Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
“DEMAM THYPOID”

Disusun Oleh :
Kelompok I
1. Nama Nim
2. Nama Nim
3. Nama Nim
4. Nama Nim
5. Nama Nim
6. Nama Nim

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
JAYAPURA
2 0 20
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmatnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DEMAM THYPOID” Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari dukungan,
rekan- rekan kelompok dan dosen guna memotivasi dalam penyusunan makalah ini untuk
menyelesaikan makalah ini dengan tepat dan tanpa hambatan sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca guna mendukung kesempurnaan makalah ini. Terima kasih
semoga makalah ini dapat memberi ilmu yang positif bagi pembacanya.
DAFTAR ISI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian ................................................................................................................
2. Etiologi .....................................................................................................................
3. Klasifikasi (jika ada) ................................................................................................
4. Patofisiologi .............................................................................................................
5. Pathway ....................................................................................................................
6. Manifestasi klinis .....................................................................................................
7. Komplikasi ...............................................................................................................
8. Pemeriksaan penunjang ...........................................................................................
9. Penatalaksanaan........................................................................................................

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian ................................................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................
3. Rencana Keperawatan ..............................................................................................
4. Implementasi ............................................................................................................
5. Evaluasi ....................................................................................................................
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi.
2. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella typhi. Bakteri salmonella
typhi adalah berupa basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora,
dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatic yang terdiri atas zat
kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen VI. Dalam serum
penderita, terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tetsebut. Kuman
tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41℃ (optimum 37℃)
dan pH pertumbuhan imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
3. Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus
kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak Peyer) dan
jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat,
kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju
ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang
biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada
perabaan. Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid
usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut
dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman
mengeluarkan endotoksin yang mempunyaiperan membantu proses peradangan lokal
dimana kuman ini berkembang. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa
dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada
jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. (PPNI Klaten.
2009)
4. Pathway

Kuman Salmonella typhi


Lolos dari Dimusnahkan oleh
yang
asam asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah Bakteri masuk usus


limfe halus

Peredaran darah Masuk retikulo endothelial


(bakterimia (RES) terutama hati dan
promer) limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati
(bakteremia
dan
sekunder)
limfa
Emped Endotoksi
u n
Terjadi kerusakan
Rongga usus
sel
pada
kel. Limfoid Merangsang melepas
halus epirogen oleh
zat
Pembesaran Pembesaran
leukosit
hati limfe
Mempengaruhi
Hepatomegal S lenome ali
pusat
i
thermoregulator
dihipotalamus
Lase plak Penurunan /
peyer peningkatan Hypertermi
mobilitas usus

Eros Resiko
Penurunan /
i kekurangan
peningkatan
volume cairan
peristaltic usus
Nyeri

Konstipasi / Peningkatan

Perdarahan diare asam


masif lambung
Nausea mual muntah

Komplikasi perforasi Ketidakseimbangan nutrisi


dan kurang dari kebutuhan
erdarahan usus tubuh
5. Manifestasi klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-
20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing, dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan reseol yaitu
bitnik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan
pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula takikardi dan
epistaksis.
d. Relaps (kambuh) ialahberulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
6. Komplikasi
 Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri
perut dangan tanda tanda renjatan.
 Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum. Perforasi yang idak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara dirongga hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
 Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defence musculair)
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit Biakan darah terhadap salmonella
thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau


Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid. Uji widal
dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali
pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti
demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negative belum
menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh
pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan
SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini
hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer
widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan
biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan
titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O>
1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
8. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogy penatalaksanaan yang
meliputi :istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun
suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi
demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi,
dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia
orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini
dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan
mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

3. Pemberian Antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah: Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah
chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral
maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol
bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat
pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki
spectrum gram negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah
terjadi agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan
seringkali menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai
ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau
intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua
kali tiap hari pada dewasa. Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon
dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus
sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat-
obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif
dibandingkan obat-obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin,
amoksisilin dan trimethoprim- sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki
kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S.
Thypi yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat
mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang
lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti
menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat
golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca
pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti
toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil,
kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus
prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol
tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang
dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad
klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-41℃, muka
kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integument
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g. Sistem musculoskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
6. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di lidah
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
3. Rencana Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
Tujuan: suhu tubuh normal/terkontrol.
Criteria hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit kembali membaik.
1) Intervensi: Pantau suhu klien (derajatnya), perhatikan menggigil.
Rasional: suhu 38-41°C menunjukkan proses infeksius akut.
2) Intervensi: Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan line tempat tidur
sesuai indikasi.
Rasional: suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Intervensi: Berikan kompres dan hindari penggunaan alkohol.
Rasional: dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es dan atau
alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
4) Intervensi: Pakaikan baju yang tipis dan menyerapkan keringat.
Rasional: akan mempermudah terjadinya evaporasi akibat panas dalam tubuh.
5) Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian anti piretik contohnya paracetamol.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipothalamus.
6) Intervensi: Kolaborasi pemberian selimut dingin.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari
39,5°C-40°C pada waktu terjadi kerusakan pada otak.

2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.


Tujuan: Pain level, Pain control, Comfort level
Criteria hasil:
a. Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang
1) Intervensi: Lakukan perawatan mulut 2x1 hari.
Rasional: Menghilangkan rasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.25
2) Intervensi: Berikan minum dengan sering.
Rasional: agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
3) Intervensi: Ajarkan anak dan keluarga untuk tentang proses penyakit dan alasan
untuk terapi.
Rasional: untuk meningkatkan kepatuhan.
4) Intervensi: Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah


Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil: Nafsu makan, meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan
1) Intervensi: Awasi pemasukan atau jumlah kalori.
Rasional: Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan kalori dan kualitas
konsumsi makanan.
2) Intervensi: Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional: Menghilangkan rasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.
3) Intervensi: Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional: Makan sedikit tapi sering dapat menurunkan kelemahan, meningkatkan
pemasukan dan mengurangi rasa mual.
4) Intervensi: Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional: Menurunkan rasa penuh pada abdomen.
5) Intervensi: Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan
klien
Rasional: Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan
klien.
6) Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian obat antiematik sesuai indikasi.
Rasional: Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan
meningkatkan toleransi makanan.

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuh.
Kriteria hasil: Mempertahankan volume cairan adekuat.
1) Intervensi: Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Hipotensi, takikardi, demam, dapat menunjukkan respon terhadap efek
kehilangan cairan.
2) Intervensi: Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan
turgor kulit.
3) Intervensi: Pertahankan per oral, tirah baring, hindari kerja/ batasi aktifitas.
Rasional: Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
4) Intervensi: Observasi perdarahan dan tes fase tiap hari untuk adanya samar.
Rasional: diet tidak adekuat dan penurunan obsorbsi dapat memasukkan
defisiensi vitamin K dan merusak kogulasi potensial resiko perdarahan.
5) Intervensi: berikan cairan parenteral, tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan
untuk memperbaiki kehilangan atau anemia.

5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)


Tujuan:
Criteria hasil:
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
d. Feses lunak dan berbentuk
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
2) Monitor bising usus
3) Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi
4) Dukung intake cairan
5) Kolaborasikan pemberian laktasif
6) Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.

4. Implementasi
Menurut Carpenito (2009). Komponen implementasi dalam proses keperawatan
mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi
keperawatan.

5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN “J” DENGAN DEMAM THYPPOID
DI RUANG MATAHARI RUMAH SAKIT DIAN HARAPAN

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 15 Mei 2021
No. Reg : 123456
Ruangan atau bangsal: Ruang Matahari
Diagnosa medis : Demam Thypoid
 Identitas
a. Identitas Pasien
Nama Pasien : An. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur/tanggal lahir : 10 Tahun/ 07 Desember 2011
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Ambon
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : Jl. Raya Sentani No.12, Abepura
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. O
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur/tanggal lahir : 36 Tahun/ 01 Maret 1985
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Ambon
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Raya Sentani No.12, Abepura
Hubungan Dengan Klien : Ibu Klien

Saudara kandung
Keterangan Saudara Kandung: Pasien tidak memiliki saudara kandung (anak
tunggal)
 Keluhan Utama
a. Saat masuk rumah sakit: Ibu pasien mengatakan An. J merasa panas dan mual
muntah.
b. Saat dikaji: Pasien mengatakan merasa panas dan nafsu makan berkurang karena
mulut terasa pahit dan mual
 Riwayat Keluhan Utama: Ibu pasien mengatakan An. J panas dan disertai mual
muntah sejak 5 hari yang lalu. Pada tanggal 14 Mei 2021 An. J dibawa ke IGD RS Dian
Harapan dan dirawat inap di Ruang Matahari. Pada tanggal 15 Mei pasien masih
mengeluh panas.

 Riwayat Kesehatan Keluarga: Ny. O mengatakan dia dan suaminya pernah


mengalami penyakit yang diderita oleh anaknya.
Genogram:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal serumah

 Riwayat Imunisasi:
a. Hepatitis B : Diberikan saat lahir.
b. BCG : 1x usia 1 bulan
c. Polio : 3x usia 2,4,6 bulan
d. DPT : 3x usia 2,4,6 bulan
e. Campak : 1x usia 9 bulan

 Riwayat Persalinan
a. Cara persalinan : Spontan
b. Penolong : Bidan dan Dokter
c. BB saat Lahir : 2700 gr
d. Keadaaan saat lahir : Ibu pasien mengatakan anaknya saat lahir dalam keadaan
menangis dan tidak mengalami kelainan
 Riwayat Pemberian ASI
Ibu pasein mengatakan pemberian ASI pada An. J diberikan secara ekslusif hingga
berusia 2 tahun.
 Riwayat Nutrisi
a. ASI : An. J mendapatkan ASI ekslusif sampai berusia 2 tahun
b. Susu formula : An. J diberikan susu formula pada usia 2 tahun
c. Bubur susu : An. J diberikan bubur susu pada usia 5 bulan
d. Nasi Tim : An. J diberikan nasi tim pada usia 12 bulan
e. Makanan padat : An. J diberikan makanan padat pada usia 1 tahun 3 bulan

 Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
 Berat badan saat lahir : 2700 gr
 Panjang badan : 49 cm
 Lingkar kepala : 45 cm
 Lingkar dada : 40 cm
 Lingkar perut : 30 cm
 LILA : 15 cm
 Waktu tumbuh gigi pada usia 6 bulan
b. Perkembangan tiap tahap
 Menegakkan kepala : An. J bisa menegakkan kepala pada usia 3 bulan
 Membalikkan badan : An. J bisa membalikkan badan pada usia 5 bulan
 Duduk : An. J bisa duduk pada usia 9 bulan
 Merangkak : An. J bisa merangkak pada usia 10 bulan
 Berdiri : An. J bisa berdiri pada usia 11 bulan
 Berjalan : An. J bisa berjalan pada usia 12 bulan
 Bicara pertama kali : An. J bisa bicara pada usia 12 bulan
 Bahasa : An. J berbahasa Indonesia

 Riwayat Psikososial
a. Kebiasaan anak bermain : Ibu pasien mengatakan An. J selalu bermain
bersama teman-temannya setelah pulang sekolah
b. Hygiene sanitasi : Ibu pasien mengatakan mereka tinggal di
lingkungan yang bersih.

 Riwayat kesehatan fungsional


Ibu Pasien mengatakan anaknya akan cepat sembuh jika dirawat di RS Dian
Harapan
a. Pola nutrisi dan metabolisme

No Pola Nutrisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1 Frekuensi makan 3x sehari 3x sehari
2 Jenis Makan Padat Lunak
3 Selera Makan Baik Buruk
4 Porsi Makan 1 porsi (dihabiskan) 2-3 sendok
(tidak
dihabiskan)
5 Jenis Minuman Air Mineral Air Mineral
6 Porsi Minum Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan yang menyertai Tidak ada Mual
Pantangan makanan Tidak ada Tidak ada
7 Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada

b. Pola Eliminasi
No Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
BAB
1 Frekuensi BAB 1x sehari 1x sehari
2 Konsistensi BAB Lunak Lunak
3 Warna BAB Kuning Kuning
4 Bau BAB Khas feses Khas feses
5 Keluhan yang menyertai Tidak ada Tidak ada
BAK
1 Frekuensi BAK >4x sehari >4x sehari
2 Jumlah BAK Tidak terkaji Tidak terkaji
3 Warna BAK Kuning Kuning
4 Bau BAK Khas Khas
5 Keluhan yang menyertai Tidak ada Tidak ada

c. Pola Aktivitas
Mobilitas rutin : An. J mengatakan sehari-hari beraktivitas sebagai
seorang pelajar
Waktu senggang : An. J mengatakan akan bermain game Mobile
Legend saat senggang
Penggunaan alat bantu gerak : Tidak ada

No Pola Aktifitas 0 1 2 3 4
1 Makan dan minum 
2 Mandi 
3 Toileting 
4 Berpindah 
5 Berpakaian 
6 Mobilitas di tempat tidur 
Keterangan:
0 = mandiri.
1 = dibantu orang.
2 = dibantu orang dan alat.
3 = alat bantu.
4 = tergantung total.
d. Pola Personal Hyegiene
No Personal Hygiene Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Mandi 2x sehari 1x sehari

2 Mencuci rambut 2x sehari Tidak mencuci rambut


3 Menggosok gigi 2x sehari 2x sehari
4 Menggunting kuku 1x seminggu 1x seminggu
5 Genitalia Hygiene Dibersihan setelah Dibersihan setelah
melakukan eliminasi melakukan eliminasi
(BAB & BAK) (BAB & BAK)
e. Pola Istirahat dan Tidur

No Pola istirahat dan tidur Sebelum Sakit Saat Sakit


1 Jumlah jam tidur siang ± 2 jam sehari ± 2 jam sehari

2 Jumlah jam tidur malam ± 8 jam sehari ± 8 jam sehari

3 Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

4 Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

5 Perasaan waktu bangun Segar Segar

f. Pola persepsi kognitif


Pasien mengatakan agar dirinya cepat pulih dan keluar dari RS sehingga dapat
bermain bersama teman-temannya lagi.
Pola hubungan peran
Pasien mengatakan bertempat tinggal bersama orang tua.
g. Pola Keyakinan
Pasien mengatakan menganut agama Kristen Protestan

h. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Lemah.
2. Kesadaran :
a. Kuantitatif : GCS (E=4 V=5 M=6)
b. Kualitatif : Composmentis
3. Tanda – tanda Vital
 TD : 100/60 mmHg
 ND : 80x/ menit
 RR : 20x/ menit
 SB : 38 °C
 SPO2 : 98 %
4. Berat badan
a. BB saat ini : 40 Kg
b. BB saat sakit : 39 Kg
5. Tinngi badan : 148 cm
6. IMT : 18,2 (kurus)
7. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut dan Higiene kepala
 Bentuk Kepala : Tampak bulat
 Warna rambut : Hitam kemerahan
 Penyebaran : Merata
 Mudah rontok : Tidak mudah rontok
 Kebersihan rambut : Tampak bersih
Palpasi
 Benjolan : Tidak ada
 Nyeri : Tidak ada
 Luka/ lesi : Tidak ada
7. Muka
Inspeksi
 Simetris / tidak : Tampak simetris
 Bentuk wajah : Tampak bulat
 Gerakan abnormal : Tidak ada
 Ekspresi wajah : Menangis
Palpasi
 Nyeri tekan : Tidak ada
 Luka/ lesi : Tidak ada
 Benjolan : Tidak ada
8. Mata
Inspeksi
 Palpebra : Tidak oedema, tidak radang
 Sclera : Tidak ikterik
 Conjungtiva : Merah mudah
 Pupil : - Isokor
- Myosis
- Reflek pupil terhadap cahaya : +/+
 Penglihatan : Baik
Palpasi
 Tekanan Bola Mata: Normal
9. Hidung
Inspeksi
 Polip : Tidak ada
 Keadaan septum : Normal
 Secret/ cairan : Tidak ada
 Radang / tidak : Tidak radang
Palpasi
 Krepitasi : Tidak ada
10.Telinga
Inspeksi
 Lubang telinga : Tampak bersih
 Pemakaian alat bantu : Tidak ada
Palpasi
 Nyeri tekan / tidak : Tidak ada nyeri tekan
11. Mulut
Inspeksi :
a. gigi
 Keadaan gigi : Tampak belum tumbuh gigi
 Karang gigi/karies : Tampak belum tumbuh gigi
 Pemakaian gigi palsu : Tampak belum tumbuh gigi
b. gusi
 Merah/radang/tidak radang: Tidak radang
c. lidah
 Kotor/ tidak : Tampak kotor

d. bibir
 Cianosis/pucat/tidak : Pucat
 Basah/ kering/pecah : Kering
 Mulut berbau/tidak : Tidak bau
 Kemampuan berbicara: Baik

Palpasi
 Nyeri tekan / tidak : Tidak ada nyeri tekan

12. Leher
Inspeksi
 Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran
Palpasi
 Kelenjar tyroid : Teraba
 Kaku kuduk : Tidak terdapat kaku kuduk
 Kelenjar limfe : Tidak membesar

13. Thorax dan pernapasan


Inspeksi
 Bentuk dada : Normal
 Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
 Sifat pernapasan : Dada
 Irama pernapasan : Reguler
 Penggunaan Otot Bantu Pernapasan : Tidak ada
Palpasi
 Vokal fremitus : Sama
 Massa /nyeri : Tidak ada
Auskultasi
 Suara napas : Vesikuler
 Suara tambahan : Tidak ada
Perkusi
 Sonor/hypersonor : Terdengar suara sonor pada area paru kanan dan
kiri
 Jantung
Inspeksi
 Ictus cordis : Tidak terlihat
Palpasi
 Ictus cordis : Teraba
Perkusi
 Pembesaran jantung : Tidak ada
Auskultasi
 BJ I : Terdengar suara LUB di ICS 5 linea media
klavikularis sinistra dan ICS 4 lina parasternalis sinistra
 BJ II : Terdengar suara DUB di ICS 2 linea media
klavikularis dekstra dan sinistra
 Mur mur : Tidak terdengar suara mur mur
15. Abdomen
Inspeksi
 Bentuk Abdomen : Tidak membuncit
 Simetris : Tampak simetris
 Ada luka : Tidak ada
Auskultasi
 Peristaltik : 30 x/menit
Palpasi
 Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
 Asites : Tidak ada
Perkusi
 Tymphanni/ Redup/ Pekak: Terdengar suara tymphani di 4 kuadran abdomen

16. Ektremitas
Ektremitas atas
a. Motorik
 Kekuatan otot kanan/kiri : 5/5
 Terpasang infus RD 5% 1000 cc/24 jam pada ekstremitas kanan atas
b. Reflek
An. J memiliki reflek yang baik
c. Sensori
An. J mampu merespon rangsangan yang diberikan oleh perawat
Ektremitas bawah
a. Motorik
 Gaya berjalan : Normal
 Kekuatan kanan/kiri : 5/5
b. Reflek
 Babinski kanan/ kiri : -/- (aduksi)
c. Sensori
An. J mampu merespon rangsangan yang diberikan oleh perawat

17. Status Neurologi


Syaraf – syaraf kranial
a. N.I ( olfaktorius ) / penghidu : Pasien mampu membedakan bau-bauan.
b.N.II ( optikus ) / penglihatan : Penglihatan pasien tampak baik
c.N. II, IV, IV (Oculomotoris, Trochealis, Abdusens) :
 Kontriksi pupil : Myosis, refleks mata terhadap cahaya +/+
 Gerakan kelopak mata : Bola mata tampak bergerak ke samping
 Pergerakan kelopak mata : Kelopak mata tampak bergerak ke atas dan ke
bawah dengan spontan.
 Pergerakan mata ke bawah dan ke dalam : Bola mata tampak bergerak ke bawah
dan ke dalam
d. N.V ( trigeminus )
 Sensibilitas / sensori : Pasien dapat merespon rasangan yang diberikan
perawat
 Reflek dagu : Pasien tampak menggerakkan mulut
 Reflek cornea : Pasien tampak mengedipkan mata
e.N.VII ( facialis )
 Gerakan mimik : Pasien tampak lemas
 Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Pasien bisa membedakan rasa manis dan
asin.
f.N.VIII( Acustikus )
 Fungsi pendengaran : Baik
g.N.IX dan X ( Golosfaringeus dan Vagus )
 Refleks menelan : Pasien dapat menelan dengan baik dengan cara
diberikan ASI
 Refleks muntah : Ada
 Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : Pasien bisa membedakan rasa manis
dan pahit.
h. N.XI ( Assesoris )
 Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : Pasien mampu memalingkan kepala
ke kanan dan ke kiri.
 Mengangkat bahu : Pasien mampu mengangkat bahu
i. N.XII ( hypoglosus )
 Pergerakan Lidah : Pasien mampu menggerakkan lidah
Tanda – tanda perangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : Tidak ada.


 Tandan kering : Tidak ada.
 Tanda Brudzingki : Negatif.
18. Kulit
 Turgor: Baik
 CRT : < 2 detik
 Akral : Hangat
19. Genetalia dan Anus
Inspeksi
 Luka/lesi/ Benjolan : Tidak ada
 Kebersihan : Tampak bersih
 Tidak terpasang kateter
Palpasi
Nyeri tekan : Pasien menolak untuk dikaji

i. Pemeriksaan Diagnostik
Parameter Result Ref Range
Urinalisasi
Warna Kuning 1.003-1.030
Berat jenis urine 1.010 46-8.0
pH urine 6.0 Negatif
Protein + Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilirubin Negatif Negatif
Nitrik Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif 0-2/LP
Sedimen
-Leukosit 5-8 0-1/LP
-Eritrosit 0-1 Positif
-Epitel + Negatif
-Silinder Negatif Negatif
-Kristal Amorph+ Negatif
-Bakteri + Negatif
Uji widal
Salmonella typhi O Positif (1/230) Negatif
Salmonella typhi H Positif (1/20) Negatif
Salmonella pratyphi OA Positif (1/60) Negatif
Salmonella pratyphi OB Positif (1/60) Negatif

j. Terapi Medis
No. NAMA OBAT DOSIS CARA PEMBERIAN WAKTU
1. RD 5% 1000 cc IV Per 24 Jam
2. Thyampenicol 3x 500 mg IV 06.00, 14.00,
22.00
3. Paracetamol 3x 10 IV 06.00, 14.00,
mg/ml 22.00
4. Ceftriaxone 2x 1 vial IV 17.00, 05.00
5 Multivitamin 2x 1 sth Oral 06.00, 18,00
6 Antasida sirup 3x 1sth Oral 06.00, 12.00,
18,00
k. Klasifikasi Data
NO DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Pasien mengatakan: Pasien tampak:
 Ibu pasien mengatakan  KU : lemah
anaknya panas sejak 5 hari  Kesadaran : Composmentis
yang lalu (GCS 15: E:4 V:5 M:6)
 Pasien mengatakan merasa  TTV
panas dan nafsu makan TD : 100/60 mmHg
berkurang karena mulut ND : 80x/ menit
terasa pahit dan mual RR : 20x/ menit
SB : 38 °C
SPO2 : 98 %
 Pasien tampak lemas
 Berat badan
Saat ini : 40 Kg
Saat sakit : 39 Kg
 IMT : 18,2 (kurus)
 Selera makan : Buruk
 Porsi makan : 2-3 sendok (tidak
dihabiskan)
 Keluhan saat makan : Mual
 Bibir: Kering dan pucat
 Terpasang infus RD 5% 1000
cc/24 jam di ekstremitas kanan
atas
 Uji widal :
S. typhi O positif
S. typhi H positif
S. typhi Pa positif
S. typhi Pb positif
 Terapi medis
Infus RD 5% 1000 cc/24 jam
Paracetamol 3x 10 mg/ml
Multivitamin 2x 1 sth
Antasida sirup 3x 1 sth

l. ANALISA DATA
PENGELOMPOKAN MASALAH
NO PENYEBAB
DATA KEPERAWATAN
1. DS: Infeksi salmonella typhi Hipertermia
Ibu pasien mengatakan ꜜ
anaknya panas sejak 5 hari Pada makanan dan
yang lalu minuman
DO: ꜜ
 KU : lemah Masuk ke dalam lambung
 Kesadaran : ꜜ
Bakteri masuk ke usus
Composmentis
halus
(GCS 15: E:4 V:5 ꜜ
M:6) Pembuluh limfe
 TTV (bakteri primer)
TD : 100/60 mmHg ꜜ
ND : 80x/ menit Masuk ke aliran darah
RR : 20x/ menit (bakteri sekunder)
SB : 38 °C ꜜ
SPO2 : 98 % Endotoksin
 Uji widal : ꜜ
S. typhi O positif Terjadi kerusakan sel
S. typhi H positif ꜜ
S. typhi Pa positif Merangsang pelepasan zat
S. typhi Pb positif epigen oleh leukosit
 Terapi medis ꜜ
Paracetamol 3x 10 Zat epirogen beredar
mg/ml dalam darah

Mempengaruhi pusat
thermoregulator di
hipotalamus

Hipertermia
2. DS: Infeksi salmonella typhi Gangguan Nutrisi
Pasien mengatakan merasa ꜜ
panas dan nafsu makan Pada makanan dan
berkurang karena mulut terasa minuman
pahit dan mual ꜜ
Masuk ke dalam lambung
DO: ꜜ
 KU : lemah Bakteri masuk ke usus
 Pasien tampak lemas halus
 Berat badan ꜜ
Saat ini : 40 Kg Pembuluh limfe
Saat sakit : 39 Kg (bakteri primer)
 IMT : 18,2 (kurus)
(RES) terutama hati dan
 Selera makan : Buruk limfa
 Porsi makan : 2-3 ꜜ
sendok (tidak Berkembang biak hati dan
dihabiskan) limfa
 Keluhan saat makan : ꜜ
Mual Penurunan/peningkatan
 Bibir: Kering dan mobilitas usus

pucat Penurunan/peningkatan
 Terpasang infus RD peristaltik usus
5% 1000 cc/24 jam di ꜜ
ekstremitas kanan atas peningkatan asam
 Terapi medis lambung

Infus RD 5% 1000
Anoreksia mual, muntah
cc/24 jam

Multivitamin 2x 1 sth
Lemah, lesu, pucat
Antasida sirup 3x 1 sth

Gangguan nutrisi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan infeksi salmonella typhi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makan
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan dan Intervensi Rasional Jam Implementasi Evaluasi Paraf
kriteria hasil
1
2
D. DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/231511530/Laporan-Pendahuluan-Thypoid-Revisi
https://www.google.co.id/url?q=htttp://eprints.kertascendekia.ac.id/KTI-CATUR-
WIDIAH

Anda mungkin juga menyukai