Anda di halaman 1dari 79

Buku Referensi:

TELEPSIKIATRI
Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Elmeida Effendy

2021

i
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi
kebiasaan baru
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis:
Elmeida Effendy

Perupa dan tata letak:


Al-Hayat / Muchsin, SE

ISBN: 978-623-7186-
vii, 71 p.; Ilus.: 20 cm

Cetakan Pertama, Februari 2021

Penerbit:
Yayasan Al-Hayat
Jl. Cenderawasih No. 82-A Kec. Medan Sunggal
Medan, Sumatera Utara
Email: penerbit.alhayat@gmail.com

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang HAK CIPTA,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun
1987 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1997, bahwa:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
menyebarkan suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana pidana paling lama 7 (tujuh) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT
atas rahmat Nya yang tercurah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Buku ‘Telepsikiatri: Suatu Paradigma
Dalam Era Adaptasi Kebiasaan Baru.’ Adapun tujuan
disusunnya buku ini sebagai buku referensi tentang
telepsikiatri dan penggunaannya, terutama di saat sekarang
ini, dimana pertemuan langsung masih sangat dibatasi.
Dalam keterbatasan ini, diharapkan pelayanan
komprehensif dalam bidang psikiatri masih tetap berjalan
dan telepsikiatri tentunya dapat menjembatani dan sekaligus
menjadi solusi alternatif untuk keadaan tersebut.
Secara garis besar, buku ini memaparkan mulai dari
sejarah telepsikiatri, dasar hukumnya, sampai
penggunaannya pada beberapa gangguan psikiatri. Masing-
masing bab, berisi wawasan tentang telepsikiatri yang
diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca.
Demikian penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang turut berperan dalam penulisan
buku ini dan terutama kepada pembaca yang meluangkan
waktunya untuk menambah khasanah pengetahuan,
khususnya mengenai telepsikiatri melalui buku ini. Tak ada
gading yang tak retak, oleh karena itu penulis memohon

iii
maaf jika ada yang kurang berkenan pada penulisan isi buku
ini. Akhir kata, bunga melati di dalam kaca, pembaca baik
hati, selamat membaca.

Penulis

Dr. dr. Elmeida Effendy, MKed, Sp.K.J (K)

iv
KATA SAMBUTAN

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberkahi kita dengan rahmat dan karunia
Nya. Sholawat beriring salam senantiasa kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Tentu merupakan suatu hal yang harus disyukuri
bahwa dalam masa pandemi ini, kita masih diberi hikmat
berupa kesehatan, waktu, dan kesempatan untuk tetap
beraktivitas, berkarya, berkontribusi sesuai peranan kita
masing-masing. Begitu pula dengan terbitnya buku referensi
ini yang berjudul “Telepsikiatri- Suatu Paradigma di Era
Adaptasi Kebiasaan Baru” merupakan bukti nyata bahwa
pandemi tidak melumpuhkan semangat kita, bahwa
meskipun dalam situasi pandemi dan di tengah-tengah
kesibukan sekalipun, Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked.,
Sp.KJ(K) selaku penulis buku ini, masih meluangkan waktu
untuk dapat berbagi ilmu kepada kita semua melalui buku
ini. Besar harapan saya agar ini menjadi motivasi bagi kita
semua untuk tetap berbagi ilmu dalam kondisi apapun itu.
Adapun buku referensi ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan membawa angin segar terkait
adaptasi pelayanan kesehatan di masa pandemi. Selain
membuka wawasan, buku ini juga dapat dijadikan sumber
rujukan yang bersifat praktis dan besar harapan saya agar

v
kita dapat mengembangkan dan mengaktualisasikannya di
kemudian hari.
Akhir kata, Selamat saya ucapkan untuk penulis atas
karya ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)

vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................. iii


Kata Sambutan .............................................................. v
Daftar Isi ...................................................................... vii
BAB I Pendahuluan.................................................. 1
BAB II Telepsikiatri .................................................. 5
BAB III Penggunaan Telepsikiatri di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru ............................................. 17
BAB IV Penggunaan Klinis Telepsikiatri ................... 31
BAB V Telepsikiatri pada Pasien Anak dan
Remaja .......................................................... 39
BAB VI Telepsikiatri pada Pasien Dewasa dan
Geriatri .......................................................... 55
Daftar Pustaka ............................................................... 59
Lampiran ...................................................................... 67

vii
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB I
PENDAHULUAN

Model pelayanan kesehatan konvensional sebagian


besar didasarkan pada penyediaan layanan medis melalui
sistem rumah sakit dan klinik rawat jalan. Kualitas
pelayanan kesehatan bergantung pada banyak faktor, seperti
kualifikasi tenaga medis, fasilitas rumah sakit, dan
ketersediaan alat yang mutakhir. Modelnya mungkin
berbeda dari satu negara ke negara lain, namun prinsip
intinya tetap sama. Pelayanan kesehatan konvensional
berkaitan dengan pendekatan "berorientasi pasien" dan
infrastruktur pendukung yang menyediakan akses optimal
ke layanan kesehatan.
Dalam beberapa dekade terakhir, pelayanan
konvensional semacam itu telah mengalami tantangan baru
karena pesatnya pertumbuhan teknologi dan permintaan
masyarakat akan layanan medis berkualitas tinggi. Selain
itu, teknologi yang baru menawarkan kemungkinan
peningkatan yang eksplosif dari potensi berbagai alat,
sistem diagnostik, dan protokol terapeutik.
Penerapan teknologi digital pada bidang medis dapat
memberikan aksesibilitas dan fleksibilitas pelayanan
kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat umum. Ini

1
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

mencakup ketersediaan informasi terbuka tentang


kesehatan, pengobatan, komplikasi, dan penelitian biomedis
di Internet. Di sisi lain, layanan konsultasi diagnostik dan
medis menjadi lebih mudah diakses dan tersedia bahkan di
negara-negara berpenghasilan rendah. Telemedicine
memberikan kesempatan bagi masyarakat pedesaan dan
daerah terpencil untuk mendapatkan konsultasi yang
berkualitas tinggi, di sisi lain tersedianya layanan apotek
online memungkinkan masyarakat mendapatkan obat-
obatan yang diperlukan tanpa harus pergi jauh ke kota.
Berbagai telaah terhadap pelayanan telemedicine
sebelumnya menyimpulkan berbagai bukti yang tak bisa
dibantah bahwa telemedicine mempunyai dampak positif
terhadap pelayanan kesehatan. Salah satu studi literatur
yang mengulas lebih dari 150 artikel penelitian
menyimpulkan bahwa telemedicine memungkinkan
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan di bidang
psikiatri, terbukti efektif.
Telepsikiatri merupakan suatu metode pelayanan
kesehatan mental dari jarak jauh, yang mencakup hubungan
antara pasien dan dokter, kegiatan pendidikan dan
administrasi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
mental. Penelitian oleh Mucic pada 2008 menunjukkan
keefektifan yang cukup tinggi dan metode telepsikiatri
sudah mulai dapat diterima oleh pasien. Telepsikiatri
menjadi kunci utama pada situasi sekarang ini. Selama
pandemi COVID-19 berlangsung, telepsikiatri dapat

2
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

menjadi sarana informasi kesehatan mental yang dapat


diakses dengan cepat melalui teknologi seperti yang terlihat
di Singapura misalnya.
Di Indonesia melalui Dewan Teknologi Informasi
dan Komunikasi Nasional (Wantiknas) telah memasukkan
e-kesehatan sebagai salah satu program kerja percepatan
implementasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
nasional. Saat ini pelaksanaan e-kesehatan di Indonesia
masih terbatas pada cakupan wilayah tertentu, serta sub
sistem kesehatan tertentu. Hasil systematic review oleh
Monaghesh dan Hajizadeh pada 2020 terhadap 142 artikel
penelitian menunjukkan bahwa saat ini pelayanan dengan
menggunakan telepsikiatri pada pasien yang melakukan
isolasi mandiri sudah sangat tepat dalam meminimalisasi
risiko penularan COVID-19. Solusi ini juga berpotensi
mencegah kontak fisik langsung, memberikan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan kepada masyarakat, dan dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas wabah COVID-19.
Systematic review lainnya telah menemukan bahwa
telepsikiatri sama efektifnya dengan intervensi tatap muka
di seluruh diagnosis psikiatri dan populasi pasien, dan
menyimpulkan bahwa pasien melaporkan kepuasan yang
tinggi. Telepsikiatri efektif terutama pada pensiunan,
personel militer, veteran, anak-anak, dan masyarakat daerah
pedesaan yang tidak memiliki akses langsung untuk
mendapatkan pelayanan psikiatri.

3
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Namun, sebelum keadaan darurat yang disebabkan


oleh COVID-19, mayoritas penyedia kesehatan mental di
Amerika Serikat tidak terlibat dalam layanan telepsikiatri.
Sebuah studi representatif baru-baru ini terhadap 164
psikolog dan psikiater menemukan bahwa 74% sampel
memandang telepsikiatri sebagai sarana intervensi yang
berguna, namun hanya 26% yang benar-benar
menggunakannya. Di antara psikiater, dari 2014 hingga
2016, persentase yang terlibat dalam telepsikiatri berkisar
dari 0,1% di Massachusetts hingga 24,2% di North Dakota.
Telepsikiatri digunakan pada tingkat yang lebih tinggi di
daerah dengan akses yang lebih terbatas ke penyedia
layanan kesehatan. Berdasarkan beberapa penelitian,
penulis tertarik membuat buku referensi bagi mahasiswa
kedokteran, dokter umum, dan dokter spesialis kesehatan
jiwa sebagai tambahan informasi dan menjadi referensi ke
depannya. Dengan bertambahnya kemajuan teknologi serta
di era adaptasi kebiasaan baru ini telepsikiatri dapat menjadi
salah satu metode pelayanan kesehatan khususnya
kesehatan mental yang baik dan terjangkau bagi masyarakat.

4
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB 2
TELEPSIKIATRI

Definisi
Telemedicine didefinisikan sebagai penggunaan
telekomunikasi dan teknologi informasi untuk menyediakan
akses pada penilaian kesehatan, intervensi, diagnosis,
konsultasi, pengawasan, dan informasi jarak jauh untuk
mengupayakan kesehatan pasien melalui komunikasi yang
realtime, dua arah, serta interaktif antara pasien dengan
dokter.
Telepsikiatri dipahami sebagai bagian dari
telemedicine yang melibatkan penyediaan berbagai layanan
termasuk evaluasi psikiatri, terapi, pendidikan pasien dan
manajemen pengobatan. Komunikasi elektronik ini
menggunakan peralatan telekomunikasi interaktif yang
mencakup audio dan video. Menurut American Psychiatric
Association, kegiatan konferensi video disebut telepsikiatri
sinkron jika dilaksanakan secara langsung. Jika interaksi
melibatkan pertukaran informasi pada waktu yang berbeda
selama periode waktu tertentu, disebut juga telepsikiatri
asinkron.

5
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Gambar 1.
A continuum of platform
Dikutip dari: Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Riba MB.
Psychiatry. 4th ed. New York. Wiley Blackwell; 2015. P. 2016.

Sejarah
Inovasi teknologi telah mengubah komunikasi,
hubungan, bisnis, dan pelayanan kesehatan. Telemedicine
diterapkan pada pelayanan kesehatan di awal tahun 1700-an
dan bersamaan dengan telepon mulai memberikan pengaruh
yang signifikan pada tahun 1900-an. Beberapa publikasi
telah menguraikan kemajuan teknologi pelayanan
kesehatan, khususnya perubahannya menjadi telemedicine
dan perkembangan peran telemedicine dalam psikiatri atau
pelayanan kesehatan mental. Penggunaan teknologi untuk
menyediakan dukungan kepada mereka yang menderita
penyakit disadari sejak dini dan kapasitasnya untuk
memfasilitasi pelayanan bagi pasien yang kurang terlayani
yang berada di kejauhan, atau mereka yang tidak dapat

6
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

mengakses pelayanan kesehatan, tercatat dalam beberapa


artikel, jurnal, dan surat kabar.
Telepsikiatri sudah digunakan sejak berabad-abad
yang lalu. Konferensi video dengan tujuan pendidikan,
penelitian, konsultasi dan pengobatan pertama kali
dilakukan pada tahun 1959 di Universitas Nebraska. Pada
tahun 1968 layanan telepsikiatri berhasil menyediakan
konsultasi dan pengobatan psikiatri di Boston dan New
Hampshire. Selama dua dekade berikutnya jumlah
pelayanan telepsikiatri terus bertambah, tetapi hanya sedikit
yang mampu berlanjut dikarenakan masalah biaya dan
masalah administratif lainnya. Pada tahun 1990-an layanan
telepsikiatri mulai bangkit dengan efisiensi biaya menjadi
lebih murah, diikuti dengan pengembangan program yang
sukses untuk sistem yang lebih besar seperti penjara,
universitas, dan pemerintahan kesehatan. Sistem ini terus
tumbuh dan berkembang dan membangun program
telepsikiatri pada dekade abad ini, dengan Department of
Veterans Affairs melaporkan bahwa pada tahun 2013
terdapat 650.000 kunjungan kesehatan telepsikiatri selama
dekade sebelumnya, dan pada tahun tersebut terdapat
200.000 kunjungan kesehatan telepsikiatri dengan 80.000
veteran.
Dari beberapa artikel telepsikatri pada tahun 1990-
an, kepustakaan ilmiah telepsikiatri juga terus berkembang
pesat selama dua dekade terakhir, dan mendukung
keamanan, kemanjuran, dan efektifitas telepsikiatri.

7
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Berbagai studi telah menunjukkan bahwa telepsikiatri dapat


diterima dengan baik oleh pasien dan penyedia layanan.
Studi deskriptif juga telah menggambarkan manfaat
telepsikiatri di semua rentang usia, baik di pedesaan maupun
komunitas perkotaan.

Aplikasi dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa


Penggunaan telepsikiatri dalam bentuk konferensi
video interaktif telah menjadi alat penting dalam
penyampaian pelayanan kesehatan mental. Hal ini telah
menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan akses dan
kualitas pelayanan, dan dalam beberapa pengaturan untuk
melakukannya dengan lebih efektif daripada pengobatan
diberikan secara langsung. Bagi pasien, telepsikiatri dapat
meningkatkan akses ke pelayanan, mengurangi waktu
tunggu janji temu dan mengurangi waktu perjalanan dan
biaya. Beberapa pasien melaporkan merasa lebih nyaman,
dan bisa lebih terbuka dan jujur, Keuntungan penting
lainnya dari telepsikiatri dalam hal membangun hubungan
adalah kemungkinan bagi pasien, terutama imigran,
pengungsi, dan pencari suaka, untuk menerima bantuan
psikiatri.
Kesulitan teknis seperti pemutusan spontan, kualitas
audio / visual yang buruk dan penundaan audio / visual
dapat sangat mempengaruhi sesi telepsikiatri. Kualitas suara
dapat mempengaruhi interaksi secara lebih substansial;
meskipun kualitas audio mungkin diprioritaskan, transmisi

8
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

visual yang buruk, mengakibatkan penurunan kemampuan


untuk mendeteksi isyarat nonverbal. Istilah telepsikiatri
sering diasumsikan identik dengan konferensi video
interaktif secara langsung. Pada dasarnya, ini melibatkan
pasien dan penyedia pelayanan yang berinteraksi
menggunakan kamera video, layar video, mikrofon,
pengeras suara, dan perangkat lunak untuk berkomunikasi
dalam waktu nyata.

Persyaratan Media Videoconferencing


Pihak penyedia pelayanan harus memilih aplikasi
konferensi video yang memiliki verifikasi yang sesuai,
kerahasiaan, dan parameter keamanan yang diperlukan
untuk digunakan dengan benar untuk tujuan ini. Jika terjadi
gangguan teknologi, yang menyebabkan gangguan pada
sesi, pihak penyedia harus memiliki rencana cadangan
(misalnya, akses telepon). Telepsikiatri harus menyediakan
layanan dengan bandwidth dan resolusi yang memadai
untuk memastikan kualitas gambar dan / atau audio yang
diterima sesuai dengan layanan yang diberikan.

Integrasi Videoconferencing ke Teknologi dan Sistem


Lainnya
Pihak penyedia harus memastikan kesiapan teknis
peralatan telepsikiatri dan lingkungan klinis. Mereka harus
memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan

9
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

keamanan fisik peralatan telepsikiatri dan keamanan data


elektronik. Pihak penyedia harus memastikan kepatuhan
terhadap semua undang-undang, peraturan, dan kode
keselamatan yang relevan untuk teknologi dan keselamatan
teknis.

Persyaratan Lokasi Fisik / Ruangan


Penyedia harus memastikan privasi pasien sehingga
diskusi klinis tidak dapat didengar oleh orang lain di luar
ruangan tempat layanan disediakan. Sedapat mungkin,
kamera pasien dan penyedia harus ditempatkan pada
ketinggian sejajar mata dengan wajah yang terlihat jelas.
Pencahayaan, kenyamanan, dan suasana ruangan untuk
kedua belah pihak harus seoptimal mungkin.

Gambar 2.
Sikap tubuh dan lingkungan yang baik dalam pelaksanaan
telepsikiatri
Dikutip dari: Roth DE, Ramtekkar U, Zekovic-Roth S. Telepsychiatry: a
new treatment venue for pediatric depression. Child Adolesc Psychiatric
Clin N Am. 2019; 377-395

10
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Pertimbangan Klinis dalam Telepsikiatri


Tidak ada kontraindikasi mutlak terhadap pasien
untuk dinilai ataupun diterapi menggunakan telepsikiatri.
Penggunaan telepsikiatri pada setiap pasien merupakan
kebijaksanaan dari penyedia. Untuk tempat yang tidak
diawasi secara klinis (contoh: rumah dan kantor) di mana
petugas pendukung tidak tersedia ditempat, penyedia harus
mempertimbangkan kesesuaian kondisi untuk masing-
masing individu. Pada kondisi ini pasien harus mengambil
peran untuk lebih aktif dan kooperatif dalam proses terapi,
dibandingkan pada pertemuan secara langsung. Pasien
harus dapat menyiapkan sistem konferensi video,
memelihara pengaturan komputer / perangkat yang sesuai,
membuat ruang pribadi, dan bekerja sama untuk manajemen
keselamatan yang efektif. Faktor yang perlu
dipertimbangkan di antaranya:
• Penyedia harus mempertimbangkan hal-hal seperti
kapasitas kognitif pasien, riwayat kemampuan
kerjasama dengan pengobatan profesional, kesulitan
saat ini dan masa lalu dengan penyalahgunaan zat,
dan riwayat kekerasan atau perilaku yang merugikan
diri sendiri
• Penyedia harus mempertimbangkan jarak ke fasilitas
medis darurat terdekat, kemanjuran sistem
pendukung pasien, dan status medis saat ini.

11
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

• Proses persetujuan harus mencakup diskusi tentang


keadaan di sekitar pasien, sehingga jika pasien tidak
lagi dapat dikelola dengan aman melalui teknologi
jarak jauh, pasien sadar bahwa layanan mungkin
dihentikan.
• Penyedia harus mempertimbangkan apakah ada
aspek medis yang membutuhkan pemeriksaan secara
langsung termasuk pemeriksaan fisik. Jika penyedia
tidak bisa melakukan pemeriksaan fisik, hal ini harus
didokumentasikan dan harus dijadwalkan untuk
melakukan pemeriksaan fisik secara langsung sesuai
indikasi medis.

Gambar 3.
Lingkungan yang tidak mendukung (kurang pencahayaan)
dalam pelaksanaan telepsikiatri.
Dikutip dari: Roth DE, Ramtekkar U, Zekovic-Roth S.
Telepsychiatry: a new treatment venue for pediatric depression.
Child Adolesc Psychiatric Clin N Am. 2019; 377-395

12
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Kelebihan dan Kekurangan Telepsikiatri


Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan telepsikiatri
Kelebihan Kekurangan

Menggunakan multimedia Kurang dapat diakses secara


optimal di daerah terpencil

Tidak ada kontraindikasi absolut Perlu dilakukan skrining awal


pasien yang cukup ketat

Tersedia pada perangkat seluler Kekhawatiran terkait


keselamatan pasien: beberapa
tempat mungkin memerlukan
tenaga profesional untuk hadir
bersama pasien

Mudah digunakan pada tempat- Belum tersedianya layanan untuk


tempat umum orang dengan gangguan sensorik

Tingkat penerimaan pasien yang Biaya cukup besar untuk


baik penyediaan alat (handphone,
komputer, dsb.)

Mengurangi biaya transportasi dan


akomodasi pasien untuk berobat

Dapat digunakan pada tempat yang Perlu adaptasi perihal pengaturan


sulit terjangkau perangkat: diatasi dengan
diadakannya pelatihan mengenai
perangkat.

Pasien menghargai kenyamanan


dan ketersediaan layanan khusus

Tidak ada perbedaan hasil klinis


dengan interaksi langsung

13
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Dasar Hukum
Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam berbagai aspek kehidupan ikut serta memberi
pengaruh pada pelaksanaan pelayanan Kesehatan.
Penerapan TIK dalam bidang Kesehatan pada akhirnya
menjadi tuntutan baik pada sektor pemerintah maupun
sektor swasta dalam menjalankan operasional pelayanannya
agar lebih efisien. Saat ini implementasi e-kesehatan telah
menjadi komitmen global, di mana pada tahun 2010 dalam
sidang World Health Assembly (WHA) dikeluarkan resolusi
terkait percepatan terlaksananya e-kesehatan. Untuk itu,
WHO Bersama International Telecommunication Union
(ITU) telah menyusun National e-Health Strategic Toolkit
sebagai alat bantu menyusun strategi e-kesehatan nasional
bagi suatu negara. Sebagai tindak lanjut, Indonesia melalui
Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional
(Wantiknas) telah memasukkan e-kesehatan sebagai salah
satu program kerja percepatan implementasi TIK nasional.
Saat ini pelaksanaan e-kesehatan di Indonesia masih terbatas
pada cakupan wilayah dan sub sistem kesehatan tertentu.
Dengan kemajuan teknologi, pelayanan kesehatan
tetap dapat diberikan meskipun terdapat batasan jarak dan
waktu. Hal ini menjadi semakin penting mengingat
terjadinya pandemi COVID-19 di Indonesia yang
mengharuskan pengurangan interaksi tatap muka,
sedangkan pelayanan kesehatan khususnya pada pasien
psikiatri harus tetap optimal.

14
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Di Indonesia sendiri saat ini sedang berkembang


layanan konsultasi online yang berbasis website maupun
aplikasi. Hal ini lebih tepatnya di sebut telemedicine, adapun
dasar hukum telemedicine di Indonesia adalah :
1. Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi
dan transaksi elektronik sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang no 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang no 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun2017
tentang Strategi E-Kesehatan Nasional
4. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan Pelayanan telemedicine
Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Yao, Chen, dan Xu memaparkan empat alasan


mengapa pasien dengan gangguan mental mungkin berada
pada risiko tertentu dalam pandemi COVID-19. Pertama,
penderita gangguan jiwa mendapatkan risiko infeksi lebih
tinggi karena mereka kurang sadar akan bahayanya atau
karena mereka kurang patuh. Kedua, pengenalan gejala
yang buruk dikombinasikan dengan stigmatisasi
menyebabkan infeksi COVID-19 mungkin tidak terdeteksi

15
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

secepatnya. Ketiga, penderita gangguan jiwa mungkin lebih


rentan mengalami kepanikan dan kecemasan yang dipicu
oleh pandemi yang dapat memperburuk gejala penyakit-
penyakit mental yang mendasari. Akhirnya, pengobatan
rawat jalan tatap muka mungkin terhambat sebagai akibat
dari berbagai peraturan pemerintah, termasuk karantina.
Kekurangan layanan untuk pasien dengan gangguan mental
tidak hanya meningkatkan ketidakadilan pelayanan
kesehatan yang ada, tetapi juga berpotensi memfasilitasi
penyebaran COVID-19 melalui peningkatan infeksi dan
kesulitan kepatuhan pembatasan kesehatan masyarakat di
antara pasien ini. Telepsikiatri merupakan solusi yang
sangat memungkinkan untuk penderita gangguan jiwa yang
terdiagnosis COVID-19. Telepsikiatri sudah diterapkan di
berbagai negara seperti, Australia dan Kanada. Di saat
pandemi COVID-19 telepsikiatri sangat bermanfaat dalam
pelaksanaan social distancing, sehingga menghilangkan
risiko pasien dan terapis untuk terinfeksi.
Dalam pelaksanaannya, terdapat enam hal yang
teridentifikasi dapat menjadi tantangan etika, diantaranya:
(1) keamanan data, privasi, dan kerahasiaan; (2) keamanan
klinis penerima telepsikiatri; (3) kompetensi dan kesiapan
klinisi untuk telepsikiatri; (4) masalah hukum, peraturan,
dan keuangan; (5) informed consent; dan (6) masalah
keadilan sosial.

16
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB III
PENGGUNAAN TELEPSIKIATRI
DI MASA ADAPTASI
KEBIASAAN BARU

COVID-19
Seluruh penduduk dunia telah dipengaruhi oleh
keberadaan penyakit virus corona (COVID-19) yang
menjadi kejadian pandemi ke-5 setelah pandemi flu tahun
1918. Kejadian awalnya dilaporkan sebagai suatu wabah
pneumonia jenis baru di kota Wuhan sejak akhir Desember
2019. Kasus pertama diketahui pada 1 Desember 2019,
dimana pasien yang menderita penyakit ini diketahui
menderita demam, kelemahan, batuk kering dan sesak nafas,
kemudian didiagnosis sebagai pneumonia akibat virus yang
disebut juga sebagai Pneumonia Wuhan karena berasal dari
kota Wuhan. Setelah dilakukan whole-genom sequencing,
diketahui bahwa penyebab penyakit tersebut adalah virus
corona jenis terbaru. Pada tanggal 12 Januari 2020, World
Health Organization menetapkan virus jenis baru
coronavirus (2019N-Cov) dan pada 12 Februari 2020, resmi
disebutkan sebagai COVID-19.

17
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Virus Corona dapat dijumpai umumnya pada


mamalia dan jenis unggas. Virus ini memiliki tonjolan
glikoprotein pada permukaan virus, yang menyerupai
mahkota, oleh sebab itu dinamai dengan virus Corona.
Genom virus corona beberapa protein struktural dan non
struktural. Protein struktural bertanggungjawab dalam
menginfeksi host, fusi membran, viral assembly,
morfogenesis dan pelepasan partikel virus. Sedangkan
untuk protein non struktural memfasilitasi replikasi dan
transkripsi virus. Komponen protein struktural antara lain
membrane (M), envelope (E), dan spike-protein (S). Bagian
protein S trimeric menonjol dari pembungkus virus dan
bertanggung jawab terhadap masuknya virus ke dalam sel
host.
Protein S berbentuk menyerupai cengkeh, dengan
protein transmembran tipe-1 dan memiliki 3 segmen:
ektodomain luas, transmembran single-pass dan
intracellular-tail. Pengenalan reseptor host terhadap protein
S merupakan fase inisial dan interaksi ikatan antara protein
ini dengan reseptornya merupakan faktor penting dalam
variasi host dan transmisi antar spesies. Protein S
mempunyai receptor binding domain (RBD) yang mana
akan berikatan dengan angiotensin-coverting enzyme 2
(ACE 2) pada manusia, mencetuskan fusi membran dan
masuknya virus ke sel host dengan cara endositosis.

18
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Gambar 4.
Asal dan transmisi patogen HCoVs (Human Coronaviruses)
Dikutip dari : Anshumali Mittal, Kavyashree Manjunath , Rajesh Kumar
Ranjan , Sandeep Kaushik , Sujeet Kumar , Vikash Verma. Insights into
structure, function, and hACE2 receptor recognition by SARS-CoV-2.

Virus SARS-CoV-2 merupakan virus RNA single-


stranded positif. Jika dilihat menggunakan mikroskop
elektron, maka didapati partikel virion berbentuk spherical

19
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

dengan tonjolan seperti paku di bagian terluar yang


dibungkus oleh envelope. Analisis populasi genetika dari
genom 103 SARS-CoV-2 mengindikasikan virus ini
berevolusi menjadi tipe Leucin (L) dan Serine (S), dimana
tipe L bersifat lebih agresif dan menyebar lebih cepat
sementara tipe S lebih mirip kepada virus saat pertama kali
ditemukan. Variasi genomik ini dapat menyebabkan
outbreak multiple sumber transmisi. Transmisi SARS-Cov-
2 dapat melalui manusia ke manusia melalui droplet
respiratori, kontak aerosol dan memungkinkan melalui
fecal-oral. Berdasarkan analisis tren dan mitigasi yang
diukur pada tiga kota dibandingkan dengan episenter
COVID-19, yaitu Wuhan, Italia, dan New York pada
periode 23 Januari sampai 9 Mei 2020 didapati tingkat
virulensi yang tinggi dengan rute penyebaran terbanyak dari
aerosol. Dari hasil penelitian ini mengadopsi sistem mitigasi
yang tepat untuk dilakukan dengan cara menjaga jarak dan
memakai masker. Sebagian besar individu yang terinfeksi
SARS-Cov2 asimtomatik didapati pada individu dengan
respon imun yang baik. Terdapat bukti penderita
asimtomatik dapat juga menyebarkan virus kepada individu
lain. Demikian jika respon imun seseorang tidak baik, maka
dapat menimbulkan gejala yang lebih serius bahkan dapat
menimbulkan kematian. Deteksi dan isolasi dini merupakan
intervensi penting pada masa awal pandemi terutama saat
obat dan vaksin belum tersedia. Waktu deteksi dan prosedur
diagnosttik sudah semakin berkembang, sehingga diagnosis
sudah dapat dilakukan dalam waktu singkat dan dapat
memberikan dampak positif pada populasi skala besar jika

20
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

dilakukan skrining dan diagnosis dini. Hal ini telah


dilakukan di China dan memberikan dampak yang besar
dalam menekan tingkat infeksi virus SARS-CoV2.
Demikian juga di Indonesia, mitigasi yang dilakukan berupa
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19). Dalam peraturan pemerintah
tersebut tertulis PSBB paling sedikit meliputi: a. peliburan
sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan
keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21


Tahun 2020
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam
rangka percepatan penanganan COVID-19 telah
dilaksanakan, namun demikian dalam perkembangannya,
dunia kerja dan mobilitas interaksi penduduk tidak mungkin
selamanya dilakukan pembatasan dan roda perekonomian
harus tetap berjalan. Pemerintah saat ini bergerak
menerapkan kebijakan penyesuaian pembatasan sosial
pasca PSBB dengan kondisi pandemi yang masih
berlangsung atau dikenal dengan istilah Adaptasi Kebiasaan
Baru. Dalam rangka era adaptasi kebiasaan baru, pemerintah
telah merumuskan protokol masyarakat produktif dan aman,
termasuk menyusun kriteria langkah-langkah kesehatan

21
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

terhadap penyebaran COVID-19, serta menentukan


kebijakan penyesuaian pembatasan sosial. Pelaksanaan
tatanan adaptasi kebiasaan baru dimaksudkan untuk
mendorong pemulihan ekonomi, sehingga diharapkan dapat
membawa Indonesia keluar dari resesi. Masa adaptasi
kebiasaan baru ditandai dengan mulai dibukanya dan
digerakkan kembali aktivitas-aktivitas di berbagai tatanan,
dengan prinsip tetap mengedepankan tindakan pencegahan
dan perlindungan diri yang selama ini telah dilakukan. Oleh
karena itu penerapan protokol kesehatan sebagai adaptasi
kebiasaan baru harus diterapkan secara ketat. Pemantauan
protokol harus dilakukan secara rutin dan evaluasi dampak
kebijakan juga dilakukan dengan tetap memperhatikan data
pandemi di setiap daerah. Apabila kemudian ditemukan
adanya peningkatan kasus COVID-19, maka pelaksanaan
kebijakan PSBB dapat diterapkan kembali.

Dampak Covid-19 Pada Pelayanan Kesehatan Di


Indonesia
Sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi
tantangan besar dalam menghadapi COVID-19. Hal ini
semakin diperburuk oleh rasa takut, stigma, misinformasi,
dan pembatasan pergerakan yang mengganggu pemberian
pelayanan kesehatan untuk semua penyakit. Dari segi
stigma masyarakat, ada anggapan bahwa rumah sakit
merupakan sumber penularan penyakit. Hal ini
mengakibatkan keenganan masyarakat untuk mendatangi

22
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

rumah sakit dan berdampak bagi pasien-pasien terutama


pasien penyakit kronik yang seharusnya rutin datang berobat
ke rumah sakit.
Pada masa pandemi COVID-19, ketakutan,
kegelisahan dan kecemasan telah menjadi konsekuensi
psikologis utama. Ketakutan yang berkaitan dengan
COVID-19 dikarenakan tingkat kematian, tingkat
pengangguran, strategi protektif telah menjadi topik yang
paling sering dicari di mesin pencarian internet, dan kata
“coronaphobia” sering digunakan orang untuk
mengindikasikan ketakutan berlebihan terhadap COVID-
19. COVID-19 mempengaruhi berbagai segi kehidupan dan
faktor risikonya menjadi lebih unik dan banyak
dibandingkan dengan pandemi lainnya. Oleh sebab itu,
ketakutan semakin terlihat dikarenakan selain menimbulkan
keadaan sakit, pandemi ini juga memicu ketidakstabilan dari
sektor ekonomi.

Gambar 5.
Corona phobia dan komponennya

23
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Definisi dari coronaphobia mencakup tiga komponen


terpenting yang memperkuat terjadinya proses ketakutan,
antara lain:
• Fisiologis : Respon fight and flight merupakan
respon yang dipicu oleh ketakutan. Kecemasan yang
terus menerus akan menyebabkan gejala seperti
palpitasi, tremor, sulit bernafas, pusing, perubahan
selera makan dan perubahan jadwal tidur.
• Kognitif : Ketakutan akan virus berhubungan
dengan preokupasi terhadap ancaman yang
mencetuskan kognisi.
• Perilaku: Untuk mencegah konsekuensi tertular,
seseorang akan menghindari pertemuan yang
melibatkan banyak orang.

Faktor Risiko
Kejadian traumatik dapat menyebabkan fobia
spesifik tertentu. Dari situs Worldometer didapati COVID-
19 menyebabkan 377.889 kasus kematian dan kasus
terkonfirmasi sebanyak 6.389.493 pada 213 negara, serta
menimbulkan konsekuensi sosioekonomik dan politik yang
besar. Hal ini menyebabkan COVID-19 merupakan
peristiwa traumatik dengan proporsi yang lebih besar
dibandingkan wabah sebelumnya. Ketidakpastian kapan
akan selesainya pandemi ini juga berhubungan dengan

24
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

gangguan mental yang mungkin terjadi. Perubahan yang


terjadi berkaitan dengan kondisi yang mengancam,
mengubah ekuilibrium dan stabilitas, yang akhirnya akan
menyebabkan kondisi insecurity. Demikian juga dengan
kondisi yang berkaitan dengan pandemik, antara lain,
lockdown, karantina, dan isolasi mandiri, yang pada masa
ini sering digunakan untuk menekan kejadian infeksi
COVID-19. Dalam hal ini, masyarakat menganggapnya
sebagai konotasi negatif, dimana menganggap mereka
seperti dipenjara.
Sistem kesehatan pada saat ini harus menjaga
kepercayaan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan
memenuhi kebutuhan esensial untuk keamanan dan
perasaan terlindungi saat seseorang mencari pelayanan
kesehatan. Maka dari itu protokol kesehatan di fasilitas
kesehatan harus lebih ketat. Kemampuan suatu sistem
dalam mempertahankan layanan-layanan kesehatan akan
bergantung pada beban dasar penyakitnya, skenario
penularan COVID-19 (yang diklasifikasikan menjadi tidak
ada kasus, sporadis, kluster, atau penularan masyarakat)
serta kapasitas sistem kesehatan tersebut seiring
berkembangnya pandemi.
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
dan memitigasi dampak wabah COVID-19, program
pelayanan kesehatan primer yang disepakati di tingkat
nasional harus berbasis layanan komunitas esensial, seperti:

25
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

• Mencegah penyakit menular melalui pemberian


imunisasi, kemoprevensi, pengendalian vektor, dan
pengobatan.
• Menghindari perburukan akut dan kegagalan
pengobatan dengan cara tetap memberikan
pengobatan bagi orang-orang yang mengidap
kondisi kronis.
• Mengambil langkah-langkah khusus untuk
melindungi populasi rentan, seperti ibu hamil dan
ibu menyusui, anak-anak, dan lansia.
• Menatalaksana kondisi kedaruratan yang
memerlukan intervensi dan menjaga berfungsinya
sistem rujukan.

Kondisi kesehatan jiwa mencakup serangkaian


gangguan jiwa, neurologis, dan penggunaan zat (mental,
neurological, and substance use/MNS) dan disabilitas-
disabilitas psikososial, kognitif, dan intelektual. Situasi
pandemi bisa memberikan dampak langsung maupun tidak
langsung pada kondisi-kondisi ini melalui berbagai cara.
Adanya stresor yang besar merupakan faktor risiko
perkembangan, perburukan, dan kekambuhan berbagai
gangguan MNS dan pola perilaku yang tidak sehat, seperti
penggunaan alkohol dan obat psikoaktif serta bermain game
atau berjudi berlebihan. Pada orang dengan gangguan
penggunaan obat, terganggunya ketersediaan alkohol dan

26
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

obat-obatan selama pandemi dapat mengakibatkan keadaan


putus obat yang parah. COVID-19 sendiri dikaitkan dengan
manifestasi neurologis seperti delirium, ensefalopati,
agitasi, stroke, dan meningoensefalitis. Isolasi sosial,
penurunan kegiatan fisik, dan penurunan stimulasi kognitif
dapat meningkatkan risiko penurunan kognitif dan dementia
dengan tingkat kematian yang lebih tinggi terkait penyakit
ini.

Implikasi Telepsikiatri
Pandemi COVID-19 merupakan kejadian yang
berdampak besar dan menyebabkan transformasi tatanan
sosial dan sistem pelayanan kesehatan. Kondisi jaga jarak,
isolasi, dan strategi mitigasi secara langsung memengaruhi
tingkat morbiditas dan mortalitas selama pandemi.
Teknologi komunikasi jarak jauh telah dipakai di setiap segi
pelayanan kesehatan, dimana hal tersebut dapat mendukung
terbentuknya pelayanan kesehatan yang efektif.
Telepsikiatri merupakan bentuk dari video-
conferencing dan teknologi lainnya yang dapat mendukung
ujung tombak pelayanan psikiatri. Telepsikiatri mempunyai
landasan keilmuan yang kuat dan berbasis bukti. Hal ini
terbukti efektif dalam penanganan pasien psikiatri dan bisa
digunakan dalam masa yang panjang dan meluas
kegunaannya pada kesehatan mental. Secara global, sistem
pelayanan kesehatan, organisasi psikiatri dan praktik pribadi
telah menggunakan telepsikiatri. Berbagai aktivitas

27
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

termasuk penggunaan videoconferencing yang ekstensif dan


dapat menjangkau langsung ke rumah pasien ataupun
dimanapun pasien tersebut berada.
Dalam sejarah penggunaan telepsikiatri terutama
dalam cakupan yang luas, implementasinya dapat memakan
waktu bulan bahkan tahunan. Penggunaan internet yang
semakin telah memungkinkan dokter, pasien, dan sistem
dapat beradaptasi cepat terhadap penggunaan telepsikiatri.
Hambatan yang sebelumnya terjadi antara lain, landasan
hukum, sistem yang inersia, dan penolakan secara umum
terhadap telepsikiatri telah mulai terkikis. Saat ini berbagai
inovasi teknis telah tersedia dan memungkinkan
terhubungnya dokter, pasien dan organisasi kerja dalam
pelaksanaan telepsikiatri yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan mental serta sesuai dengan lingkungan
dokter maupun pasien.
Psikiatri merupakan pionir penggunaan
telemedicine, dengan penggunaan videoconferencing yang
awalnya didokumentasikan untuk mendukung psikoterapi
intervensi dan pelatihan pada tahun 1950 di Universitas
Nebraska. Promotor telepsikiatri oleh seorang psikiatris
bernama Thomas Dwyer pada tahun 1973 yang
menggambarkan konsultasi virtual dari Rumah Sakit Umum
Massachusets menuju situs klinik di Boston. Dengan
teknologi yang terkemuka penggunaan telepsikiatri lambat
laun meningkat seiring dengan pertambahan waktu.
Sepanjang 2010 - 2017, penggunaan telepsikiatri oleh
instansi tertentu meningkat dari 15,2% sampai 29,2%.

28
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Sebuah artikel tahun 2012 melaporkan telepsikiatri


merupakan bentuk telemedicine kedua yang paling praktis
setelah teleradiology. Pada tahun 2015, American
Psychiatric Association secara formal membentuk komite
telepsikiatri. Pada masa ini, pelayanan kesehatan mental
menggunakan elektronik juga dikenal dengan berbagai
sebutan, seperti telepsikiatri, telemental health, pelayanan
virtual dan sebagainya.

Tabel 2.
Perubahan pada regulasi telepsikiatri sejak 6 Maret 2020

Sebelum pandemi Setelah pandemi

1. Pasien harus tinggal di daerah 1. Seluruh pasien dapat


perkotaan untuk menjangkau menggunakan telepsikiatri,
telepsikiatri dimanapun pasien tersebut
berada
2. Pasien harus bergerak menuju
pelayanan kesehatan (klinik, 2. Visite Telepsikiatri dapat
rumah sakit, atau fasilitas ditanggung oleh sistem asuransi
kesehatan lainnya) kesehatan

3. Telepsikiatri setara dengan 3. Jumlah tagihan yang dibayarkan


visite per-personal dengan pada visite langsung sama
jumlah pasien yang terbatas dengan visite via telepsikiatri

4. Evaluasi inisial per-personal 4. Evaluasi inisiasi per-personal


diharuskan tidak diharuskan

5. Pasien menggunakan asuransi 5. Penyedia asuransi kesehatan


atau cost-sharing lebih fleksibel untuk
menurunkan biaya (cost-
sharing)

29
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Menurut penelitian Ramalho dkk., dengan judul


Telepsychiatry During the COVID-19 Pandemic:
Development of a Protocol for Telemental Health Care
menyatakan telepsikiatri telah menjadi panduan baru untuk
memastikan keberlangsungan pelaksanaan pelayanan
kesehatan mental untuk masyarakat dan protokol yang
tertulis dapat membantu pelaksanaan telepsikiatri ini.
Keunggulan dari protokol ini adalah dari segi
kepraktisannya, kegunaan klinis dan dapat digunakan secara
luas. Protokol ini dibuat oleh sekumpulan psikiater di
seluruh dunia yang dapat membantu dalam konteks klinis
dan kultural dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan mental
di seluruh dunia. Tim konsensus ini dibentuk oleh 16
partisipan yang merepresentasikan berbagai negara yang
tergabung dalam WHO, dari regional Afrika, Amerika, Asia
Tenggara, Eropa, Mediterania timur, dan Pasifik barat.
Representasi dari negara dengan pendapatan menengah ke
bawah diwakilkan oleh Mesir, India, Indonesia, Nigeria dan
Tunisia. Negara untuk representasi dengan pendapatan
menengah ke atas diwakilkan oleh Brazil, Kolombia, Iran,
Kosovo dan Lebanon. Untuk merepresentasikan negara
dengan pendapatan tinggi diwakilkan oleh Italia, New
Zealand, Portugal, Spanyol dan Amerika Serikat.

30
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB IV
PENGGUNAAN KLINIS
TELEPSIKIATRI

American Psychiatric Association mendefinisikan


gangguan mental sebagai kondisi terganggunya aspek-aspek
penting dalam mental seseorang, berupa kemampuan
berpikir, merasakan, ataupun berperilaku. Gangguan mental
berbeda dan tidak didasari oleh penyebab neurologis, pada
umumnya mengakibatkan gangguan terhadap fungsi sosial,
maupun pekerjaan. Oleh karena itu, seseorang dengan
gangguan mental pada umumnya akan mengalami kesulitan
untuk memenuhi peran dan tanggung jawabnya sehari-hari.
Penegakan diagnosis gangguan mental sangat berbeda oleh
karena tidak adanya pemeriksaan objektif untuk
menegakkan diagnosis. Gangguan mental terdiri atas
berbagai kelompok gangguan, seperti gangguan mood
(misalnya depresi, bipolar), gangguan cemas, gangguan
psikosis, gangguan persepsi (mengakibatkan munculnya
halusinasi ataupun ilusi), dan lain-lain. Pada umumnya
gangguan mental akan mengakibatkan distorsi perilaku
yang cukup menonjol yang dapat diamati pada seseorang.
Manifestasi klinis gangguan mental pada setiap orang bisa
berbeda dan pada perjalanannya dipengaruhi berbagai hal,

31
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

seperti dimulainya pengobatan, ataupun pemilihan jenis


terapi yang digunakan. Sebagian gangguan mental, uniknya,
justru memberikan dampak positif. Sebagai contoh,
gangguan manik atau hipomanik, justru berdampak pada
meningkatnya energi, meningkatnya semangat kerja dan
bertambahnya kreativitas. Kemampuan kita sebagai klinisi
untuk dapat memilah mana gejala gangguan mental dan
mana yang bukan merupakan hal terpenting. Gejala seperti
kemarahan, kesedihan, kecemasan yang muncul akibat
alasan yang jelas, misalnya karena baru kehilangan
seseorang yang kita kasihi, kenaikan pangkat yang
terlambat, barangkali hanya merupakan reaksi stres akut
yang fisiologis.
Penyebab gangguan mental sangat kompleks, dan
bervariasi menurut gangguan tertentu. Faktor biologis,
psikologis, dan lingkungan semuanya berkontribusi pada
perkembangan dan / atau eksaserbasi gangguan mental, dan
sebagian besar gangguan mental merupakan hasil dari
kombinasi beberapa faktor '' biopsikososial '' tersebut. Selain
itu, tidak ada tes diagnostik tunggal untuk penyakit mental.
Beberapa penyakit, seperti skizofrenia dan depresi telah
dikaitkan dengan fungsi abnormal sirkuit otak dan jalur
yang terkait dengan kelainan neuro-anatomis dan
neurofisiologis. Kerentanan terhadap berbagai gangguan
juga disinyalir dapat diturunkan secara genetik. Namun, gen
individu berinteraksi dan merespon lingkungan dengan cara
yang unik, bahkan pada kembar identik, tergantung pada
budaya, kelompok etnis, dan latar belakang sosial dan

32
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

lingkungan. Lebih lanjut, beberapa kombinasi faktor dapat


memengaruhi atau memicu penyakit mental pada beberapa
orang. Penyakit fisik, termasuk infeksi, kerusakan otak,
cacat pranatal, penyalahgunaan zat, racun, dan gizi buruk,
serta faktor psikologis, seperti trauma masa kanak-kanak,
kehilangan atau perpisahan keluarga, pengabaian sejak dini,
penolakan atau disiplin yang keras, dan penyalahgunaan
narkoba, dapat berkontribusi sebagai pemicu atau penyebab
gangguan jiwa. Terdapat setidaknya dua sistem yang
berlaku untuk klasifikasi gangguan mental:
1. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM), pertama kali diterbitkan oleh American
Psychiatric Association sejak 1952. Versi terbaru,
DSM-5, diterbitkan pada tahun 2013 setelah proses
revisi dan pengeditan selama 14 tahun. Tujuan DSM
adalah untuk menciptakan bahasa yang umum bagi
penyedia layanan kesehatan yang mendiagnosis
penyakit mental. Sama seperti penemuan baru yang
dibuat melalui kedokteran, DSM adalah kumpulan
klasifikasi yang hidup dan terus berkembang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dan sudut pandang
profesional yang tersedia.
2. International Clasification of Disease (ICD-10),
dikeluarkan oleh WHO sejak 1949 dan banyak
digunakan di institusi kesehatan untuk berbagai fungsi.
Dari klasifikasi ini, DSM-5 adalah yang paling banyak
digunakan oleh penyedia profesional di seluruh dunia
untuk menentukan dan mendiagnosis gangguan mental.

33
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Upaya untuk menentukan insiden dan prevalensi


gangguan mental pada populasi atau sub kelompok populasi
mana pun terbukti sulit. Pada umumnya dilakukan berbagai
survei berbasis populasi mencakup pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan masalah mental / perilaku. Pada
tahun 2012 diperkirakan bahwa 43,7 juta orang dewasa di
Amerika Serikat (hampir satu dari lima, atau 18,6% dari
semua orang dewasa) memiliki gangguan mental yang dapat
didiagnosis, (tidak termasuk penyalahgunaan alkohol dan
zat), tingkat prevalensi skizofrenia selama 12 bulan adalah
1,1%, sedangkan 4,1% orang dewasa memenuhi kriteria
untuk ''penyakit mental serius'', menyebabkan gangguan
fungsional yang serius dan terus-menerus. Bunuh diri adalah
salah satu manifestasi ekstrim dari gangguan mental, dan
menempati peringkat ke-10 penyebab kematian di Amerika
Serikat (lebih sering terjadi daripada pembunuhan).
Tragisnya lagi, hal ini merupakan penyebab kematian ketiga
pada individu usia produktif yang berusia 15-24 tahun.
Di Indonesia sendiri, persoalan kesehatan jiwa pada
level individu dan keluarga yang paling sering dijumpai
adalah bunuh diri dan kekerasan domestik. Diketahui bahwa
sepanjang periode 1990 – 2016, jumlah kematian akibat
bunuh diri di Indonesia mencapai 8.580 jiwa. Jumlah
kematian akibat bunuh diri di Indonesia diprediksi
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Menurut data
Riset Kesehatan Dasar (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018), di seluruh Indonesia hanya tersedia 600 –

34
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

800 psikiater, yang berarti 1 psikiater melayani 300.000 –


400.00 pasien, dengan penyebarannya yang tidak merata di
seluruh wilayah tanah air. Padahal standar yang ditetapkan
WHO adalah 1 tenaga psikolog atau psikiater melayani 30
ribu orang. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih
kekurangan sekitar 24.000 praktisi kesehatan jiwa. Menurut
laporan WHO pada tahun 2017 Indonesia hanya memiliki
48 RSJ dan 269 unit layanan kesehatan jiwa di RSU. Catatan
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menunjukkan
bahwa masih ada 8 provinsi di Indonesia yang belum
mempunyai RSJ serta hanya 33 % RSU dan 21,47 %
Puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa.
Tantangan layanan kesehatan jiwa juga berkaitan dengan
stigmatisasi dan pemasungan yang dilekatkan pada (Orang
dengan Gangguan Jiwa) ODGJ dan keluarganya yang justru
menghambat motivasi untuk berobat.
Meskipun jutaan orang menderita masalah
kesehatan mental di seluruh dunia, hanya sebagian kecil
yang menerima pelayanan yang memadai. Banyak yang
tidak melanjutkan mencari bantuan dan mereka yang
memulai pengobatan sering menghentikan pengobatan yang
berlangsung di tengah jalan. Sebagai contoh, satu penelitian
menunjukkan bahwa hanya 10% - 45% pasien dengan
depresi berat yang berinisiatif menjadwalkan janji temu
dengan psikiater, namun lebih dari separuhnya berujung
pada putus pengobatan. Orang dengan kondisi medis kronis
merupakan yang paling rentan menghadapi kesenjangan

35
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

dalam akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mental.


Setidaknya 50% pasien lansia yang mengalami depresi
dirawat secara suboptimal. Kesenjangan pelayanan
kesehatan mental sering kali disebabkan oleh fasilitas
pengobatan terlalu jauh untuk dijangkau pasien. Psikiater
cenderung terkonsentrasi secara tidak proporsional di
daerah perkotaan yang lebih padat penduduknya, sehingga
mereka yang tinggal di daerah pedesaan secara geografis
terisolasi dan mendapat akses yang lebih terbatas terhadap
pelayanan kesehatan jiwa. Layanan telepsikiatri dengan
memanfaatkan telepon atau video menjadi suatu solusi
untuk mengatasi hambatan ini.

Telepsikiatri pada Pasien Gangguan Kecemasan


Penelitian oleh Brenes dkk. membandingkan terapi
perilaku kognitif (cognitive behavior therapy/CBT) yang
diberikan melalui telepon dengan kelompok sampel berusia
di atas 60 tahun yang menderita gangguan kecemasan atau
gangguan panik. Intervensi ini mencakup sesi telepon rutin
yang juga dikombinasikan dengan pelatihan, seperti
relaksasi, aktivasi perilaku restrukturisasi kognitif dengan
tujuan untuk mencegah kekambuhan dan insomnia. Pasien
yang menerima CBT melalui telepon menunjukkan
perbaikan yang lebih besar secara signifikan pada gejala
kecemasan, insomnia, dan kekhawatiran dibandingkan
dengan kontrol pada pasca pelayanan. Kelompok yang

36
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

mendapat CBT melalui telepon juga menunjukkan


peningkatan kualitas hidup yang jauh lebih besar setelah
intervensi yang dapat dipertahankan sampai dengan 6 bulan
setelah intervensi dihentikan. Data ini menunjukkan bahwa
CBT yang diberikan melalui telepon efektif dalam
mengobati kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup,
namun untuk pemulihan jangka panjang tetap diperlukan
sesi lebih lanjut.

Telepsikiatri pada Pasien Gangguan Fobia Sosial


Beberapa sentra pelayanan kesehatan jiwa telah
mulai menerapkan kombinasi antara intervensi psikoterapi
secara langsung (tatap muka) dengan telepsikiatri. Sebagai
contoh, sebuah studi yang melibatkan 64 orang dengan fobia
sosial yang mendapat kombinasi psikoterapi dengan
telepsikiatri selama 9 minggu dibandingkan hasil
pengobatannya dengan kelompok kontrol yang tidak
mendapat psikoterapi kombinasi tersebut. Kelompok yang
mendapat intervensi menunjukkan perbaikan gejala dan
kualitas hidup yang lebih baik. Mayoritas pasien
melaporkan merasa bisa jauh lebih terbuka dan mengalami
kecemasan yang lebih jarang pada setiap sesi psikoterapi
lewat telepsikiatri karena tidak harus bertatap muka
langsung.

37
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Telepsikiatri pada Pasien Gangguan Panik


Sebuah studi yang melibatkan orang dengan
gangguan panik menunjukkan bahwa penggunaan
telepsikiatri yang dikombinasikan dengan psikoterapi yang
dilaksanakan secara tatap muka langsung sebanyak 4 sesi
berdampak pada perbaikan gejala dan kualitas hidup yang
lebih baik. Kelompok yang mendapat psikoterapi melalui
telepsikiatri bahkan tidak lagi mengalami serangan panik.
Secara keseluruhan kelompok yang mendapat psikoterapi
melalui telepsikiatri menunjukkan remission rate sebesar
77% dengan perbaikan kualitas hidup secara umum. Di sisi
lain, pasien yang mendapatkan intervensi melalui
telepsikiatri menunjukkan kepatuhan yang lebih baik dan
secara efektif memangkas waktu konseling tatap muka
menjadi hanya 3 – 4 jam per pasien selama 10 minggu durasi
terapi karena sebagian sesi psikoterapi sudah dapat
dilakukan di rumah.

Telepsikiatri pada Pasien Gangguan Stress Pasca


Trauma
Sebagian besar studi menunjukkan efek dari
psikoterapi yang diberikan melalui telepsikiatri dan
konseling tatap muka berdampak pada perbaikan gejala dan
peningkatan kualitas hidup dan 30% pasien bahkan
menunjukkan remisi.

38
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB V
TELEPSIKIATRI PADA PASIEN
ANAK DAN REMAJA

Perubahan teknologi memiliki implikasi terhadap


budaya. Dalam beberapa dekade terakhir, proses pelayanan
medis modern berubah dari industri menjadi model era
informasi. Keinginan untuk mengirim dan menerima
informasi yang terkait medis sebenarnya telah dilakukan
sejak zaman dahulu kala, ketika masyarakat kuno
menyampaikan pesan kepada rekan yang jauh atau
komunitas tetangga tentang wabah penyakit, kejadian
kesehatan, dan perang menggunakan pantulan cahaya dan
sinyal asap. Telemedicine paling awal dapat ditelusuri
kembali dari masyarakat seperti itu, di mana bentuk
komunikasi jarak jauh yang sederhana digunakan sebagai
sarana untuk mengatasi ancaman eksternal, kelaparan, dan
penyakit.
Telekomunikasi audiovisual modern menawarkan
kemungkinan untuk menyediakan layanan psikiatri kepada
pasien yang tidak memiliki akses ke layanan tersebut.
Keuntungan telepsikiatri dibandingkan komunikasi telepon
adalah tersedianya modalitas visual yang memungkinkan
pengamatan terhadap bentuk komunikasi nonverbal. Pada

39
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

saat yang sama, prosedur tersebut masih menghadapi


keterbatasan teknis yang dapat menurunkan citra visual dan
mengakibatkan penurunan kualitas layanan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa teleprikiatri yang dilengkapi akses
visual sama baiknya dengan wawancara tatap muka
langsung.

Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja


Data dari WHO menunjukan bahwa 450 juta orang
di seluruh dunia memiliki gangguan kesehatan mental,
dengan prevalensi 20% terjadi pada anak-anak. Oleh karena
angka kejadian yang meningkat setiap tahunnya,
memperluas pengetahuan terkait kesehatan mental pada
anak dan remaja merupakan hal yang penting. Kesehatan
mental pada anak dan remaja dapat memengaruhi masa
depan dirinya sendiri sebagai individu, dan berdampak pada
keluarga hingga masyarakat secara luas. Oleh karena itu,
masalah kesehatan mental pada anak dan remaja menjadi isu
yang berkembang pada institusi kesehatan maupun
penelitian-penelitian akademis.
Masa remaja merupakan masa meningkatnya
kejadian masalah kesehatan mental. Gejala penyakit mental
seumur hidup biasanya berkembang sebelum usia 25 tahun,
dengan sekitar satu dari 10 anak di Inggris memiliki
gangguan kesehatan mental yang dapat didiagnosis, dan
10% di antaranya memerlukan layanan kesehatan mental.

40
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Prevalensi gangguan kejiwaan di antara anak-anak dan


remaja yang tinggal di komunitas pedesaan sebanding
dengan di daerah perkotaan, tetapi distribusi layanan
kejiwaan tidak demikian, karena sumber daya psikiatri yang
berharga disediakan untuk orang dewasa yang sakit mental
kronis dan pelayanan berbasis bukti untuk anak-anak tidak
disebarluaskan di luar wilayah perkotaan. Dengan demikian,
sebagian besar remaja yang memiliki gangguan kejiwaan
dan tinggal di daerah pedesaan kurang terlayani, dan
kecacatan mereka memeengaruhi berbagai ranah fungsi.
Penelitian telah banyak menekankan pentingnya
menjaga kesehatan mental anak-anak dan remaja. Meskipun
ada peningkatan jumlah kemitraan dengan remaja dan kerja
interprofesional, diperlukan lebih banyak penelitian untuk
mengembangkan metode praktis dalam menerapkan
prinsip-prinsip kemitraan dan pemberdayaan bagi remaja.
Telemedicine telah digunakan dalam layanan kesehatan
mental anak dan remaja di seluruh dunia dan telah menjadi
komponen layanan kesehatan mental yang mumpuni untuk
anak-anak dan remaja. Namun, kualitas pelayanan kejiwaan
yang diberikan dengan menggunakan telemedicine,
dibandingkan dengan layanan konvensional 'secara
langsung', hanya mendapat sedikit perhatian.
Dua dekade terakhir telah membawa pendekatan
baru ke psikoterapi dan farmakoterapi yang efektif untuk
20% kaum muda yang didiagnosis dengan gangguan
kejiwaan. Namun kebanyakan anak muda dengan kondisi

41
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

kejiwaan tidak menerima intervensi apapun. Defisit dalam


akses ke pelayanan kesehatan mental ini mencerminkan
kekurangan spesialis kesehatan mental anak dan remaja,
maldistribusi spesialis yang tersedia, "efek penuaan" dari
tenaga kerja psikiatri, dan dana yang tidak mencukupi untuk
mempertahankan angkatan kerja yang stabil untuk program
kesehatan mental publik. Defisit akses ini secara tidak
proporsional memengaruhi anak-anak dan remaja yang
tinggal di luar wilayah metropolitan utama dan di komunitas
dalam kota. Oleh karenanya, diperlukan pendekatan untuk
memenuhi permintaan ini.
Teknologi memungkinkan untuk meningkatkan
akses ke pelayanan kesehatan menggunakan konferensi
video interaktif real-time yang memungkinkan dokter dan
pasien di lokasi berbeda untuk berinteraksi seolah-olah
bertemu di ruangan yang sama. Ketika konferensi video
digunakan untuk memberikan pelayanan medis, istilah
telemedicine digunakan, dan ketika secara khusus
digunakan untuk memberikan pelayanan psikiatri, istilah
telepsikiatri digunakan. Telepsikiatri memerlukan sedikit
adaptasi untuk memberikan pelayanan yang sebanding
dengan pelayanan orang biasa, karena penekanannya pada
komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan observasi
klinis.
Fleksibilitas ini telah membuat telepsikiatri sebagai
alternatif yang masuk akal untuk pasien yang tidak dapat
mengakses pelayanan yang dibutuhkan dan mengatasi

42
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

kekurangan tenaga kerja dan maldistribusi psikiater anak


dan remaja. Telepsikiatri memperluas jangkauan psikiater di
seluruh wilayah geografis yang luas untuk kaum muda
dalam pengaturan komunitas yang berbeda, termasuk
fasilitas kesehatan primer, sekolah, fasilitas penitipan anak,
lembaga pemasyarakatan, dan rumah. Telepsikiatri semakin
banyak digunakan di wilayah geografis yang lebih kecil
untuk menambah dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang tersedia untuk populasi tertentu.

Perkembangan dan Pertimbangan Klinis


Aplikasi telepsikiari telah diterapkan di seluruh fase
perkembangan anak dan sebagian besar kategori diagnostik.
Anak-anak usia 3 tahun sampai dengan usia sekolah sudah
dapat diberikan pengobatan melalui telepsikiatri. Anak autis
atau anak dengan gangguan perkembangan lainnya mungkin
tidak dapat memberikan keterangan mengenai diri mereka
sendiri, tetapi riwayat orang tua, catatan sekolah, dan
pengamatan telepsikiater dapat memfasilitasi perencanaan
pengobatan. Anak-anak yang tidak mau bekerja sama
merupakan tantangan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan
adanya bantuan staf di lokasi pasien. Keputusan mengenai
kesesuaian telepsikiatri untuk remaja tertentu harus
mempertimbangkan tingkat perkembangan remaja,
preferensi orang tua, dukungan staf klinis di lokasi pasien,
dan keahlian telepsikiater. Beberapa intervensi mungkin

43
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

dapat dilakukan dalam komunitas dengan sistem pelayanan


kesehatan yang berkembang dengan baik, tetapi akan lebih
sulit dilakukan dalam komunitas yang kekurangan staf
klinis untuk menindaklanjuti rekomendasi telepsikiater
tersebut. Adapun keterampilan yang diperlukan untuk
mempraktikkan telepsikiatri antara lain, memahami
pengunaan peralatan, mampu memecahkan masalah,
pengembangan dari gaya klinis yang memaksimalkan
komunikasi melalui media (juga dikenal sebagai etiket
konferensi video), dan kemampuan untuk menjadi kreatif
dalam mengadaptasi teknologi untuk kebutuhan klinis.
Satu-satunya kontraindikasi yang diketahui adalah tidak
adanya persetujuan menggunakan teknologi televideo untuk
mendapatkan pengobatan.

Membangun Layanan Telepsikiatri pada Anak dan


Remaja
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam membangun
layanan telepsikiatri pada anak dan remaja:
1. Tepat Sasaran
Sebelum memberikan layanan klinis apa pun, calon
telepsikiater harus menentukan apakah layanan
telepsikiatri diperlukan, layak, dan berkelanjutan.
Sangat penting untuk mempertimbangkan bagaimana
layanan telepsikiatri akan diintegrasikan dengan
layanan dan sumber daya masyarakat lokal yang ada.

44
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Langkah pertama dalam proses ini adalah meninjau


layanan kesehatan mental yang ada. Misalnya, layanan
kesehatan mental pada anak dan remaja mungkin tidak
ada atau mungkin kurang di bidang tertentu seperti
farmakoterapi atau psikoterapi. Penting juga untuk
menentukan apakah sistem pelayanan kesehatan yang
tersedia dapat mendukung rekomendasi telepsikiater.
Setelah kebutuhan akan layanan ditentukan,
keuntungan dan kerugian dari menyediakan layanan
kesehehatan mental anak dan remaja melalui
telepsikiatri harus dipertimbangkan untuk keduanya,
yaitu pasien dan penyedia layanan kesehatan.

2. Keberlanjutan Layanan Telepsikiatri


Keberlanjutan telepsikiatri harus dipertimbangkan
dalam konteks yang lebih luas. Misalnya, meskipun
penyediaan telepsikiatri dapat menimbulkan biaya
tambahan yang biasanya tidak diganti oleh pengguna,
sehingga tampak kurang hemat biaya. Namun, manfaat
dari aplikasi telepsikiatri yang memungkinkan
peningkatan akses layanan kesehatan mental anak dan
remaja adalah sepadan dengan biaya tersebut. Salah
satu manfaat langsung dari telepsikiatri adalah
penghematan waktu dan biaya perjalanan. Dengan
demikian, biaya layanan telepsikiatri sebenarnya
sebanding dengan membawa psikiater anak ke lokasi

45
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

pelayanan klinis atau membawa pasien langsung ke


psikiater. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus
mempertimbangkan manfaat dan kewajiban dalam
memutuskan apakah akan berinvestasi dalam
telepsikiatri.

3. Populasi Pasien, Model Pemberian Layanan


Kesehatan, dan Layanan yang akan Ditawarkan
Pelayanan telepsikiatri juga membantu dalam sistem
rujukan pasien. Layanan yang paling sering diminta
adalah asesmen dan farmakoterapi. Dalam model
konsultatif dan berkelanjutan, layanan tambahan secara
lokal atau di tempat penyedia mungkin diperlukan
untuk mendukung rekomendasi telepsikiater. Dengan
demikian, telepsikiatri dapat berfungsi sebagai
pendorong untuk mengembangkan atau meningkatkan
sistem pelayanan. Idealnya, kebutuhan pasien akan
menentukan model telepsikiatri yang diterapkan,
namun komposisi tim pelayanan telepsikiatri mungkin
menjadi penentu.

4. Infrastruktur yang Dibutuhkan untuk Mendukung


Layanan yang Diberikan
Kebutuhan infrastruktur akan berbeda tergantung pada
lokasi fasilitas kesehatan, model pelayanan, layanan

46
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

yang diberikan, dan populasi yang dilayani. Misalnya,


jika fasilitas kesehatan terletak di lingkungan non-
medis, seperti sekolah atau panti, prosedur baru
mungkin diperlukan untuk memastikan kepatuhan dan
memfasilitasi pemantauan pelayanan pasien. Dalam
pengaturan klinis apa pun, rekam medis akan
diperlukan.

5. Strategi Manajemen untuk Layanan Telepsikiatri


Memiliki staf klinis di lokasi pasien sangat membantu.
Pada umumnya staf dapat berupa administrator,
manajer, perawat, atau dokter yang bertanggung jawab
atas layanan telepsikiatri untuk mendukung
keberhasilan dan bertindak sebagai penghubung dengan
situs penyedia layanan. Penting juga untuk
menguraikan strategi administratif dan klinis.

6. Peralatan yang Sesuai dan Spesifikasi Teknologi


Peralatan konferensi televideo biasanya mencakup
monitor, kamera, mikrofon, speaker, dan komputer
dengan perangkat keras dan perangkat lunak untuk
memfasilitasi konferensi televideo. Berbagai teknologi
dengan biaya berbeda tersedia untuk membuat
sambungan antar situs, termasuk saluran telepon

47
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

analog, sambungan digital, dan internet atau kombinasi


dari teknologi ini.

7. Kualitas dan Indikator Hasil Klinis Harus


Dikembangkan
Menetapkan basis bukti dan pedoman peningkatan
kualitas akan memastikan tercapainya pelayanan
terbaik yang dapat menjadi pedoman di masa
mendatang.

Sebagian besar program telepsikiatri secara


konsisten menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi dari
pihak keluarga, perujuk, dan penyedia. Meski bukan ukuran
kemanjuran, kepuasan menunjukkan penerimaan
telepsikiatri.

Mengoptimalkan Praktik Telepsikiatri Klinis


1. Hubungan, Keyakinan, dan Kolaborasi dengan Staf
di Lokasi Pasien Harus Dibina
Staf di lokasi pasien akan mewakili layanan telepsikiatri
untuk keluarga dan sistem pelayanan kesehatan anak
dan remaja. Penting bagi staf dan telepsikiater untuk
saling percaya, meskipun mereka tidak pernah bertemu
langsung. Telepsikiater harus memutuskan apakah

48
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

kolaborasi dapat dilakukan melalui telepsikiatri saja


atau apakah kontak awal atau intermiten di tempat
diperlukan. Salah satu metode untuk membina
hubungan dengan profesional di lokasi pasien adalah
dengan menjadwalkan tambahan waktu sebelum atau
setelah menemui pasien untuk mendiskusikan kasus,
meminta masukan, dan menjelaskan alasannya.
Telepsikiater dapat membina hubungan dengan
menetapkan jam kerja virtual untuk mendiskusikan
topik tertentu yang menarik bagi staf, untuk
menyediakan pendidikan, atau untuk memberikan
pengawasan. Beberapa sistem memungkinkan
keterlibatan banyak situs. Berikut pedoman untuk
meningkatkan efektivitas wawancara :
• Pewawancara harus berlatih dengan staf sebelum
mencoba wawancara telepsikiatri dengan pasien.
• Pewawancara harus memberi perhatian ekstra pada
komunikasi nonverbal dirinya dan pasien. Dalam
kasus ini, perhatian terhadap ekspresi wajah, postur
tubuh, dan mobilitas tubuh menjadi sangat penting.
• Pengaturan harus menyediakan kontrol kamera jarak
jauh, sehingga pewawancara dapat memfokuskan
kembali atau memperbesar / memperkecil kamera
sesuai kebutuhan.

49
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

• Pewawancara harus belajar untuk menghindari


pergerakan cepat, yang akan memancarkan transmisi
dengan kualitas yang buruk.
• Peralatan harus menggunakan koneksi internet
bandwidth tinggi, kecepatan transmisi secepat
mungkin, dan frame per detik sebanyak mungkin
untuk memaksimalkan kejelasan dan menghindari
bias pergerakan.

2. Prosedur Informed Consent


Keluarga harus diberi informed consent dan dijelaskan
selama penjadwalan bahwa janji temu mereka akan
melalui telepsikiatri sehingga orang tua dapat
mempersiapkan anak-anak mereka dengan penjelasan
yang sesuai usia. Jika memungkinkan, ada baiknya para
pemuda untuk melihat peralatan dan pengoperasiannya
sebelum dimulai.

3. Pengaturan Fisik Harus Diatur dan Hubungan


Virtual Harus Dibangun
Kualitas pertemuan klinis tergantung pada pengaturan
ruang di kedua lokasi dan faktor yang mempengaruhi
hubungan virtual. Penampilan ruang telepsikiatri harus
serupa dengan ruangan praktik biasa. Warna latar
belakang kantor memengaruhi transmisi. Beberapa

50
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

telepsikiater merekomendasikan layar latar belakang


biru muda untuk mengoptimalkan transmisi, walaupun
layer seperti itu mungkin menghalangi pandangan.
Ruangan di lokasi pasien harus memberikan privasi
yang sesuai dan cukup besar untuk menyertakan remaja
dan orang tua, serta satu atau dua individu lain atau
profesional yang diundang (misalnya, terapis, guru).

4. Harus Diputuskan Apakah Remaja Dapat


Diwawancarai Sendiri; Jika Tidak, Cara Alternatif
Potensial untuk Melakukan Pemeriksaan Status
Mental Harus Diidentifikasi
Pada umumnya anak yang lebih tua dengan kontrol
impuls yang baik menunjukkan keterampilan verbal
yang memadai dan kemampuan untuk berpisah,
sehingga dapat menerima wawancara sendirian. Kaum
muda yang lebih muda, cacat perkembangan, atau
impulsif membutuhkan pendekatan yang dimodifikasi
dalam hubungannya dengan orang tua dan anak.
Rekomendasi untuk sesi bermain konvensional dengan
anak-anak yang lebih kecil mungkin menantang. Salah
satu pendekatan termasuk mengamati anak berinteraksi
dengan anggota staf baik dalam sesi bermain bentuk
bebas atau terstruktur. Beberapa permainan langsung
terbatas dengan anak dapat dilakukan melalui
telemonitor. Misalnya, saat orang tua memberikan

51
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

sejarah, anak-anak sering kali senang menggambar dan


membagikannya dengan telepsikiater. Biasanya, anak-
anak memegang gambar ke monitor dan memegangnya
di depan kamera. Telepsikiater juga dapat menerima
gambar secara elektronik, melalui fax atau pembaca
dokumen. Telepsikiater kemudian dapat
mengembangkan tindakan anak dengan menjelajahi
tema yang ada dalam gambar. Demikian pula, anak dan
telepsikiater dapat mengembangkan skenario bermain
atau cerita bersama. Boneka mudah digunakan dan
dapat memfasilitasi permainan melalui telemonitor.
Merekam sesi seperti itu untuk ditinjau nanti mungkin
berguna untuk menghargai sepenuhnya semua yang
telah terjadi.

5. Prosedur Peresepan Obat Harus Ditetapkan


Farmakoterapi harus sesuai dengan parameter praktik
yang ada. Dengan tidak adanya pedoman nasional, tiga
metode telah digunakan untuk meresepkan obat melalui
telepsikiatri. Dalam satu metode, telepsikiater
berkonsultasi dengan dokter layanan primer (DLP)
perujuk yang kemudian meresepkan. Telepsikiater
memberdayakan DLP yang meresepkan dan
memberikan beberapa pendidikan. Pendekatan ini
paling nyaman untuk pasien dan telepsikiater. Pada
metode kedua, telepsikiater bekerja dengan profesional

52
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

tingkat menengah di lokasi pasien untuk memberikan


pelayanan garis depan, termasuk menulis resep. Cara ini
paling umum dilakukan di pusat kesehatan mental. Ini
nyaman bagi pasien, DLP, dan telepsikiater, tetapi
penggunaannya akan bergantung pada peraturan
pemerintah mengenai profesional tingkat menengah
dan kemampuan lembaga untuk membebaskan
profesional tingkat menengah untuk berpartisipasi
dalam sesi. Dalam model ketiga, telepsikiater langsung
mengatur. Dalam skenario ini, prosedur yang jelas
harus ditetapkan dan dikomunikasikan mengenai
metode untuk mendapatkan resep awal dan resep
lanjutan. Pemberian obat akan tergantung pada
penyimpanan, peraturan, dan staf di lokasi pasien, serta
jenis fasilitas tempat lokasi pasien berada.

6. Keluarga Harus Diberitahu tentang Prosedur


Pelayanan antara Sesi Telepsikiatri, termasuk
Prosedur untuk Pelayanan Darurat atau Mendesak
Keluarga yang menerima pelayanan berkelanjutan
melalui telepsikiatri akan membutuhkan pedoman
tentang akses ke pelayanan di antara kunjungan. Jika
suatu program menawarkan pelayanan tidak terjadwal,
telepsikiater dan staf di lokasi pasien harus memberi
tahu keluarga tentang ketersediaan layanan tersebut dan
cara mengaksesnya. Kedua belah pihak perlu

53
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

mengembangkan protokol untuk menangani pelayanan


sementara tersebut. Beberapa dokter
merekomendasikan korespondensi email antar sesi. Ini
mungkin sangat membantu untuk berbagi informasi
pribadi dengan remaja atau untuk memfasilitasi
pelayanan di antara sesi ketika kontak klinis tidak
diperlukan. Salah satu contohnya adalah penyesuaian
obat atau intervensi lain setelah menerima hasil
pemeriksaan laboratorium.

54
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

BAB VI
TELEPSIKIATRI PADA PASIEN
DEWASA DAN GERIATRI

Industri dan teknologi telemedicine telah


berkembang pesat selama lebih dari satu dekade, dengan
berbagai manfaat yang telah terbukti. Namun, implementasi
dan proses adopsi masih dalam masa pengembangan.
Penerapan telemedicine sejauh ini sederhana. Adopsi Home
Telemedicine Service/ HTS masih relatif jarang di beberapa
daerah rural. Untuk populasi yang lebih tua, karena
maraknya penyakit kronis dan gangguan kesehatan terkait
usia lainnya, HTS adalah pilihan yang menjanjikan untuk
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi biaya pelayanan
kesehatan, dan memungkinkan hidup yang lebih mandiri.
Target utama pelayanan melalui HTS adalah kelompok
lanjut usia. HTS mencakup layanan utama sebagai berikut:
akses sistem pelayanan kesehatan dari rumah (akses ke
catatan kesehatan pribadi); teknologi bantuan hidup;
pemantauan pasien jarak jauh, dan manajemen penyakit
kronis (pengukuran tanda-tanda vital dan komunikasi
online). HTS adalah salah satu bentuk layanan yang cukup
kompleks mengingat kelompok lansia kurang memahami
hal baru, inovatif, dan berbasis teknologi informasi.

55
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Memperkenalkan konsep HTS kepada pengguna


konservatif dalam bidang pelayanan kesehatan konservatif
melibatkan tantangan khusus. Pada tahun 2020, 57%
penyakit global akan menjadi kondisi kronis, berkontribusi
terhadap lebih dari 75% angka kematian global. Menurut
Centre for Disease Control (CDC), kondisi penyakit kronis
ialah penyakit yang persisten terjadi selama tiga bulan atau
lebih. Seiring dengan pertambahan usia, fungsi fisiologis
tubuh menurun, dengan demikian kelompok usia lanjut
menjadi korban utama penyakit kronis. Di Amerika Serikat,
lebih dari 80% orang dewasa yang lebih tua (55 tahun) hidup
dengan setidaknya satu kondisi kronis, dan 68% hidup
dengan setidaknya dua kondisi kronis. Kondisi kronis dapat
mengakibatkan beban kesehatan, emosi, status ekonomi dan
penurunan kualitas hidup yang bersangkutan dan
keluarganya. Penyakit kronis yang paling umum di
antaranya; artritis, hipertensi, penyakit jantung, diabetes
melitus, penyakit pernafasan, stroke dan kanker. Penyakit
kronis yang umum ini adalah penyebab yang signifikan
terhadap kecacatan dan kematian.
Beban berat penyakit kronis di kalangan lansia dan
orang dewasa mengharuskan pengembangan manajemen
diri yang ekstensif, secara permanen mengubah hubungan
dokter-pasien yang selama ini berlangsung. Manajemen diri
mencakup tugas harian yang harus dilakukan individu untuk
mengendalikan atau mengurangi dampak penyakitnya.
Manajemen diri membutuhkan kolaborasi bimbingan antara

56
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

dokter – pasien – dan penyelenggara layanan kesehatan


lainnya. Tujuan manajemen diri adalah meningkatkan
kemampuan pelayanan diri (misalnya manajemen medis,
kepatuhan obat dan keterampilan untuk merawat
kesehatan), dan tentunya bertujuan dalam meningkatkan
hasil klinis. Dalam kehidupan sehari-hari, 95% keputusan
terkait kesehatan orang yang hidup dengan kondisi kronis
dibuat tanpa dipantau oleh profesional pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, penting bagi pasien penyakit kronis untuk
menguasai keterampilan perawatan diri. Kemampuan
perawatan diri berarti pasien memegang kendali atas
perawatan diri rutin untuk kondisi kronis, seperti kepatuhan
minum obat, mempertahankan kepatuhan pemakaian
insulin, mengukur kadar gula darah, mengukur tekanan
darah, dan kemampuan menangani depresi jangka panjang.
Di sisi lain, perlu dimonitor perilaku kesehatan sehari-hari,
seperti diet, kontrol berat badan, konsumsi rokok, dan
aktivitas fisik pada pasien dengan penyakit kronis. Hasil
klinis mengacu pada perbaikan gejala penyakit, kondisi
kesehatan mental dan efek penyakit pada pasien.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hanke
dkk. dijumpai bahwa orang dewasa dengan usia lebih tua
yang menerima layanan telepsikiatri secara umum puas
dengan pelayanan yang dijalani. Sebagian besar dari pasien
mengungkapkan kepuasan mereka atas kenyamanan
berkomunikasi terjalinnya hubungan dengan penyedia
layanan, yang pada awalnya dirasakan sebagai hambatan

57
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

pada pelayanan dengan tatap muka langsung. Sebagai


tambahan, kurang fasih dalam menggunakan teknologi juga
disebut sebagai hambatan utama bagi orang yang lebih tua
dalam menggunakan layanan jarak jauh. Pasien yang telah
terlibat dalam layanan jarak jauh melaporkan perasaan yang
positif terkait telehealth, meskipun sebagian besar pasien
tidak memiliki pengalaman sebelumnya dengan layanan ini.
Suatu badan penelitian menunjukkan kesehatan
telemedicine memberikan hasil klinis yang setara dengan
pelayanan tatap muka pada orang dewasa muda, khususnya
untuk telepsikiatri dan sesuai untuk model pelayanan
kolaboratif. Penelitian menunjukkan layanan telepsikiatri
diterima dengan baik oleh pasien dan dokter di seluruh
dunia. Telepsikiatri geriatri adalah modal pengobatan rawat
jalan yang tepat untuk pasien lansia baik dalam hal kepuasan
pasien, akses ke pelayanan, dan mengurangi kesulitan dalam
perjalanan.

58
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

DAFTAR PUSTAKA

Arora, A., Jha, A. K., Alat, P., & Das, S. S. (2020).


Understanding coronaphobia. Asianjournalof
psychiatry, 54,102384. https://doi.org/10.1016/j.ajp.
2020.102384
Bashshur RL, Shannon GW, Bashshur N, Yellowlees PM.
The Empirical Evidence for Telemedicine
Interventions in Mental Disorders. Telemed e-
Health. 2016;22(2):87-113. doi:10.1089/tmj.
2015.0206
Bensink M, Hailey D, Wootton R. A systematic review of
successes and failures in home telepsikiatri:
Preliminary results. J Telemed Telecare 2006;12:8–
16.
Carlo FD, Sociali A, Picutti E, Pettorruso M, Vellante V,
Verrastro V, et al. Telepsychiatry and Other Cutting
Edge Technologies in COVID-19 Pandemic:
Bridging the Distance in Mental Health Assistance.
The International Journal of Clinical Practice; 2020.
Chen, J. A., Chung, W. J., Young, S. K., Tuttle, M. C.,
Collins, M. B., Darghouth, S. L., Longley, R., Levy,
R., Razafsha, M., Kerner, J. C., Wozniak, J., &
Huffman, J. C. (2020). COVID-19 and
telepsychiatry: Early outpatient experiences and

59
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

implications for the future. General hospital


psychiatry, 66, 89–95. https://doi.org/10.1016/j.
genhosppsych.2020.07.002.
Chiu K-H, Yang YY. Remote monitoring of health status
of the elderly at home in Taiwan. Telemed J E
Health 2010;16:717–726.
Chun HYY, Carson AJ, Tsanas A, et al. Telemedicine
Cognitive Behavioral Therapy for Anxiety after
Stroke: Proof-of-Concept Randomized Controlled
Trial. Stroke. 2020;51(8):2297-2306.
doi:10.1161/STROKEAHA.120.029042.
Clinical Update: Telepsychiatry With Children and
Adolescents. American Academy of Child and
Adolescent Psychiatry (AACAP) Committee on
Telepsychiatry and AACAP Committee on Quality
Issues.
Dobkin R, Durland L, Interian A, Pretzer-Aboff I. Effect
of telepsikiatri-to-home interventions on quality of
life for individuals with depressive and anxiety
disorders. Smart Homecare Technol Telepsikiatri.
2014;(November):105. doi:10.2147/shtt.s45044.
Dos Santos W. G. (2020). Natural history of COVID-19
and current knowledge on treatment therapeutic
options. Biomedicine & pharmacotherapy =
Biomedecine&pharmacotherapie, 129,110493.https
://doi.org/10.1016/j.biopha.2020.110493.

60
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Ekeland, A. G., Bowes, A., & Flottorp, S. (2010).


Effectiveness of telemedicine: A systematic review
of reviews. International Journal of Medical
Informatics, 79(11), 736–771. https://doi.org/10.
1016/j.ijmedinf.2010.08.006.
Finkelstein SM, Speedie SM, Potthoff S. Home
telepsikiatri improves clinical outcomes at lower
cost for home healthcare. Telemed J E Health
2006;12:128–136.
Grealish A, Hunter A, Glaze R, et al. Telemedicine in a
child and adolescent mental health service:
participants' acceptance and utilization. J Telemed
Telecare 2005: 11- 53.
Guaiana G, Mastrangelo J, Hendrikx S, Barbui C. A
Systematic Review of the Use of Telepsychiatry in
Depression. Community Ment Health J.
2020;57(1):93-100. doi:10.1007/s10597-020-
00724-2.
Hilty DM, Yellowlees PM, Cobb HC, Neufeld JD,
Bourgeois JA. Use of secure e-mail and telephone:
psychiatric consultations to accelerate rural health
service delivery. Telemed J E Health. 2006;
12(4):490Y495.
HIMPSI. Seri Sumbangan Pemikiran Psikologi untuk
Bangsa Ke-5 Kesehatan Jiwa dan Resolusi
Pascapandemi di Indonesia. Himpsi.orId.

61
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

2020;(September 2019):13. https://himpsi.or.id/


blog/pengumuman-2/post/kesehatan-jiwa-dan-
resolusi-pascapandemi-di-indonesia-panduan-
penulisan-132.
Jenderal, D., & Masyarakat, K. (2020). Panduan
Kemitraan Dalam Pencegahan COVID-19.
Koch S. Meeting the challenges—The role of medical
informatics in an ageing society. Stud Health
Technol Inform 2006;124:25–31.
Liu C-F. Key factors influencing the intention of telecare
adoption: An institutional perspective. Telemed J E
Health 2011;17:288–293.
Liu YC, Kuo RL, Shih SR. COVID-19: The first
documented coronavirus pandemic in
history. Biomed J. 2020;43(4):328-333.
doi:10.1016/j.bj.2020.04.007.
Mermelstein H, Guzman E, Rabinowitz T, Krupinski E,
Hilty D. The Application of Technology to Health:
The Evolution of Telephone to Telemedicine and
Telepsychiatry: A Historical Review and Look at
Human Factors. J Technol Behav Sci. 2017;2(1):5-
20. doi:10.1007/s41347-017-0010.
Monaghesh, E., & Hajizadeh, A. (2020). The role of
telepsikiatri during COVID-19 outbreak: A
systematic review based on current evidence. 4, 1–
9. https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-23906/v1

62
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Mucic, D. (2008). International telepsychiatry: A study of


patient acceptability. Journal of Telemedicine and
Telecare, 14(5), 241–243.
https://doi.org/10.1258/jtt.2008.080301
Myers K, Cain S. Practice parameter for telepsychiatry
with children and adolescents. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry (AACAP Official Action)
2008;47(12):1468–83.
Myers KM, Sulzbacher S, Melzer S. Telepsychiatry with
children and adolescents: Are patients comparable to
those evaluated in usual outpatient care? Telemed J
E Health 2004;9(1):278–85.
Myers KM, Valentine JM, Melzer SM. Child and
adolescent telepsychiatry: utilization and
satisfaction. Telemed J E Health 2008;14(2):131–8.
Myers KM, Vander Stoep A, McCarty CA, et al. Child
and adolescent Telepsychiatry: variations in
utilization, referral patterns and practice trends. J
Telemed Telecare 2010;16(3):128–33.
O’Reilly, M & Lester, J.N. (2015). The Palgrave
Handbook of Child Mental Health. UK: Pagrave
Macmillan.
Onor ML, Trevisiol M, Urciuoli O, Misan S, Bertossi F,
Tirone G, et al. Effectiveness of telecare in elderly
populations—A comparison of three settings.
Telemed J E Health 2008;14:164–169.

63
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Paperny D. Communicating with your teen patients by e-


mail: it’s easy. Presented at: Annual Meeting of the
Society of Adolescent Medicine; 2006; Boston.
Pignatiello A, Teshima J, Boydell KM. Child and Youth
Telepsychia t ry in Rural and Remote Primary Care.
Child Adolesc Psychiatric Clin N Am 20 (2011):13–
28.
Ramalho, R., Adiukwu, F., Gashi Bytyçi, D., El Hayek,
S., Gonzalez-Diaz, J. M., Larnaout, A., Grandinetti,
P., Nofal, M., Pereira-Sanchez, V., Pinto da Costa,
M., Ransing, R., Teixeira, A., Shalbafan, M., Soler-
Vidal, J., Syarif, Z., & Orsolini, L. (2020).
Telepsychiatry During the COVID-19 Pandemic:
Development of a Protocol for Telemental Health
Care. Frontiers in psychiatry, 11, 552450.
https://doi.org/10.3389/fpsyt.2020.552450.
Roth DE, Ramtekkar U, Zekovic-Roth S. Telepsychiatry:
a new treatment venue for pediatric depression.
Child Adolesc Psychiatric Clin N Am. 2019; 377-
395.
Senbekov, M., Saliev, T., Bukeyeva, Z., Almabayeva, A.,
Zhanaliyeva, M., Aitenova, N., Toishibekov, Y., &
Fakhradiyev, I. (2020). The recent progress and
applications of digital technologies in healthcare: A
review. International Journal of Telemedicine and
Applications, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/
8830200.

64
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Shore J. The evolution and history of telepsychiatry and


its impact on psychiatric care: Current implications
for psychiatrists and psychiatric organizations.
International Review of Psychiatry, 2015; Early
Online: 1–7.
Shore JH, Schneck CD, Mishkind MC. Telepsychiatry
and the Coronavirus Disease 2019 Pandemic—
Current and Future Outcomes of the Rapid
Virtualization of Psychiatric Care. JAMA
Psychiatry. 2020;77(12):1211–1212.
doi:10.1001/jamapsychiatry.2020.1643.
Shore JH, Yellowlees P, Caudill R, et al. Best Practices in
Videoconferencing-Based Telemental Health April
2018. Telemed e-Health. 2018;24(11):827-832.
doi:10.1089/tmj.2018.0237.
Smith, A. C., Thomas, E., Snoswell, C. L., Haydon, H.,
Mehrotra, A., Clemensen, J., & Caffery, L. J. (2020).
Telepsikiatri for global emergencies: Implications
for coronavirus disease 2019 (COVID-19). Journal
of Telemedicine and Telecare, 26(5), 309–313.
https://doi.org/10.1177/1357633X20916567.
Stoll J, Sadler JZ, Trachsel M. The etical use of
telepsychiatry in the COVID-19 pandemic. Front
Psychiatry, July 2020; 11:665.

65
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Tasman A, Kay J, Lieberman JA, First MB, Riba MB.


Psychiatry. 4th ed. New York. Wiley Blackwell;
2015. P. 2012.
Varker T, Brand RM, Ward J, Terhaag S, Phelps A.
Efficacy of Synchronous Telepsychology
Interventions for People With Anxiety, Depression,
Posttraumatic Stress Disorder, and Adjustment
Disorder: A Rapid Evidence Assessment. Psychol
Serv. 2018;16(4):621-635. doi:10.1037/ser0000239.
Wilkinson E. How mental health services are adapting to
provide care in the pandemic. BMJ.
2020;369(June):1-2. doi:10.1136/bmj.m2106.
Yu, XY., Xu, C., Wang, HW. et al. Effective mitigation
strategy in early stage of COVID-19 pandemic in
China. Infect Dis Poverty 9, 141 (2020).
https://doi.org/10.1186/s40249-020-00759-3.
Zhou, G., Chen, S., & Chen, Z. (2020). Advances in
COVID-19: the virus, the pathogenesis, and
evidence-based control and therapeutic
strategies. Frontiers of medicine, 14(2), 117–125.
https://doi.org/10.1007/s11684-020-0773-x.

66
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir persetujuan

LEMBAR PERSETUJUAN
KONSULTASI MELALUI
TELEPSIKIATRI

Nama Klien:_________________________________

Saya,_________________________, yang bertanda tangan di bawah ini, dengan ini


menyatakan persetujuan untuk mengikuti sesi konsultasi telepsikiatri.

OR

Saya,_________________________, wali/ suami/ istri/ saudara kandung


(_______________), menyatakan persetujuan untuk dilaksanakannya telepsikiatri
terhadap _______________________________________ di bawah arahan dan
supervisi dr. _____________________________________.

Hal-hal yan terkait dengan telepsikiatri, manfaat, risiko, maupun alternatif terkait
program ini telah dijelaskan oleh dokter yang bersangkutan dan telah saya pahami
dengan seksama.

Tanda tangan _______________________________

____________________________
(Nama Lengkap) (Tanggal)

(Saksi)

Dikutip dari North Shore/Coast Garibaldi Mental Health and Addictions, Vancouver Coastal Health Authority,
diadaptasi dari NEHSDA Adult Mental Health NHA

67
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Lampiran 2. Checklist profil dan kesiapan pasien sebelum


menjalani sesi telepsikiatri

Dikutip dari North Shore/Coast Garibaldi Mental Health and Addictions, Vancouver
Coastal Health Authority, diadaptasi dari NEHSDA Adult Mental Health NHA.

68
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Lampiran 3. Checklist peminatan dan kebutuhan pasien

Dikutip dari North Shore/Coast Garibaldi Mental Health and Addictions,


Vancouver Coastal Health Authority, diadaptasi dari NEHSDA Adult Mental
Health NHA

69
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Lampiran 4. Daftar nama peserta yang mengikuti


penyuluhan/ sesi terapi melalui telepsikiatri

Lokasi: ________________________________________________________________________
JudulPresentasi: ____________________________________ Tanggal__________________________

Penyaji: _____________________________________________

Nama Peserta Nama Peserta

70
TELEPSIKIATRI: Suatu paradigma di era adaptasi kebiasaan baru

Lampiran 5. Checklist evaluasi terhadap pasien

Dikutip dari North Shore/Coast Garibaldi Mental Health and Addictions,


Vancouver Coastal Health Authority, diadaptasi dari NEHSDA Adult Mental
Health NHA

71

Anda mungkin juga menyukai