Zaman megalitikum adalah salah satu periode di masa lampau dimana manusia purba
menggunakan alat-alat yang terdiri dari bebatuan. Tidak hanya batu, di Zaman Megalitikum
manusia juga menggunakan peralatan lain yang terbuat dari tulang, bambu dan kayu. Namun,
tetap alat-alatnya didominasi oleh bebatuan.
Pada kesempatan ini, kita akan mengulas mengenai zaman batu atau megalitikum
mulai dari pengertian, sejarah, ciri-ciri dan peninggalan zaman tersebut.
Megalitikum berasal dari bahasa yunani kuno yaitu megas yang berarti besar dan
lithos yang bermakna batu. Oleh karena itu, banyak yang menyebut zaman megalitikum ini
dengan zaman batu besar.
Manusia purba yang hidup di era tersebut menggunakan peralatan yang masih terbuat
dari batu. Artefak-artefak batu yang digunakan dan dibuat oleh manusia purba pada zaman ini
tergolong berukuran besar dan ditata atau dibentuk sedemikian rupa. Oleh karena itu, zaman
ini dikenal sebagai zaman batu besar. Sebuah zaman dimana teknologi pengolahan batu sudah
berkembang dengan cukup pesat. Tidak heran bahwa artefak-artefak yang ditemukan pada
zaman megalitikum lebih berkualitas olahannya dibandingkan dengan zaman-zaman
sebelumnya.
Pada zaman megalitikum manusia sudah mengenal kepercayaan, meskipun jenis
kepercayaannya berada di tingkat awal yaitu terhadap nenek moyang dan juga benda-benda
mati yang dianggap memiliki kekuatan spiritual. Munculnya kepercayaan kepada roh leluhur
ini menjadi pertanda bahwa pengetahuan manusia di era tersebut sudah mengalami
peningkatan. Selain itu sudah muncul pula struktur sosial dan hierarki tertentu yang mengatur
suatu komunitas.
Sebenarnya, megalitikum ini lebih cocok disebut sebagai kebudayaan karena
menjelaskan mengenai kebudayaan manusia untuk membangun artefak batu berukuran besar.
Dari segi waktu sendiri, zaman megalitikum ini terjadi pada zaman neolitikum akhir dan juga
zaman perundagian awal, yaitu pada zaman perunggu.
Sejarah Kebudayaan Megalitikum
Menurut Robert von Heine Geldern, seorang arkeolog, ahli prasejarah sekaligus
etnolog asal Austria, penyebaran budaya pada zaman megalitikum di Indonesia dapat dibagi
menjadi dua gelombang yaitu:
Megalitikum tua (2500 SM – 1500 SM)
Megalitikum muda (1000 SM – 100 SM)
Agar kalian lebih paham, akan dibahas secara lebih detail kedua gelombang tersebut dibawah
ini.
Megalitikum Tua
Penyebaran kebudayaan megalitikum tua di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman
Neolitikum yaitu sekitar 2500 hingga 1500 sebelum masehi. Kebudayaan tersebut dibawa
oleh para manusia purba dari kebudayaan proto melayu yang identik dengan penggunaan
kapak persegi. Beberapa bangunan peninggalan megalitikum tua yaitu punden berundak,
menhir, dan arca statis.
Megalitikum Muda
Gelombang kedua penyebaran kebudayaan megalitikum muda di Indonesia terjadi
pada tahun 1000 hingga 100 sebelum masehi, tepatnya di zaman perunggu. Kebudayaan
megalitikum muda dibawa langsung oleh manusia purba Deutro Melayu yang merupakan
bagian dari Kebudayaan Dongson yang sudah menguasai pengolahan logam.
Hadirnya penyebaran gelombang kedua di Indonesia dibuktikan dengan adanya
dolmen, waruga dan peninggalan lainnya. Selain itu, terdapat beberapa temuan lain berupa
bangunan batu besar, kuburan batu, peralatan dari besi ataupun perunggu, hingga manik-
manik dan perhiasan kuno lainnya.
Uniknya hasil akhir kebudayaan megalitikum terlihat tidak merata karena dikerjakan
secara agresif sehingga tampilannya tidak halus. Hal ini terjadi karena para pengrajin pada
zaman tersebut hanya mengutamakan pembentukan wujud yang diinginkan alih-alih hasil
yang sempurna. Alasan lainnya adalah teknologi yang dimiliki kurang memadai untuk
membentuk bangunan-bangunan yang sudah sangat kreatif dan imajinatif bentuknya.
Secara umum, manusia pada zaman ini sudah memiliki teknologi yang cukup canggih,
sistem sosial yang mumpuni, dan sudah mampu hidup secara menetap di rumah-rumah
permanen. Selain itu, manusia tidak lagi bergantung pada hewan buruan dan juga tanaman-
tanaman sekitar, karena manusia pada zaman ini sudah mampu untuk memproduksi
makanannya sendiri dengan bertani dan berternak hewan.
Hal ini terjadi karena megalitikum bertepatan dengan revolusi pertanian pertama yaitu
revolusi pertanian neolitik.
Agar kalian lebih paham, akan dijelaskan secara lebih rinci peninggalan-peninggalan
kebudayaan tersebut dibawah ini:
Punden Berundak
Punden Berundak adalah salah satu hasil kebudayaan megalitikum di Indonesia yang
bentuknya sangat unik. Bangunan ini berbentuk seperti sebuah susunan batu yang memiliki
beberapa tingkatan. Umumnya, bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan kepada roh-
roh leluhur dan juga nenek moyang.
Seperti namanya, Punden Berundak ini terdiri dari tiga tingkat dan terdapat arti yang
menarik pada setiap tingkatannya. Pada tingkatan pertama memiliki arti kehidupan saat
berada di kandungan sang ibu, kedua adalah lambang kehidupan di dunia dan tingkat yang
terakhir yaitu ketiga adalah lambang kehidupan selanjutnya setelah mati.
Punden Berundak banyak ditemukan di Pulau Jawa dan kelak akan mempengaruhi
bentuk candi-candi yang dibangun di seluruh wilayah Indonesia.
Sarkofagus
Sarkofagus merupakan peti mati yang banyak ditemukan di daerah Jawa Timur
(daerah Bondowoso) dan Bali. Peninggalan bersejarah ini merupakan sebuah peti penyimpan
jenazah yang berbentuk memanjang.
Sarkofagus ini berasal dari batuan utuh yang kemudian dibentuk menyerupai lesung
atau palung dan dilengkapi dengan penutup dari batu pula.
Menhir
Menhir merupakan sebuah batu tunggal besar yang bentuknya menyerupai tugu atau
tiang. Batu besar ini biasanya digunakan sebagai penanda tempat suci atau sebagai objek
memorial terhadap arwah nenek moyang. Oleh karena itu, menhir berperan penting dalam
kehidupan spiritual masyarakat pada saat itu.
Peninggalan bersejarah ini banyak ditemukan di daerah Rembang, Jawa tengah,
Pasemah dan Lahat, Sumatera Selatan serta di sekitar wilayah Ngada, Flores.
Arca
Salah satu peninggalan kebudayaan zaman megalitikum yang masih bisa ditemui di
Indonesia yaitu Patung Batu atau biasa disebut dengan arca.
Arca merupakan sebuah patung batuan yang umumnya berbentuk manusia atau
hewan. Batuan tersebut digunakan untuk aktivitas spiritual seperti pemujaan terhadap roh
leluhur.
Peninggalan ini banyak ditemukan di daerah Sulawesi Selatan tepatnya di Lembah
Bada Lahat dan Pasemah di Sumatera Selatan.
Waruga
Waruga adalah sejenis makam dari batu utuh yang terdiri dari dua bagian yakni bagian
bawah dan atas. Makam yang terbuat dari batuan besar ini memiliki bentuk atap yang unik
yaitu segitiga. Sedangkan bagian bawah digunakan untuk menyimpan mayat nenek moyang.
Waruga ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, namun banyak terdapat di daerah
Minahasa, Sulawesi Utara.
Kuburan Batu
Hampir sama dengan sarkofagus, kuburan batu ini juga berfungsi untuk menyimpan
jenazah. Namun, bentuknya sedikit berbeda jika dibandingkan dengan sarkofagus. Kuburan
batu ini terdiri dari enam papan batu, dua batu untuk sisi lebar, dua batu untuk sisi panjang
dan bagian lain untuk lantai.
Kuburan Batu ini banyak ditemui di sekitar wilayah Cepu di Jawa Tengah, Wonosari
di Yogyakarta, Bali, Cirebon di Jawa Barat serta Pasemah di Sumatera Selatan.
Dolmen
Dolmen merupakan sejenis meja besar yang terbuat dari lempengan batu utuh.
Peninggalan satu ini berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada nenek moyang dan tempat
meletakkan sesaji.
Selain itu, dolmen juga biasa digunakan sebagai bagian atas dan penutup dari
Sarkofagus. Peninggalan zaman megalitikum ini biasa dikenal dengan Pandhusa dan banyak
ditemui di Jawa Timur khususnya daerah Besuki.
Meskipun telah lama, nyatanya beberapa benda peninggalan zaman megalitikum
masih ada yang digunakan hingga sekarang.
Sebagai warisan leluhur yang bersejarah dan penuh makna, peninggalan-peninggalan
tersebut haruslah dijaga dengan baik.