0701518005
Daftar Negatif Investasi (DNI)
Latar Belakang
Pemerintah saat ini tengah memberikan kesempatan seluas-luasnya pada perusahaan yang ingin
bekerja sama dalam Penanaman modal Asing di negara kita. Kebutuhan akan keamanan,
kejelasan dan kenyamanan bagi para penanam modal menjadi faktor yang sangat diperhatikan
oleh pemeintah Indonesia. Sang penanam modal ini bisa perseorangan ataupun sebuah badan
usaha, bisa Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing yang berada di Negara
kita.
Dalam bidang penanaman modal atau biasa juga disebut dengan Daftar Negatif Investasi (DNI),
Pemerintah membaginya dalam tiga bidang, yaitu
1. Bidang usaha yang bersifat terbuka tanpa persyaratan. Contohnya usaha perkebunan lada,
jambu dan sebagainya.
2. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Contohnya perkebunan tembakau.
3. Bidang usaha yang tertutup atau terlarang. Seperti budidaya tanaman ganja.
Sektor Kehutanan
Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan, dan Jasa Ekowisata di
dalam Kawasan Hutan dengan pengaturan Penanaman Modal Asing Maksimal 51 persen (70
persen ASEAN).
Sektor Perdagangan
Jasa Survei/Jajak Pendapat Masyarakat dan Penelitian Pasar, dengan pengaturan PMDN 100
persen dan Maksimal 70 persen bagi penanam modal dari negara-negara ASEAN
Sektor Pariwisata
Sektor Perhubungan
Angkutan orang dengan moda darat tidak dalam trayek: Angkutan pariwisata dan Angkutan
Tujuan Tertentu dengan pengaturan PMA Maksimal 49 persen
Angkutan Moda Laut Luar Negeri untuk Penumpang (tidak termasuk cabotage) (CPC 7211)
dengan pengaturan PMA ASEAN Maksimal 70 persen
Sektor Kominfo
Sektor Kesehatan
Industri Farmasi Obat Jadi > Rp100 Milyar dengan pengaturan PMA Maksimal 85 persen
Fasilitas Pelayanan Akupuntur dengan pengaturan PMA Maksimal 49 persen
Pelayanan Pest Control/Fumigasi dengan pengaturan PMA Maksimal 67 persen
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto menegaskan bahwa pemerintah merevisi DNI untuk
menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor. Dengan dibukanya DNI, katanya, Indonesia dapat
memenuhi sendiri barang-barang yang selama inimasih mengandalkan impor. "Pada dasarnya yang
dibuka ketergantungan impor meningkat, dan peminat investasi tidak banyak atau hampir nol. Saat
sekarang perlu perdalam industri substitusi impor. Contoh printing kain kebutuhan 236.000 ton
sedangkan produksi tidak sampai segitu, sehingga terjadi gap