IMPLEMENTASI DAN
PENGENDALIAN OPERASIONAL
REVISI I
No. Dok 006/CSMS/STS/IX/2021 Kepemimpinan dan Akuntabilitas
LEMBAR PENGESAHAN
Dibuat
HUSNI A PRATAMA
Administrasi
Diperiksa
MAHYUDI
Manager HSSE
Disetujui
GUNUNG
Direktur
REVISI I
A
Perusahaan memiliki system pengelolaan perubahan (
Management Of Change ) terkait perubahan personil,
peralatan, proses, dokumentasi
REVISI I
Management Of Change (MOC)
Beberapa jenis perubahan di tempat kerja dapat berupa Perubahan administratif, perubahan
organisasi, Perubahan Sementara dan juga perubahan teknis.
1. Perubahan Administrasi
Perubahan administrasi bisa terjadi seperti pada perubahan prosedur, sebagai contoh adalah perubahan
frekuensi pemeriksaan atau perubahan perawatan pada unit-unit produksi. Perubahan pada prosedur
mungkin dianggap tidak perlu dibuatkan MOC oleh sebagian orang karena tidak memberikan dampak
yang signifikan, namun akan sangat dibutuhkan karena tidak semua fungsi atau pekerja mengetahui
adanya perubahan, sehingga hal ini dapat membahayakan bagi pekerja yang lain.
2. Perubahan Organisasi
Perubahan struktur organisasi secara besar-besaran memerlukan analisa dampak yang
mendalam, perubahan organisasi yang perlu dilakukan analisa seperti:
1. Perubahan gilir kerja atau penambahan jam kerja karyawan
2. Perubahan jumlah pengawas yang mempengaruhi kualitas pengawasan
3. Merubah filosofi perubahan
4. Penggunaan kontraktor untuk melakukan pekerjaan.
3. Perubahan Teknis
Perubahan teknis yang memerlukan MOC adalah perubahan teknis yang mempengaruhi operasional,
seperti merubah bentuk peralatan atau desain, merubah proses, menambah atau mengurangi material
atau dosis, merubah fungsi peralatan
REVISI I
Keuntungan Menerapkan Management Of Change (MOC)
Dengan demikian, jika perubahan dilakukan dengan peralatan yang tidak sejenis maka
perlu dilakukan analisa dengan menggunakan proses MOC.
REVISI I
(MOC).Perubahan critical yang membutuhkan biaya yang mahal perlu dilakukan Analisa
Risiko yang sistematis agar menjadi pertimbangan perlu atau tidaknya perubahan
dilakukan dengan melihat risiko yang ditimbulkan. Penting atau tidaknya suatu perubahan
maka perlu dilihat dengan proses MOC.
3. Perubahan Darurat
Perubahan darurat merupakan perubahan yang dilakukan karena pertimbangan dari
manajemen bahwa potensi bahaya akan lebih besar jika tidak dilakukan perubahan.
Perubahan darurat dilakukan karena alasan berikut:
Jika tidak dilakukan perubahan akan menyebabkan kecelakaan pada pekerja,
kerusakan lingkungan, kerugian operasional, dan kerusakan harta benda.
Perubahan harus dilakukan agar tidak melanggar regulasi pemerintah
Perubahan harus dilakukan agar tidak ada pengaduan dari masyarakat
4. Perubahan Sementara
Perubahan yang bersifat sementara dengan tujuan untuk uji coba yang dapat berdampak
pada kecelakaan atau gagalnya operasional harus dibuatkan MOC. Perubahan sementara
juga bisa berupa perubahan sementara operasional dari yang biasanya dilakukan seperti
by-pass. Perubahan ini memiliki batasan waktu yang ditentukan sebelumnya.
REVISI I
Pimpinan Perusahaan,
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
REVISI I
Tenaga kerja di Indonesia mulai didominasi oleh Generasi Milenial dan Gen Z. Beberapa
studi menyebutkan bahwa dua generasi ini memiliki minat pada pengembangan karier di
perusahaan. Ini membuat beberapa HRD perlu memikirkan sebuah program atau strategi
yang dapat mendukung perkembangan karier karyawan di perusahaan.
Salah satu strategi yang bisa dicoba adalah dengan Rotasi Pekerjaan. Hal tersebut karena
rotasi pekerjaan memiliki beberapa manfaat untuk mengembangkan potensi karyawan. Rotasi
pekerjaan terdengar mudah, tapi tidak bisa dilakukan sembarangan
REVISI I
yang stabil menjadi tujuan banyak pemimpin.Ingat, kata kuncinya adalah rotasi pekerjaan
menunjukkan pada kita tentang ‘orang yang tepat berada di posisi yang tepat
2. Perencanaan Suksesi
Konsep perencanaan suksesi adalah ‘Siapa yang akan menggantikan siapa’. Tujuan dari
rotasi kerja ini untuk mengidentifikasi dan mengembangkan karyawan agar dapat
ditempatkan di jabatan yang lebih tinggi ketika seseorang senior masuk masa pensiun
atau meninggalkan perusahaan atau organisasinya.
Ini akan menghindarkan perusahaan dari ‘salah menempatkan’ pemimpin di masa depan.
Pimpinan Perusahaan,
REVISI I
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
REVISI I
B
Perusahaan memiliki system pengelolaan sub kontraktor yang
mensyaratkan pemenuhan aspek HSSE selama proses kontrak
REVISI I
memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir,
supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Definisi
Supply Chain Management juga diberikan oleh James A. dan Mona J. Fitzsimmons, yang
menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk
mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk
mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu
mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di
sistem logistik tradisional. Sedangkan definisi Supply Chain Management menurut Chase,
Aquilano, Jacobs adalah sistem untuk menerapkan pendekatan secara total untuk mengelola
seluruh aliran informasi, bahan, dan jasa dari bahan baku melalui pabrik dan gudang ke
konsumen akhir. Oleh Robert J. Vokurka, Gail M. Zank dan Carl M. Lund III supply chain
management didefinisikan sebagai, “all the activities involved in delivering a product from
raw material through the customer including sourcing raw material and parts, manufacturing
and assembly, warehousing and inventory tracking, order entry and order management,
distribution across all channels, delivery to the customer, and the information system
necessary to monitor all of the activities” . Stevenson mendefinisikan supply chain
management sebagai suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk
mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan. Russell dan Taylor mendefinisikan
bahwa supply chain management adalah mengelola arus informasi, produk dan pelayanan di
seluruh jaringan baik itu pelanggan, perusahaan hingga pemasok .Dengan demikian,
berdasarkan berbagai definisi supply chain management sebagaimana telah disampaikan,
dapat ditarik hal umum bahwa supply chain management adalah semua kegiatan yang terkait
dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang supply chain. Lebih jauh cakupan
supply chain management akan meliputi hal-hal berikut:
Rantai pasokan bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan
pemasok, produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan
dan pengiriman barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu proses
yaitu, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai pasokan. Tujuan
manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan dan penawaran
REVISI I
seefektif dan seefisien mungkin. Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan
(Stevenson, 2009):
1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat
2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang
3. Mengelola pemasok
4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan
5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat
6. Mengelola risiko
Pimpinan Perusahaan,
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
TUJUAN
1. Untuk memastikan bahwa semua subkontraktor di area Project memenuhi persyaratan
K3 sebelum tender/bid.
REVISI I
2. Untuk memastikan bahwa terdapat kontrol yang cukup untuk mengelola dan
mengendalikan semua subkontraktor secara efektif.
3. Untuk memastikan bahwa semua subkontraktor memenuhi dan menerapkan seluruh
standar dan persyaratan K3 Perusahaan.
RUANG LINGKUP
Prosedur ini mengatur mengenai tata cara menyeleksi dan memilih subkontraktor yang akan
bekerja dengan PT Alfata Delta Persada yang sesuai dengan persyaratan K3 yang telah
ditentukan.
TANGGUNG JAWAB
1. Operation Manager
Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa subkontraktor yang bekerja di ‘wilayah
wewenangnya’, mengikuti semua persyaratan K3 yang telah ditetapkan.
2. Project Manager
a. Bertanggung jawab menyetujui Subkontraktor yang telah lolos seleksi.
b. Bertanggung jawab memantau perkembangan kinerja K3 Subkontraktor dalam Safety
Committee Project Meeting.
3. Subkontraktor
a. Menerapkan dan memenuhi semua persyaratan K3 yang telah ditetapkan dalam Safe
Coalindo sistem ketika bekerja di Project/Site manapun dalam wilayah Perusahaan.
b. Memenuhi persyaratan dalam standar ini pada waktu mengajukan tender.
DEFINISI
a. Subkontraktor
Subkontraktor yang dimaksud dalam prosedur ini adalah orang/badan hukum yang diberi
pekerjaan tertentu di area Project/daerah oleh Perusahaan (PT Alfara Delta Persada )
melalui Surat Perintah Kerja (SPK) atau Perjanjian.
URAIAN
A. Prakualifikasi – Keputusan dan Persetujuan Atas Kontrak
1. Sebelum Project Manager/Operation Manager atau Kepala Departemen Kantor Pusat
memberikan suatu pekerjaan melalui kontrak, maka semua subkontraktor yang akan
mengikuti tender harus melalui proses prakualifikasi.
2. Semua subkontraktor harus mengajukan informasi terinci, minimal sebagai berikut
(informasi ini disertakan bersama dokumentasi ‘Aplikasi Tender’) :
1. Statistik kinerja K3 untuk tiga tahun terakhir (dalam statistik ini harus memuat
informasi mengenai Frequency Rate/FR, Severity Rate/SR, Loss Time
Injury/LTI dan Kerugian harta benda).
2. Program Kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
3. Uraian tugas/job description dari Safety Officer/Representative.
4. Mampu memenuhi persyaratan yang diminta dalam CK-OSHMS dan
persyaratan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
REVISI I
1. Semua rincian yang berhubungan dengan persyaratan K3 bagi setiap
kontrak/subkontrak harus disertakan dalam dokumen tender/bid kontrak.
2. Semua rincian yang berhubungan dengan persyaratan K3 untuk semua
kontrak/subkontrak harus didiskusikan mendetail dalam pertemuan dan
diskusi-diskusi prakontrak.
3. Semua kontrak/subkontrak harus diputuskan dan disetujui dengan benar. Form
‘Keputusan dan Persetujuan Kontrak’ yang standar harus digunakan.
4. Kontrak hanya bisa disetujui oleh :
1. Kepala Bagian Purchasing/Procurement (untuk Kontrak di bawah kontrol
Kantor Pusat)
2. Project Manager (untuk kontrak di bawah kontrol tingkat Project/Site)
B. Persyaratan Prakontrak
1. Kepala Bagian Purchasing/Procurement atau Kepala Departemen yang bersangkutan
harus memastikan bahwa :
1. ‘Kick-off Meeting’ kontrak dilakukan segera setelah kontrak diberikan
(sebelum subkontraktor tersebut diijinkan bekerja di Project/Site).
2. Persyaratan kerja, khususnya persyaratan K3 atas pekerjaan, dibicarakan
secara terinci dalam ‘Kick-off Meeting’ tersebut.
3. Subkontraktor harus memahami dan mengerti mengenai Manajemen
Risiko/Job Safety Analysis yang telah dibuat oleh Safety Officer PT ADP
terutama untuk ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
namun bila belum tersedia, maka subkontraktor membuat Manajemen
Risiko/Job Safety Analysis dengan bantuan dari Safety Officer Project/Site
yang meliputi semua proses dan juga situasi darurat yang mungkin terjadi.
4. Subkontraktor menunjuk seorang Safety Officer penuh waktu yang memenuhi
syarat (untuk 100 orang karyawan atau lebih) atau seorang Safety
Representative (untuk kurang dari 100 karyawan).
2. Subkontraktor harus memastikan bahwa disediakan alat pelindung diri (APD) yang
diperlukan bagi semua karyawannya pada saat mereka tiba di Project/Site dan
sebelum bekerja
3. Manajemen/Pejabat dari Subkontraktor harus melengkapi Form ‘Daftar Hadir’ pada
Kick-off Meeting
C. Kedatangan di Project/Site
1. Segera setelah tiba di Project/Site, Manajemen dari Subkontraktor dan seluruh anak
buahnya harus melapor pada Project Manager dan Safety Officer.
2. Semua karyawan dan Manajemen dari Subkontraktor harus mengikuti ‘Pelatihan
Pengenalan K3’ dari Safety Officer.
3. Karyawan (subkontraktor) yang tidak menghadiri ‘Pelatihan Pengenalan K3’ harus
dikeluarkan dari Project/Site segera setelah ditemukan untuk kemudian mengikuti
pelatihan yang dimaksud.
4. Safety Officer/Safety representative dan Manajemen dari subkontraktor harus
mengikuti pelatihan khusus mengenai Safety Management System versi Perusahaan
(Safe Coalindo sistem) dari Safety Officer.
REVISI I
5. Manajemen dari subkontraktor yang membawa mesin, alat dan unit ke Project/Site,
maka harus melaporkan kepada Safety Officer untuk di data dan dilakukan ‘Inspeksi
Pemeriksaan K3 Awal (daftar lengkap peralatan harus diserahkan).
6. Mesin, alat dan unit yang telah diperiksa dan dinyatakan layak pakai/dalam keadaan
aman maka harus ditandai ‘hijau’ dan seterusnya dapat digunakan.
7. Sedangkan mesin, alat dan unit yang dinyatakan tidak layak pakai/tidak dalam keadaan
aman maka harus ditandai ‘merah’ dan harus dikeluarkan segera dari Project/Site
untuk diperbaiki di workshop atau tempat lain.
8. Hanya Safety Officer yang memiliki wewenang untuk memasang dan melepas label
‘hijau’ dan ‘merah’ dari peralatan milik subkontraktor.
9. Orang yang ditemukan merusak label tersebut harus mendapatkan peringatan dan
dikeluarkan dari Project/Site.
10. Setiap mesin, alat dan unit yang pada awalnya tidak untuk digunakan di Project/Site
(tidak masuk dalam daftar) namun kemudian di bawa ke Project/Site untuk digunakan,
maka harus dilaporkan kepada Safety Officer untuk dilakukan ‘Inspeksi Pemeriksaan
K3 Awal’.
11. Setiap mesin, alat dan unit yang ditemukan tanpa ijin di Project/Site maka akan segera
dikeluarkan dari Project/Site sampai ijin penggunaannya dikeluarkan.
GUNUNG
Direktur
REVISI I
C
Perusahaan memiliki system pemeliharaan peralatan untuk
memastikan redlines dan kelayakan fungsinya
REVISI I
1. Menerapkan dan meningkatkan pemeliharaan pencegahan
2. Meningkatkan kemampuan atau kecepatan perbaikan
Untuk mengukur kesuksesan manajemen pemeliharaan, maka ada dua unsur yang harus
ditentukan terlebih dahulu, yaitu keterlibatan karyawan dan prosedur pemeliharaan.
Factor karyawan dalam hal pemeliharaan dapat dilihat dari informasi yang dimiliki karyawan,
keahlian yang dimilikinya, kompensasi yang diterima sebagai factor penguat motivasi dan
kekuatan sinergi yang perlu dilakukan. Sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan
informasi dan keahlian dalam kaitannya dengan kegiatan pemeliharaan, maka pihak
manajemen dapat menempuh beberapa hal yaitu :
Pertukaran informasi. Melalui penciptaan iklim yang kondusif, misalnya adanya bank
data ( bank prosedur) yang berisikan data serta prosedur tentang pemeliharaan segala
jenis mesin dalam system manufaktur.
Pelatihan keahlian. Bagi karyawan yang belum memiliki keahlian yang diharapkan,
perusahaan dapat memilih untuk mengirimkan ke training center yang menawarkan
pelatihan-pelatihan atau langsung dilatih di perusahaan melalui on the job training.
Adapun tentang prosedur pemeliharaan mesin-mesin, factor yang perlu diperhatikan adalah
prosedur pembersihan dan pelumasan. Pembersihan ini ditujukan untuk menghindari korosi,
kemacetan akibat adanya kotoran dan kegiatan ini dilakukan secara rutin. Sedangkan
pelumasan bertujuan agar tidak terjadi gesekan material mesin secara langsung,
mendinginkan panas mesin pada kondisi tertentu, dan memperpanjang umur mesin.
Prosedur berikutnya adalah monitor dan penyesuaian. Monitor harus dilakukan secara
kontinu dengan jadwal yang sudah ditentukan. System monitor yang baik akan mampu
melakukan penyesuaian yang diperlukan.
1. Perbaikan terus-menerus. Kegiatan ini menjadi kajian yang penting dalam manajemen
operasi, baik manufaktur maupun jasa, terutama pabrik-pabrik yang menggunakan
mesin yang berputar dan beroperasi setiap saat.
2. Meningkatkan kapasitas. Dengan adanya perbaikan yang terus-menerus, maka tidak
aka nada pengerjaan ulang / proses ulang, sehingga kapasitas akan meningkat.
3. Mengurangi persediaan. Karena tidak perlu ada tumpukan bahan baku yang harus
disiapkan untuk melakukan produksi ulang.
4. Biaya operasi lebih rendah. Akibat kapasitas yang meningkat disertai dengan
persediaan yang rendah, maka secara otomatis akan mengakibatkan biaya operasi
lebih rendah. Tidak perlu penyimpanan bahan baku dan tidak perlu adanya biaya
tambahan karena proses pengerjaan ulang.
5. Produktivitas lebih tinggi. Jika biaya operasi lebih rendah, maka dari rumus
produktivitas adalah output/input akan diperoleh bahwa produktivitas akan lebih besar
(dengan catatan output konstan). Tentunya produktivitas akan lebih besar lagi jika
output semakin besar.
6. Meningkatkan kualitas. Akan tercipta cost advantage, artinya dengan kualitas yang
sama baik, harga dapat ditetapkan menjadi lebih murah.
REVISI I
Terdapat dua jenis taktik pemeliharaan : pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan
kerusakan.
Hasil yang cacat / gagal akan menyebabkan tambahan biaya karena harus diproses kembali
dan yang lebih besar resikonya adalah kurangnya kepercayaan konsumen kepada perusahaan
akibat produk gagal. Tambahan yang timbul menyebabkan biaya produksi membengkak
( tidak minimal). Jika biaya produksi membengkak, maka harga barang menjadi tinggi.
Pemeliharaan yang periodic dan terencana sangat diperlukan pada fasilitas-fasilitas produksi,
jika tidak akan mengakibatkan kerusakan “ Unit Kritis” dikarenakan :
Preventive maintenance ini dapat mengatasi kerusakan yang tiba-tiba terjadi. Hal ini
dikarenakan preventive maintenance ini dapat mendeteksi dan menangkap sinyal kapan suatu
system akan mengalami kerusakan serta menentukan kapan suatu system memerlukan service
( perbaikan).
Dengan teknik pelaporan yang baik, perusahaan dapat menjaga arsip proses, mesin, atau
peralatan individu. Arsip seperti itu dapat menyediakan profil yang berisi baik jenis
pemeliharaan yang diperlukan maupun waktu pemeliharaan yang dibutuhkan. Sejarah
pemeliharaan peralatan merupakan bagian yang sangat penting bagi sebuah system
pemeliharaan pencegahan, seperti halnya catatan mengenai waktu dan biaya perbaikan. Arsip
seperti ini juga memberikan informasi serupa tentang keluarga peralatan begitu juga
pemasok.
Pemeliharaan kerusakan adalah pemeliharaan secara langsung yang terjadi ketika peralatan
gagal dan harus diperbaiki dalam kondisi darurat atau dengan dasar prioritas.
Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mesin produksi, yaitu :
REVISI I
Kelalaian dalam pemeliharaan dasar, seperti kebersihan dan pelumasan
Kondisi mesin atau peralatan yang sudah aus akibat gesekan, dan
Kesalahan menjaga kondisi operasi mesin pada saat beroperasi
Dengan memadukan manajemen kualitas total dengan pandangan strategis pemeliharaan dari
sisi perancangan proses dan peralatan untuk pemeliharaan pencegahan.
Perancangan mesin yang andal, mudah dioperasikan, dan mudah dalam pemeliharaan
Menekankan biaya kepemilikan total di saat membeli mesin, sedemikian rupa
sehingga biaya pelayanan dan pemeliharaan sudah termasuk dalam biaya pembelian
tersebut
Membuat rencana pemeliharaan pencegahan yang memanfaatkan praktek operator
yang terbaik, departemen pemeliharaan, dan depot pelayanan.
Melatih pekerja untuk mengoperasikan dan memelihara mesin mereka sendiri.
REVISI I
kunci-kunci sheet di gudang
penyimpanan
2 Pemeriksaan APAR 2 bulan sekali Berjalan
3 Memeriksa peralatan kerja yang
1 bulan sekali Berjalan
dipakai untuk bekerja
4 Memeriksakan kendaraan / mesin
3 bulan sekali Berjalan
operasional di lapangan
5 Memeriksa rambu – rambu dan
Seminggu sekali Berjalan di lokasi kerja
kampanye K3LL dilokasi kerja
Pimpinan Perusahaan,
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
REVISI I
REVISI I
D
Perusahaan memiliki dan menerapkan Sistem izin kerja untuk
mengendalikan bahaya
REVISI I
Izin kerja (work permit) dan keperluannya
Izin kerja (dikenal juga dengan istilah work permit, permit to work, atau surat izin kerja
aman) adalah sebuah dokumen atau izin tertulis yang digunakan untuk mengontrol jenis
pekerjaan tertentu yang berpotensi membahayakan pekerja. Izin kerja diperlukan untuk
mengidentifikasi pekerjaan yang akan dilakukan, potensi bahaya yang berhubungan dengan
pekerjaan yang akan dilakukan, dan tindakan pencegahan atau pengendaliannya.
Izin kerja juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti job safety analysis
(JSA) dan tool box checklist. Contoh pekerjaan yang membutuhkan izin kerja adalah
pekerjaan yang mengharuskan pekerjanya masuk dan bekerja di ruang terbatas, kegiatan
memperbaiki, memelihara atau memeriksa instalasi listrik, dan pengoperasian alat berat.
Yang berwenang mengeluarkan izin kerja
Izin kerja dikeluarkan oleh pengawas/ supervisor/ pelaksana kepada subkontraktor/ mandor
atau pekerja yang akan memasuki area berbahaya atau melaksanakan pekerjaan yang
dianggap berbahaya. Sebelum memberikan izin kerja, pengawas/ supervisor/ pelaksana
biasanya akan melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal berikut ini:
Kesehatan pekerja
Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk APD yang berhubungan dengan
pekerjaan yang hendak dilakukan)
Kondisi terbaru di lokasi pekerjaan, apakah terdapat hal-hal yang membahayakan atau
tidak
Hal-hal yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi
kerja tersebut.
Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada hal-hal yang dapat membahayakan pekerja
dan lokasi kerja dinyatakan aman, maka izin kerja harus di tanda tangani oleh orang yang
berwenang (authority person) dan pekerja yang terlibat di lapangan.
REVISI I
Jenis-jenis izin kerja yang biasanya dibuat sebelum memulai pekerjaan
Jenis izin kerja ditentukan berdasarkan sifat pekerjaan yang akan dilakukan dan bahaya yang
harus dikontrol atau dihilangkan. Pasalnya satu jenis izin kerja tidak selalu berlaku untuk
berbagai kegiatan dan lokasi pekerjaan. Berikut jenis-jenis izin kerja yang paling sering
digunakan di tempat kerja:
Izin kerja pekerjaan panas (hot work permit) – Diperlukan apabila akan
melaksanakan pekerjaan panas, contohnya: pengelasan, pemotongan dengan api,
pengeboran logam, dan sandblasting.
Izin kerja pekerjaan dingin (cold work permit) – Diperlukan apabila akan
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan perbaikan,
pemeliharaan, atau konstruksi yang sifatnya tidak rutin (sesuai ketentuan pekerjaan
tersebut) dan tidak menggunakan peralatan yang dapat menimbulkan api terbuka atau
sumber nyala. Contohnya pengecatan, pekerjaan bangunan, dan pekerjaan sipil.
Izin kerja memasuki ruang terbatas (confined space entry permit) – Diperlukan
apabila akan memasuki dan melakukan pekerjaan di ruang terbatas, seperti silo, tanki,
atau saluran tertutup.
Izin kerja pekerjaan listrik (electrical work permit) – Diperlukan apabila akan
melakukan perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan yang berhubungan dengan
kelistrikan.
Izin kerja khusus (special permit) – Diperlukan apabila akan melaksanakan
pekerjaan melibatkan kondisi berbahaya, seperti bekerja dengan paparan bahan
radioaktif, bekerja di ketinggian, penggalian, atau melaksanakan pekerjaan dengan
tingkat potensi bahaya tinggi lainnya.
REVISI I
Izin kerja harus dibuat secara spesifik dan hanya berlaku bila kondisi pekerjaan tidak
berubah. Izin kerja biasanya hanya berlaku singkat, selama 8 jam atau satu shift, dan berlaku
tidak lebih dari satu hari. Rentang waktu yang ditetapkan dalam izin kerja biasanya dimulai
pukul 07.00 pagi hingga pukul 17.00 waktu setempat atau jam kerja yang berlaku di tempat
tersebut.
Bila kondisi lingkungan pekerjaan berubah (hujan, pergantian shift, dll.), maka izin kerja
harus diperiksa kembali sesuai kondisi lingkungan kerja saat itu. Izin kerja sebelumnya harus
diganti dengan izin kerja baru atau bila ada perubahan lingkungan dianggap tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap keselamatan kerja, maka izin kerja dapat
dipergunakan kembali.
GUNUNG
Direktur
REVISI I
perusahaan untuk keperluan audit, apakah persyaratan izin kerja yang selama ini diterapkan
sudah terpenuhi atau belum.
Izin kerja harus dibuat sebelum pekerja memulai pekerjaan yang dianggap berbahaya. Izin
kerja harus diserahkan kembali kepada orang yang berwenang (yang mengeluarkan surat
tersebut) saat pergantian shift atau saat pekerjaan selesai dilaksanakan.
Dalam membuat atau mengeluarkan izin kerja, pekerja atau supervisor juga harus cermat dan
teliti, pasalnya banyak dari mereka yang belum kompeten memahami pentingnya izin kerja
dimasukkan ke dalam program K3 di tempat kerja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
sistem izin kerja di perusahaan tidak efektif:
Jenis atau format izin kerja tidak mencakup semua potensi bahaya
Prosedur penerbitan izin kerja tidak memadai
Orang yang menandatangani izin kerja tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan,
apakah sumber energi berbahaya sudah benar-benar diisolasi atau pengujian atmosfer
sudah dilakukan
Pekerja tidak mengikuti atau memahami persyaratan izin kerja, terutama perihal masa
berlaku izin kerja
Manajemen K3 perusahaan tidak melakukan audit terhadap sistem izin kerja
Izin kerja baru dibuat setelah pekerjaan dimulai atau sedang berlangsung
Petugas yang bertanggung jawab tidak memeriksa kondisi operasi di lapangan setelah
izin dikeluarkan
Sistem izin kerja yang terlalu rumit
Intinya, izin kerja merupakan alat yang efektif untuk membantu mengidentifikasi dan
mengendalikan bahaya, mencegah cedera, dan menghindari kecelakaan fatal di tempat kerja.
Semua pekerja harus memahami persyaratan izin kerja dan mengapa izin kerja diperlukan
sebelum memulai pekerjaan.
GUNUNG
Direktur
REVISI I
Pimpinan Perusahaan,
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
REVISI I
Tgl. Rev : 16 September 2021
Lokasi : Lokasi Project
Notulen Rapat :
GUNUNG MAHYUDI
Direktur Manager HSSE
REVISI I
Tgl. Rev : 16 September 2021
Lokasi : Lokasi Project
1 GUNUNG Direktur
Pengawas
3 ANGGA
Lapangan
Disusun Oleh,
MANAGER HSSE
MAHYUDI
REVISI I
DOKUMENTASI RAPAT SOSIALISASI INDIKASI
BAHAYA DAN POTENSI BAHAYA
# PROSES 7 #
JAMINAN PEMANTAUAN,
PENGUKURAN DAN AUDIT
REVISI I
REVISI I
B
PERUSAHAAN ANDA TELAH MELAKUKAN
INSPEKSI TERHADAP PERALATAN YANG
DIGUNAKAN
REVISI I
INSPEKSI TERHADAP PERALATAN
NOTULEN INSPECTION
POKOK BAHASAN
MAHYUDI
Manager HSSE
REVISI I
No. Dok : 001/INSP/HSSE/STS/IX/2021
Notulen Rapat :
GUNUNG MAHYUDI
Direktur Manager HSSE
REVISI I
No. Dok : 002/INSP/HSSE/STS/IX/2021
1 GUNUNG Direktur
Pengawas
4 ANGGA
Lapangan
Disusun Oleh,
MANAGER HSSE
MAHYUDI
REVISI I
No. Dok : 003/INSP/HSSE/STS/IX/2021
REVISI I
C
TEMUAN – TEMUAN AUDIT, INSPEKSI DAN
REKOMENDASI INVESTIGASI KECELAKAAN
TELAH DITINDAKLANJUTI OLEH PERUSAHAAN
REVISI I
No. Dok : 001/INSP/HSSE/STS/IX/2021
Notulen Rapat :
GUNUNG MAHYUDI
REVISI I
Direktur Manager HSSE
1 GUNUNG Direktur
Pengawas
4 ANGGA
Lapangan
Disusun Oleh,
MANAGER HSSE
MAHYUDI
REVISI I
No. Dok : 003/INSP/HSSE/STS/IX/2021
REVISI I
D
Perusahaan telah mengkomunikasikan kasus-kasus insiden
yang terjadi ( di Perusahaan dan diluar Perusahaan anda )
sebagai pembelajaran terhadap seluruh pekerja agar kejadian
tersebut tidak terulang
REVISI I
INSIDEN YANG MENJADI PEMBELAJARAN BAGI PARA PEKERJA
Peristiwa terjadi pada hari Rabu, tanggal 1 Agustus 2018 pukul 13.30 WIB. Pekerjaan box
culvert untuk overpass di STA 10+300 sedang dilakukan pembongkaran scaffolding yang
terdiri dari 876 unit perancah. Pembongkaran dilakukan oleh 5 (lima) orang pekerja. Pada
saat kejadian salah seorang pekerja terpeleset dan mengalami kehilangan keseimbangan
sehingga terjatuh yang mengakibatkan lima baris scaffolding yang masih berdiri ikut roboh
dan menimpa korban. 1 (satu) orang pekerja meninggal karena tertimpa material scaffolding.
Rentetan peristiwa kecelakaan konstruksi dan kegagalan bangunan di atas sudah selayaknya
menjadi perhatian bersama untuk meningkatkan kesadaran terkait Keselamatan dan
Keamanan Konstruksi. Kecelakaan kerja sering kali terjadi karena diabaikannya hal- hal
yang dianggap sederhana di metode kerja. Kerjasama seluruh pihak dibutuhkan untuk mampu
menghindari kejadian yang sama terulang di masa depan.
REVISI I
No. Dok : 001/SPI/HSSE/STS/IX/2021
Notulen Rapat :
GUNUNG MAHYUDI
Direktur Manager HSSE
REVISI I
No. Dok : 002/SPI/HSSE/STS/IX/2021
1 GUNUNG Direktur
Pengawas
4 ANGGA
Lapangan
Disusun Oleh,
MANAGER HSSE
MAHYUDI
REVISI I
No. Dok : 003/SPI/HSSE/STS/IX/2021
REVISI I
E
REVISI I
PROSEDUR PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN HSE
Pada intinya, penerapan sistem manajemen apapun sama. Dimulai dari komitmen top level
manajemen, perencanaan, penerapan, pemeriksaan sampai pada tindak lanjut. Bedanya tentu
pada fokus. Untuk sistem manajemen HSE/K3, fokusnya adalah keselamatan dan kesehatan
kerja, lengkap dengan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari persyaratan-persyaratan
yang terkandung dalam OHSAS-18001.
Tiga komitmen yang harus ada dalam kebijakan K3 dalam OHSAS-18001 adalah komitmen untuk
mencegah cidera dan gangguan kesehatan, peningkatan berkelanjutan dan mencapai kesesuaian
dengan persyaratan yang berlaku terkait K3. Tentu, kebijakan harus sesuai dengan sifat dan skala
resiko keselamatan dan kesehatan kerja di organisasi yang tentu berbeda-beda.
Ada banyak pekerjaan dalam pengembangan sistem manajemen keselamatan yang perlu dilakukan
bersama-sama. Misalnya, dalam mengidentifikasi proses-proses yang dilakukan organisasi, dalam
mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko bahaya, menentukan pengendalian dan sebagainya.
Aktifitas-aktifitas tersebut membutuhkan pengetahuan dan pertimbangan dari beberapa pihak. Itulah
perlunya team. Anggota team paling tidak merepresentasikan semua fungsi dalam organisasi,
perwakilan pihak manajemen dan juga perwakilan dari karyawan . Baik sekali bila juga melibatkan
serikat pekerja.
Pelatihan dasar perlu diberikan pada team untuk membekali mereka dalam tugas-tugas selanjutnya
terkait pengembangan sistem manajemen K3. Paling tidak, team harus dibekali dengan pemahaman
yang baik tentang persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam OHSAS-18001, metoda-metoda
dalam identifikasi dan penilaian resiko bahaya, aspek-aspek keselamatan yang relevan dengan
aktifitas organisasi.
REVISI I
Bahaya keselamatan bisa datang dari berbagai aktifitas yang dilakukan organisasi, penggunaan
peralatan, ataupun elemen-elemen yang datang dari luar organisasi. Semuanya harus dinilai untuk
menentukan tingkat resikonya terhadap pekerja.
Tahap pertama adalah identifikasi bahaya. Untuk organisasi yang sudah menerapkan ISO-9001
dan/atau 14001, akan lebih mudah bila identifikasi bahaya dilakukan dengan melihat proses-proses
yang dilakukan. Ini tentunya ada dalam manual mutu. Hanya langkah awal, untuk selanjutnya akan
ada pengembangan-pengembangan karena biasanya tidak semua proses dalam organisasi dicantumkan
dalam manual mutu. Selanjutnya, masih dalam tahap identifikasi bahaya, perlu dilakukan penggalian
secara lebih mendalam dari proses-proses, bisa dengan aktifitas semacam safety tour, melihat proses
dari dekat: alat yang digunakan, bagaimana melakukan, dalam kondisi apa dilakukan dan sebagainya.
Selain itu, perlu juga dilihat catatan-catatan kecelakaan yang pernah terjadi, catatan-catatan nyaris
celaka (near miss) dan masukan-masukan dari karyawan terkait.
Tahap kedua, setelah berbagai bahaya teridentifikasi, dilakukan penilaian resiko dari setiap bahaya.
Cara yang paling sederhana adalah memberi skala kuantitatif untuk 2 parameter: tingkat bahaya
(severity): dari 'tidak mengakibatkan apa-apa' sampai 'mengancam hilangnya nyawa' dan tingkat
kemungkinan (probability): dari 'tidak mungkin terjadi' sampai 'hampir pasti terjadi'. Kedua parameter
tersebut lalu dikalikan untuk membentuk angka resiko. Gambar berikut adalah contoh form untuk
penilaian resiko bahaya.
Metoda-metoda lain yang dapat digunakan dalam menilai resiko suatu bahaya:
What-if Analysis
HAZOP (Hazard and Operability Study)
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
FTA (Fault Tree Analysis)
ETA (Event Tree Analysis
dan sebagainya.
Setelah mengetahui tingkat resiko dari setiap bahaya yang teridentifikasi, selanjutnya adalah
menetapkan bagaimana cara pengendalian resiko.Tentu, prioritas harus diberikan kepada bahaya
dengan tingkat resiko tinggi. Itulah gunalah penilaian resiko: menentukan prioritas. Sejauh
memungkinkan, cara pengendalian yang harus dipilih adalah menghilangkan resiko. Pilihan terakhir
adalah penggunaan peralatan-peralatan pengaman. Perlu diingat bahwa pilihan 'menghilangkan resiko'
selalu terkait dengan perubahan suatu aktifitas, entah cara kerja, entah disain mesin / peralatan, entah
material. Pilihan ini tentu wajib melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam perancangan
proses.
REVISI I
Dasar dari penetapan sasaran adalah persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku dan tingkat resiko dari
bahaya yang ada. Sasaran kinerja bisa terkait lagging indicator (hasil akhir yang ingin dicapai)
seperti penurunan tingkat kecelakaan karena bahan kimia, penurunan tingkat kecelakaan dalam proses
produksi, Penurunan tingkat kecelakaan terkait listrik dan sebagainya, bisa juga terkait leading
indicator, yaitu apa yang membuat suatu lagging indicator menurun seperti peningkatan kompetensi
K3 karyawan, kesesuaian pemeliharaan peralatan listrik dengan jadwal dan sebagainya.
Program adalah rencana kerja untuk mencapai sasaran mencakup apa harus dilakukan, siapa yang
melakukan, kapan harus dilakukan dan diselesaikan. Program harus ditinjau secara berkala.
8. Menyediakan infrastruktur dan teknologi yang diperlukan untuk penerapan sistem
manajemen K3.
Fokus tentu saja harus diberikan pada sumber daya yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan, berdasarkan tingkat resiko bahaya yang ada.
Masalah keselamatan adalah tanggung jawab semua pihak. Top level management memberikan
komitem dan sumber daya, tetapi yang menjalan sistem adalah karyawan di semua tingkatan.
Tanggung jawab dan wewenang diperlukan agar setiap fungsi memahami dengan jelas apa yang
menjadi tanggung jawabnya terkait dengan K3.
Manager :
Tugas utama MR dalam sistem manajemen K3 sama saja dengan MR di sistem manajemen mutu
maupun lingkungan: menjamin sistem diterapkan dan diperlihara dan melaporkan kinerja sistem
kepada pihak menajemen. Tambahan yang menarik dalam OHSAS-18001 adalah bahwa identifitas
dari MR ini harus tersedia bagi semua orang yang berkerja dibawah kontrol organisasi. Tentu
persyaratan ini ada maksudnya, misalnya: Bila ada suatu masalah mendesak dan keterlibatan
seseorang yang dapat mengambil suatu keputusan, maka setiap orang tahu siapa orang yang harus
dihubungi.
10. Mengembangkan kompetensi yang diperlukan personil, baik lewat pelatihan ataupun cara
lain
Pengetahuan dasar tentang sistem manajemen K3, khususnya untuk team yang merancang
sistem.
Pengetahuan dan skill untuk mengidentifikasi dan menilai resiko dari bahaya, untuk team
yang bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan ini.
REVISI I
Pengetahuan tentang aspek-aspek keselamatan yang spesifik yang sesuai dengan aktifitas
yang ada dalam organisasi. Misalanya, aktifitas yang melibatkan bahan-bahan berbahaya dan
beracun, aktifitas transportasi, aktifitas di ketinggian (umumnya untuk organisasi jasa
konstruksi) dan banyak lagi lainnya aktifitas yang spesifik.
Pengetahuan dan skill untuk melakukan pekerjaan yang mempunyai resiko bahaya, sesuai
dengan prosedur atau kontrol operasional yang ditetapkan, untuk personil yang melakukan
pekerjaan tersebut.
Pengetahuan dan skill untuk penanggulangan kondisi darurat
Pengetahuan tentang persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku, untuk satu atau beberapa
orang yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan-persyaratan
tersebut.
Persyaratan ini similar dengan ISO-14001 (terkait prosedur pengembangan kesadaran lingkungan).
Dalam ISO-9001 juga ada persyaratan demikian tetapi tidak mencantumkan kebutuhan adanya
prosedur.
Membangun kesadaran selalu penting tapi bukanlah pekerjaan yang mudah. Membangun kesadaran
berarti merubah apa yang ada dalam kepala orang. Tadinya orang percaya bahwa A adalah benar, kita
ingin agar kepercayaannya berubah: B lah yang benar. Atau, tadinya orang tidak terlalu percaya
bahwa B adalah penting, kita ingin mereka percaya bahwa B benar-benar penting. Kepercayaan atau
belief inilah yang akhirnya akan melahirkan kecenderungan perilaku.
Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk membangun kesadaran dan sebetulnya tidak dapat
dicakup dalam sebuah prosedur. Yang bisa dilakukan oleh organisasi adalah menentukan berbagai
upaya yang dapat menstimulir berkembangnya kesadaran tentang pentingnya K3. Poster, penyebaran
informasi perlu untuk 'mengenalkan' dan mengingatkan. Pelatihan dan briefing-briefing perlu sebagai
alat rational persuation. Keterlibatan karyawan dalam beberapa bagian pekerjaan perencanaan aturan
juga perlu untuk membangkitkan rasa tanggung jawab yang muncul dari dalam diri sendiri. Dan yang
tidak kalah penting, adalah keteladanan. Sangat tidak mungkin bila, misalnya, seorang manajer ingin
membangun kepercayaan karyawan akan pentingnya K3 sementara dia sendiri tidak menganggapnya
penting.
12. Menetapkan dan menerapkan prosedur komunikasi internal dan eksternal terkait K3
Persyaratan ini similar dengan apa yang ada dalam ISO-14001. Organisasi harus menentukan cara-
cara untuk mengkomunikasikan hal-hal terkait K3 ke internal organisasi. Misalnya, penggunaan
bulletion board, atau newsletter untuk menyebarkan informasi tentang kinerja sistem manajemen K3.
Komunikasi dengan pihak eksternal terkait K3 juga perlu diatur. Misalnya, siapa yang bertanggung
jawab dan bagaimana menginformasikan aturan-aturan terkait K3 kepada kontraktor, siapa yang
mewakili organisasi untuk berhubungan dengan instansi terkait K3, bagaimana melibatkan
masyarakat sekitar dalam penanganan kondisi darurat.
Disini saya sengaja mengatakan hanya menetapkan, tanpa tambahan menerapkan karena
sesunggunhyna prosedur ini adalah prosedur yang berisi aturan tambahan untuk prosedur yang lain:
Identifikasi dan penialaian resiko bahaya, perencanaan kontrol, perencanaan tanggap darurat dan lain-
lain yang merupakan proses-proses inti dari sistem manajemen K3. Dalam prosedur ini harus
disebutkan bagaimana keterlibatan karyawan dibangun. Misalnya, apakah dalam aktifitas-aktifitas
tersebut diatas setiap karyawan yang terlibat langsung dengan pekerjaan yang mempunyai potensi
REVISI I
bahaya diikutsertakan dalam pembahasan (direct involvment), ataukah hanya perwakilannya saja yang
diundang (idirect involvement), apa peranan dari serikat kerja harus ditentukan dan sebagainya.
Terkait konsultasi, intinya adalah pihak manajemen perlu berkonsultasi dengan pihak-pihak karyawan
dalam mengambil keputusan-keputusan penting terkait K3. Tentu yang dimaksud konsultasi disini
adalah pertukaran pandangan dan pertukaran gagasan.
Mengapa OHSAS-18001 memunculkan persyaratan semacam ini? Jawaban yang sederhana adalah
karena pihak manajemen cenderung berpikir apa yang baik bagi bisnis sedang karyawan di pihak lain
memikirkan dalam tingkat yang lebih banyak aspek-aspek keselamatan dan kesehatan mereka dalam
melakukan suatu pekerjaan. Persyaratan tentang keterlibatan dan konsultasi dimaksudkan agar kedua
pihak saling memahami kedua kecenderungan tersebut.
Sebetulnya OHSAS-18001 tidak secara eksplisit mensyaratkan adanya manual tetapi dokumen ini
dapat digunakan untuk memuat kebijakan K3, lingkup sistem manajemen K3 dan juga elemen-elemen
inti yang terdapat dalam sistem serta acuannya ke dokuman-dokumen lain.
Ini tentu mudah untuk organisasi yang sudah menerapkan ISO-9001 atau standar sistem manajemen
lainnya. Yang diperlukan hanyalah merubah lingkup prosedur pengendalian dokumen yang sudah ada
sehingga mencakup pula dokumen-dokumen yang diperlukan dalam sistem manajemen K3.
Proses ini adalah kelanjutan dari proses identifikasi dan penilaian resiko bahaya. Bahaya apa
saja yang dianggap beresiko dan dapat menimbulkan kondisi darurat? Dalam mengidentifikasi ini,
organisasi juga perlu melihat kondisi yang pernah terjadi dan juga pengalaman-pengalaman dari
organisasi yang similar. Kondisi darurat apa yang pernah mereka alami yang dapat diambil pelajaran.
Setelah organisasi mengidentifikasi kondisi darurat apa saya yang mungkin terjadi, selanjutnya
adalah merancang rencana tanggap darurat. Siapa harus melakukan apa pada saat kondisi darurat
terjadi dan bagaimana melakukannya. Prosedur ini harus disimulasikan secara berkala untuk
memelihara kesiapan setiap personil dalam menghadapi kondisi darurat sekaligus ntuk menguji
apakah prosedur dapat berjalan dengan baik atau tidak, apakah prosedur perlu diperbaiki atau tidak,
apakah perlu adanya perubahan dalam pengaturan peralatan yang diperlukan atau tidak dan
sebagainya.
18. Menetapkan dan menerapkan prosedur pemantauan dan pengukuran kinerja K3.
What you can't measure can't be improved. Itu kata pepatah mutu. Berlaku juga tentunya untuk
masalah keselamatan. Organisasi perlu menetapkan apa saja yang diukur, seberapa sering dan
bagaimana cara mengukurnya. Apa yang diukur bisa bersifat quantitatif, bisa juga qualitatif.
Quantitatif misalnya, jumlah kecelakaan yang terjadi, termasuk near miss, parameter-parameter
seperti tingkat kebisingan, getaran, jumlah pemakaian bahan berbahaya (bila ditentukan untuk
diturunkan) dan sebagainya. Qualitatif misalnya penggunaan checklist-checklist untuk pemeriksaan
kesesuaian dengan aturan K3, kepatuhan karyawan dalam penggunaan peralatan keselamatan dan
sebagainya.
REVISI I
Bila organisasi menggunakan peralatan tertentu (misalnya mempunyai alat sendiri untuk mengukur
tingkat kebisingan atau peralatan untuk mengukur suatu parameter variable yang mempengaruhi
keselamatan), organisasi harus mengkalibrasi dan memelihara alat tersebut untuk menjamin
kemampuannya dalam mengukur. Ini bisa dimasukkan dalam prosedur kalibrasi yang biasanya sudah
ada dalam sistem manajemen mutu.
Persyaratan ini similar dengan persyaratan untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan lingkungan
dalam ISO-14001. Tentu, acuan dalam OHSAS-18001 adalah persyaratan dan perundangan terkait
K3.
Kecelakaan kerja harus dihindari. Kalaupun terjadi, kecelakaan harus dijadikan pelajaran
yang berharga untuk mengidentifikasi peluang perbaikan.
Apa yang harus diatur dalam investagsi insiden? Beberapa contoh: Siapa yang melakukan investigasi,
siapa yang harus diikut sertakan, informasi apa yang harus dikumpulkan (siapa yang menjadi korban,
dimana, bagaimana terjadinya kecelakaan, kondisi site sebelum terjadinya kecelakaan), bagaimana
mengumpulkan informasi tersebut, prosedur apa yang sudah ada, bagaimana pelaporan harus
dilakukan dan sebagainya. Intinya, pengaturan investigasi kecelakaan dibuat agar investigasi
kecelakaan dilakukan secara sistematis dan dapat menjadi masukan yang berguna bagi perbaikan
sistem.
Tahapan yang diperlukan dalam tindakan koreksi dan pencegahan sama saja, apapun masalahnya,
baik terkait mutu, lingkungan ataupun K3. Yang berbeda tentunya adalah kejadian-kejadian yang
men-trigger diperlukannya tindakan koreksi dan pencegahan: Tahap identifikasi non-conformities.
Prosedur ini dapat disatukan dengan prosedur yang sudah ada dalam sistem manajemen mutu, dengan
pengubahan lingkup dan penambahan dalam tahap identifikasi masalah. Dalam tindakan koreksi
terkait 'nonconformities' di sistem manajemen K3, salah satu identifikasi masalah adalah terkait
dengan proses investigasi kecelakaan.
Prosedur yang dibutuhkan sama saja dengan prosedur pengendalian catatan dalam ISO-9001.
Organisasi hanya perlu menambah lingkup dari prosedur sehingga juga mencakup catatan-catatan
terkait sistem manajemen K3.
Prinsip-prinsip audit dalam OHSAS-18001 sama dengan ISO-9001 maupun ISO-14001. Organisasi
tak perlu lagi membuat prosedur baru, cukup memperluas lingkup dari prosedur yang sudah ada.
Tinjauan manajemen dilakukan agar pihak manajemen mengetahui perkembangan dalam sistem
manajemen K3 yang telah dibangun. Pihak manajemen harus tahu hasil audit yang telah dilakukan,
REVISI I
kinerja sistem, kecelakaan-kecelakaan yang terjadi dan sebagainya. Persyaratan tentang tinjauan
manajemen juga similar dengan persyaratan dengan judul yang sama dalam ISO-9001 dan ISO-
14001. Yang menarik dalam OHSAS-18001 adalah bahwa pihak manajemen juga harus mengetahui
bukti-bukti hasil dari partisipasi dan konsultasi. Ini semacam penegasan bahwa partisipasi dan
konsultasi (pertukaran ide dan gagasan antar karyawan dan pihak manajemen) penting sekali dalam
penerapan sistem manajemen K3.
Mengetahui;
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
Notulen Rapat :
1. Membuat kebijakan K3
2. Menerapkan Prosedur Audit
3. Mengecek ulang data kumpulan HSSE
REVISI I
GUNUNG MAHYUDI
Direktur Manager HSSE
1 GUNUNG Direktur
Pengawas
4 ANGGA
Lapangan
Disusun oleh
MANAGER HSSE
MAHYUDI
REVISI I
No. Dok : 003/HSSE/SL/STS/2021
REVISI I
F
REVISI I
G
Perusahaan memilki system pemantauan terhadap kinerja
SAFETY Perusahaan secara periodic
REVISI I
REVISI I
PROGRAM KERJA HSSE CV. SENTOSA TAHUN 2012-2021
REVISI I
Program Pembelajaran / Pembelajaran
2018 2019 2020 2021
Teori Praltek K3LL
1, Sosialisasi Kebijakan K3LL
2. Pelatihan Penggunaan APD
3. Pelatihan Penggunaan APAR
4. Safetv Talk Sebelum melakukan
pekerjaan di lokasi project
5. Rapat Rutin diperusahaan
6. Rapat Managemen diperusahan
7. Melakukan Penghijauan dan kerapian
8. Mengikuti seminar Jika ada
CV. SENTOSA
GUNUNG
Direktur
REVISI I
i
APAKAH PERUSAHAAN ANDA PERNAH MENERIA
SANGSI / TEGURAN / KEWAJIBAN UNTUK
MEMPERBAIKI DARI PEMERINTAH AKIBAT
PELANGGARAN ASPEK HSSE YANG DILAKUKAN
OLEH PERUSAHAAN
REVISI I
SURAT PERNYATAAN
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama CV. SENTOSA Selanjutnya disebut
“Perusahaan” yang beralamat di Medan berdasarkan ketentuan dalam Akta perusahaan,
dengan ini menyatakan bahwa sehubungan dengan keikutsertaan perusahaan kami sebagai
Vendor di lingkungan PT. PERTAMINA (PERSERO) MOR I serta untuk melengkapi syarat
pembuatan administrasi CSMS.
Bersama ini kami menyatakan bahwa perusahaan kami belum pernah menerima sanksi atau
teguran di lingkungan PT. PERTAMINA (PERSERO) MOR I.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan dapat dipertanggung
jawabkan sepenuhnya.
GUNUNG
Direktur
REVISI I