. Pada bagian lain, salah satu jenis penyakit yakni Penyakit Febris yang terdaftar
Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA + adalah persentase penderita baru Tuberkulosis
BTA positif yang ditemukan dan diobati melalui directly observed treatment short course
(DOTS).
Pada tahun 2016, jumlah kasus baru TB Paru BTA +yang ditemukan meningkat menjadi
544 kasus atau naik sebanyak 23 kasus (4,23 %); terdiri dari 366 (67,28 %) kasus pada
laki-laki, dan 178 (332,72 %) kasus pada perempuan, sedangkan jumlah seluruh kasus TB
adalah 910 atau naik sebanyak 70 kasus (7,69 %). Dengan demikian maka CNR kasus baru
BTA+ per 100.000 penduduk adalah 76,33 selanjutnya CNR seluruh kasus TB per 100.000
Pada tahun 2017, jumlah kasus baru TB Paru BTA +yang ditemukan menurun menjadi 494
kasus atau turun sebanyak 50 kasus (9.20 %); terdiri dari 280(52,94 %) kasus pada laki-
laki, dan 214(39,33 %) kasus pada perempuan, sedangkan jumlah seluruh kasus TB adalah
985 atau naik sebanyak 75 kasus (8,23 %). Dengan demikian maka CNR kasus baru BTA+
per 100.000 penduduk adalah 68,73 selanjutnya CNR seluruh kasus TB per 100.000
penduduk adalah 137,05. Pada bagian lain ditemukan kasus TB anak 0-14 tahun sebanyak
8 kasus (1,62 %) atau turun sebanyak 9 kasus (48,48 %). Bila dibandingkan dengan jumlah
penduduk Kabupaten Asahan, maka terdapat sebanyak 993 kasus TB (0,138%).
Pada tahun 2018, jumlah kasus baru TB Paru BTA +yang ditemukan naik menjadi 585
kasus atau naik sebanyak 91 kasus (15,5 %); terdiri dari 330(56,41 %) kasus pada laki-laki,
dan 255 (43,58 % ) kasus pada perempuan, sedangkan jumlah seluruh kasus TB adalah 956
atau turun sebanyak 29 kasus (3,03 %). Dengan demikian maka CNR kasus baru BTA+ per
100.000 penduduk adalah 61,19 selanjutnya CNR seluruh kasus TB per 100.000 penduduk
adalah 112 . Pada bagian lain ditemukan kasus TB anak 0-14 tahun sebanyak 14 kasus (3,5
%) atau naik sebanyak 6 kasus (42,85 %). Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk
Kabupaten Asahan, maka terdapat sebanyak 970 kasus TB (0,138%),
Pada tahun 2019, jumlah kasus baru TB Paru BTA+ yang ditemukan turun menjadi 566
kasus atau turunsebanyak 19 kasus (3,24 %); terdiri dari 314 (4,84 %) kasus pada laki-laki,
dan 252(1,17 % ) kasus pada perempuan, sedangkan jumlah seluruh kasus TB adalah 956
atau turun sebanyak 29 kasus (3,03 %). Dengan demikian maka CNR kasus baru BTA+ per
100.000 penduduk adalah 61,19 selanjutnya CNR seluruh kasus TB per 100.000 penduduk
adalah 112 . Pada bagian lain ditemukan kasus TB anak 0-14 tahun sebanyak 14 kasus (3,5
%) atau naik sebanyak 6 kasus (42,85 %). Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk
Kabupaten Asahan, maka terdapat sebanyak 970 kasus TB (0,138%), Lampiran Tabel 51
Pada tahun 2020, jumlah kasus baru TB Paru BTA+ yang ditemukan turun menjadi 441
kasus atau turun sebanyak 155 kasus (3,24 %); terdiri dari 274 (4,84 %) kasus pada laki-
laki, dan 167 (1,17 % ) kasus pada perempuan, sedangkan jumlah seluruh kasus TB adalah
Pada tahun 2014 Jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan sebanyak 6.573 kasus, dan
selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 700 kasus, dengan demikian
telah ditemukan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 10,65 %.
Pada tahun 2015 Jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan menurun menjadi 4.814 kasus,
dan selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 544 kasus, dengan
demikian telah ditemukan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 11,30%.
Selanjutnya pada tahun 2016, jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan kembali menurun
menjadi 4.167 kasus, dan selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 544
kasus (13,05 %), sedangkan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 13,09 %.Pada tahun
2017, jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan kembali menurun menjadi 4.526 kasus,
dan selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 512 kasus (11,31 %),
sedangkan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 11,34 %.
Selanjutnya pada tahun 2017, jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan kembali menurun
menjadi 4.526 kasus, dan selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 512
kasus (11,31 %), sedangkan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 11,34 %.
Selanjutnya pada tahun 2018, jumlah suspek TB Paru BTA+ ditemukan kembali menurun
menjadi 3.497 kasus, dan selanjutnya dipastikan menderita TB Paru BTA+ sebanyak 585
kasus (16,7 %), sedangkan persentase BTA+ terhadap suspek sebesar 24,44 %.
Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA + adalah persentase dari jumlah penderita TB
Paru BTA + yang sembuh di suatu wilayah selama 1 tahun per jumlah penderita TB Paru
BTA + yang diobati di wilayah tertentu pada kurun waktu yang sama. Penderita TB Paru +
sembuh adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti TB Paru
dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif), sedangkan
Penderita BTA + diobati adalah pemberian pengobatan pada pasien baru TB Paru BTA +
dengan OAT selama 6 bulan.
Pada tahun 2016, pengobatan dilakukan terhadap 551 kasus (347 atau 62,98 % laki- laki,
dan 204 atau 37,02 % perempuan).Angka kesembuhan (Cure Rate) sebesar 442 (80,22 %),
Angka pengobatan lengkap (Complete Rate) sebesar 1 (0,36%), Angka keberhasilan
pengobatan (Success Rate) sebesar 80,68dan ditemukan 18 kematian selama masa
pengobatan atau dengan kata lain angka kematian selama pengobatan per 100.000
penduduk adalah 2,5.
Pada tahun 2017, pengobatan dilakukan terhadap 5.126 kasus Suspect (2.953atau 57,6 %
laki-laki, dan 2.173atau 42,4 % perempuan). Angka kesembuhan (Cure Rate) sebesar 431
(8,41 %), Angka pengobatan lengkap (Complete Rate) sebesar 198(3,86
%), Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) sebesar 12,27dan ditemukan 16
kematian selama masa pengobatan atau dengan kata lain angka kematian selama
pengobatan per 100.000 penduduk adalah 2,2
Pada tahun 2018, pengobatan dilakukan terhadap 585 kasus Suspect (330 atau 56,4 % laki-
laki, dan 255 ata 43,6 % perempuan).Angka kesembuhan (Cure Rate) sebesar 529 (44,3
Tahun 2019, pengobatan dilakukan terhadap 566 kasus Suspect (314 atau 55,47% laki-laki,
dan 252 atau 44,53 % perempuan). Angka kesembuhan (Cure Rate) sebesar 365 (96,6 %),
Angka pengobatan lengkap (Complete Rate) sebesar 187 (33,9%), Angka keberhasilan
pengobatan (Success Rate) sebesar 551 (97,3%) dan ditemukan 13 kematian selama masa
pengobatan atau dengan kata lain angka kematian selama pengobatan per 100.000
penduduk adalah 2,3.
Tahun 2020, pengobatan dilakukan terhadap 441 kasus Suspect (274 atau 62,1 % laki-laki,
dan 167 atau 37,9 % perempuan). Angka kesembuhan (Cure Rate) sebesar 138 ( 31,3 %),
Angka pengobatan lengkap (Complete Rate) sebesar 187 (42,4%), Angka keberhasilan
pengobatan (Success Rate) sebesar 325 (73,7 %) dan ditemukan 18 kematian selama masa
pengobatan atau dengan kata lain angka kematian selama pengobatan per 100.000
penduduk adalah 2,3 (Lampiran Tabel 52).
Dari 41.941 orang jumlah balita yang ada diperkirakan terdapat jumlah penderita
Pneumonia sebanyak 3 balita atau 0,006 % (1 balita laki-laki dan 2 balita perempuan),
jumlah penderita yang ditemukan dan ditangani 3 orang balita laki-laki 1 dan 2 balita
perempuan, Lampiran Tabel 53.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah seseorang yang hasil pemeriksaannya HIV
positif dengan pemeriksaan 3 test.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) dewasa bila terdapat 2 gejala mayor dan 1
gejala minor dan tidak ada sebab-sebab immunosupresi yang diketahui seperti kanker,
malnutrisi berat atau etiologi lainnya. Kasus pada anak bila terdapat paling sedikit 2 gejala
mayor dan minor dan tidak ada sebab-sebab immunosupresi yang diketahui seperti kanker,
Pada tahun 2015, Jumlah kasus HIV ditemukan kembali turun menjadi 24 kasus; terdiri
dari 12 (50,00 %) kasus pada laki-laki, dan 12 (50,00 %) kasus pada perempuan. Proporsi
terbesar dari sebaran kasus tersebut terdapat pada kelompok umur 25-40 tahun sebanyak
17 (42,50 %) kasus. Berbeda dengan tahun sebelumnya, sebaran terbesar berada pada
kelompok umur 20-24 tahun. Selanjutnya jumlah kasus AIDS masih sama seperti tahun
2014 yakni sebanyak 25 kasus; terdiri dari 17 kasus (68,00 %) terjadi pada laki-laki dan
sisanya 8 kasus (32,00 %) terjadi pada perempuan. Jumlah kematian akibat kasus AIDS
sebanyak 13 (52,00%), terjadi pada 9 orang laki-laki (69,23%), dan 4 orang perempuan
(30,77%). Sementara itu kasus Syphilis tidak ditemukan.
Pada tahun 2016, Jumlah kasus HIV ditemukan meningkat “sangat tajam” menjadi 85
kasus; terdiri dari 57 (67,07%) kasus pada laki-laki, dan 28 (32,93%) kasus pada
perempuan. Proporsi terbesar dari sebaran kasus tersebut terdapat pada kelompok umur 25-
49 tahun sebanyak 68 (80,00 %) kasus.
Pada tahun 2017, Jumlah kasus HIV ditemukan meningkat “sangat tajam” menjadi 71
kasus; terdiri dari 49 (69%) kasus pada laki-laki, dan 22(30,99%) kasus pada perempuan.
Proporsi terbesar dari sebaran kasus tersebut terdapat pada kelompok umur 20-24 tahun
sebanyak 53 (74,65 %) kasus. Selanjutnya jumlah kasus AIDS tidak ada; Jumlah kematian
akibat kasus AIDS sebanyak 2 (100 %), terjadi pada 1 orang laki-laki (50 %), dan 1 orang
perempuan (50 %).
Pada tahun 2018, Jumlah kasus HIV ditemukan meningkat “sangat tajam” menjadi 73
kasus; terdiri dari 55 (75,3%) kasus pada laki-laki, dan 18 (24,7%) kasus pada perempuan.
Proporsi terbesar dari sebaran kasus tersebut terdapat pada kelompok umur 25-49 tahun
sebanyak 53 (72,6 %) kasus. Selanjutnya jumlah kasus AIDS tidak ada; Jumlah kematian
akibat kasus AIDS sebanyak 55 (100 %), terjadi pada 35 orang laki-laki (63,6 %), dan 20
orang perempuan (36,4 %).
Kemudian pada tahun 2019, Jumlah kasus baru HIV ditemukan meningkat tajam menjadi
Kemudian pada tahun 2020, Jumlah kasus baru HIV ditemukan menurun menjadi 80
kasus; terdiri dari 57 (71,3%) kasus pada laki-laki, dan 23 (28,8%) kasus pada perempuan.
Proporsi terbesar dari sebaran kasus tersebut terdapat pada kelompok umur 25-49 tahun
sebanyak 66 (82,5 %) kasus.
Kasus AIDS ditemukan turun menjadi 11 kasus; terdiri dari 10 (57,1 %) kasus pada laki-
laki dan 1 (42,9 %) kasus pada perempuan. Proporsi terbesar dari sebaran kasus tersebut
terdapat pada kelompok umur 20-29 yaitu 4 (36,4%) dan 30-39 tahun 4 kasus (36,4%).
Pada tahun 2020 tidak ditemukan kematian akibat AIDS. Gambar 3.6 dan Lampiran
Tabel 55.
Kasus diare yang ditangani adalah jumlah penderita yang datang dan dilayani di sarana
kesehatan dan kader di suatu wilayah tertentu dalam satu tahun.
Pada tahun 2020, jumlah penemuan Diare yang dilayani adalah sebanyak 7.128 kasus,
terdiri dari 7.128 kasus adalah untuk kategori semua umur dan 3.405 untuk kategori Balita.
Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan Lampiran Tabel 56.
Penderita Kusta adalah seseorang yang mempunyai satu dari tanda utama kusta, yaitu:
☞ Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak putih atau kemerahan yang mati rasa atau
anestesi.
☞ Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi
saraf bisa berupa gangguan fungsi sensoris, gangguan fungsi motoris, dan gangguan
fungsi otonom.
☞ Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear).
Pada tahun 2017, kasus baru PB tetap sebanyak 1 orang laki-laki, sedangkan kasus MB
turun cukup bermakna menjadi 4 orang, dimana 3 orang diantaranya (75,00 % adalah laki-
laki) dan 1 orang (25,00 % adalah perempuan).
Pada tahun 2018, kasus baru PB tetap sebanyak 0 orang , sedangkan kasus MB naik
menjadi 8 orang, dimana 7 orang diantaranya (87,5 % adalah laki-laki) dan 1 orang (12,5
% adalah perempuan).
Pada tahun 2019, kasus baru PB tetap sebanyak 0 orang , sedangkan kasus MB tetap 8
orang terdiri dari 7 orang diantaranya (87,5 % adalah laki-laki) dan 1 orang (12,5 % adalah
perempuan), sedangkang untuk kedua kasus sekaligus baik PB plus MB berjumlah 5 orang
yakni 4 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Pada tahun 2020, kasus baru PB tetap sebanyak 0 orang, sedangkan kasus MB tetap 8
orang terdiri dari 4 orang diantaranya (50 % adalah laki-laki) dan 4 orang (50 % adalah
perempuan), sedangkan untuk kedua kasus sekaligus baik PB plus MB berjumlah 8 orang
yakni 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Lampiran Tabel 57.
Pada tahun 2018 jumlah penderita kusta naik menjadi 8 penderita namun jumlah anak
berumur 0-14 tahun penderita kusta juga menurun menjadi 1 (12,5%) sedangkan penderita
yang berakhir dengan cacat tingkat 2 sama seperti tahun sebelumnya tidak ditemukan atau
dengan kata lain maka angka cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk adalah 0.
Tahun 2019 jumlah penderita kusta masih tetap sama dengan tahun 2018 yakni 8 penderita
namun jumlah anak berumur 0-14 tahun penderita kusta tidak ditemukan pada tahun 2019
ini, sedangkan penderita yang berakhir dengan cacat tingkat 2 sama seperti tahun
sebelumnya tidak ditemukan atau dengan kata lain maka angka cacat tingkat 2 per
100.000 penduduk adalah 0.
Tahun 2020 jumlah penderita kusta masih tetap sama dengan tahun 2019 yakni 8 penderita.
Jumlah anak berumur 0-14 tahun penderita kusta adalah 1 dalam tahun 2020 ini,
sedangkan penderita yang berakhir dengan cacat tingkat 2 sama seperti tahun sebelumnya
tidak ditemukan atau dengan kata lain maka angka cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk
adalah 0. (Lampiran Tabel 58).
Angka prevalensi kusta adalah kasus kusta terdaftar (kasus baru dan kasus lama) per10.000
penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu. Pada tahun 2017, jumlah penderita kusta
tercatat Menurun menjadi 5 kasus dimana 1 kasus diantaranya 20 % adalah penderita PB
kedua nya adalah perempuan. Selanjutnya terdapat 4 kasus (80 %) adalah penderita MB
yang terdiri dari 3 laki-laki (75 %) dan 1 perempuan (25 %),
Pada tahun 2018, jumlah penderita kusta tercatat meningkat menjadi 8 kasus. Selanjutnya
terdapat 8 kasus (100 %) adalah penderita MB yang terdiri dari 7 laki-laki (87,5 %) dan 1
perempuan (12,5 %).
Tahun 2020, jumlah penderita kusta tercatat masih sama dengan tahun 2019 yang lalu
yakni terdapat 8 kasus (100 %) adalah penderita MB yang terdiri dari 4 laki-laki (50 %)
dan 4 perempuan (50 %). Untuk selengkapnya dapat dilihat pada, Lampiran Tabel 59.
Persentase penderita kusta selesai berobat adalah perbandingan antara penderita kusta yang
menyelesaikan pengobatan tepat waktu dengan jumlah penderita kusta yang ditemukan 1-2
tahunsebelumnya.
Terdapat 2 jenis pengobatan pada penyakit kusta:
☞ RFT (Release From Treatment) PB adalah penderita kusta yang telahselesai berobat
Pada tahun 2016, jumlah penderita kustaada sebanyak 17 kasus dimana 3 kasus
diantaranya 17,65 % adalah penderita PB terdiri dari 2 laki-laki (66,67 %) dan 1
perempuan (33,23 %). Jumlah RFT PB sebanyak 2 orang laki-laki (66,67 %). Selanjutnya
terdapat 14 kasus (82,35 %) adalah penderita MB yang terdiri dari 13 laki-laki (92,86 %)
dan 1 perempuan (7,14 %). Jumlah RFT MB sebanyak 9 laki-laki (64,29 %).
Pada tahun 2017, jumlah penderita kustaada sebanyak 5 kasus dimana 1 kasus diantaranya
20 % adalah penderita PB terdiri dari 1Perempuan (20 %Jumlah RFT PB sebanyak 1 orang
(50%) laki-laki dan 1 orang Perempuan (50 %). Selanjutnya terdapat 4 kasus (100 %)
adalah penderita MB yang terdiri dari 4 laki-laki (100 %) dan 0 perempuan (0 %). Jumlah
RFT MB sebanyak 7 Kasus, 6 laki-laki (85,7 %),dan 1 Perempuan (14,3 %)
Pada tahun 2018, jumlah penderita kustaada sebanyak 8 kasus .Jumlah RFT PB sebanyak 1
orang (12,5%) Perempuan .Selanjutnya terdapat 7 kasus (87,5 % ) adalah penderita MB
yang terdiri dari 6 laki-laki (75 %) dan 1 perempuan (12,5 %). Jumlah RFT MB sebanyak
AFP (Acute Flacid Paralysis) adalah kelumpuhan pada anak berusia ‹15 tahun yang
bersifat layuh (flaccid) terjadi secara akut, mendadak dan bukan disebabkan ruda paksa.
Pada tahun 2016, jumlah kasus AFP menurun tajam menjadi 1 kasus AFP (0,0004%),
berasal dari 223.811 orang penduduk yang berumur ‹ 15 tahun. Selanjutnya AFP Rate
(Non Polio) per 100.000 penduduk usia ‹ 15 tahun adalah 0,4. Pada tahun 2017, jumlah
kasus AFP terjadi Peningkatan Tajam menjadi 8 kasus AFP (0,0004 %), berasal dari
227.102 orang penduduk yang berumur ‹ 15 tahun. Selanjutnya AFP Rate (Non Polio) per
100.000 penduduk usia ‹ 15 tahun adalah 3,52.
Pada tahun 2018, jumlah kasus AFP 0 orang. Tahun 2019 juga mengalami hal yang sama
dengan tahun lalu bahwa dari 226.876 jumlah penduduk kurang berusia kurang dari 15
tahun tidak dijumpai kasus AFP (Non Polio).
Tahun 2020 juga mengalami hal yang sama dengan tahun lalu bahwa dari 227.206 jumlah
penduduk kurang berusia kurang dari 15 tahun tidak dijumpai kasus AFP (Non Polio).
(Lampiran Tabel 61).
Data tentang jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu
sebanyak 0 Kasus difteri, (Lampiran Tabel 62).
Angka kesakitan DBD (Incidence Rate) adalah perbandingan antara jumlah penderita DBD
dengan jumlah penduduk pada tempat dan waktu yang sama setiap 100.000. Pada tahun
2015 jumlah kasus DBD ditemukan menurun tajam menjadi 174 kasus (84 kasus pada laki-
laki atau 48,28 %, dan 90 kasus pada perempuan atau 51,72%). Dari jumlah tersebut terjadi
kematian terhadap 1 orang perempuan (0,57%). Dengan demikian incidence rate/angka
kesakitan per 100.000 penduduk adalah sebesar 24,6.
Pada tahun 2016 penemuan suspek DBD kembali meningkat tajam menjadi 712 kasus (350
kasus pada laki-laki atau 49,16 %, dan 362 kasus pada perempuan atau 50,84 %). Dari
jumlah tersebut terjadi kematian sebanyak 18 orang (2,53 %), terdiri dari 5 orang laki-laki
(27,77 %), dan 13 orang perempuan (72,23 %).Dengan demikian incidence rate/angka
kesakitan per 100.000 penduduk adalah sebesar 99,90.
Pada tahun 2018 penemuan suspek DBD mengalami penurunan menjadi 132 kasus(68
kasus pada laki-laki atau 51,51%, dan 64 kasus pada perempuan atau 48,48 %). Dari
jumlah tersebut terjadi kematian sebanyak 5 orang (0,78%), terdiri dari 1 orang laki-laki
(0,15%) dan 4 orang perempuan (0,63%). Dengan demikian incidence rate/angka
kesakitan per 100.000 penduduk adalah sebesar 21,0
Pada tahun 2019 penemuan suspek DBD mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yakni 633 kasus (340 kasus pada laki-laki atau 53,71 %, dan 293 kasus pada perempuan
atau 46,29 %). Dari jumlah tersebut terjadi kematian sebanyak 2 orang (1,51 %), terdiri
dari 2 orang laki-laki (2,94%). Dengan demikian incidence rate/ angka kesakitan per
100.000 penduduk adalah sebesar 86,7.
Pada tahun 2020 penemuan suspek DBD mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yakni 103 kasus (58 kasus pada laki-laki atau 56,32 %, dan 45 kasus pada perempuan atau
43,69 %). Dari jumlah tersebut terjadi kematian sebanyak 1 orang (1 %), yaitu 1 orang
perempuan (1%). Dengan demikian incidence rate/ angka kesakitan per 100.000 penduduk
adalah sebesar 50,4. Lampiran Tabel 65.
Malaria merupakan penyakit menular yang senantiasa menjadi perhatian global. Penyakit
ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB,
berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan
kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten ataukronis.
Malaria Positif adalah kasus dengan gejala klinis malaria (demam tinggi disertai
menggigil) tanpa pemeriksaan sediaan darah di laboratorium. Sedangkan Malaria Klinis
adalah kasus dengan gejala klinis malaria (demam tinggi disertai menggigil) dengan
pemeriksaan sediaan darah. Pada tahun 2015 penemuan suspek malaria turun signifikan
menjadi 2.206 kasus (76,97 %). Hasil pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada 2.199
orang (99,68 %) dan ternyata ditemukan positif menderita malaria sebanyak 1.018 (46,29
%) dengan perincian 588 (57,76 %) laki-laki dan 430 (42,24 %) perempuan. Jumlah
penduduk berisiko sebanyak 706.283 orang dengan angka kesakitan (Annual Parasite
Incidence) per 1.000 penduduk berisiko adalah 1,44.
Pada tahun 2016 penemuan suspek malariameningkat tajam menjadi 4.381 kasus (201,43
%). Hasil pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada seluruh suspek (100,00%) dan
ternyata ditemukan positif menderita malaria sebanyak 684 (15,61 %) dengan perincian
406 (59,36 %) laki-laki dan 278 (40,64 %) perempuan. Jumlah penduduk berisiko
sebanyak 712.684 orang dengan angka kesakitan (Annual Parasite Incidence) per 1.000
penduduk berisiko adalah 0.96. Pada tahun 2017 penemuan suspek malaria menurun
menjadi 2.984 kasus (68,1 %). Hasil pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada seluruh
suspek (100,00 %) dan ternyata ditemukan positif menderita malaria sebanyak 469 (15,7
%) dengan perincian 305 (65 %) laki-laki dan 164 (35 %) perempuan. Jumlah penduduk
berisiko sebanyak 718.718 orang dengan angka kesakitan (Annual Parasite Incidence)
per1.000 penduduk berisiko adalah 0.65.
Pada tahun 2018 penemuan suspek malaria menurun menjadi 1.628 kasus (2,24 %). Hasil
pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada seluruh suspek (100,00 %) dan ternyata
ditemukan positif menderita malaria sebanyak 217 (13,3 %) dengan perincian 125 (57,6 %)
laki-laki dan 92 (42,3 %) perempuan. Jumlah penduduk berisiko sebanyak 724.379 orang
dengan angka kesakitan (Annual Parasite Incidence) per 1.000 penduduk berisiko adalah
0.65. Tahun 2019 penemuan suspek malaria kembali menurun menjadi 1.086 kasus. Hasil
pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada seluruh suspek (100,00 %) dan ternyata
Tahun 2020 penemuan suspek malaria kembali menurun menjadi 1.065 kasus. Hasil
pemeriksaan sediaan darah dilakukan pada seluruh suspek (100,00 %) dan ternyata
ditemukan positif menderita malaria sebanyak 56 (5,22 %) dengan perincian 30 (2,82 %)
laki-laki dan 26 (24,5 %) perempuan. Jumlah penduduk berisiko sebanyak 769.960 orang
dengan angka kesakitan (Annual Parasite Incidence) per 1.000 penduduk berisiko adalah
0.3 (Lampiran Tabel 66).
Case Fatality Rate (CFR) adalah persentase perbandingan antara jumlah kasus meninggal
karena malaria dengan jumlah kasus positif malaria.
Seperti pada tahun 2017, 2018, 2019 serta tahun 2020 tidak ditemukan kasus kematian
yang disebabkan malaria, Lampiran Tabel 66.
Angka kasus Covid-19 di Kabupaten Asahan pada tahun 2020 adalah terkonfirmasi
sebanyak 447 kasus, sembuh sebanyak 338 dan kasus meninggal sebanyak 22 kasus
75,6 % dan Angka kematian sebanyak 4,92%. Angka konfirmasi tertinggi pada
tahun 2020 yaitu pada Kecamatan Kota Kisaran Barat (dalam wilayah kerja
Puskesmas Sidodadi) sebanyak 98 kasus dan sembuh 86 orang dan meninggal 5
Orang. Kemudian Angka Konfirmasi terendah ada pada Kecamatan Sei Kepayang
Barat (wilayah kerja Puskesmas Sei Kepayang Barat) sebanyak 0 Kasus konfirmasi.
Lampiran Tabel 60a.
Angka kasus Covid-19 di Kabupaten Asahan pada tahun 2020 adalah 447 kasus,
meliputi 193 kasus covid-19 berjenis kelamin Laki-laki dan 254 kasus covid-19
Pada tahun 2016, jumlah seluruh kasus filariasis tercatat meningkat menjadi 38 kasus
terdiri dari 22 (57,89 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan 16 (42,11 %) kasus terjadi pada
perempuan. Sedangkan jumlah kasus baru yang ditemukan ada sebanyak 2 kasus; terdiri
dari 1 (50,00 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan Data 1 (50,00 %) kasus terjadi pada
perempuan. Selanjutnya angka kesakitan per 100.000 penduduk adalah 5.
Pada tahun 2017, jumlah seluruh kasus filariasis tercatat meningkat menjadi 40 kasus
terdiri dari 21 (54,9 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan 19 (47,5 %) kasus terjadi pada
perempuan. Sedangkan jumlah kasus baru yang ditemukan ada sebanyak 3 kasus; semua
kasus Baru terjadi pada laki-laki (100%). Selanjutnya angka kesakitan per 100.000
penduduk adalah 6.
Pada tahun 2018, jumlah seluruh kasus filariasis tercatat menurun menjadi 23 kasus terdiri
dari 13 (56,5 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan 10 (43,4 %) kasus terjadi pada
perempuan. Sedangkan jumlah kasus baru yang ditemukan ada sebanyak 1 kasus; semua
kasus Baru terjadi pada laki-laki (100%). Selanjutnya angka kesakitan per 100.000
penduduk adalah 3.
Tahun 2019, jumlah seluruh kasus kronis filariasis tercatat naik menjadi 39 kasus terdiri
dari 21 (53,8 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan 18 (46,2 %) kasus terjadi pada
perempuan. Sedangkan jumlah kasus kronis baru yang ditemukan tidak ada (0);
Selanjutnya kasus kronis yang meninggal berjumlah 1 orang (2,56%).
Tahun 2020, jumlah seluruh kasus kronis filariasis tercatat turun menjadi 37 kasus terdiri
dari 21 (56,76 %) kasus terjadi pada laki-laki, dan 16 (43,25 %) kasus terjadi pada
perempuan. Sedangkan jumlah kasus kronis baru yang ditemukan tidak ada (0);
Selanjutnya tidak ada kasus kronis yang meninggal. Lampiran Tabel 67.
Padatahun 2017 tercatat bahwa terhadap penduduk ≥ 18 tahun (491.616 orang) telah
dilakukan pengukuran tekanan darah kepada 67.494orang (13,7%), terdiri dari 31.649 laki-
laki (46,89%), dan 35.845 perempuan (53,10 %). Dari pengukuran tersebut diperoleh hasil
sebagai berikut: sebanyak 14.900 orang (22,00 %) adalah menderita Hipertensi/ tekanan
darah tinggi dengan perincian 7.138 laki-laki (47,9%), dan 7.762 perempuan (52,09 %).
Padatahun 2018 tercatat bahwa terhadap penduduk ≥ 15 tahun (519.147 orang) telah
dilakukan pengukuran tekanan darah kepada 15.455 (2,97%), terdiri dari 6.655 laki-laki
(43,06%), dan 8.800 perempuan (56,93 %). Dari pengukuran tersebut diperoleh hasil
sebagai berikut: sebanyak 134.214 orang (25,85 %) adalah menderita Hipertensi/ tekanan
darah tinggi dengan perincian 66.992 laki-laki (49,91%), dan 67.222 perempuan (50,08
%),
Tahun 2019 tercatat bahwa terhadap penduduk ≥ 15 tahun dengan estimasi berjumlah
160.611 orang, telah dilakukan pelayanan kesehatan berupa pengukuran tekanan darah
kepada 10.424 orang (6,5%), terdiri dari 4.121 laki-laki (5,1%) dari seluruh estimasi
jumlah penderita hypertensi laki-laki yang berusia ≥ 15 tahun, dan 6.303 orang (7,08
%)dari seluruh estimasi jumlah penderita hypertensi perempuan.
Tahun 2020 tercatat bahwa terhadap penduduk ≥ 15 tahun dengan estimasi berjumlah
27.662 orang, telah dilakukan pelayanan kesehatan berupa pengukuran tekanan darah
kepada 15.131 orang (54,7%), terdiri dari 6.565 laki-laki (47,5%) dari seluruh estimasi
jumlah penderita hypertensi laki-laki yang berusia ≥ 15 tahun, dan 8.566 orang (61,9 %)
dari seluruh estimasi jumlah penderita hypertensi perempuan. Lampiran Tabel 68
Pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan leher rahim dan payudara terhadap 500
orang pada 10 puskesmas. Dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan IVA positif
sebanyak 5 orang (1,00 %). Pada tahun 2016 tercatat jumlah perempuan usia 30-59 tahun
ada sebanyak 127.523 orang. Kepada kelompok usia itu telah dilakukan pemeriksaan leher
rahim dan payudara terhadap 519 orang (0,41 %) pada 22 puskesmas. Dari hasil
pemeriksaan tersebut ditemukan IVA positif hanya sebanyak 1 orang (0,19 %).
Pada tahun 2017 tercatat jumlah perempuan usia 30-59 tahun ada sebanyak 129,033 orang.
Kepada kelompok usia itu telah dilakukan pemeriksaan leher rahim dan payudara terhadap
5.645 orang (4,37 %) pada 22 puskesmas. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapati
kenaikan yang tajam yaitu ditemukannya IVA positif 31 orang (0,55%), dan tumor
benjolan sebanyak 27 orang (0,47).
Pada tahun 2018 tercatat jumlah perempuan usia 30-50 tahun ada sebanyak 95.288 orang.
Kepada kelompok usia itu telah dilakukan pemeriksaan leher rahim dan payudara terhadap
1.543 orang (1,61 %) pada 29 puskesmas.Dari hasil pemeriksaan tersebut didapati
penurunan yaitu ditemukannya IVA positif 19 orang (0,01%), dan tumor benjolan
sebanyak 0 orang. Pada tahun 2019 tercatat jumlah perempuan usia 30-50 tahun ada
sebanyak 95.828 orang. Kepada kelompok usia itu telah dilakukan pemeriksaan leher
rahim dan payudara terhadap 1.417 orang (1,5%) pada 29 puskesmas.Dari hasil
pemeriksaan tersebut didapati penurunan yang signifikan yaitu ditemukannya IVA positif 3
orang (0,02%),dan tumor benjolan tidak ditemukan.
Pada tahun 2020 tercatat jumlah perempuan usia 30-50 tahun ada sebanyak 95.204 orang.
Kepada kelompok usia itu telah dilakukan pemeriksaan leher rahim dan payudara terhadap
7.270 orang (7,6 %) pada 29 puskesmas. Dari hasil pemeriksaan tersebut tidak
ditemukannya IVA positif, dan tumor terdapat 5 kasus benjolan (0,1%). Lampiran Tabel
7.
Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Asahan yang dijabarkan
oleh Dinas Kesehatan sebagai unsur pelaksana pemerintah Kabupaten Asahan dalam
bidang kesehatan pada dasarnya mendukung Visi, Misi dan Strategi Pembangunan
Pemerintah Kabupaten Asahan.
MENUJU MASYARAKAT
ASAHAN SEHAT, MANDIRI
2021
MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Dinas Kesehatan
menyusun dan menetapkan misinya sebagai berikut:
Sasaran pembangunan kesehatan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan
memantau pencapaian kinerja pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Asahan serta
lebih menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh.
Untuk mendukung pencapaian tujuan maka ditetapkan sasaran strategis sebagai berikut:
Menyadari akan keterbatasan sumber daya dan dana yang tersedia serta disesuaikan
dengan prioritas masalah yang ditemui dalam masyarakat pada masa yang lalu serta
kecenderungan potensi masalah kesehatan dimasa mendatang, maka untuk mengantisipasi
serta memacu percepatan perbaikan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
dinilai penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan, selanjutnya
dirumuskan program-program pembangunan di bidang kesehatan yang meliputi :
1) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
3) Program Peningkatan disiplin Aparatur
4) Program Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan
keuangan
Tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan adalah bagian dari upaya kesehatan yang
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Cakupan kunjungan ibu hamil (K-1) adalah Cakupan ibu hamil yang mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar yang pertama kali pada masa kehamilan di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
Pada Tahun 2016 jumlah ibu hamil juga meningkat menjadi 16.385 orang, dan sebanyak
15.001 (91,55 %) diantaranya telah melakukan kunjungan K-1. Hal ini berarti bahwa
jumlah ibu hamil pada tahun 2016 kembali meningkat sebanyak 148 orang (0,91 %),
namun peningkatan jumlah ibu hamil tersebut tidak diikuti oleh jumlah kunjungan K-1
atau dengan kata lain turun sebanyak 493 (3,18 %).
Pada Tahun 2017 jumlah ibu hamil juga meningkat menjadi 16.951 orang, dan sebanyak
15,598 (92,00 %) diantaranya telah melakukan kunjungan K-1. Hal ini berarti bahwa
jumlah ibu hamil pada tahun 2016 kembali meningkat sebanyak 566 orang (3,45 %),
namun peningkatan jumlah ibu hamil tersebut tidak diikuti oleh jumlah kunjungan K-1
atau dengan kata lain turun sebanyak 1.353 (7,98 %), selengkapnya lihat.
Pada Tahun 2018 jumlah ibu hamil juga menurun menjadi 16.711 orang, dan sebanyak
15.780 (94,4, %) diantaranya telah melakukan kunjungan K-1. Hal ini berarti bahwa
jumlah ibu hamil pada tahun 2017 kembali menurun sebanyak 240 orang (1,52 %), jumlah
ibu hamil tersebut diikuti oleh kenaikan jumlah kunjungan K-1 atau dengan kata lain naik
sebanyak 182 (1,15 %).
Pada Tahun 2019 jumlah ibu hamil juga kembali menurun menjadi 16.477 orang, dan
sebanyak 15.090 (91,6%) diantaranya telah melakukan kunjungan K-1. Hal ini berarti
bahwa jumlah ibu hamil pada tahun 2018 kembali menurun sebanyak 234 orang (1,42 %),
Terlihat bahwa jumlah ibu hamil dengan jumlah kunjungan K-1 atau dengan kata lain
tahun 2019 ini menurun berkisar 690 orang (4,1%).
Pada Tahun 2020 jumlah ibu hamil juga kembali menurun menjadi 16.247 orang, dan
sebanyak 13.710 (84,4%) diantaranya telah melakukan kunjungan K-1. Hal ini berarti
bahwa jumlah ibu hamil pada tahun 2019 kembali menurun sebanyak 230 orang (1,68 %),
Pada tahun 2015 jumlah kunjungan K-4 dari 16.237 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
14.381 (88,57 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 1.856 (11,43 %) ibu hamil yang
telah melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4(Drop-Out).
Pada tahun 2016 jumlah kunjungan K-4 dari 16.385 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
14.315 (87,37 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 686 (4,57 %) ibu hamil yang telah
melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4(Drop-Out).
Pada tahun 2017 jumlah kunjungan K-4 dari 16.951 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
15.298 (90,25 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 1.653 (9,75 %) ibu hamil yang telah
melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4 (Drop-Out).
Pada tahun 2018 jumlah kunjungan K-4 dari 16.711 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
15.099 (90,4 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 681 (4,51 %) ibu hamil yang telah
melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4 (Drop-Out).
Pada tahun 2019 jumlah kunjungan K-4 dari 16.477 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
14.182 (90,4 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 908 orang (5,5 %) ibu hamil yang
telah melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4 (Drop-Out).
Pada tahun 2020 jumlah kunjungan K-4 dari 16.247 jumlah ibu hamil, tercatat sebanyak
12.560 (77,3 %), atau dengan kata lain ada sebanyak 3687 orang (22,7 %) ibu hamil yang
telah melakukan kunjungan K-1 ternyata tidak melanjutkan kunjungan K-4 (Drop-Out).
Dari data 5 tahun terakhir (tahun 2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019) terlihat bahwa angka
drop-out 2 tahun terakhir (tahun 2016 dan 2017) masih lebih buruk bila dibandingkan
dengan tahun 2015. Pada tahun 2018 angka drop-out kembali turun cukup signifikan.
Namun tahun 2019 Angka Drop Out kembali naik dan sebagai perbandingan, disebutkan
bahwa menurut Stándar Pelayanan Minimal Bidang kesehatan di Kabupaten/ Kota sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016; cakupan kunjungan ibu hamil K4
seharusnya 96,2 % pada tahun 2019 atau dengan kata lain angka Drop-out hanya sebesar
5,5 %. Tahun 2020 atau dengan kata lain angka Drop-out hanya sebesar 8,3 %.
Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan LampiranTabel 23.
Pada tahun 2016 jumlah ibu bersalin menjadi 15.640 atau bertambah sebanyak 141 (0,91
%); sebanyak 13.629 (87,14 %) persalinan telah ditolong tenaga kesehatan.
Pada tahun 2017 jumlah ibu bersalin menjadi 16.180 atau bertambah sebanyak 540 (3,45
%); sebanyak 14,754 (91,18 %) persalinan telah ditolong tenaga kesehatan.
Pada tahun 2018 jumlah ibu bersalin menjadi 15.952 atau berkurang sebanyak 228 (1,42
%); sebanyak 14.213 (89,09 %) persalinan telah ditolong tenaga kesehatan.
Pada tahun 2019 jumlah ibu bersalin menjadi 15.728 atau berkurang sebanyak 224 (1,4 %);
kemudian sebanyak 13.530 (86,02%) persalinan telah ditolong tenaga kesehatan.
Pada tahun 2020 jumlah ibu bersalin menjadi 15.509 atau berkurang sebanyak 219 (1,41
%); kemudian sebanyak 12.037 (77.6%) persalinan telah ditolong tenaga kesehatan.
Selengkapnya tampak pada Gambar 4.2 dan Lampiran Tabel 23.
Angka capaian dari ke-5 tahun tersebut masih belum optimal apabila merujuk kepada
Stándar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota yang ditetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016 yaitu Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan, yang menetapkan bahwa cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan diatas 90 % pada tahun 2017 yaitu sebesar
adalah sebesar 91%. Kemudian tahun 2020 menurun sebanyak 77%.
Pada tahun 2016, jumlah ibu bersalin/ nifas sedikit meningkat menjadi 15.640, sedangkan
jumlah ibu bersalin/ nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas turun menjadi 12.948
(82,79 %).
Pada tahun 2017, jumlah ibu bersalin/ nifas sedikit meningkat menjadi 16.180, sedangkan
jumlah ibu bersalin/ nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas turun menjadi 14.419
(89,11%),
Pada tahun 2018, jumlah ibu bersalin/ nifas mengalami penurunan menjadi 15.952,
Selanjutnya tahun 2019, jumlah ibu bersalin/ nifas mengalami penurunan menjadi 15.728,
sedangkan jumlah ibu bersalin/ nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas juga
mengalami penurunan menjadi 13.515 (85,92%),Gambar 4.3 dan Lampiran Tabel 23.
Selanjutnya tahun 2020, jumlah ibu bersalin/ nifas mengalami penurunan menjadi 15.509,
sedangkan jumlah ibu bersalin/ nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas juga
mengalami penurunan menjadi 12.030 (77.60 %) Gambar 4.3 dan Lampiran Tabel 23.
Imunisasi TT ibu hamil adalah pemberian imunisasi TT pada ibu hamil sebanyak 5
dosis dengan interval tertentu (yang dimulai saat dan atau sebelum kehamilan) yang
berguna bagi kekebalan seumur hidup.
Pemberian TT3 : Selang waktu pemberian minimal 6 bulan setelah TT2 dengan
masa perlindungan 5 tahun.
Pada tahun 2015, cakupan imunisasi TT pada ibu hamil dari 16.237 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 529 (3,26%), TT-2 sebanyak 609
(3,75%), TT-3 sebanyak 1.164 (7,17%),TT-4 sebanyak 2.250 (13,86%), TT-
5sebanyak 2.455 (15,12%), dan TT2+ sebanyak 6.478 (39,90 %).
Pada tahun 2016, cakupan imunisasi TT pada ibu hamil dari 16.385 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 411 (2,51 %), TT-2 sebanyak 499
(3,05 %), TT-3 sebanyak 1.117 (6,82 %), TT-4 sebanyak 2.071 (12,64 %), TT-5
sebanyak 1.992 (12,16 %),dan TT2+ sebanyak 5.679 (34,66 %), selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran Tabel 24.
Pada tahun 2017, cakupan imunisasi TT pada ibu hamil dari 16.523 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 78 (0,47 %), TT-2 sebanyak 100 (0,6
%), TT-3 sebanyak 303 (1,83 %), TT-4 sebanyak 622 (3,76 %), TT-5 sebanyak 701
(4,24 %), dan TT2+ sebanyak 1.726 (10,44 %), selengkapnya dapat dilihat pada
Pada tahun 2018, cakupan imunisasi TT pada ibu hamil dari 15.241 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 121 (0,87 %), TT-2 sebanyak 120 (0,8
%), TT-3 sebanyak 466(3,1 %), TT-4 sebanyak 1.882 (7,8 %), TT-5 sebanyak
1.923 (12,6 %), dan TT2+ sebanyak 3.691 (24,2 %), selengkapnya dapat dilihat
pada .
Pada tahun 2019, cakupan imunisasi Td pada ibu hamil dari 15.066 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; Td-1 sebanyak 178 (1,2 %), Td-2 sebanyak
216(1,4%), Td-3 sebanyak 575 (3,8 %), Td-4 sebanyak 1.464 (9,7 %), Td-5
sebanyak 1.557 (10,3 %), dan Td2+ sebanyak 3.812 (25,3 %).
Pada tahun 2020, cakupan imunisasi Td pada ibu hamil dari 15.066 jumlah ibu
hamil adalah sebagai berikut; Td-1 sebanyak 178 (1,2 %), Td-2 sebanyak 216
Pada tahun 2015, tercatat bahwa dari 138.727 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi TT adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 174 (0,13 %),
TT-2 sebanyak 147 (0,11 %), TT-3 sebanyak 556 (0,40 %), TT-4 sebanyak 697
(0,50 %), TT-5 sebanyak 696 (0,50 %).
Pada tahun 2016, tercatat bahwa dari 138.727 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi TT adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 461 (0,33 %),
TT-2 sebanyak 206 (0,15 %), TT-3 sebanyak 2.020 (1,46 %), TT-4 sebanyak 5.435
(3,92 %), TT-5 sebanyak 9.320 (6,72 %).
Pada tahun 2017, tercatat bahwa dari 139.228 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi TT adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 86 (0,062 %),
TT-2 sebanyak 136 (0,098 %), TT-3 sebanyak 425 (0,305 %), TT-4 sebanyak 889
(0,638 %), TT-5 sebanyak 1.081 (0,776 %).
Pada tahun 2018, tercatat bahwa dari 130.142 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi TT adalah sebagai berikut; TT-1 sebanyak 29 (0,02 %),
TT-2 sebanyak 11 (0,008 %), TT-3 sebanyak 1.930(1,5 %), TT-4 sebanyak 1.932
(1,5 %), TT-5 sebanyak 1.849 (1,4 %).
Pada tahun 2019, tercatat bahwa dari 130.557 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi Td adalah sebagai berikut; Td-1 sebanyak 1.506 (1,2 %),
Td-2 sebanyak 258 (0,02 %), Td-3 sebanyak 3.176 (2,4 %), Td-4 sebanyak 6.275
(4,8 %), Td-5 sebanyak 3.898 (3.1 %).
Pada tahun 2020, tercatat bahwa dari 130.557 jumlah wanita usia subur (15-39
tahun), cakupan imunisasi Td adalah sebagai berikut; Td-1 sebanyak 1.684 (1,2 %),
Selanjutnya pada tahun 2017 kembali menurun, dan kemudian pada tahun 2018 dan
2019 kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan tahun 2020 hasil
yang sama seperti tahun 2019, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.4, Grafik
4.2, dan Lampiran Tabel 25
Pada tahun 2015 tercatat jumlah ibu hamil sebanyak 16.237. Sebanyak 12.768
(78,64 %) diantaranya telah mendapatkan tablet Fe 1, selanjutnya jumlah ibu yang
telah mendapatkan Fe3 adalah sebanyak 11.848 (72,97 %) atau dengan kata lain
terdapat sebanyak 920 (7,21 %) ibu hamil drop out. Berbeda dengan tahun
sebelumnya, pada tahun 2016 tercatat jumlah ibu hamil sebanyak 16.385. Hanya
Sebanyak 7.783 (47,50 %) diantaranya telah mendapatkan tablet Fe 1, selanjutnya
jumlah ibu yang telah mendapatkan Fe3 adalah sebanyak 7.353 (44,88 %) atau
dengan kata lain terdapat sebanyak 430 (5,52 %) ibu hamil drop out.
Pada tahun 2017 tercatat jumlah ibu hamil sebanyak 16.951 (sesuai Keputusan
Pada tahun 2019 tercatat jumlah ibu hamil sebanyak 16.477, sebanyak 13.902
(84,4 %) jumlah ibu yang telah mendapatkan Fe 3.
Pada tahun 2020 tercatat jumlah ibu hamil sebanyak 16.477,sebanyak 13.902
(84,4 %) jumlah ibu yang telah mendapatkan Fe 3. Secara rinci dapat dilihat pada
Grafik 4.5 dan Lampiran Tabel 27
Gambar 4.5
Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe
Tahun 2015-2020
Pada bagian ini ditampilkan data tentang komplikasi kebidanan yang ditangani
pada ibu hamil dengan resiko tinggi/ komplikasi, dan penanganan neonatal
resiko tinggi/ komplikasi. Defenisi dari masing-masing kondisi tersebut adalah:
☞ Komplikasi kebidanan : Kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
☞ Komplikasi kebidanan yang ditangani : Ibu hamil, bersalin dan nifas dengan
pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter, dan bidan di sarana
pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2015 jumlah ibu hamil kembali meningkat menjadi 16.237 dengan
prediksi 3.247 (19,99 %) diantaranya akan mengalami komplikasi kebidanan.
Selanjutnya telah dilakukan penanganan komplikasi kebidanan sebanyak737
(22,70%).
Pada tahun 2016 jumlah ibu hamil sama seperti tahun 2015 yakni sebanyak
16.237, demikian juga dengan perkiraan bumil yang mengalami komplikasi
kebidanan diperkirakan sebanyak 3.247 (19,99 %). Sementara itu penanganan
komplikasi kebidanan yang telah dilakukan hanya sebanyak 405 (12,47 %).
Selanjutnya pada tahun 2017 jumlah ibu hamil yakni sebanyak 16.951,
demikian juga dengan perkiraan bumil yang mengalami komplikasi kebidanan
diperkirakan sebanyak 3.390 (20,00 %). Sementara itu penanganan komplikasi
kebidanan yang
Pada tahun 2018 jumlah ibu hamil yakni sebanyak 16.711, demikian juga
dengan perkiraan bumil yang mengalami komplikasi kebidanan diperkirakan
sebanyak 3.342 (19,99 %). Sementara itu penanganan komplikasi kebidanan
Selanjutnya pada tahun 2019 jumlah ibu hamil yakni sebanyak 16.477,
demikian juga dengan perkiraan bumil yang mengalami komplikasi kebidanan
diperkirakan sebanyak 3.295 (19,99 %). Sementara itu penanganan komplikasi
kebidanan yang telah dilakukan hanya sebanyak 1.520 (46,1 %).
Selanjutnya pada tahun 2020 jumlah ibu hamil yakni sebanyak 16.247,
demikian juga dengan perkiraan bumil yang mengalami komplikasi kebidanan
diperkirakan sebanyak 3.248 (19,99 %). Sementara itu penanganan komplikasi
kebidanan yang telah dilakukan hanya sebanyak 1.257 (36,7 %), Gambar 4.6,
Grafik 4.3, dan Lampiran Tabel 30.
Gambar 4.6
Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan
Tahun 2015–2020
Hasil capaian program dari 5 tahun terakhir ini masih sangat rendah bila
dibandingkan denganStándar Pelayanan Minimal (SPM) No. 43 tahun 2016
menyatakan Setiap Ibu hamil mendapatkan pelayanan Antenatal Sesuai standar.
Pada tahun 2015, jumlah bayi lahir hidup sedikit menurun menjadi sebanyak
14.125 dengan perkiraan kasus komplikasi neonatal sebanyak 2.119 (15,00 %).
Selanjutnya jumlah penanganan komplikasi neonatal yg telah dilakukan meningkat
menjadi sebanyak 121 (5,71 %).
Pada tahun 2016, jumlah bayi lahir hidup kembali menurun menjadi sebanyak
13.645 dengan perkiraan kasus komplikasi neonatal sebanyak 2.047 (15,00 %).
Selanjutnya jumlah penanganan komplikasi neonatal yg telah dilakukan turun
menjadi sebanyak 85 (4,15 %). Pada tahun 2017, jumlah bayi lahir hidup sebanyak
13.847 dengan perkiraan kasus komplikasi neonatal sebanyak 2.077 (15,00 %).
Pada tahun 2018, jumlah bayi lahir hidup sebanyak 14.209 dengan perkiraan kasus
komplikasi neonatal sebanyak 2.131 (14,99 %). Selanjutnya jumlah penanganan
komplikasi neonatal yg telah dilakukan Naik menjadi sebanyak 805 (37,9%),
Tahun 2019, jumlah bayi lahir hidup sebanyak 13.520 dengan perkiraan kasus
komplikasi neonatal sebanyak 2.028 (15%). Selanjutnya jumlah penanganan
komplikasi neonatal yg telah dilakukan turun menjadi 415 (20,49).
Tahun 2020, jumlah bayi lahir hidup sebanyak 12.044 dengan perkiraan kasus
komplikasi neonatal sebanyak 1.807 (15,01%). Selanjutnya jumlah penanganan
komplikasi neonatal yg telah dilakukan naik menjadi 1.292 (71,5%), Grafik 4.4,
Grafik 4.5, dan Lampiran Tabel 30
Angka capaian ini masih sangat jauh dari Daftar Indikator Stándar Pelayanan
Minimal (SPM) yang menetapkan bahwa cakupan neonatus dengan komplikasi
yang ditangani adalah 71,5 % pada tahun 2020.
Grafik. 4.4
Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatal
Tahun 2015-2020
Grafik. 4.5
Persentase Penanganan Komplikasi Neonatal
Tahun 2015-2020
Angka capaian ini masih sangat jauh dari Standar Pelayanan Minimal (SPM)
No.43 tahun 2016 yang menyatakan Setiap ibu Bersalin mendapatkan Pelayanan
persalinan sesuai standar.
Jumlah peserta KB Aktif tahun Pada tahun 2015, Jumlah peserta KB Aktif
adalah 87.977. Tercatat bahwa 28.808 (32,74 %) diantara peserta KB Aktif
menggunakan MKJP; jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut
adalah: IUD sebanyak 12.985 (14,76 %), MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak
1.085 (1,29 %), MOW (Medis Operatif Wanita) sebanyak 6.634 (7,54 %), dan
Implan sebanyak 8.104 (9,21 %).
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 59.169 (67,26 %) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 60.272 (68,34 %) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
31.133 (35,39 %), Suntik sebanyak 25.331 (28,79 %), dan Kondom sebanyak
3.808 (4,33%).
Pada tahun 2017, Jumlah peserta KB Aktif adalah 91.810, Tercatat bahwa
29.308(31,92 %) diantara peserta KB Aktif menggunakan MKJP; jenis alat
kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: IUD sebanyak 11.636
(39,70%), MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 922 (1,00 %), MOW (Medis
Operatif Wanita) sebanyak 5.928 (6,46 %), dan Implan sebanyak 10.822
(36,9%).
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 62.526 (68,10 %) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
32.214 (51,52 %), Suntik sebanyak 26.140 (41,81 %), dan Kondom sebanyak
4.148 (6,63%),
Pada tahun 2018, Jumlah peserta KB Aktif adalah 80.916, Tercatat bahwa
30.861(38,13 %) diantara peserta KB Aktif menggunakan MKJP; jenis alat
kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: IUD sebanyak 10.346
(31,2%), MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 279 (0,8%), MOW (Medis
Operatif Wanita) sebanyak 12.183 (38,0 %), dan Implan sebanyak
8.083(28,1%).
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 50.055 (61,86 %) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
23.414 (77,8 %), Suntik sebanyak 25.383 (80,3 %), dan Kondom sebanyak
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 54.485 (63,10%) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
22.035 (25,5%), Suntik sebanyak 23.974 (27,8 %), dan Kondom sebanyak 8.476
(9,8%).
Pada tahun 2020, Jumlah peserta KB Aktif adalah 79117, Tercatat bahwa 31.853
(36,89%) diantara peserta KB Aktif menggunakan MKJP; jenis alat kontrasepsi
yang dipakai secara berturut-turut adalah: MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak
271 (0,3%), MOW (Medis Operatif Wanita) sebanyak 8464 (10,7 %), dan
Implan sebanyak 11.609 (14,7 %).
Sedangkan untuk Non MKJP, dipakai oleh 52.515 (66,4%) dengan perincian
jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak
22.967 (30,3%), Suntik sebanyak 24.644 (31,1 %), dan Kondom sebanyak 3904
(4.9%), Grafik 4.7 dan Lampiran Tabel 28
Pada tahun 2015, dari 3.730 (20,39 %) yang menggunakan MKJP, jenis alat
kontrasepsi yang dipakai, secara berturut-turut adalah: Implan sebanyak 1.062
(28,47 %), IUD sebanyak 2.029 (54,39 %), MOW (Medis Operatif Wanita)
sebanyak 548 (14,70 %), dan MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 91 (2,44 %).
Non MKJP dipakai oleh 14.561 (79,60 %) dengan perincian jenis alat kontrasepsi
yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak 8,966 (61,58 %), Suntik
sebanyak 3.383 (23,23 %), dan Kondom sebanyak 2.212 (15,19 %). Dengan
demikian jumlah peserta KB Baru yang menggunakan MKJP dan Non MKJP
adalah sebanyak 18.291orang.
Non MKJP dipakai oleh 11.575 (67,34 %) dengan perincian jenis alat kontrasepsi
yang dipakai secara berturut-turut adalah: Suntik sebanyak 5.254 (30,57 %), Pil
sebanyak 4.350 (25,31 %), dan Kondom sebanyak 1.971 (11,47 %). Dengan
demikian jumlah peserta KB Baru yang menggunakan MKJP dan Non MKJP
adalah sebanyak 17.189 orang.
Pada tahun 2017, dari 5.763 (26,40 %) yang menggunakan MKJP, jenis alat
kontrasepsi yang dipakai, secara berturut-turut adalah: Implan sebanyak
3.659(63,49 %), IUD sebanyak 1.547 (26,84 %), MOW (Medis Operatif Wanita)
sebanyak 557 (9,67 %), dan MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 0 (0,00%).
Non MKJP dipakai oleh 50.055 (61,86 %) dengan perincian jenis alat kontrasepsi
yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak 23.414 (77,8 %), Suntik
sebanyak 25.383 (80,3 %), dan Kondom sebanyak 1.248 (37 %).
Pada tahun 2018, dari 30.861(38,13 %) yang menggunakan MKJP, jenis alat
kontrasepsi yang dipakai, secara berturut-turut adalah: Implan sebanyak 8.083(29,1
%), IUD sebanyak 10.346 (31,2 %), MOW (Medis Operatif Wanita) sebanyak
12.183 (38 %), dan MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 279 (0,8%).
Non MKJP dipakai oleh 50.055 (61,86 %)dengan perincian jenis alat kontrasepsi
yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil sebanyak 23.414 (77,8 %), Suntik
sebanyak 25.383 (80,3 %), dan Kondom sebanyak 1.248 (37 %). Dengan demikian
jumlah peserta KB Baru yang menggunakan MKJP dan Non MKJP adalah
sebanyak 21.826 orang.
Tahun 2019, dari 3.780 peserta KB Baru, terdapat 2.414 (63,86 %) yang
menggunakan MKJP, jenis alat kontrasepsi yang dipakai, secara berturut-turut
adalah: Implan sebanyak 352 (9,3 %), IUD sebanyak 587 (15,5 %), MOW (Medis
Operatif Wanita) sebanyak 476 (12,6 %), dan MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak
999 (26,4%).
Tahun 2020, dari 783 peserta KB Baru, terdapat 230 (29,4 %) yang menggunakan
MKJP, jenis alat kontrasepsi yang dipakai, secara berturut-turut adalah: Implan
sebanyak 177 (22,6 %), IUD sebanyak 35 (4,5 %), MOW (Medis Operatif Wanita)
sebanyak 18 (2,3 %), dan MOP (Medis Operatif Pria) sebanyak 0 (0%).
Selanjutnya Peserta KB Baru Non MKJP dipakai oleh 50.055 (61,86 %)dengan
perincian jenis alat kontrasepsi yang dipakai secara berturut-turut adalah: Pil
sebanyak 257 (32,8 %), Suntik sebanyak 270 (34,5 %), dan Kondom sebanyak 26
(3,3 %). Dengan demikian jumlah peserta KB Baru yang menggunakan MKJP dan
Non MKJP adalah sebanyak 783 orang, selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 4.7,
dan Lampiran Tabel 29.
Grafik 4.7
Peserta KB Baru Menurut Jenis
Kontrasepsi Tahun 2015-2020
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram.
Bayi baru lahir ditimbang adalah jumlah bayi lahir hidup yang ditimbang segera
setelah lahir.
Tahun 2020 Jumlah bayi lahir hidup tercatat sebanyak 12.044 bayi, terdiri dari
6.150 (51,06 %) laki- laki, dan 5.894 (48,94 %) perempuan. Dari jumlah bayi lahir
hidup tersebut, sebanyak 12.044 (100,00 %) telah ditimbang, terdiri dari 6.150
(51,06 %) laki-laki, dan 5.894 (48,94 %) perempuan. Dari hasil penimbangan
tersebut ditemukan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 17 bayi (0,1
%) terdiri dari laki- laki 7 (0,1 %), Perempuan 10 (0,2), selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 33.
Pada tahun 2019, tercatat jumlah bayi lahir hidup sebanyak 13.520 bayi. Sebanyak
13.443(99,4 %) telah melakukan KN 1, sedangkan untuk KN 3 berjumlah 12.904
(95,4%).
Pada tahun 2020, tercatat jumlah bayi lahir hidup sebanyak 12.044 bayi. Sebanyak
11,968 (99,4 %) telah melakukan KN 1, sedangkan untuk KN 3 berjumlah 11,600
(96,3%).
Dari kedua data tersebut, tampak bahwa terjadi sedikit penurunan baik pada KN 1
maupan KN 3, namun capaian tersebut sudah memenuhi Standar Pelayanan
Minimal No. 43 tahun 2016 yang menetapkan bahwa Setiap bayi Baru lahir
mendapatkan Layanan Kesehatan Sesuai standar. Lampiran Tabel 34
Bayi mendapat ASI Eksklusif adalah bayi umur 0-6 bulan yang diberi ASI saja
tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall
24 jam.
Bayi umur 0-6 bulan adalah jumlah seluruh bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari
yang tercatat pada register pencatatan pemberian ASI di suatu wilayah.
Sedangkan pada tahun 2015 juga terjadi sedikit peningkatan baik pada jumlah bayi
secara keseluruhan maupun jumlah bayi yang telah mendapat ASI Eksklusif.
Jumlah bayi yang tercatat tahun 2015 adalah sebanyak 14.761 atau meningkat
sebanyak 137 (0,94 %) dan diikuti dengan jumlah bayi yang telah mendapat ASI
Eksklusif sebanyak 2.305 (15,62 %) atau meningkat sebanyak 46 (2,04%).
pada tahun 2016 juga terjadi sedikit penurunan pada jumlah bayi yakni sebanyak
14.634 atau turun sebanyak 127 (0,86 %) bila dibandingkan dengan tahun 2015,
sebaliknya jumlah bayi yang telah mendapat ASI Eksklusif meningkat
menjadi3.317 (22,67 %) atau meningkat sebanyak 1.012 (43,90 %).
pada tahun 2017 juga terjadipenurunan pada jumlah bayi yakni sebanyak 14.634
bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebaliknya jumlah bayi yang telah mendapat
ASI Eksklusif menurun menjadi 2.155 (28,88 %) atau menurun sebanyak 1.162
(64,96 %),
Sedangkan pada tahun 2018 juga terjadi penurunan pada jumlah bayi yakni
sebanyak 13.105 atau turun sebanyak 1.529 (10,44 %) bila dibandingkan dengan
tahun 2017 sebaliknya jumlah bayi yang telah mendapat ASI Eksklusif menurun
menjadi 1.782 (13,59 %) atau menurun sebanyak 373 (20,93 %).
Pada tahun 2019 juga terjadi kenaikan sedikit pada jumlah bayi yakni sebanyak
13.520 atau naik sebanyak 405 (3,06 %) bila dibandingkan dengan tahun 2018,
selanjutnya jumlah bayi yang telah mendapat ASI Eksklusif juga meningkat
Sedangkan pada tahun 2020 juga terjadi kenaikan pada jumlah bayi yakni sebanyak
14.430 atau naik sebanyak 910 (6,3 %) bila dibandingkan dengan tahun 2019,
selanjutnya jumlah bayi yang telah mendapat ASI Eksklusif juga meningkat
menjadi 7.307 (50,63 %) atau meningkat sebanyak 4.387 (30.37 %), Gambar 4.7,
dan Lampiran Tabel 35.
Gambar 4.7
Jumlah Bayi yang Diberi ASI Eksklusif
Tahun 2015-2020
Selanjutnya pada tahun 2015, terhadap 14.761 bayi yang ada, telah dilakukan
pelayanan kesehatan kepada 14.192 bayi (96,15 %).
Pada tahun 2016 tercatat sebanyak 14.897 bayi dan telah dilakukan pelayanan
kesehatan kepada 12.982 bayi (87,14 %). Data ini menunjukkan adanya konsistensi
pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi, namun pada tahun 2016 terjadi penurunan
yang cukup bermakna.
Sedangkan pada tahun 2017 tercatat sebanyak 15.410 bayi dan telah dilakukan
pelayanan kesehatan kepada 13.476 bayi (89,71 %). Data ini menunjukkan adanya
konsistensi pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi, namun pada tahun 2017 terjadi
penurunan yang cukup bermakna.
Sedangkan pada tahun 2018 tercatat sebanyak 14.834 bayi dan telah dilakukan
pelayanan kesehatan kepada 13.896 bayi (93,67 %). Data ini menunjukkan adanya
konsistensi pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi, namun pada tahun 2018 terjadi
kenaikan yang cukup bermakna.
Selanjutnya pada tahun 2019 tercatat sebanyak 14.626 bayi dan telah dilakukan
pelayanan kesehatan kepada 14.079 bayi (96,3 %). Data ini menunjukkan adanya
konsistensi pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi.
Selanjutnya pada tahun 2020 tercatat sebanyak 14.430 bayi dan telah dilakukan
pelayanan kesehatan kepada 13,321 bayi (92,3 %). Data ini menunjukkan kurang
adanya konsistensi pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi.(Lampiran Tabel 36)
Desa/ kelurahan UCI adalah desa/ kelurahan dimana ≥ 80 % dari jumlah bayi
yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap dalam waktu
Cakupan desa/ kelurahan UCI adalah persentase perbandingan antara jumlah desa/
kelurahan UCI di satu wilayah pada kurun waktu tertentu dengan jumlah desa/
kelurahan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
Pada tahun 2015 dengan jumlah desa yang sama dari tahun sebelumnya telah
terjadi peningkatan yang tajam yakni 180 desa diantaranya telah menjadi Desa/
Kelurahan UCI (88,24 %), atau dengan kata lain terjadi peningkatan Jumlah desa/
Kelurahan UCI sebanyak 62 desa.
Pada tahun 2016 telah terjadi penurunan yang tajam yakni hanya 128 desa dari
204 desa yang telah menjadi Desa/ Kelurahan UCI (62,75 %), atau dengan kata
lain Jumlah desa/ Kelurahan UCI turun sebanyak 62 desa dan masih terdapat 76
desa/keluraahan yang belum melaksanakan UCI.
Sedangkan pada tahun 2017 telah terjadi penurunan yang tajam yakni hanya 129
desadari 204 desa yang telah menjadi Desa/ Kelurahan UCI (63,24 %), atau
dengan kata lain Jumlah desa/ Kelurahan UCI turun sebanyak 62 desa dan masih
terdapat 75 desa/kelurahan yang belum melaksanakan UCI.
Sedangkan pada tahun 2018 telah terjadi penurunan yang tajam yakni hanya 120
desadari 204 desa yang telah menjadi Desa/ Kelurahan UCI (58,82 %), atau
dengan kata lain Jumlah desa/ Kelurahan UCI turun sebanyak9 desa dan masih
terdapat 84 desa/keluraahan yang belum melaksanakan UCI..
Pada tahun 2019 telah kembali meningkat yakni 133 desa dari 204 desa yang telah
menjadi Desa/ Kelurahan UCI (65,19 %) atau dengan kata lain masih terdapat 71
desa/keluraahan yang belum mencapai UCI.
Gambar 4.8
Cakupan Desa/Kelurahan UCI
Tahun 2015-2020
4.3.17. Cakupan Imunisasi DPT, HB, Campak, BCG dan Polio Pada
Bayi
Pada tahun 2015, distribusi jenis imunisasi dari 14.183 bayi lahir hidup terdiri
dari: Hb < 7 hari sebanyak 14.159 (100,24 %), BCG sebanyak 15.224
(107,78%).
Pada tahun 2016, distribusi pemberian jenis imunisasi dari 13.645 bayi lahir
hidup terdiri dari: Hb < 7 hari sebanyak 13.579 (99,52 %), BCG sebanyak
14.364 (105,27%). Pada tahun 2017, distribusi pemberian jenis imunisasi dari
13.847 bayi lahir hidup terdiri dari: Hb < 7 hari sebanyak 8.358 (60,36 %), BCG
sebanyak 14.252 (102,92%).
Pada tahun 2018, distribusi pemberian jenis imunisasi dari 14.183 bayi lahir
hidup terdiri dari: Hb < 7 hari sebanyak 824 (5,8 %), BCG sebanyak 14.300
(100,8%).
Pada tahun 2019, distribusi pemberian jenis imunisasi dari 14.239 bayi lahir
Pada tahun 2017 jumlah cakupan imunisasi DPT-HB3/ DPT HB-HB3 dari
15.021 bayi adalah sebanyak 14.455 (95,91 %), Polio 4 sebanyak 14.320
(95,33%), Campak sebanyak 14.219 (94,66%).
Selanjutnya jumlah bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap adalah
13.924 (92,70 %), terdiri dari 7.024 (93,12 %) bayi laki-laki, dan 6.900 (92,27
%) bayi perempuan,
Pada tahun 2018 jumlah cakupan imunisasi DPT-HB3/ DPT HB-HB3 dari
14.008 bayi adalah sebanyak 14.183 (98,76 %), Polio 4 sebanyak
14.371(101,3%), Campak sebanyak 12.665 (89,3%).
Kemudian jumlah bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap adalah
13.385 (94,4 %), terdiri dari 6927 (93,8 %) bayi laki-laki, dan 6.558 (95 %) bayi
perempuan.
Pada tahun 2019 jumlah cakupan imunisasi DPT-HB3/ DPT HB-HB3 dari
14.239 bayi adalah sebanyak 14.366 (100,2%), Polio 4 sebanyak 14.162
(99,5%),Campak sebanyak 13.975 (98,1%).
Selanjutnya pada tahun 2020 jumlah cakupan imunisasi DPT-HB3/ DPT HB-
HB3 dari 12.472 bayi adalah sebanyak 10.960 (87,9%), Polio 4 sebanyak 10.914
(87,5%) Campak sebanyak 10.704 (85,8%).
Kemudian jumlah bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap adalah
10.283 (82,4 %), terdiri dari 5.276 (82,10 %) bayi laki-laki, dan 5.007 (82,8 %)
bayi perempuan. Lampiran Tabel 39.
Dari 58.928 anak balita (12-59 bulan) tercatat sebanyak 52.821 (89,6 %) telah
mendapatkan vitamin A.
Dari 73.358 Balita (6-59 bulan) tercatat sebanyak 65.898 (89,8 %) Balita telah
mendapatkan vitamin A. Lampiran Tabel 41.
Pada Tahun 2016 jumlah Baduta dilaporkan (S) berjumlah 38.216 terdiri dari
19.488 laki-laki, dan 18.728 perempuan. Selanjutnya jumlah Baduta ditimbang
(D) adalah 26.127 terdiri dari 13.279 laki-laki, dan 12.848 perempuan sehingga
D/S adalah 68,1 %. Sedangkan jumlah Baduta BGM (Bawah Garis Merah)
ditemukan sebanyak 306 (1,2 %) terdiri dari 153 laki-laki, dan 153 perempuan.
Pada Tahun 2017 jumlah Baduta dilaporkan (S) berjumlah 29.402 terdiridari
14.566 laki-laki, dan 14.836 perempuan. Selanjutnya jumlah Baduta ditimbang
(D) adalah 29.078 terdiri dari 14.765 laki-laki, dan 14.313 perempuan sehingga
D/S adalah 98,9 %. Sedangkan jumlah Baduta BGM (Bawah Garis Merah)
ditemukan sebanyak 301 (1,0 %) terdiri dari 142 laki-laki, dan 159 perempuan.
Meskipun tahun 2017 terjadi pengurangan jumlah Baduta (8.814 atau 23,06 %)
dibandingkan dengan tahun 2016, namun tidak diikuti dengan peningkatan
jumlah/ persentase penimbangan (D/S). Sebaliknya jumlah dan persentase BGM
Naik sebanyak 5 atau 1,50 %.
Pada Tahun 2018 jumlah Baduta dilaporkan (S) berjumlah 75.372 terdiri dari
38.310 laki-laki, dan 37.062 perempuan. Selanjutnya jumlah Baduta ditimbang
(D) adalah 55.102 terdiri dari 27.870 laki-laki, dan 27,232 perempuan sehingga
D/S adalah 73,1 %. Sedangkan jumlah Baduta BGM (Bawah Garis Merah)
ditemukan sebanyak 350 (0,6 %) .
Kemudian pada Tahun 2020 jumlah Balita dilaporkan (S) berjumlah 73.358 balita,
terdiri dari 37.413 balita laki-laki, dan 35.945 balita perempuan. Selanjutnya
jumlah Balita ditimbang (D) adalah 51.297 balita terdiri dari 26.161 balita laki-
laki, dan 25.136 balita perempuan sehingga D/S adalah 69.9 %. Lampiran Tabel
43
Gambar 4.9
Jumlah Balita Ditimbang Menurut Jenis kelamin
Tahun 2016-2020
Cakupan pelayanan anak balita adalah anak balita (12-59 bulan) yang
memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali di suatu
Dari hasil pelaksanaan program pelayanan kesehatan bagi Anak Balita Pada
tahun 2015 telah dilakukan pelayanan kesehatan bagi Anak Balita terhadap
63.713 Anak Balita yang ada (32.467 Anak Balita Laki-laki, dan 31.246 Anak
Balita perempuan, tercatat sebanyak 19.510 (30,62 %) telah mendapat
pelayanan kesehatan minimal 8 kali dengan perincian 9.864 (30,38 %) Anak
Balita laki-laki, dan 9.646 (30,87 %) Anak Balita perempuan.
Pada tahun 2016 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 62.552 Anak
Balita yang ada (7.600 Anak Balita Laki-laki, dan 7.434 Anak Balita
perempuan), tercatat sebanyak 15.034 (24,03 %) telah mendapat pelayanan
kesehatan minimal 8 kali dengan perincian 7.600 (23,84 %) Anak Balita laki-
laki, dan 7.434 (24,24 %) Anak Balita perempuan.
Pada tahun 2017 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 62.553 Anak
Balita yang ada (31.883 Anak Balita Laki-laki, dan 30.670 Anak Balita
perempuan), tercatat sebanyak 15.047 (92,80 %) telah mendapat pelayanan
kesehatan minimal 8 kali dengan perincian 29.448 (92,36 %) Anak Balita laki-
laki, dan 28.599 (93,25 %) Anak Balita perempuan,
Pada tahun 2018 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 60.538 Anak
Balita yang ada ( 30.216 Anak Balita Laki-laki, dan 30.322 Anak Balita
Pada tahun 2019 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 59.724 Anak
Balita yang ada (30.000 Anak Balita Laki-laki, dan 29724 Anak Balita
perempuan), tercatat sebanyak 41.358 (69,2 %) telah mendapat pelayanan
kesehatan minimal 8 kali dengan perincian 20.760 (69,2 %) Anak Balita laki-
laki, dan 20.598 (69 %) Anak Balita perempuan.
Dari Gambar 4.10 tampak bahwa dalam enam tahun terakhir jumlah anak balita
turun secara spartan namun sayangnya juga diikuti dengan menurunnya jumlah
anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan 8 kali, artinya telah terjadi
penurunan jumlah anak balita yang tidak terpantau pertumbuhannya.
Balita ditimbang adalah jumlah balita yang ditimbang berat badannya di sarana
pelayanan kesehatan termasuk di Posyandu dan tempat penimbangan lainnya.
Berat badan naik adalah jumlah balita yang pada waktu penimbangan naik berat
badannya (sesuai ketentuan program).
Bawah Garis Merah (BGM) adalah jumlah balita yang hasil penimbangan berat
badan nya berada di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS).
Pada tahun 2015, dari 79.255 balita yang dilaporkan (S) terdapat 40.310 atau
50,86% balita laki-laki dan 38.945 atau 49,14 % balita perempuan; sebanyak
62.016 (78,25 %) diantaranya telah ditimbang. Hasil dari penimbangan tersebut
tercatat sebanyak 415 (0,67 %) menunjukkan BGM (Bawah Garis Merah).
Pada tahun 2017,jumlah balita yang dilaporkan (S) yakni sebanyak 77.452,
terdiri dari39.366 atau 50,82% balita laki-laki dan 38.086 atau 49,17 % balita
perempuan; sebanyak 60.142 (77,65 %) diantaranya telah ditimbang (D/S).
Hasil dari penimbangan tersebut tercatat sebanyak 350 (0,58 %) menunjukkan
BGM (Bawah Garis Merah).
Pada tahun 2018 jumlah balita yang dilaporkan (S) yakni sebanyak 75.372,
terdiri dari 27.870( 72,74% ) balita laki-laki dan 27.232( 72,74% ) balita
perempuan; diantaranya telah ditimbang (D/S) 55.102 ( 73,10 % ).
Pada tahun 2019 jumlah balita yang dilaporkan (S) yakni sebanyak 74.352,
terdiri dari 37.338 ( 50,21% ) balita laki-laki dan 37.014 ( 49,79% ) balita
perempuan; diantaranya telah ditimbang (D/S)57.049 ( 76,7 % ).
Selanjutnya tahun 2020 jumlah balita yang dilaporkan (S) yakni sebanyak
74.358, terdiri dari 37.413 (50,31% ) balita laki-laki dan 35.945 ( 48,34% )
balita perempuan; diantaranya telah ditimbang (D/S) 51.297 ( 69,90 % ).
Bila dicermati data Lima tahun terakhir tersebut, tidak terdapat perbedaan yang
cukup bermakna dalam hal jumlah balita yang dilaporkan, sedangkan untuk
jumlah balita yang ditimbang pada tahun 2019 hanya terjadi kenaikan sedikit
dibandingkan dengan tahun 2018. Grafik 4.10, dan Lampiran Tabel43.
Pada tahun 2016 jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat kembali menurun
menjadi 13.441 (7.006 atau 52,12 % siswa laki-laki, dan 6.435 atau 47,78 %
siswi perempuan).Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.198(17,10%) siswa laki-laki
Pada tahun 2019 jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat mengalami penurunan
menjadi 15.372 peserta didik dan yg mendapat pelayanan kesehatan (penjaringan)
berjumlah 14.820 (96,4%) peserta didik.
Pada tahun 2020 jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat adalah 14.637 peserta
didik dan yang mendapat pelayanan kesehatan (penjaringan) berjumlah 0 (0 %)
peserta didik. Hal ini terjadi karena tidak adanya proses Belajar dengan tatap
muka, karena wabah covid-19 yang melanda dunia dan tak terkecuali Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan Proses
Belajar mengajar dengan Daring (online) Lampiran Tabel 45
Dari data Lima tahun terakhir tampak bahwa pada tahun 2020 telah penurunan
pelayanan kesehatan pada murid kelas 1 SD dan setingkat mendapat pelayanan
kesehatan (penjaringan). Hal ini karena wabah covid-19 yang melanda dunia.
Beberapa jenis kegiatan dan pengertian yang terdapat pada kesehatan gigi dan
mulut, antaralain:
* Gigi Tetap : Gigi yang tumbuh sebagai akibat menggantikan gigi susu yang
telahtanggal.
Pada tahun 2015, terjadi peningkatan sebanyak 19 kasus tumpatan gigi tetap atau
dengan kata lain berjumlah 276 kasus, dan telah dilakukan pencabutan gigi tetap
sebanyak 2.386 kasus. Dengan demikian diperoleh ratio tumpatan/ pencabutan
sebesar 0,12.
Bila dibandingkan dengan tahun 2015 maka pada tahun 2016, terjadi penurunan
sebanyak 48 kasus(17,39%) tumpatan gigi tetap atau dengan kata lain berjumlah
228 kasus, sedangkan untuk pencabutan gigi tetap sebanyak 3.545 kasus atau
meningkat sebesar 1.159 kasus (48,59 %) . Dengan demikian diperoleh ratio
tumpatan/ pencabutan sebesar 0,06.
Pada tahun 2017, terjadi penurunan sebanyak 0 kasus (00.00 %) tumpatan gigi
tetap, sedangkan untuk pencabutan gigi tetap sebanyak 161 kasus atau lebih
banyak kasus Pencabutan gigi tetap dari pada kasus tumpatan gigi tetap. Dengan
demikian diperoleh ratio tumpatan/ pencabutan sebesar 0,00.
Pada tahun 2018, terjadi peningkatan sebanyak 35 kasus tumpatan gigi tetap,
sedangkan untuk pencabutan gigi tetap sebanyak 600 kasus atau lebih banyak
kasus pencabutan gigi tetap dari pada kasus tumpatan gigi Tetap. Dengan
demikian diperoleh ratio tumpatan/ pencabutan.
Pada tahun 2020, terjadi 0 (nol) kasus tumpatan gigi tetap yang berjumlah
sebanyak 0 kasus, sedangkan untuk pencabutan gigi tetap sebanyak 75 kasus
atau lebih banyak kasus pencabutan gigi tetap dari pada kasus tumpatan gigi
Tetap. Dengan demikian diperoleh ratio tumpatan/ pencabutan sebesar 0,0.
(Lampiran Tabel 46).
Pemeriksaan gigi dan mulut adalah pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam
bentuk upaya promotif, preventif, dan kuratif sederhana seperti pencabutan gigi
sulung, pengobatan, dan penambalan sementara gigi sulung dan gigi tetap, yang
dilakukan baik di sekolah maupun dirujuk ke puskesmas minimal 2 kali dalam
setahun.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Sekolah Dasar dilaksanakan melalui satu
wadah yang disebut dengan UKGS (Upaya Kesehatan Gigi Sekolah) dan
pelaksanaan monitoring kegiatannya dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan.
Pada tahun 2016, Jumlah murid yang terdaftar dari 438 SD/MI ada sebanyak
76.593 (39.947 siswa laki-laki, dan 36.646 siswa perempuan). Sebanyak 108
SD/MI (24,66%) telah melakukan sikat gigi massal, sedangkan yang telah
mendapat pelayanan gigi ada sebanyak 78 (17,81 %). Selanjutnya jumlah murid
SD/MI yang telah diperiksa ada sebanyak 2.645 (3,45 %); perlu mendapat
perawatan sebanyak 4.391 (0,44 %), selanjutnya telah dilakukan perawatan
kepada 203 murid (4,60%).
Pada tahun 2017, Jumlah murid yang terdaftar dari 544 SD/MI ada sebanyak
87.141 (44.101 siswa laki-laki, dan 43.040 siswa perempuan). Sebanyak 0 SD/MI
Pada tahun 2018, Jumlah murid yang terdaftar dari 240 SD/MI ada sebanyak
5.706 (3.000 siswa laki-laki, dan 2.706 siswa perempuan). Sebanyak 0 SD/MI
tidak melakukan sikat gigi massal, sedangkan yang telah mendapat pelayanan
gigi ada sebanyak 223(3,9 %). Selanjutnya jumlah murid SD/MI yang telah
diperiksa ada sebanyak 223 (3,9 %); perlu mendapat perawatan sebanyak 211
(94,61 %), selanjutnya telah dilakukan perawatan kepada 134 murid (63,5%).
Pada tahun 2019, Jumlah murid yang terdaftar dari 392 SD/MI ada sebanyak
48.199 siswa (23.649 siswa laki-laki, dan 22.387 siswa perempuan). SD/MI yang
telah mendapat pelayanan gigi ada sebanyak 228 (58,16 %). Selanjutnya jumlah
murid SD/MI yang telah diperiksa ada sebanyak 13.151 (27,28 %).; perlu
mendapat perawatan sebanyak 5.283 (40,17 %), selanjutnya telah dilakukan
perawatan kepada 1.057 murid (8,0%).
Selanjutnya pada tahun 2020, Jumlah murid yang terdaftar dari 51 SD/MI ada
sebanyak 10.493 siswa (4346 siswa laki-laki, dan 6184 siswa perempuan). SD/MI
yang telah mendapat pelayanan gigi ada sebanyak 29 (55,89 %). Selanjutnya
jumlah murid SD/MI yang telah diperiksa ada sebanyak 19 (1,0 %).; perlu
mendapat perawatan sebanyak 125 (200%), selanjutnya telah dilakukan
perawatan kepada 43 murid (200%), Lampiran Tabel 47
Pelayanan kesehatan usia lanjut adalah pelayanan kesehatan sesuai stándar yang
ada pada pedoman usia lanjut (60 tahun ke atas), di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Pada tahun 2015, jumlah usila meningkat menjadi 48.700 usila (22.497 atau
Pada tahun 2016, jumlah usila kembali meningkat menjadi 55.852 (27.228 atau
48,75% laki-laki dan 28.624 atau 51,25 % perempuan), diikuti jumlah yang
mendapatkan pelayanan kesehatan juga meningkat tajam menjadi 10.077 (18,04
%) terdiri dari 4.435 (16,29 %) laki-laki, dan 5.642 (19,71 %) perempuan.
Pada tahun 2019, jumlah usila kembali meningkat menjadi 58.908 (27.608 atau
48,75% laki-laki dan 31.300 atau 51,25 % perempuan), diikuti jumlah yang
mendapatkan pelayanan kesehatan juga meningkat tajam menjadi 37.121(63,0 %)
terdiri dari 18.164 (65,79 %) laki-laki, dan 18.957 (60,56 %) perempuan.
Pada tahun 2020, jumlah usila kembali meningkat menjadi 61.751 (28.972 atau
48,75% laki-laki dan 32.779 atau 51,25 % perempuan), diikuti jumlah yang
mendapatkan pelayanan kesehatan juga meningkat tajam menjadi 38.901 (63,0
%) terdiri dari 16.400 (56.60 %) laki-laki, dan 22.501 (68,60 %) perempuan.,
selengkapnya disajikan pada Lampiran Tabel 49
Bila mencermati data pada tahun terakhir, tampak bahwa baru sekitar 74,80 %
(data Semester 1 April 2021) penduduk Kabupaten Asahan yang telah
mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan baik yang tertampung melalui dana
kesehatan pemerintah maupun secara pribadi dalam bentuk premi. Hal ini berarti
terdapat lebih kurang 25,20 % penduduk yang belum mendapatkan kepastian
jaminan pelayanan kesehatan ketika sakit. Selain itu juga tampak bahwa pada
tahun 2020 keterlibatan asuransi swasta maupun asuransi perusahaan dalam
menjamin layanan kesehatan karyawan nya tidak ada sama sekali.
Pada tahun 2016, Jumlah kunjungan rawat jalan dari 3 kelompok sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Puskesmas, Rumah sakit pemerintah/ swasta, dan klinik/
sarana kesehatan lainnya) berturut-turut adalah: 313.058 (43,93 %), 87.716 (12,31
%), dan 8.714 (1,22 %) atau dengan kata lain total jumlah kunjungan rawat jalan
atau cakupan kunjungan rawat jalan adalah sebanyak 252.213 (35,71%). Sedangkan
jumlah kunjungan rawat inap dari 3 kelompok sarana pelayanan kesehatan yang ada
(Puskesmas, Rumah sakit pemerintah/ swasta, dan klinik/ sarana kesehatan lainnya)
berturut-turut adalah: 2.516 (0,35 %), 116.432 (16,34 %), dan 12.287 (1,72%) atau
dengan kata lain total jumlah kunjungan rawat inap atau cakupan kunjungan rawat
inap adalah sebanyak 131.235 (18,41 %). Jumlah kunjungan gangguan jiwa dari 3
kelompok sarana pelayanan kesehatan yang ada (Puskesmas, Rumah sakit
pemerintah/swasta, dan klinik/sarana kesehatan lainnya) berturut-turut adalah: 91
(0.013 %), 20 (0,003 %), dan 0 (0,00 %).
Pada tahun 2017, Jumlah kunjungan rawat jalandari 3 kelompok sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Puskesmas, Rumah sakit pemerintah/ swasta, dan klinik/
sarana kesehatan lainnya) berturut-turut adalah: 176.181 (55,91 %), 133.725 (42,41
%), dan 5.155 (1,62 %) atau dengan kata lain total jumlah kunjungan rawat jalan
atau cakupan kunjungan rawat jalan adalah sebanyak 315.061 (43,8%).
Pada tahun 2018, Jumlah orang dengan gangguan jiwa berat ada sebanyak 458
orang dan yang mendapat pelayanan kesehatan 458 orang sehingga capaiannya
100%.
Pada tahun 2019, Jumlah kunjungan rawat jalan dari 3 kelompok sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Puskesmas, Rumah sakit pemerintah/ swasta, dan klinik/
sarana kesehatan lainnya) dengan total jumlah cakupan kunjungan rawat jalan
adalah sebanyak 350.897 kunjungan (48,8%) dari total jumlah penduduk
Kabupaten Asahan Tahun 2019
Pada tahun 2020, Jumlah kunjungan rawat jalan dari 3 kelompok sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Puskesmas, Rumah sakit pemerintah/ swasta, dan klinik/
sarana kesehatan lainnya) dengan total jumlah cakupan kunjungan rawat jalan
adalah sebanyak 97.629 kunjungan (13,18%) dari total jumlah penduduk
Kabupaten Asahan Tahun 2020
GDR (Gross Death Rate) atau angka kematian umum di rumah sakit untuk tiap-
tiap1.000 penderita keluar, sedangkan NDR (Net Death Rate) adalah angka
kematian ≥ 48 jam setelah dirawat di rumah sakit untuk tiap-tiap 1.000 penderita
keluar.
Jumlah pasien keluar mati adalah sebanyak 1.078 (167 atau 15,47 % pasien laki-
laki, dan 175 atau 16,28 % pasien perempuan). Sementara itu jumlah pasien
keluar mati ≥ 48 jam dirawat adalah 157 (68 atau 55 % pasien laki-laki, dan 89
atau 56.69 % pasien perempuan). Dengan demikian, maka diketahui bahwa angka
GDR adalah 46 ‰, sedangkan NDR adalah 22,5 ‰, (Lampiran Tabel 7).
1. BOR (Bed Occupancy Rate) atau persentase pemakaian tempat tidur pada
satu- satuantertentu.
2. LOS (Lenght Of Stay) atau rata-rata lama rawatan (dalam satuan hari)
seorang pasien.
3. TOI (Turn Over Interval) atau rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari
saat terisi ke saat terisi berikutnya.
Tahun 2020 dari 762 jumlah tempat tidur yang ada, diketahui bahwa jumlah
pasien keluar (hidup+mati) ada sebanyak 22.035 orang, sedangkan jumlah hari
rawatan adalah 91.607 hari, jumlah lama dirawat 74.579 dengan BOR sebesar
32,9 %, ALOS sebesar 3 hari, BTO sebesar 29 kali, dan TOI sebesar 8 hari.
Dari ke tiga data indikator kinerja rumah sakit tersebut tampak bahwa tingkat
pemakaian tempat tidur (BOR) masih cukup rendah atau kurang dari 60,00 %.
Demikian juga TOI yang dapat menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap jasa layanan rumah sakit, Sedangkan LOS sudah cukup baik sebab
lamanya hari rawatan dapat menggambarkan tingkat kesembuhan rata-rata,
(Lampiran Tabel 8).
Penyelenggara air minum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan,
kelompok masyarakat dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan
penyediaanair minum, tidak termasuk air kemasan, depot air minum isi ulang,
penjual air keliling, dan pengelola tangki air.
Pada tahun 2017, terdapat 352 penyelenggara air minum, dan telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 0 (0,00 %) sampel, Dari hasil pemeriksaan sampel tersebut
terdapat sebanyak 0 (0,00 %) penyelenggara air minum yang telah memenuhi
syarat baik secara fisik, bakteriologis, maupun kimia. Pada tahun 2018, Jumlah
sarana air minum yang ada 153.536.
Pada tahun 2019, terdapat 111.216 penyelenggara air minum, dan telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 3 (0,002 %) sampel, Dari hasil pemeriksaan sampel
tersebut terdapat sebanyak 3 (100 %) penyelenggara air minum yang telah
memenuhi syarat baik secara fisik, bakteriologis, maupun kimia.
Selanjutnya telah dilakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) sebanyak
8.622 (7,8%) sarana dan dari hasil IKL tersebut didapati jumlah sarana air minum
dengan resiko rendah sampai sedang sebanyak 5.893 (68,34%) sarana.
Fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) adalah fasilitas pembuangan tinja
(jamban) yang digunakan sendiri atau bersama, yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit, dilengkapi dengan, tanki septik (septic tank)/ Sistem
Pengolahan Air Limbah (SPAL), dengan kloset leher angsa atau tidak leher angsa
yang tertutup dan pembuangan akhir tidak mencemari sumber air/ tanah.
Tahun 2019 jumlah dan jenis sarana jamban yang terdapat di Kabupaten Asahan
adalah: 8.110 unit sarana jamban komunal dari 8.174 jumlah KK pengguna;
selanjutnya jumlah Jamban Sehat Semi Permanen (JSSP) sebanyak 23.159 unit
sarana dengan jumlah KK pengguna sebanyak 30.199 KK, kemudian jumlah
Jamban Sehat Permanen (JSP) tercatat sebanyak 131.553 unit sarana dengan
jumlah KK pengguna sebanyak 132.733 KK.
Tahun 2020 jumlah dan jenis sarana jamban yang terdapat di Kabupaten Asahan
adalah: 6.946 unit sarana jamban komunal dari 6.953 jumlah KK pengguna;
selanjutnya jumlah Jamban Sehat Semi Permanen (JSSP) sebanyak 27.894 unit
sarana dengan jumlah KK pengguna sebanyak 27.894 KK, kemudian jumlah
Jamban Sehat Permanen (JSP) tercatat sebanyak 116.378 unit sarana dengan
jumlah KK pengguna sebanyak 116.378 KK.
Tahun 2019 dari 204 Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Asahan, didapati
sebanyak 132 Desa/Kelurahan (64,7 %) yang telah melaksanakan STBM.
Selanjutnya Desa/Kelurahan Stop BAB Sembarangan (SBS) sebanyak 5 (2,5%)
Desa/Kelurahan, sedangkan Desa/Kelurahan STBM nihil. Lampiran Tabel 74.
Tahun 2020 dari 204 Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Asahan, didapati
sebanyak 142 Desa/Kelurahan (69,6 %) yang telah melaksanakan STBM.
Selanjutnya Desa/Kelurahan Stop BAB Sembarangan (SBS) sebanyak 8 (3,92 %)
Desa/Kelurahan, sedangkan Desa/Kelurahan STBM nihil. Lampiran Tabel 74.
Tahun 2016, jumlah dan jenis sarana TTU yang ada turun 6 unit menjadi 795
unit, terdiri dari sarana pendidikan (SD berkurang 13 unit menjadi 473 unit,
SLTP bertambah 7 unit menjadi 177 unit, SLTA bertambah 1 unit menjadi 89
unit), sarana kesehatan (Puskesmas tetap sebanyak 22 unit, rumah sakit
bertambah 1 unit menjadi 14 unit), hotel (bintang turun 1 unit menjadi 3 unit, non
bintang juga turun 1 unit menjadi 17 unit).
Tahun 2017, jumlah dan jenis sarana TTU yang ada turun 18 unit menjadi 777
unit, terdiri dari sarana pendidikan (SD bertambah51 unit menjadi 524 unit, SLTP
berkurang 68 unit menjadi 109 unit, SLTA berkurang5 unit menjadi 89 unit),
sarana kesehatan (Puskesmas tetap sebanyak 22 unit, rumah sakit bertambah 1
unit menjadi 14 unit), hotel (bintang bertambah 1 unit menjadi 4 unit, non bintang
bertambah 3 unit menjadi 20 unit).
Dari jumlah dan jenis sarana TTU yang ada tersebut, tercatat kenaikan sebanyak
21 unit menjadi 676 unit (87,00 %) telah memenuhi syarat kesehatan dengan
perincian sebagai berikut: untuk sarana pendidikan SD bertambah sebanyak 23
unit menjadi 399 unit (76,15 %), SLTP berkurang sebanyak 15 unit menjadi 136
unit (124,77 %), SLTA bertambah sebanyak 3 unit menjadi 83 unit (98,81%);
untuk sarana kesehatan, Puskesmas tetap sebanyak 22 unit (100,00 %), Rumah
Sakit Umum tetap sebanyak 14 unit (100,00 %); untuk sarana hotel bintang
bertambah sebanyak 1 unit menjadi 4 unit (100,00 %), hotel non bintang
bertambah sebanyak 9 unit menjadi 18 unit (90,00%).
Tahun 2018, jumlah dan jenis sarana TTU yang ada naik 1.027 unit menjadi
1.804 unit, terdiri dari sarana pendidikan (SD berkurang 41 unit menjadi 483 unit,
SLTP bertambah 52 unit menjadi 161 unit, SLTA bertambah 6 unit menjadi 95
unit), sarana kesehatan (Puskesmas sebanyak 28 unit, rumah sakit bertambah 4
unit menjadi 18 unit).
Tahun 2019, jumlah dan jenis sarana TTU yang ada naik 391 unit menjadi 2.195
unit, terdiri dari sarana pendidikan (SD menjadi 521unit, SLTP menjadi 189 unit,
SLTA 110 unit), sarana kesehatan (Puskesmas sebanyak 29 unit, rumah sakit
menjadi 14 unit).
Dari jumlah dan jenis sarana TTU yang ada tersebut, tercatat kenaikan sebanyak
939 unit menjadi 1.615 unit (73,6 %) telah memenuhi syarat kesehatan dengan
perincian sebagai berikut: untuk sarana pendidikan SD menjadi 419 unit (80,4
%), SLTP menjadi 138 unit (73,0 %), SLTA menjadi 81 unit (73,6%); untuk
sarana kesehatan, Puskesmas menjadi 29 unit (100,00 %), Rumah Sakit Umum
menjadi sebanyak 8 unit (57,1 %);sarana Tempat Ibadah berjumlah 930 unit
(70,3%), sarana pasar berjumlah 9 unit (33,3%).
Tahun 2020, jumlah dan jenis sarana TTU yang ada naik 79 unit menjadi 2.116
unit, terdiri dari sarana pendidikan (SD menjadi 476 unit, SLTP menjadi 176 unit,
SLTA 101 unit), sarana kesehatan (Puskesmas sebanyak 29 unit, rumah sakit
menjadi 14 unit).
Dari jumlah dan jenis sarana TTU yang ada tersebut, tercatat kenaikan sebanyak
79 unit menjadi 2.116 unit (3,71 %) telah memenuhi syarat kesehatan dengan
perincian sebagai berikut: untuk sarana pendidikan SD menjadi 276 unit (58,0
%), SLTP menjadi 113 unit (64,2 %), SLTA menjadi 68 unit (67,3 %); untuk
sarana kesehatan, Puskesmas menjadi 29 unit (100,00 %), Rumah Sakit Umum
menjadi sebanyak 8 unit (57,1 %);sarana Tempat Ibadah berjumlah 729 unit
(56,5%), sarana pasar berjumlah 17 unit (56,7 %), selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 75.
TUPM sehat adalah tempat umum dan pengelolaan makanan yang memenuhi
syarat kesehatan yaitu yang memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai yang
sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang
sesuai. Adapun yang termasuk TUPM adalah hotel, restoran, bioskop, pasar,
terminal, dan lain-lain.
Jumlah TPM adalah TPM yang terdaftar yang tercatat di wilayah kerja
puskesmas atau kantor kesehatan pelabuhan dan didukung dengan aspek legal
hukum baik yang memenuhi persyaratan maupun yang tidak memenuhi
persyaratan higiene sanitasi.
Jasa boga/ katering adalah usaha atau kegiatan pengelolaan makanan yang
disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilaksanakan oleh badan
hukum atau perorangan.
Rumah makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum ditempat usahanya.
Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian
atau seluruh bangunannya yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan
makanan dan minuman bagi masyarakat umum ditempat usahanya.
Depot air minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air
baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen.
Kantin adalah salah satu jenis usaha jasa makanan yng lokasinya berada di
lingkungan institusi dan sebagian besar konsumennya masyarakat di lingkungan
institusi tersebut, seperti kantin sekolah, kantin yang berada di kantor, dan lain-
lain.
Pada tahun 2016, jumlah TPM bertambah sebanyak 150 unit (15,29 %) menjadi
981; sebanyak 674 (68,71 %) diantaranya telah memenuhi syarat, sedangkan
sisanya sebanyak 307 (31,29 %), masih belum memenuhi syarat. Jumlah dan
jenis TPM yang belum memenuhi syarat terdiri dari: usaha jasa boga sebanyak 20
(6,51 %), rumah makan/ restoran sebanyak 40 (13,03 %), Depot Air Minum
(DAM) sebanyak 167 (54,40 %), dan usaha makanan jajanan sebanyak 80 (26,06
%), sedangkan TPM yang telah memenuhi syarat terdiri dari: jasa boga sebanyak
99 (14,69 %), rumah makan/ restoran sebanyak 172 (25,52 %), Depot Air Minum
(DAM) sebanyak 129 (19,14%), dan usaha makanan jajanan sebanyak 274 (40,65
%).
Pada tahun 2017, jumlah TPM bertambah sebanyak 780 unit (55,19 %) menjadi
1741; sebanyak 1052 (60,43 %) diantaranya telah memenuhi syarat, sedangkan
sisanya sebanyak 742 (42,62 %), masih belum memenuhi syarat. Jumlah dan
jenis TPM yang belum memenuhi syarat terdiri dari: usaha jasa boga sebanyak 18
(1,03%), rumah makan/ restoran sebanyak 118 (6,77 %), Depot Air Minum
(DAM) sebanyak 184 (10,56 %), dan usaha makanan jajanan sebanyak
422(24,23%). Sedangkan TPM yang telah memenuhi syarat terdiri dari: jasa boga
sebanyak 81 (4,65 %), rumah makan/ restoran sebanyak 192 (11,02 %), Depot
Air Minum (DAM) sebanyak 185(10,62%), dan usaha makanan jajanan sebanyak
594 (34,11 %).
Pada tahun 2018, jumlah TPM bertambah sebanyak 738 unit menjadi 2479.
Selanjutnya tahun 2019, jumlah TPM bertambah sebanyak 1.374 unit (44,10 %)
menjadi 3.115 unit; sebanyak 1.426 (47,0 %) diantaranya telah memenuhi syarat,
sedangkan sisanya sebanyak 1.689 (54,22 %)
Selanjutnya tahun 2020, jumlah TPM bertambah sebanyak 184 unit (44,10 %)
menjadi 3.299 unit; sebanyak 1.356 (41,1 %) diantaranya telah memenuhi syarat,
sedangkan sisanya sebanyak 1.943 (60,18 %), selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 76.
SUMBER DAYA
KESEHATAN
Ketersediaan obat (stock obat) adalah jumlah jenis obat tertentu sesuai satuannya
yang tersedia di suatu daerah/ wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu
(biasanya satu tahun) yang digunakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat di
wilayah tersebut.
Ketersediaan obat essensial dan generik menyangjut jumlah dan jenis akan
berpengaruh terhadap jaminan pelayanan kesehatan pada sarana pelayanan
kesehatan yang ada. Persediaan jumlah dan jenis obat-obatan sebaiknya disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan berdasarkan kasus-kasus penyakit yang paling sering
terjadi.
Klinik Pratama berjumlah 4 unit milik TNI/POLRI dan 29 unit milik Swasta,
Praktek Dokter Bersama berjumlah 1 unit, Praktek Dokter Umum/Perorangan
berjumlah 131 Unit, Praktek dokter gigi perorangan berjumlah 29 unit, Praktek
Dokter Spesialis Perorangan berjumlah 47 unit, Unit Transfusi Darah berjumlah 1
unit dan Laboratorium Kesehatan milik Swasta berjumlah 2 Unit.
Pedagang Besar Farmasi berjumlah 1 unit, Apotek milik swasta sebanyak 38 unit,
Apotik PRB berjumlah 2 Unit, dan Toko Obat milik swasta sebanyak 108unit,
sedangkan industri farmasi, industri obat tradisonal, usaha kecil obat tradisional,
produksi alat kesehatan, dan penyalur alat kesehatan belum tersedia. Informasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel 4.
Pada tahun 2015, jumlah posyandu berjumlah 963 unit. Tidak ditemukan posyandu
dengan starata Pratama, sementara posyandu dengan strata Madya berjumlah 800
unit (83,07 %), posyandu Purnama berjumlah143 unit (14,85 %), sedangkan
posyandu dengan strata Mandiri berjumlah 20 (2,08 %). Sedangkan jumlah
posyandu yang aktif hanya berjumlah 163 (16,93 %).
Pada tahun 2016, jumlah posyandu sama seperti tahun 2015 yakni sebanyak 963
unit, selain itu juga sudah tidak ditemukan posyandu dengan starata Pratama,
sementara posyandu dengan strata Madya hanya bertambah 1 unit menjadi 801 unit
(83,18 %), posyandu Purnama berkurang 1 unit menjadi 142 unit (14,74
%),sedangkan posyandu strata Mandiri tetap berjumlah 20 (2,08%). Peningkatan
keaktifan posyandu terjadi sangat tajam yakni dari 16,93 % menjadi 100,00 %.
Pada tahun 2017, jumlah posyandu sama seperti tahun 2016 yakni sebanyak 963
unit, selain itu juga sudah tidak ditemukan posyandu dengan starata Pratama,
sementara posyandu dengan strata Madya hanya bertambah 2 unit menjadi 803 unit
(83,13 %), posyandu Purnama bertambah1 unit menjadi 143 unit (14,80 %),
sedangkan posyandu strata Mandiri tetap berjumlah 20 (2,07 %). Peningkatan
keaktifan posyandu terjadi penurunan yakni 0,31 % menjadi 99,69 %.
Pada tahun 2018, jumlah posyandu masih tetap sama dengan Tahun 2017 yakni
sebanyak 963 unit, selain itu juga sudah tidak ditemukan posyandu dengan starata
Pratama, sementara posyandu dengan strata Madya hanya bertambah 8 unit menjadi
811 unit (834,2 %), Posyandu Purnama menjadi 132 unit (13,7 %), sedangkan
posyandu strata Mandiri menurun menjadi 9 unit (0,9%)
Pada tahun 2020, jumlah posyandu berjumlah yakni sebanyak 960 unit, selain itu
juga sudah tidak ditemukan posyandu dengan starata Pratama, sementara posyandu
dengan strata Madya berkurang 4 unit menjadi 809 unit (84,3 %), Posyandu
Purnama menjadi 133 unit (13,9 %), sedangkan posyandu strata Mandiri meningkat
menjadi 18 unit ( 0,4%) Selengkapnya dapat dilihat pada LampiranTabel 10
Dalam pembahasan ini jumlah tenaga kesehatan yang dihitung adalah berdasarkan
jumlah fisik tenaga kesehatan yang sesungguhnya dan bukan berdasarkan tempat
pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang sama.
Masalah tenaga kesehatan yang paling sering dihadapi adalah upaya untuk
meningkatkan ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan itu sendiri
sesuai dengan standar pelayanan yang senantiasa berkembang seiring dengan
kemajuan sistem dan teknologi.
Jumlah tenaga kesehatan yang berada khusus di sarana kesehatan rumah sakit
terdiri dari jumlah tenaga medis dokter spesialis sebanyak 65 orang (27 laki-laki,
dan 28 perempuan), Dokter umum sebanyak 108 (36 laki-laki, dan 72 perempuan),
Dokter spesialis gigi sebanyak 2 orang perempuan, dan dokter gigi sebanyak 35 (10
laki-laki, dan 25 perempuan). Dengan demikian maka ratio tenaga medis terhadap
setiap 100.000 penduduk adalah: untuk tenaga medis dokter spesialis adalah 11 per
100.000, dokter umum 15 per 100.000, dokter gigi masih belum cukup untuk
mendapatkan penghitungan ratio, dan dokter spesialis gigi 2 per 100.000.
Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel 11.
Jumlah tenaga keperawatan terdiri dari Bidan, Perawat (termasuk perawat anastesi,
perawat spesialis), dan perawat gigi terdistribusi pada sarana kesehatan Puskesmas,
rumah sakit, dan klinik.
Tahun 2020 Jumlah tenaga kesehatan dengan kualifikasi Bidan berjumlah 954
orang; terdistribusi di puskesmas sebanyak 806 orang (84,48%), di rumah sakit
sebanyak 148 orang (15,52%).
Berdasarkan uraian di atas, maka rasio tenaga kesehatan Bidan, Perawat, dan
Perawat Gigi terhadap 100.000 penduduk masing-masing adalah; Bidan
sebanyak 115, Perawat sebanyak 73, Lampiran Tabel 12.
Jumlah tenaga kefarmasian terdiri dari tenaga teknis kefarmasian (termasuk analis
farmasi, asisten apoteker, dan sarjana farmasi), serta Apoteker.
Tahun 2019 jumlah tenaga kesehatan dengan kualifikasi tenaga teknis kefarmasian
Dengan demikian, tercatat bahwa jumlah tenaga kefarmasian yang tersedia selama
tahun 2019 adalah 57 orang (13 orang laki-laki dan 44 orang perempuan) atau
dengan kata lain rasio terhadap 100.000 penduduk adalah sebanyak 4 (Lampiran
Tabel 15).
Tahun 2020 jumlah tenaga kesehatan dengan kualifikasi tenaga teknis kefarmasian
(termasuk analis farmasi, asisten apoteker, dan sarjana farmasi) adalah sebanyak 54
orang, terdistribusi di puskesmas sebanyak 25 orang (46,30 %), dan di rumah sakit
sebanyak 28 orang (51,85 %).
Dengan demikian, tercatat bahwa jumlah tenaga kefarmasian yang tersedia selama
tahun 2020 adalah 63 orang (10 orang laki-laki dan 53 orang perempuan) atau
dengan kata lain rasio terhadap 100.000 penduduk adalah sebanyak 4 (Lampiran
Tabel 15).
Jumlah tenaga gizi terdiri dari tenaga Nutrisionis, serta Dietisien dengan perincian
sebagai berikut; jumlah tenaga Nutrisionis sebanyak 46 orang (2 orang laki-laki,
dan 29 orang perempuan), terdistribusi di puskesmas sebanyak 31 orang (67,40 %),
dan di rumah sakit sebanyak 15 orang (32,61 %), Dengan demikian, rasio tenaga
Nutrisionis terhadap 100.000 penduduk adalah 4, (Lampiran Tabel 13).
Salah satu faktor yang sangat berperan didalam upaya pelaksanaan suatu program
termasuk program pelayanan kesehatan tentu harus didukung oleh alokasi dana/
anggaran yang tersedia. Anggaran/ Pembiayaan kesehatan dimaksud adalah dana
yang disediakan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan yang dialokasikan melalui
APBD Kabupaten/ Kota.
Pada tahun 2016 total APBD Kabupaten Asahan meningkat menjadi sebesar
Rp.1.614.734.437.069,48,- sedangkan anggaran kesehatan Kabupaten Asahan
adalahsebesar Rp.167.407.684.949,58,- (Seratus enam puluht ujuh milyar empat
ratus tujuh juta enam ratus delapan puluh empat ribu sembilan ratus empat
puluh sembilan rupiah) atau dengan kata lain sebesar 10,37 % dari total APBD
Kabupaten. Berdasarkan sumbernya anggaran kesehatan tersebut berasal dari
APBD Kabupaten, APBN (Dana Alokasi Khusus, Dana Pemanfaatan JKN), dan
Pada tahun 2017 total APBD Kabupaten Asahan meningkat menjadi sebesar
Rp.1.791.891.162.417,01,- sedangkan anggaran kesehatan Kabupaten Asahan
adalahsebesar Rp. 191.829.206.209,22,- (Seratus Sembilan puluh satu milyar
Delapan ratus dua puluh Sembilan juta dua ratus enam ribu Dua ratus Sembilan
Rupiah) atau dengan kata lain sebesar 10,37 % dari total APBD Kabupaten.
Berdasarkan sumbernya anggaran kesehatan tersebut berasal dari APBD
Kabupaten, APBN (Dana Alokasi Khusus, Dana Pemanfaatan JKN), dan Pinjaman
Hibah Luar Negeri (PHLN). Secara proporsional sumber terbesar berasal dari
APBD Kabupaten sebesar Rp. 130.756.756.236,22,- (68,16 %), diikuti APBN
sebesar Rp.60.445.588.314,00,- (31,51 %) sedangkan yang terkecil berasal dari
PHLN sebesar Rp. 359.362.340,00,-(0,19 %),-
Pada tahun 2018 total APBD Kabupaten Asahan meningkat menjadi sebesar
Rp.1.594.700.489.643,50,- sedangkan anggaran kesehatan Kabupaten Asahan
adalah sebesar Rp.173.909.288.954,- (seratus tujuh puluh tiga milyar sembilan
ratus sembilan juta dua ratus delapan puluh delapan ribu sembilan ratus lima
puluh empat rupiah) atau dengan kata lain sebesar 10,9 % dari total APBD
Kabupaten. Berdasarkan sumbernya anggaran kesehatan tersebut berasal dari
APBD Kabupaten.
Pada tahun 2019 total APBD Kabupaten Asahan meningkat menjadi sebesar
Rp.1.885.298.783.893,37sedangkan anggaran kesehatan Kabupaten Asahan adalah
sebesar Rp.189.405.828.083,50,- (seratus delapan puluh sembilan milyar empat
ratus lima juta delapan ratus dua puluh delapan ribu delapan puluh tiga koma
lima puluh rupiah) atau dengan kata lain sebesar 10,04 % dari total APBD
Kabupaten.
Apabila proporsi anggaran kesehatan dari total APBD Kabupaten tahun 2018 kita
komparasi dengan tahun 2019 maka perbandingannya adalah:
Apabila mengacu kepada Peraturan Menteri DALAM Negeri No. 37 Tahun 2014
Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2015 dan sesuai amanat Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan bahwa 10 % dari total APBD harus dialokasikan untuk
anggaran pembangunan kesehatan di daerah. Demikian juga disebutkan pada
Rencana Strategis Kementerian (RENSTRA) Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
2024 dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 tahun
2020 untuk mendorong pembiayaan minimal pada sektor kesehatan yaknii sebesar
5,00 % dari APBN dan 10,00 % dari APBD di luar gaji dan diprioritaskan untuk
kepentingan pelayanan publik.
Menjawab amanat tersebut maka pada tahun 2020 pemerintah Kabupaten Asahan
telah menganggarkan alokasi dana anggaran kesehatan perkapita sebesar Rp.
140.305.209.542 besaran alokasi ini turun dari tahun 2019 yaknii sebesar Rp.
189.405.828.083,- Artinya terdapat penurunan sebesar Rp. 49.100.618.541
(25,96%) Lampiran Tabel 19.
Indikator sehat satu kabupaten/kota bahkan negara diukur dengan melihat capaian dari
beberapa indikator seperti; Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB),
Morbiditas atau angka kesakitan yang meliputi angka kesakitan malaria, AFP/Polio, DBD;
Status gizi meliputi BGM (Bawah Garis Merah), BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), dan
kecamatan bebas rawan gizi; serta UHH (Umur Harapan Hidup).
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dan dengan memperbandingkan capaian
program terhadap Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota
(Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/ Menkes/ PER/ VII/ 2008) dan standarisasi
lainnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
1. Sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2019 jumlah kematian ibu terjadi fluktuatif
(15/13.564 KH tahun 2014, 16/14.125 KH tahun 2015), dan baru pada tahun 2016
terjadi penurunan menjadi (13/13.645 KH). tahun 2017 terjadi penurunan menjadi
(14/13.847 KH). Tahun 2018 terjadi penurunan (11/13.847 KH ). Tahun 2019
meningkat kembali menjadi (15/13.520 KH), Tahun 2020 terjadi penurunan menjadi
9/12.044 KH, Penurunan angka kematian ibu ini dikarenakan oleh berbagai faktor
salah satunya adalah berfungsinya pelayanan KIA dan KB yang dilakukan oleh
petugas kesehatan dan adanya follow up (keberlanjutan), kesadaran/kepedulian dari
Masyarakat itu sendiri tentang pentingnya kesehatan Ibu dan anak. Dan diharapkan
perilaku positif ini dapat bertahan sampai angka kemarian ibu menurun sampai
dengan nihil.
2. Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2019 dan 2020 sebesar 1 ‰, merupakan angka
kematian terendah dalam 6 tahun terakhir, namun jumlah kelahiran hidup meningkat
dari tahun sebelumnya.
3. Tercatat peningkatan kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) pada tahun 2015
menjadi 712 pada tahun 2016. Demikian juga jumlah kematian akibat kasus DBD
tersebut, meningkat dari 1 menjadi 18. Tahun 2017 terjadi penurunan kasus yaitu
4. Jumlah balita ditimbang di posyandu (D/S) menurun (2,18 %) dari 62.016 pada tahun
2015 menjadi 60.661 pada tahun 2016. Sedangkan jumlah Balita dengan berat badan
di Bawah Garis Merah (BGM) meningkat (5,25 %) dari 415 pada tahun 2015
menjadi 438 pada tahun 2016. Jumlah balita ditimbang di posyandu (D/S) tahun
2017 adalah sebanyak 60.142 Menurun (0,85%). Jumlah balita ditimbang di
posyandu (D/S)tahun 2018 adalah sebanyak 55.102 menurun (11,14%).Untuk Tahun
2019 jumlah balita ditimbang di Posyandu (D/S) adalah sebanyak 57.049 (76,7%).
Untuk tahun 2020 jumlah balita ditimbang di Posyandu (D/S) adalah sebanyak
51.297 (69,9%).
5. Pada Tahun 2020 Bayi Baru lahir ditimbang sebanyak 12.044 dan ditemukan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 17 bayi (0,1 %)
6. Tahun 2020 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan sebesar 77,61 %.
7. Persentase cakupan imunisasi TT Ibu hamil (TT-1, TT-2, TT-3, TT-4, TT-5, dan
TT2+) secara keseluruhan menurun dari tahun sebelumnya. Namun kondisi
sebaliknya terjadi peningkatan pada Persentase cakupan imunisasi TT pada Wanita
Usia Subur (WUS).
8. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe tahun 2016 menurun bila
dibandingkan dengan tahun 2015. Dan pada tahun 2017 Naik menjadi 15.316
(90,36%) pada Fe 1, dan pada Fe 3 sebanyak 7.330 (44,74%). Pada tahun 2018 turun
sebanyak menjadi 14.822 pada Fe 3 sebanyak 494 (3,2 % ). Pada Tahun 2019
secara signifikan naik kembali menjadi 13.902 (84,4%). Pada tahun 2020 16.247
(77,45%)
10. Tahun 2020 cakupan pelayanan kesehatan bayi meningkat secara bermakna menjadi
92,3 % bila dibandingkan dengan 4 tahun terakhir yang relatif konsisten.
12. Pada tahun 2016 selain jumlah populasi Usila (Usia Lanjut) yang meningkat
signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2015, juga diikuti dengan peningkatan
cakupan pelayanan kesehatan usila dari 6,40 % menjadi 18,04 %. Meskipun
demikian capaian ini masih sangat kecil atau dengan kata lain tidak lebih dari
20,00% persentase pelayanan yang diberikan kepada kelompok usila.
Tahun 2017 Jumlah USILA 53.483 dan Mendapat Pelayanan Usila sebanyak 53.353
orang.Tahun 2018 jumlah Usila 31.002 dan yang mendapatkan pelayanan 14.994.
Tahun 2019 jumlah Usila 58.908 orang, yang mendapat pelayanan sebanyak 37.121
(63,0%). Dan pada Tahun 2020 jumlah Usila 61.751 orang, yang mendapat
pelayanan sebanyak 38.901 (63,0%)
14. Jumlah Posyandu yang tahun 2020, Tingkat Pratama 0, Tingkat Madya 809 (84,3%),
Tingkat Purnama 133 (13,9%), dan tingkat Mandiri sebanyak 4 (0,4%). Penurunan
terjadi disebabkan oleh kondisi Pandemi virus Covid-19 yang melanda Dunia dan
termasuk negara kita, dan adanya Kebijkan dari pemerintah yaitu membatasi
mobilitasi masyarakat guna menekan penyebaran virus covid-19 sehingga
berdampak negatif berupa penurunan keaktifan posyandu menjadi 9,8 % .
15. Kekurangan jenis tenaga kesehatan lainnya adalah seperti: Perawat gigi, tenaga
Teknis Kefarmasian, Apoteker, Kesehatan Lingkungan, Nutrisionis, Dietisien,
Tenaga Teknisi Medis dan Fisioterapis, dan Pengelola Program Kesehatan. Selain
jumlahnya yang kurang, juga perlu dipertimbangkan tentang pendistribusiannya agar
terdistribusi normal.
PENUTUP
Seiring dengan derap pembangunan global yang dilandasi dengan semangat kerja
keras maka pembangunan kesehatan harus menjadi salah satu ujung tombak yang
senantiasa tetap mengambil peran dan posisi penting dalam upaya percepatan
pencapaian tujuan pembangunan itu sendiri yakni masyarakat adil dan makmur.
Berpedoman terhadap pola pikir tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan telah
melaksanakan berbagai program kerja kesehatan selama tahun 2020 yang
dilaporkan melalui Profil Kesehatan Kabupaten Asahan. Berbagai keberhasilan
telah dicapai namun harus diakui bahwa tidak seluruhnya program kerja tersebut
tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan.