Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam termasuk bahan
galian pertambangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional.
Sektor pertambangan Indonesia merupakan sektor yang berfungsi untuk mendapatkan
devisa negara paling besar. Salah satu bahan galian tambang yang banyak dikelolah oleh
industri pertambangan di Indonesia adalah sektor penambangan nikel.
Perusaahaan PT. Dharma Rosadi Internasional yang berlokasi di Bukit cinta, Fritu,
Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara saat ini sedang melaksanakan
aktivitas eksplorasi disatu lokasi Bukit cinta. Sebelum menjalankan kegiatan lebih lanjut
dalam kegiatan penambangan, maka terlebih dahulu dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui bentuk, penyebaran, letak, posisi, kadar/kualitas, jumlah endapan, serta
geologi. Dalam melakukan eksplorasi untuk mendapatkan data yang lebih akurat dengan
tingkat keyakinan geologi yang tinggi maka dilakukan eksplorasi detail, pengambilan
sampling pada eksplorasi detail dengan jarak yang lebih rapat sehingga dalam tahapan
pemodelan dan estimasi sumberdaya mendapatkan hasil yang maksimal dengan bentuk
pemodelan sumberdaya yang lebih homogen dan teratur. Oleh karena estimasi
sumberdaya nikel yang maksimal diperlukan teknik dan estimasi yang baik dengan
mengunakan metode ordinary kriging (OK) dan inverse distance (IDS).
Oleh karena itu saya mengajukan proposal skripsi dengan judul “ANALISIS
PERBANDINGAN METODE ESTIMASI ORDINARI KRIGING DENGAN INVERSE
DISTANCE PADA ESTIMASI BLOCK MODEL NIKEL LATERIT PT. DHARMA ROSADI
INTERNASIONAL (DRI) KABUPATEN HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU
UTARA”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdsarkan latar belakang diatas, rumusan masalah kerja praktek meliputi yaitu :

1. Estimasi sumberdaya mineral nikel laterit pada PT. Dharma Rosadi Internasional
dengan pendekatan metode geostatistik ordinari kriging dan inverse distance
.square
2. Mengetahui metode hasil perbandingan estimasi yg lebih efektif pada sumberdaya
nikel laterit dengan metode ordinari kriging dan inverse distance square pada PT.
Dharma Rosadi Internasional.
1.3 Batasan Masalah
1. Data yang digunakan dalam estimasi ordinari kriging adalah data bor dari hasil
eksplorasi pada PT. Dharma Rosadi Internasional.
2. Estimasi potensi sebaran kadar dan total jumlah tonase hasil estimasi ordinari
kriging dan iverse distance square pada PT. Dharma Rosadi Internasional.
1.4 Tujuan Penilitian
1. Untuk mengestimasi sumberdaya nikel dengan mengunakan metode ordinari
kriging dan inverse distance square dari data eksplorasi nikel laterit PT. Dharma
Rosadi Internasional.
2. Untuk mengetahui berapa besar hasil estimasi dan perhitungan cadangan
endapan nikel laterit mengunakan metode ordinari kriging dan inverse distance
square PT. Dharma Rosadi Internasional.

1.5 Manfaat Penilitian


1. Manfaat untuk penulis, mendapatkan persayartan akademik sekaligus ilmu
pengetahuan yang akan diterapan oleh penulis didunia kerja yang berkaitan
dengan pertambamgan, tentang perbandingan metode estimasi ordinari kriging
dengan inverse distance pada estimasi block model nikel laterit.
2. Manfaat untuk perusahan, dapat mengetahui jangka waktu dari kerugian dan keuntungan
pada kegiatan penambangan nikel, khususnya pada pemodelan nikel laterit pada PT.
Dharma Rosadi Internasional.

2
BAB II
TINJAUAN UMUM DAN LANDASAN TEORI

2.1 Profil Perusahaan


PT. Dharma Rosadi Internasional merupakan Perusahaan Swasta Nasional yang
bergerak dibidang pertambangan, khususnya pertambangan bijih nikel PT. Dharma Rosadi
International (blok I) seluas 648 Ha tanggal 28 mei 2012 yang berlokasi di, Desa Fritu
Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara
merencanakan mengelola dan mengambil langkah–langkah untuk memanfaatkan potensi
sumber daya alam dalam rangka berpartisipasi meningkatkan kualitas hidup masyarakat di
Halmahera Tengah secara umum dan khususnya daerah Kecamatan Weda Utara.

Pengambilan sampel dilaksanakan di area tambang Dharma Rosadi Inter site Haul
bukit cinta, Halmahera tengah, Maluku Utara. Lokasi penambangan bijih nikel PT. Dharma
Rosadi Internaisonal terletak di Desa Fritu, Kecamatan Kecamatan Weda, Kabupaten
Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Lokasi kesampaian daerah IUP PT. Dharma Rosadi Internasional dari Ternate dapat
ditempuh dengan rute perjalanan sebagai berikut:
a. Dari Kota Ternate menuju Sofifi mengunakan speedboat, Dari Ibu Kota Provinsi
Maluku Utara menuju Kabupaten Weda ± 3 jam mengunakan mobil.
b. Dari Kabupaten Weda menunju lokasi IUP tersebut dapat ditempuh dengan
perjalanan darat dengan kendaraan roda empat dengan waktu ± 2 Jam.
c. Lokasi studi penambangan PT. Dharma Rosadi Internasional berjarak kurang lebih
10 – 15 KM dari lokasi Desa Fritu Badan jalan menuju ke lokasi penambangan
sudah ada bekas jalan perusahaan kayu. Tapi dalam keadaan tidak terawat,
sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. (Gambar 2.1)

3
Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah

4
2.2 Geologi Regional

Secara regional, daerah studi tidak terlepas dari peristiwa tektonik yang
mempengaruhinya, yang tersusun oleh batuan ultrabasa. Didasarkan atas Hamilton (1979)
dan Katili (1980) batuan ultrabasa ini merupakan hasil tumbukan tiga lempeng benua yaitu
Lempeng Hindia-Australia, Lempeng Pacifik dan Lempeng Eurasia. Didalam Sukamto
(1975), batuan ultrabasa ini merupakan lajur ofiolit Sulawesi Timur dan berada pada
Mandala Banggai – Sula dan mandala Sulawesi Timur, tersusun oleh batuan sedimen,
batuan beku ultrabasa, ofiolit dan malihan, berumur Mesozoikum sampai Tersier Bawah.
Secara lebih luas batuan ultrabasa tersebut merupakan Jalur Orogenesa
Pegunungan Sirkum Pasifik (Circum Pacific Orogenic Belo membelok secara tajam di
Wilayah Indonesia Timur. Oleh Satsuma jalur ofiolit ini disebut sebagai Indonesia Nickel
Belt (daerah A) dan merupakan pasangan dari Caribean Nickel Belt (daerah B) yang
melalui Cuba, Puerto Rico, Antiles dan Venezuela. Kondisi iklim tropis yang terdapat di
Indonesia sangat mendukung terhadap pembentukan endapan bijih nikel dan lateritik nikel
yang bernilai ekonomi tinggi oleh proses pelapukan mekanis dan kimiawi secara intensif.
Daerah studi merupakan bagian tangan timur Halmahera yang merupakan jalur
penunjaman lempeng tektonik serta terdiri dari batuan ofiolit dan ultrabasa.
2.2.1 Geologi Wilayah Penelitian
Secara umum satuan batuan penyusun di daerah ini didominasi oleh batuan
ultramafic dan mafic atau dikelompokkan ke dalam satuan batuan beku ultrabasa,
basa, batugamping dan endapan aluvial. Pada satuan batuan ini sering dijumpai
fragmen-fragmen dari gabro dan basalt tertanam pada batuan serpentinit. Batuan ini
tersingkap cukup jelas sepanjang pegunungan dan menerus mengikuti sesar. Satuan
batuan beku basa dan ultrabasa menempati hampir 85% daerah penelitian, terdiri dari
dunit, harsburgit, piroksenit, serpentinit, gabro dan diabas. Hampir keseluruhan
batuan ini telah mengalami serpentinisasi dengan derajat serpentinisasi yang
berbeda-beda, dari pengamatan petrografi derajat serpentinisasi pada batuan ini yaitu
kuat pada serpentinit 50-88, sedang hingga kuat pada batuan dunit 2-17 dan
harsburgit 2-40, lemah hingga sedang pada batuan piroksenit 5-7 dan gabro 3-10,
sangat lemah pada batuan diabas 0. Kehadiran mineral serpentin ini sangat penting
karena dapat mempengaruhi kandungan Ni pada batuan yang terserpentinisasi. Hasil

5
analisis mineragrafi 12 contoh sayatan poles batuan beku basa dan ultrabasa
memperlihatkan kehadiran mineral bijih pentlandit dan heazelwoodit, sedangkan
dilapangan ditemui adanya mineral bijih garnierit dan limonit yang mengisi rekahan
pada batuan beku basa dan ultrabasa terserpentinisasi (Erwin Raswan, Geology, ITB,
2008). Diketahui bahwa mineral bijih nikel yang terkandung dalam batuan di daerah
ini adalah pentlandit merupakan mineral bijih primer hasil magmatisme, sedangkan
heazelwoodit, limonit dan garnierit merupakan mineral bijih sekunder hasil proses
pelapukan. Kehadiran heazelwoodit ini sangat berarti dalam meningkatkan kadar nikel
pada batuan terserpen-tinisasi.
Sesuai dengan Peta Geologi, Lembar Ternate, yang telah disusun oleh T.
Apandi dan D. Sudana (1980) serta hasil pengamatan di lapangan terhadap
singkapan satuan batuan yang ditemui di Kawasan Usaha Pertambangan PT.
Dharma Rosadi Internasional, diketahui bahwa litologi Bagian Selatan dan Bagian
Utara secara regional disusun oleh 5 formasi batuan. Kelima formasi tersebut
mencakup: Komplek batuan ultrabasa, Formasi Tutuli, Formasi Weda, Formasi
Tinteng dan Gabro dan Formasi Alluvium dan Endapan Pantai
Berdasarkan penelitian dilapangan dapat disimpulkan Wilayah Desa Gemaf
tersusun oleh Komplek Batuan Ultrabasa (Ub), Wilayah Desa Sagea, Desa Kya dan
Desa Fritu tersusun oleh, Formasi Tingteng (Tmpt), Batugamping (Tmpl), Formasi
Weda (Tmpw). Penjelasan singkat atas seluruh formasi batuan tersebut adalah
sebagai berikut: (1) Komplek Batuan Ultrabasa merupakan batuan induk sumber
endapan bijih nikel laterit yang terdiri dari batuan serpentinit, piroksinit, dan dunit; (2)
Gabro, merupakan batuan beku; (3) Formasi Weda, terdiri dari batupasir, napal, tufa,
konglomerat, dan batugamping; (4) Formasi Tinteng terdiri dari batugamping hablur,
batugamping pasiran, napal dan batupasir. (Gambar 2.2)

6
Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah Penelitian

2.2.2 Topografi Daerah Penelitian

7
2.2.2 Morfologi Daerah Penelitian
Lokasi rencana kegiatan pertambangan bijih nikel berada pada area yang
memiliki tiga satuan morfologi, yakni: satuan morfologi dataran landai, satuan
morfologi perbukitan bergelombang dan satuan morfologi perbukitan terjal dengan
kemiringan lereng berkisar antara 0ᴼ-15ᴼ, 15ᴼ-40ᴼ dan 40ᴼ-70ᴼ . (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Pemampatan Morfologi Desa Fritu

Sumber : PT. Dharma Rosadi Internasional

8
Morfologi daerah ini sebagian besar terdiri dari pegunungan lereng landai
hingga terjal dengan torehan sungai yang relatif dalam dan sebagian morfologi karts.
Morfologi pegunungan berlereng landai hingga curam merupakan cerminan sebaran
batuan ultra basa serta berupa dataran alluvial yang terdapat di sekitar sungai di
wilayah Desa Fritu, Desa Gemaf, Desa Sagea, dan Desa Kiya.
Di kawasan tersebut, didukung oleh morfologi yang relatif datar dan cukup luas
dengan hamparan perbukitan bergelombang sedang hingga terjal pada bagian
lembah khususnya yang mengarah dari Utara sampai dengan Selatan, merupakan
kawasan yang kaya akan zona laterisasi batuan ultrabasa dengan beragam ketebalan
zona tersebut dan kandungan nikelnya. Selain itu juga terdapat pada lembah-lembah
sungai dengan pola aliran mengikuti aliran sungai dengan ketebalan laterit yang
semakin berkurang. Lokasi ini terletak pada ketinggian 50 m sampai dengan 550 m di
atas permukaan laut.
Sayap punggungan bagian Utara mempunyai kemiringan lereng yang lebih
curam daripada punggungan bagian Selatan, sedangkan sayap bagian Timur
kemiringan lereng relatif lebih landai dibandingkan bagian Barat. Pada tiap perbukitan
terlihat adanya punggung utama yang bercabang dan antara bukit tersebut dibatasi
oleh lembah dan lereng.
Disamping itu, terdapat beberapa DAS yang melebar ke arah Utara dan
bermuara di bagian Selatan, persis ke arah lokasi pemukiman penduduk. Pada sayap
punggungan arah Barat-Timut tersusun oleh dominasi batuan segar (fresh rock)
berupa serpentinit, peridodit dan dunit dan pada puncak punggungan mempunyai
kemiringan landai dan batuan di daerah ini telah mengalami proses laterisasi.
(Gambar 2.5 )

Gambar 2.5 Pemampatan Morfologi Desa Gemaf, Desa Sagea dan

Desa Fritu

Sumber : PT. Dharma Rosadi Internasional


Pemampatan morfologi khususnya di lokasi rencana area penambangan dan
basecamp yang terletak di Desa Fritu relatif berada pada area yang memiliki satuan
morfologi dataran landai sampai satuan morfologi perbukitan bergelombang dengan
kemiringan lereng berkisar antara 0 o-15o dan 15o- 40o .
2.2.3 Vegetasi Daerah Penelitian
Vegetasi di daerah studi dapat dibedakan atas vegetasi bakau yang tumbuh di
sepanjang garis pantai. Vegetasi hutan pantai yang terdiri dari tanaman pandan,
pohon ketapang, pohon kelapa, rumput-rumputan, alang-alang dan sejenis liana
berdaun lebar. Serta vegetasi hutan pegunungan yang terdiri dari vegetasi asosiasi
jenis-jenis tanaman berdaun jarum seperti cemara, pinus irian dan sebagian tanaman
berdaun lebar. Dimana
bagian hutannya tidak lebat sebagai ciri khas endapan bijih nikel laterit pada
umumnya. (Gambar 2.6)

Sumber : PT. Dharma Rosadi Internasional

Gambar 2.6 Vegetasi Daerah Kecamatan Weda Utara

Sebagai suatu endapan bahan galian yang dibentuk oleh pelapukan dimana
peranan air tanah sangat besar, proses laterisasi nikel disamping dipengaruhi oleh
batuan asal, struktur juga dipengaruhi oleh keadaan morfologinya. Morfologi yang
mengontrol pengendapan larutan jenuh nikel ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai acuan dalam memperkirakan penyebaran bijihnya, sehingga operasi

10
penambangan dapat mengikuti dimensi bijih sesuai dengan model cadangan yang
diperkirakan.

Morfologi masing-masing wilayah pertambangan akan mengalami perubahan


estetika akibat adanya proses kegiatan pertambangan bijih nikel yang meliputi
penggalian, pembuatan jalan, pembangunan basecamp dan terbentuknya kolam
besar pada akhir penambangan dan juga berkurangnya kesuburan tanah pada lahan
yang terganggu. Kerusakan estetika bentang alam (morfologi perbukitan) ini perlu
diminimalisir dengan cara menerapkan desain tambang yang tepat sesuai dengan
bentuk morfologi masing-masing wilayah.

2.2.4 Curah Hujan

Curah Hujan

800

600

400

200

00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

2016 2017 2018 2019 2020

Kabupaten Halmahera Tengah adalah daerah kepulauan yang beriklim tropis


dimana iklimnya sangat dipengaruhi oleh angin laut. Curah hujan dengan rata-rata
112.4 mm/tahun. Untuk data Rata –Rata terendah ada pada bulan maret hanya
mencapai 43 dan yang paling tinggi berda di bulan juni mencapai 489. Adapun
Data Curah Hujan Pada Lampiran I (Gambar 2.7)

11
Sumber : BMKG
Gambar 2.7 Garfik Curah Hujan

2.3 Landasan Teori


2.3.1 Pengertian Laterit

Laterit adalah tanah residual (endapan residu) dari hasil proses pelapukan batuan
yang berkembang pada daerah yang mempunyai iklim tropis hingga sub-tropis serta curah
hujan yang relatif tinggi yaitu 1500 sampai 2500 mm/tahun. Proses pelapukan batuan
induk berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, dimana proses laterit tersebut
dapat menghasilkan endapan konsentrasi mineral yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Menurut Prijono (1977), pencucian pada unsur penyusun batuan yang tidak
resisten mengakibatkan terjadinya pengkayaan in-situ pada Fe, Al, Cr, Ni dan Co pada
batuan ultrabasa. Proses pencucian silika dan mineral yang mudah larut dan profil soil
pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab disebut sebagai lateritisasi.(Arbi
Haya)

23.2 Proses Lateritisasi

Proses lateritisasi dimulai dari infiltrasi air hujan yang bersifat asam yang masuk
kedalam zona retakan dan akan melarutkan mineral-mineral yang mudah larut pada
batuan dasar terutama berupa batuan ultrabasa. Mineral dengan berat jenis tinggi
tertinggal dipermukaan membentuk pengkayaan residual, sedangkan mineral lain akan
bergerak kebawah membentuk zona akumulasi dengan pengkayaan supergen. Pada zona
ini unsur Ni akan terpresipitasi sebagai mineral Ni-magnesium hydrosilacate yang disebut
garnierit [(Ni,Mg) SiO3nH2O)] (Prijono, 1977).

12
Dalam proses pengkayaan unsur pada endapan nikel laterit akan dipengaruhi oleh
mobilitas geokimia unsur pada batuan ultramafik. Mobilitas adalah kemampuan suatu
unsur untuk terdispersi kedalam matriks material lain disekitarnya, dimana dapat
mempengaruhi respon unsur terhadap proses dispersi. Faktor utama yang mempengaruhi
mobilitas geokimia adalah stabilitas kimia unsur (Rose dkk, 1979).

Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah secara kimia mineral- mineral
asal (origin mineral) menjadi mineral-mineral hasil ubahan (secondary mineral), dicirikan
dengan adanya perubahan warna pada batuan. Proses yang bisa menyertai pelapukan
kimia antara lain :

1) Hidrolisis yaitu reaksi yang terjadi antar mineral dengan ion air (H- dan OH-). Proses
hidrolisis menghasilkan senyawa baru dan penambahan pH. Proses ini sangat efektif
terjadi dalam pelapukan mineral silikat dan alumina silikat.

2) Oksidasi yaitu reaksi antara mineral dengan oksigen. Proses ini umum dijumpai pada
mineral yang mengandung besi dan aluminium, akan memberi warna merah atau
kuning. Oksidasi efektif terjadi pada daerah tropik dengan intensitas hujan dan suhu
yang tinggi.

3) Hidrasi yaitu penyerapan molekul air ke dalam struktur kristal suatu mineral. Proses ini
berperan dalam mempercepat dekomposisi kimia dengan cara memperbesar struktur
suatu kristal.

4) Pelarutan (solution) adalah reaksi yang melibatkan banyak unsur air (H2O). Reaksi ini
membentuk senyawa asam dan basa yang sangat bervariasi. Pelarutan cenderung
bertambah efektif pada daerah beriklim panas dan basah.
2.3.3 Kondisi yang mempengaruhi pembentukan nikel laterit
Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada
akhirnya mempengaruhi pembentukan endapan adalah sebagai berikut (Edi Yasa
Ardiansyah 2013)
1. Kondisi Topografi dan Morfologi
Dua faktor tersebut sangat penting dalam endapan nikel laterit karena kaitannya
dengan posisi water table, stuktur dan drainage. Zona enrichment nikel laterit berada di
topografi bagian atas (upper hill slope,crest, plateau, atau terrace). Kondisi water table

13
pada zona ini dangkal, apalagi ditambah dengan adanya zona patahan dan shear or
joint. In consequence, akan mempercepat proses palarutan kimia (leaching processes)
yang pada akhirnya akan terbentuk endapan saprolite mengandung nikel yang cukup
tebal. Sebaliknya, pada topografi yang rendah, water table yang dalam akan
menghambat proses pelarutan unsur – unsur dari batuan induk (baca:enrichment
proses).
2. Kondisi batuan dasar
Nikel laterit secara umum ditemukan berlimpah pada batuan ultrabasa (ultramafik)
(SiO2 < 45%) hingga basa (mafik). Dimana pada batuan ini umumnya dijumpai mineral
olivine yang merupakan mineral yang sangat mendukung pembentukan nikel laterit.
3. Kondisi Air Tanah
Air tanah terutama air permukaan mempunyai peran penting dalam proses
pembentukan nikel laterit. Air tanah berperan untuk melarutkan unsur-unsur kimia
tanah yang membantu proses pelapukan batuan induk , Selain sebagai pelarut air
tanah juga berperan dalam proses pengkayaan unsur-unsur (enrichment) dalam
pembentukan nikel laterit dimana proses pengkayaan sangat membentuhkan naik
turunnya air permukaan.
4. Kondisi Iklim
Kondisi iklim yang ekstrim sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan nikel laterit,
dimana tingginya curah hujan dan perubahan temperatur yang sangat signifikan terjadi,
sehingga mengakibatkan proses pelapukan terhadap batuan dasar dapat berjalan
dengan baik sehingga pembentukan nikel berjalan dengan sempurna.
5. Kondisi Stuktur Geologi
Struktur geologi baik secara regional maupun lokal sangat mempengaruhi
pembentukan mineral nikel, besarnya intensitas terjadinya pembentukan struktur
geologi (patahan, kekar) terutama secara lokal tentunya akan sangat membantu dalam
proses pelapukan secara kimiawi. Rekahan yang terjadi terhadap batuan akan
memudahkan penetrasi air tanah dan reagen-reagen kimia untuk masuk dan
mempercepat proses pelapukan.
6. Kondisi Vegetasi

14
Vegetasi airi juga mempunyai peran penting dalam pembentuakn nikel laterit, dimana
selain akar tanaman yang memudahkan penetrasi air tanah dan pelapukan, namun
ketinggian dan kerimbunan serta kerapatan tanaman juga menjadi faktor pertimbangan,
Karena tanaman yang terlalu rapat, rimbun dan terlalu tinggi mengakibatkan intensitas
kontak massa batuan dengan matahari sebagai faktor penyuplai panas akan rendah,
sehingga akan mempengaruhi proses pelapukan.
Secara umum penampang endapan nikel laterit dari bawah ke atas berturut turut
adalah

a. Batuan dasar, umumnya didominasi oleh batuan ultramafik seperti dunit, peridotit,
piroksenit, serpentinit yang masih segar belum mengalami pelapukan, tekstur asli
batuan masih nampak jelas.
b. Zona saprolit, batuan asal ultramafik pada zona ini akan berubah menjadi saprolit
akibat pengaruh air tanah. Mineral – mineral utamanya adalah serpentin, kuarsa
sekunder, Ni-kalsedon, garnierit, dan beberapa tempat sudah terbentuk limonit (Fe
hidroksida).
c. Garnierit yang merupakan bijih nikel silikat merupakan suatu nama kelompok mineral
untuk green hydrous magnesian nickel silicates (serpentin yang mengandung nikel, Ni
talk, dan Ni klorit). Melalui penggantian magnesium oleh nikel, kadar nikel dalam
serpentin akan bertambah. Garnierit sendiri tidak dijumpai sebagai mineral murni,
tetapi tercampur juga dengan Ni serpentin kadar rendah lainnya, sehingga kadar nikel
dalam bijih menjadi menurun.
d. Zona pelindian, horizon ini merupakan zona transisi dari zona saprolit ke zona limonit
di atasnya. Disini terjadi perubahan geokimia unsur yang terbesar dalam penampang.
Kadar Fe dan Al naik, sedangkan kadar Si02 dan Mg0 turun.
e. Zona limonit, pada zona limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi,
kadar Mg0 dan silika akan semakin berkurang, sebaliknya kadar Fe203 dan Al203
akan bertambah. Zona ini didominasi oleh mineral geotit, disamping juga terdapat
magnetit, hematit, talk, serta kuarsa sekunder.
f. Zona tanah penutup, umumnya pada zona ini didomiasi oleh humus dan bersifat
gembur kadang terdapat lempeng silika. Kadar Fe pada lapisan ini tinggi dan sering
dijumpai konkresi-konkresi besi, kadar nikel relatif rendah. (Gambar 2.8)

15
Gambar 2.8 Persentase Ideal Nikel laterit (Adi Kurniadi 2018)

2.4 Sumber Daya Mineral Dan Cadangan (Mineral Resoure And Reserves)
Klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan adalah suatu proses
pengumpulan,penyaringan serta pengolahan data dan informasi dari suatu endapan
mineral untuk meperoleh gambaran yang ringkas mengenai endapan itu berdasarkan
kriteria keyakinan geologi dan kelayakan

tambang. Menurut Badan Standar Nasional Amandemen 1 SNI 13-4726 1998


sebagai berikut :

a. Sumberdaya hipoyetik (hypoyhetical mineral resource) adalah sumberdaya mineral


yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraaan pada tahapan
survey tinjau.
b. Sumberdaya mineral tereka (inferred mineral resource) adalah sumberdaya mineral
yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Prospeksi.
c. Sumberdaya mineral tertunjuk (indicated mineral resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap eksplorasi
umum.
d. Sumberdaya mineral terukur ( measured mineral resource) adalah sumberdaya
mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap eksplorasi
rinci

16
2.5 Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi adalah urutan penyilidikan geologi yang umumnya dilaksanakan


melalui 4 tahap sebgai berikut : Survey tinjau,prospeksi, eksplorasi umum dan eksplorasi
rinci. Tujuan penyilidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi mineral, menentukan
ukuran, bentuk, sebaran kuantitas dan kualitas. Menurut Badan Standar Nasional
Amandemen 1 SNI 13-4726 1998 sebagai berikut :

a. Survei Tinjau
Survei tinjau adalah tahapa eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang
berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional terutama berdasrkan hasil
studi geologi regional, diantaranya pemetaan geologi regional, pemotretan udara dan
metode tidak langsung lainnya, dan inspeksi lapangan pendahuluan yang penarikan
kesimpulan berdasarkan ekstrapolasi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
daerah-daerah anomail atau mineralisasi yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut.
b. Prospeksi
Prospeksi adalah tahap eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yang
megandung endapan mineral yang potensial. Metode yang digunakan adalah
pemetaan geologi untuk mengidentifikasi singkapan, dan metode yang tidak langsung
seperti studi geokimia dan geofisika. Paritan yang terbatas, pemboran.Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi suatu endapan mineral yang akan menjadi target
eksplorasi selanjutnya.
c. Eksplorasi Umum
Eksplorasi umum adalah tahap eksplorasi yang merupakan deliniasi awal dari suatu
endapan yang teridentifikasi. Metode yang digunakan termasuk pemetaan geologi,
percontohan dengan jarak yang lebar, membuatan puritan dan pemboran untuk
evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari endapan. Interpolasi bisa dilakukan
secara terbatas berdasarkan metode penyelidikan tak langsung. Tujuannya adalah
untuk menetukan gambaran geologi suatu endapan mineral berdasarkan indikasi
sebaran, perkiran awal mengenai ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya.
Tingkat ketilitian sebaiknya dapat digunakan untuk menentukan apakah studi
kelayakan tambang dan eksplorasi rinci diperlukan.

17
d. Tahap eksplorasi detail

Setelah tahap eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada


mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan jarak yang lebih dekat
(rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan
data-data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan.
Pengetahuan data yang lebih akurat mengenai kedalaman ,ketebalan,kemiringan,
dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang, lebar, tebal) serta data
mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur akan
sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang dan juga penting untuk
merencanakan produksi dan pemilihan maupun prioritas batuan lainnya.

2.6 Syarat Perhitungan Sumber Daya


Dalam melakukan perhitungan sumber daya harus memperhatikan persyaratan
tertentu, antara lain:

a. Suatu taksiran sumber daya harus mencerminkan secara tepat kondisi geologi dan
krakteristik/sifat endapan bahan galian
b. Selain itu harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumber daya yang akan
digunakan untuk perencanaan tambang harus konsisten dengan metode
penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan di terapkan .
c. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang diolah/diperlakukan
secara objektif. Keputusan dipakai-tidaknya suatu data dalam penaksiran harus
diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten. Tidak boleh ada pembobotan
data yang berbeda dan harus dilakukan dengan dasar yang kuat.

Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang
atau di verifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan sumber daya selesai, adalah
memeriksa atau mengecek taksiran kualitas block (unit penambangan terkecil). Hal ini
dilakukan mengunakan data pemboran yang ada disekitarnya. Setelah penambanga
dimulai, taksiran kadar dari model sumber daya harus dicek ulang dengan kualitas dan
tonase hasil penambangan yang sesungguhnya. Dapat dilihat pada (Gambar 2.9)

18
Gambar 2.9

2.8 Perhitungan Kadar Rata-rata


Untuk menghitung kadar dan tonase diperlukan data kadar rata-rata (g) dan volume
bidang pada interval kadar tertentu. Rumus Kadar rata-rata yaitu :

( t 1. g 1 )+ ( t 2. g 2 ) +… ( tn . gn )
g= (2.1)
t 1+ t 2+… tn

Keterangan:
g = Kadar Rata-rata
ti = Tebal Ore
gi = Kadar ore
2.9 Analisis Statistik
Dalam banyak hal, analisis data melalui pendekatan statistik cukup sering digunakan.
Adapun metode-metode deskripsi analisis statistik yang dapat digunakan adalah:

2.9.1 Analisis Statistik Univarian


Analisis statistik univarian merupakan perangkat statistik yang mendeskripsikan data
dalam suatu populasi. Perangkat statistik yang menggambarkan letak data meliputi nilai
rerata (mean), modus, nilai tengah (median), nilai maksimum dan minimum. Perangkat
statistik untuk menggambarkan penyebaran (variabilitas) data tercermin pada nilai variansi
dan simpangan baku (Achmad Reza Kurniawan 2019).

19
Standard error (SE) asalah nlai yang mengukur seberapa tepat nilai rata-rata
(mean) yang diperoleh. Standard error mencerminkan pengaruh sampel terhadap rata-rata
sampel yang ada. Nilai standard error kecil (mendekati nol) mengindikasikan data sampel
akurat atau representatif. Oleh karena itu, standard error dapat digunakan untuk
menentukan dan mengontrol jumlah dari sampel, adapun standard deviation menjelaskan
seberapa besar bervariasinya sampel yang digunakan
Perangkat statistika yang digunakan untuk menggambarkan bentuk distribusi data.
Skewness atau ukuran kemiringan kurva adalah kecendrungan distribusi data dilihat dari
ukuran simetris atau tidaknya suatu kumpulan data dalam bentuk kurva histogram yang
diperbandingkan dengan distribusi normal
Pada distribusi normal, nilai kurtosis sama dengan 0 (nol). Nilai kurtosis positif
menunjukkan distribusi yang relative runcing sedangkan nilai kurtosis yang negative
menunjukkan distribusi relatf rata. Skewness maupun kurtosis pada umumnya digunakan
untuk menunjukan apakah data terdistribusi normal atau tidak.
Koefisien variasi (CV) adalah suatu parameter yang menunjukan keheterogenan
kelompok data. Semakin besar nilai keofisien variasi, maka sifat data tersebut semakin
heterogen. Koefisien variasi dapat juga digunakan untuk membandingkan 2 (dua)
kelompok data. Koefisien variasi memprediksi masalah yang akan muncul dari sejumlah
data. Keofisien variasi dengan nilai lebih dari 0,5 juga menunjukan bahwa sampel sangat
erratic sehingga dapat mempengaruhi hasil penaksiran akhir. (Gambar 2.10)

20
Simetris Negatif Positif

Gambar 2.10 Histogram (Agus Haris Widayat, 2005)

Parameter untuk mengukur disperse sebagai berikut

S2=∑ ¿ ¿¿
(2.2)

2.8.2 Analisis Statistik Bivarian


Merupakan metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan dari
2(dua) kumpulan data atau variabel populasi yang berbeda, tapi terletak pada lokasi yang
sama. Metode statistik bivarian yang biasa digunakan adalah diagram pancar ( scatter
plot), yaitu menggambarkan dua perubahan dalam satu grafik X-Y. Kedua peubah
mempunyai hubungan positif jika peubah tersebut memiliki nilai berbanding lurus. Jika
peubah tersebut cenderung menunjukan nilai yang berbanding terbalik, maka kedua
peubah tersebut mempunya hubungan yang negatif. Apabila penyebaran data kedua
cenderung acak maka kedua peubah tersebut dikatakan tidak mempunyai hubungan
(Yusran 2017).
Analisis statistik bivarian digunakan untuk menganalisis distribusi dua buah
kumpulan berbeda tetapi terletak pada lokasi yang sama. Statistika bivariat yang umum
digunakan adalah diagram pancar (scatterplot), yaitu penggambaran dua peubah dalam
suatu grafik x-y. Variabel yang diestimasi disebut variabel dependen / terikat
Nilai keofisien korelasi (r) berkisar -1 ≤ r ≤ +1, apabila nilai koefisien korelasi
mendekati +1 atau -1, berarti hubungan antar variabel tersebut semakin kuat dan
sebaliknya jika mendekati nilai 0 (nol) maka tidak ada korelasi antar variable. (Gambar
2.11)

21
Gambar 2.11 Scatter Plot (Sinclair 2004)
Hubungan yang terjadi antara dua peubah pada analisis statistic bivarian dinyatakan
dengan koefisien korelasi (ρ) yang didefinisikan sebagai:
n
1
∑ ( x −μ ) ( y −μ y )
n i =1 i x i (2.3)
ρ=
σxσy

2.8.3 Statistik Spasial


Merupakan metode statistic yang digunakan untuk menganalisis kumpulan data atau
variabel populasi dengan pertimbangan faktor ruang (spasial) dari data-data tersebut
(Yusran 2017).
Geostatistik merupakan suatu setudi secara statistik mengenai fenomena alam
dimana diterapkan suatu rumus fungsi acak dengan tujuan untuk mengetahui dan
mengestimasi fenomena alam tersebut. Geostatistik merupakan suatu studi probabilistik
mengenai fenomena alam, dimana didalamnnya diaplikasikan rumus fungsi acak dengan
tujuan untuk mengetahui dan mengestimasi fenomena alam tersebut. Suatu peubah yang
terdistribusi dalam ruang disebut variabel terrregional (regionalized variable). Variable ini
umumnya mencirikan suatu fenomena tertentu, mislanya kadar bijih yang merupakan
karakteristik suatu mineral. Semakin dekat nilai dua titik conto, semakin besar hubungan
letak ruangnya. Fenomena alam yang menyajikan variabel teregional disebut regionalisasi.
Secara matematis peubah teregional merupakan penyajian fungsi f(x) yang menempati
setiap titik pada ruang.
2.8.4 Analisis Variogram Dan Experimental
Variogram merupakan suatu metode analisis secara geostatistik yang berfungsi
untuk mengkuantifikasi tingkat kemiripan atau variabilitas antara dua conto yang terpisah

22
pada jarak tertentu. Atau dapat pula diartikan sebagai gerafik yang membandingkan
perbedaan antara sampel terhadap jarak (Yusran 2017).
Variogram dan semivariogran terdiri dari beberapa komponen (Anjan Setyo
Wahyudi 2016), yaitu sebagai berikut:
1. Range adalah jarak semivariogram mencapai sebuah masa stabil atau sill.
2. Sill adalah masa stabil semivariogram yang mencapai range. Nilai sill sama dengan nilai
varian dari data.
3. Nugget effect adalah lompatan vertical dari nilai 0 pada titik asal menuju nilai dari
semivariogram pada jarak pemisah yang terkecil. (Gambar 2.12)

Gambar 2.12 Variogram Eksperimental (Aldila Abid Awal dkk. 2013)


Semivariogram eksperimental adalah semivariogram yang diperoleh dari data hasil
pengukuran atau sampel. Taksiran semivariogram eksperimental terhadap jarak h maka
dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

N (h)
1
γ ( h )= ∑ ¿¿ (2.4)
2 N (h) i=1

Y (h) = nilai semivariogram dengan jarak h


Z (Si) = nilai pengamatan pada lokasi ke-i
Z (Si + h) = nilai pengamatan pada lokasi ke-i dengan penambahan jarak h
N (h)= banyak pasangan data yang memiliki jarak h

23
2.8.5 Variogram Model teoritis
Model variogram berfungsi untuk mengestimasi fenomena variabel teregional dalam
suatu endapan bahan galian dengan cara menentukan parameter-parameter variogram
yaitu range (a), sill (c), dan nugget effect (Co) (Yusran 2017).
Untuk melakukan analisa data geostatistik perlu dilakukan pencocokan antara
bentuk semivariogram eksperimental dengan semivariogram teoritis yang mempunyai
bentuk kurva paling mendekati.Terdapat tiga model semivariogram teoritis yang sering
digunakan sebagai pembanding dengan semivariogram eksperimental, yaitu: model
spherical, model gaussian dan model eksponensial. Dari analisis variogram akan diperoleh
nilai parameter nugget (Co), range (a) dan sill (C) (Hendro Purnomo 2015).
teoritis. Ada beberapa model semivariogram teoritis yang diketahui dan biasanya
digunakan sebagai pembanding dari semivariogram eksperimental. (Gambar 2.13)
Persamaan Model Spherical
3 ⎸h⎸ 3⎸h ⎸
y ( h )=C 0 +C
[ 2a

[2 a3 ]]
for h<a (2.5)

= C0 + C for h ≥ a
= 0 for h = 0

Persamaan Model Eksponensial

γ ( h )=c ¿
(2.6)

Persamaan Model Gaussian

γ ( h )=c ¿² ]
(2.7)

24
Gambar 2.13 Model Semivariogram Teoritis ( Sinclair 2004)
2.9 Geostatisitk
Geostatistika merupakan suatu metode statistika yang digunakan untuk mengolah
data geologi dan terdapat informasi spasial. Tujuan dari analisis geostatistika adalah untuk
memprediksi suatu bagian sebuah himpunan yang tersebar secara spasial dari hasil
pengukuran sehingga dapat dilakukan interpolasi pada data. Daniel Krige seorang insinyur
pertambangan Afrika Selatan dalam master tesisnya “ A Statistical Approach to Some Mine
Valuations and Allied Problems”, pada Universitas Witwaterstand Afrika Selatan tahun
1951, memperkenalkan salah satu metode penaksiran yang digunakan untuk menangani
variabel yang mempunyai nilai bervariasi dengan berubahnya lokasi atau tempat yang
sering disebut dengan variabel teregionalisasi. Metode penaksiran yang digunakan untuk
menangani variabel teregionalisasi disebut dengan metode kriging.

2.9.1 Metode Ordinary Kriging


Ordinary kiging adalah metode paling sederhana yang terdapat pada geostatistik.
Pada metode ini diasumsikan bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui dan bernilai konstan
(Wawan AK Conoras 2019). Ada berapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan
data dengan metode ordinary krigingantara lain:
a. Mencari nilai rata-rata di seluruh block. Bila harga taksiran suatu kadar Z dari suatu
volume Blok adalah Ž(v)* maka taksiran kadar dapat dihitung melalu pembobotan
kadar-kadar conto Ž( x i)* (Wawan AK Conoras 2019).
n
(2.8)
Z¿ (V )=∑ ℷ ᵢ. Z ( x i)
i=1

∑ ℷᵢ=¿1 ¿
i=1

Dimana
Z*(v) : Nilai Estimasi

25
λi : Faktor Bobot
XXI : Nilai Kadar Pada Sampel
2.9.2 Metode Inverse Distance Weighted
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministic yang
sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya . Asumsi dari metode ini adalah
nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh.
Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel.
Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel (Gatot H. Pramono 2008).

Metode ini biasanya digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk
digunakan. Pemilihan nilai pada power sangat mempengaruhi hasil interpolasi. Nilai power
yang tinggi akan memberikan hasil seperti menggunakan interpolasi nearest neighbor
dimana nilai yang didapatkan merupakan nilai dari data point terdekat (Gatot H. Pramono
2008).
Metode seperjarak (inverse distance) merupakan kombinasi linier atau harga
rerata tertimbang (weigthed average) dari kadar komposit di sekitar blok. Prinsip dasar
metode ini adalah menentukan bobot conto (wi) sebagai fungsi dari jarak conto terhadap
blok yang ditaksir( Waterman Sulistyana B 2015). (Gambar 2.14)
n (2.10)
¿
Z =∑ ¿ wi z i
i=1

Keterangan : Z* = kadar yang ditaksir


w i = bobot conto
z i = kadar conto

Pembobotan seperjarak dapat dikelompokkan sebagai berikut (berlaku untuk n>0):


Seperjarak didefinisikan

1
d (2.11)
Wi= i
1

di

Inverse distance square (IDS)

26
Pada pembobotan ini, conto dengan jarak paling dekat membobot lebih besar. IDS
didefinisikan sebagai berikut :
1
2
( di ) (2.12)
Wi=
1
∑ 2
(di )
Inverse distance cube (ID3), mempunyai persamaan sebagai berikut :
1
3
( di)
Wi=
1
∑ 3
(di )

(2.13)

Gambar 2.14 Penaksiran Metode IDW (Wawan AK Conoras 2019)

2.9.3 Block Model


Pemodelan dengan komputer untuk mempresentasikan endapan bahan galian
dilakukan dengan model blok (block model) 3D. Ukuran model blok dibuat sesuai dengan
skala operasi yang akan dilakukan dan didesain penambangannya, yaitu mempunyai
ukuran yang sama dengan standar geometri tinggi jenjang/bench (Conoras, W. A. 2017)

27
Gambar 2.15 Block Model (Agus Haris Widayat, 2005)
2.9.4 Cross validation
Menurut Bhakti dan Subagiada (2016) bahwa salah satu cara untuk menguji tingkat
keakuratan hasil estimasi suatu model menggunakan validasi silang (cross validation).
Metode ini menggunakan seluruh data untuk mendapatkan suatu model (data kadar
estimasi). Secara bergantian satu per satu data dihilangkan, dan kemudian data diestimasi
dengan menggunakan data dari hasil model (data kadar estimasi) tersebut. Data hasil
kadar estimasi Fe dapat ditentukan dengan cara mencari error selisihnya antara data
kadar assay Fe yang digunakan. Parameter tingkat kepercayaan hasil validasi silang
menggunakan nilai RMSE (Root Mean Square Error), MAE (Mean Absolute Error) yang
dikatakan baik jika mendekati nol dan nilai koefisien determinasi (r2) yang merupakan akar
kuadrat dari koefisien korelasi yang mendekati nilai satu (Guskarnali 2016). Koefisien
korelasi (r) merupakan hubungan penyimpangan data kadar estimasi Fe dengan data
kadar assay Fe yang digunakan untuk menaksirkan kadar Fe dilokasi yang tidak
tersampel. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
r²= √ r ² (2.14)

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN PENILITIAN

28
3.1 Rencana Dan Jadwal Kegiatan
Adapun dalam Penilitian jadwal yang di rencana sebagai mana pada tabel di bawah
ini: Tabel 3.1

Tabel 3.1 Rencana Jadwal Penilitian

Kegiatan
I II III IV V VI VII VIII
Penyusunan
III              
Proposal
Bimbingan
  IIIIII IIIIIII          
Proposal

Seminar Proposal     IIIIIII        

Observasi
      IIIIIII  
Lapangan
Pengumpulan Data
Dan Pengolahan         IIIIIII IIIIIII IIIIIII
Data

Penyusunan skripsi             IIIIIII  

Sidang Skripsi           IIII

3.2 Pra Lapangan


Pra lapangan adalah kegiatan dimana saya melakukan persiapan sebelum
melakukan penelitian mencari literatur yang berkaitan dengan penelitian saya dan juga
meninjau lokasi,pada tahap pra lapangan ini saya membagi dua proses kegiatan yaitu
studi literatur dan studi lapangan.
3.2.1 Studi Literatur
Sebelum dilakukannya penelitian, dilakukan studi literatur untuk mengetahui metode
dan data yang diperlukan dalam perhitungan cadangan. Literatur yang digunakan berupa
buku-buku, jurnal, internet dan referensi lain yang dapat dijadikan acuan dan pendukung
penelitian.
3.2.2 Observasi Lapangan

29
Observasi lapanagan adalah aktivitas dimana saya melakukan kegiatan observsi
untuk mengetahui gambaran secara nyata kondisi di lapangan yang berkaitan dengan
data-data yang akan di estimasi.
3.3 Tahap lapangan
Tahap lapangan adalah kegiatan yang meliputi aktivitas dilapangan termasuk dalam
proses pengambilan data, dan pengumpulan data yang dibutuhkan. Dari data yang
diperoleh dibagi atas dua berdasarkan cara diperolehnya yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilapangan melalui
sebuah proses pengamatan dan penelitian. Adapun yang tergolong data primer pada
penelitian ini yaitu data Assay, collar, geologi, survey, topografi.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari perusahaan yang
merupakan hasil penelitian atau eksperimen dari orang lain sebelumnya.
3.4 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatau kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis
data-data yang di dapatakan melalui tahap pegambilan data baik itu data pirmer ataupun
data sekunder. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengolahan data yaitu :
a. Alat
 Leptop
 Kertas
 Excel
 Software Pemodelan
b. Bahan
 Excel Data Assay
 Excel Data Collar
 Excel Data survey
 Excel Data geologi
 Excel Data Topograf
Analisi Perbandingan Estimasi Sumberdaya Nikel
Dengan Metode Inverse Distance (IDS) Dan
Ordinari Kriging (OK)

30
Studi Literatur

Observasi Lapangan

Data Primer Pengambilan Data Data Sekunder

Pengolahan Data Data Base


Eksplorasi

Assay Analisi Data Ni Dan Fe Geologi Lokal

Collar Sattistik Univarian Ni Dan Peta Lokasi


Fe Penilitian

Survey Statistik Bivarian Ni Dan Fe Peta Kesampaian


Daerah

Geologi Komposite Ni Dan Fe Peta Geologi

Peta Topografi

Metode Inverse distance Metode Ordinari Kriging


square (IDS) (OK)

Esrimasi Kadar (IDS) Pembahasan Variogram Ni Dan Fe

Jumlah Sumberdaya Estimasi Kadar Ni Fe ( OK)


Cross Validasi Tonase Ni Serta Fe
Berdasarkan COG
Hasil Estimasi Cross Validasi
Sumberdaya Ni Dan Fe
Volume Hasil Estimasi
Tonase Sumberdaya Ni Dan Fe
Kadar Volume
Kesimpulan Tonase
Kadar

Gambar 3.1 Diagram Alur Penilitian

31

Anda mungkin juga menyukai