Anda di halaman 1dari 14

SUSPENSI

Master Formula :

Tiap 5 ml mengandung

Ibuprofen 100 mg  Zat Aktif

Na CMC 1%  Suspensi Agent

Gliserin 10 %  Pemanis,Pengawet,Wetting Agent

Asam Sitrat 0,9 %  Pendapar

Natrium Sitrat 0,2 %  Pendapar

Strawberry q.s  Perasa dan Pengaroma

Red q.s  Pewarna

Aquadest ad 60 ml

II.1 Dasar Teori :

II.1.1   Pengertian Suspensi, yaitu:

1.      Menurut Dirjen POM (2014), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.

2.      Menurut Bambang (2007), suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.

3.      Menurut Ansel (1989), suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang
ditahan dalam suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai.

4.      Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak
larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.

II.1.2   Jenis-Jenis Suspensi

Jenis-jenis suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu :


1.      Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk
pemakaian oral.

2.      Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.

3.      Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

4.      Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel sangat
halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

5.      Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan
secara intravena atau ke dalam larutan spinal.

6.      Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril
setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

II.1.3   Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan sediaan suspensi menurut
Bambang (2007), yaitu:

1.      Proses pembasahan.

2.      Interaksi antar partikel.

3.      Elektrokinetik.

4.      Agregasi.

5.      Laju sedimentasi.

           Menurut Syamsuni (2006), yaitu:

1.      Ukuran partikel

      Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan
ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke
atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas
penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel,
daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap. Sehingga, untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel.
2.      Kekentalan (Viskositas)

      Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental
suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

3.      Jumlah partikel (Konsentrasi)

      Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka partikel akan sulit
melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan
ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang
singkat.

4.      Sifat atau muatan partikel

      Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang
sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang
menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.

II.1.4   Bahan Pensuspensi (Suspending agent)

Suspending agent adalah bahan pengental untuk menaikkan viskositas dari suspensi, umumnya
bersifat mudah mengembang di dalam air (hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).

Menurut Syamsuni (2006), bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan


menjadi:

1.      Bahan pensuspensi dari alam

      Bahan alam dari jenis gom sering disebut “gom atau hidrokoloid”. Gom dapat larut atau
mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir.
Bahan pensuspensi ini terbagi menjadi dua, yaitu :

a.       Gom arab meliputi akasia, chondrus, tragakan, dan algin.

b.      Bahan pensuspensi alam bukan gom adalah tanah liat.


2.      Bahan pensuspensi sintesis

      Bahan ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a.       Derivat selulosa, contohnya metil selulosa (methosol, tylose), karboksimetilselulosa


(CMC), dan hidroksimetil selulosa.

b.      Golongan organik polimer, contohnya adalah carbophol 934.

II.1.5   Metode Pembuatan

Menurut Bambang (2007), terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan sediaan suspensi,
yaitu:

1.      Metode flokulasi

      Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam
ikatan lemah. Sistem ini peristiwa sedimentasi cepat terjadi dan partikel mengandap sebagai flok
(kumpulan partikel). Sedimen terbentuk dalam keadaan “terbungkus” dan bebas, tidak
membentuk “cake” yang keras dan padat serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula.
Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi cepat terjadi dan terbentuk lapisan yang jernih dan
nyata di atasnya.

2.      Metode deflokulasi

      Dalam metode deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk “cake” yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini partikel suspensi
dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing partikel mengendap secara
terpisah. Jika kecepatan pengendapan dapat ditahan dalam jangka waktu yang lama, metode ini
lebih disukai karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara
perlahan.

3.      Metode kombinasi

      Kecepatan (laju) sedimentasi harus sekecil mungkin sehingga partikel tetap dalam bentuk
dispersi merata dan apabila terbentuk endapan (cake) maka dengan mudah terdispersi kembali
dengan penggojokan ringan, sehingga stabilitas suspensi menjadi optimal. Kondisi ideal ini dapat
dicapai dengan penggabungan kedua metode di atas.

II.1.6   Keuntungan dan Kurangan

                  Keuntungan suspensi menurut Syamsuni (2006); Anief (1987), yaitu:

1.      Ukuran partikel lebih kecil sehingga lebih mudah diabsorbsi.

2.      Suspensi injeksi mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik.


3.      Dapat menutupi bau dan rasa dari obat karena menggunakan sirup simplex.

                  Kekurangan suspensi menurut Syamsuni (2006), yaitu:

1.      Masalah dalam proses pembuatan suspensi (cara memperlambat penimbunan partikel serta
menjaga homogenitasnya).

2.      Terjadinya agregasi yang membuatnya tidak terdistribusi merata.

https://minionssantii.blogspot.com/2017/12/laporan-fardas-suspensi.html
KRIM

Master Formula :

VCO 20 %  Zat Aktif

Asam Stearat 10 %  Emulgator

Xanthan gum 3,3 %  Emulgator

Metil Paraben 0,25 %  Pengawet

Propil Paraben 0,15 %  Pengawet

Aquadest ad 1500 ml

Dasar Teori

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (DepKes
RI, 1979).
Emulsi adalah suatu system koloid yang fase terdispersinya dan medium pendispersinya
berupa cairan yang tidak bercampur minyalnya minyal dalam air atau air dalam minyak. Karena
kedua fase tersebut tidak dapat bercampur, keduannya akan terpisah. Untuk menjaga emulsi
tersebut stabil perlu ditambahkan emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent) (Sumardjo,
2009).

Secara umum, emulsi terdiri dari komponen dasar dan komponen tambahan. Komponen
dasar terdiri dari fase dispers yaitu zat cair yang terbagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair
lain, fase luar yaitu zat cair yang berfungsi sebagai pendukung emulsi, dan emulgator yang
menstabilkan emulsi. Sedangkan komponene tambahan meliputi preservative yaitu metil dan
propil paraben, asam benzoate, asam sorbet, dll. Dan antioksidan contohnya yaitu asam
askorbat , asam sitrat, L. tocoperol, propil galat, dan asam galat (Sarasmita, 2010).

Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:


a.       Komponen dasar
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri dari:
o  Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
o  Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.
o  Emulgator
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
b.      Komponen tambahan
Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, anti oksidan. (Anonim, 2009).

            

Jenis emulsi ada 2, yaitu:


a.       Zat yang tak larut (umpamanya minyak) terdispers dalam air. Terdiri dari tetesan-tetesan
minyak yang halus yang melayang dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan dengan air dan disebut
emulsi O/W (minyak dalam air).
b.      Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tidak larut, disebut emulsi tipe W/O (air
dalam minyak).
Dalam praktik kita bagi dalam:
a.       Emulsi alam (emulsi vera), dibuat dari bahan-bahan bakal, dimana terdapat minyak yang harus
diemulsikan bersama emulgatornya atau emulgatornya sudah terdapat dalam biji. Contoh: emulsi
Amygdalae dulces, Semen Lini, Semen Cucurbitae, dan Fructus Canabis.
b.      Emulsi buatan (emulsi spuria), dimana harus ditambahkan emulgator dan air. Contoh: Oleum
Ricini (Duin, 1954).

Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut:


a.       Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis
mengandung fase dispers yang berbeda.
b.      Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking)
Proses cracking bersifat tidak dapat kembali.
c.       Inversi
Peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau sebaliknya (Anief,
2000).

Faktor yang memecah emulsi:


a.       Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti
CaCl2 eksikatus dan CaO.
b.      Pemecahan emulsi secara fisika:
o   Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan menaikkan
benturan butir-butir tetesan.
o   Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi.
o   Penambahan granul kasar
o   Pengenceran emulsi yang berlebihan
o   Penyaringan
o   Pemutaran dengan alat sentrifugal
c.       Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi

Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah:


a.       Ukuran partikel
b.      Viskositas
c.       Rasio fase volume
d.      Muatan listrik pada lapisan ganda listrik

Pembuatan emulsi:
a.       Metode gom basah (metode Inggris)
Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi sedikit
dengan diaduk cepat.
b.      Metode gom kering
Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, sselanjutnya sisa
air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.
c.       Metode HLB
Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk tipe
sistem yang dipilih (Anief, 2007).
http://eldesimedis.blogspot.com/2013/10/fts-non-solid-emulsi-laporan-resmi.html
Gel

Master Formula :

Air Daun Sirih 4%

Na CMC 0,5 %

Gliserin 15 %

Propilenglikol 5%

Natrium Metabisulfit 0,1 %

Aethanolom 12 %

Ol. Cucumir Melo. L q.s

Aquadest ad 50 ml

Dasar Teori

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi
yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa  organik, masing-
masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.

Menurut Ansel, gel di definisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan.

Penggolongan Gel

a.      Berdasarkan sifat Fasa koloid

Gel anorganik,  contoh : bentonit magma 


Gel organik, pembentuk gel berupa polimer

b.      Berdasarkan sifat pelarut

v  Hidrogel (pelarut air)

Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang
melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi
hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai
tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan
kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel
biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis
sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya. Kekurangan
hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang.
Contoh : bentonit magma, gelatin

v  Organogel (pelarut bukan air / pelarut organic )

Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan
didinginkan secara  shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.

v  Xerogel

Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel
sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang tertinggal.
Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang
mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan
acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.

c.       Berdasarkan jenis fase terdispersi

a.       Gel sistem dua fase

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel kadang-
kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat
berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.
Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

b.      Gel sistem fase tunggal

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan.
Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam
misanya tragakan.

     Keuntungan dan kerugian menurut Lachman,1994 :

1.      Keuntungan sediaan gel

Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan
elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis,
mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

2.      Kerugian sediaan gel

Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

     Kegunaan Gel

1.      Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,   dalam bentuk
sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan
obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.

2.      Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,bahan
pelindung koloid pada suspense, bahan pengental pada sediaan cairan oral dan basis suppositoria.

3.      Untuk kosmetik gel, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada
shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.

4.      Gel dapat digumakan untuk obat yang diberikan secara topical ( non steril ) atau
dimasukkan kedalam tubuh atau mata ( gel steril )

     Syarat-syarat sediaan gel ,menurut Formularium Nasional, halaman  315

1.      Memiliki Viskositas dan daya lekat tingg,tidak mudah mengalir pada permukaan kulit

2.      Memiliki sifat tiksotropi,mudah merata bila dioleskan

3.      Memiliki derajat kejernihan tinggi (efek estetika)

4.      Tidak meninggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti film saat pemakaiannya

5.      Mudah tercucikan dengan air

6.      Daya lubrikasi tinggi


7.      Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan

     Sifat dan karakteristik gel

1.      Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga
terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi
antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar
polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.

2.      Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan
keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang
elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya
perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi
pada hidrogel maupun organogel.

3.      Efek Suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC,
HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4.      Efek eletrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion
berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan
(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan
rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang
disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak
larut.

5.      Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari
bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk
gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

6.      Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat
aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi
oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

           Bahan Tambahan

a.       Pengawet

Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel mengandung
banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai anti mikroba. Dalam pemilihan pengawet
harus memperhatikan inkompatibilitas dengan gelling agent.

b.      Penambahan bahan higroskopis

Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,propilengglikol, sorbitol dengan


konsentrasi 10-20%

c.       Chelating agent

Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat.

          Dasar gel yang umum digunakan.

1.      Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke
dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan
hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
prosedur yang khusus (Ansel, C .1989)

2.      Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat
dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka
pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan
dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya
lebih mudah untuk dibuat  dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik
umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan
pengawet (Voigt. 1994)

Anda mungkin juga menyukai