DISUSUN OLEH:
NIM : 195040200111152
KELAS :L
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB I PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum pemecahan dormnasi benih adalah agar praktikan
dapat mengetahui beberapa metode pelaksanaan pemecahan dormansi benih kemudian dapat
menyimpulkan metode pemecahan dormansi benih yang lebih efektif dan efisien antara
skarifikasi dan stratifikasi untuk merangsang perkecambahan benih.
BAB II METODOLOGI
Bahan
Bahan Fungsi
Biji Tanaman Cabai Sebagai spesimen pengamatana pemecahan dormansi benih
Air Sebagai pembasah kertas
Kertas Buram Sebagai substrat
2.2 METODOLOGI
Skarifikasi
Menyiapkan alat dan bahan
Memotong/meretakkan sedikit ujung kulit biji dengan hati-hati agar tidak mengenai embrio
Stratifikasi
Menyiapkan alat dan bahan
Merendam biji pada air dengan suhu sekitar 60º – 70ºC selama 10 menit
Meniriskan biji
Skarifikasi + Stratifikasi
Menyiapkan alat dan bahan
b. Ulangan 2
2. Skarifikasi
a. Ulangan 1
b. Ulangan 2
3. Stratifikasi
a. Ulangan 1
b. Ulangan 2
4. Skarifikasi + Stratifikasi
a. Ulangan 1
b. Ulangan 2
3.2 PEMBAHASAN
Dormansi benih merupakan keadaan saat suatu benih tidak berkecambah pada
lingkungan yang optimum. Pada praktikum ini menggunakan biji cabai sebagai spesimen
yang diamati. Perlakuan yang dapat dilakukan untuk mengatasi dormansi benih dapat berupa
perlakuan kontrol, skarifikasi, stratifikasi, dan gabungan dari skarifikasi dengan stratifikasi.
Semua benih yang berkecambah memunculkan tunas setelah 5 hari praktikum. Perlakuan
yang dilakukan pada benih ini dapat memperpendek masa dormansi benih yang panjang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rumahorbo et al (2020) bahwa perlakuan secara kimia, fisik, dan
biologi dapat membantu memperpendek masa dormansi benih yang panjang. Selain itu,
perlakuan tersebut juga dapat menghasilkan benih yang baik dalam jumlah yang banyak dan
dalam waktu yang singkat.
Perkecambahan pada benih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
penting yang mempengaruhi adalah media, yaitu harus mempunyai sifat fisik yang baik,
mempunyai kemampuan menyimpan air, dan bebas dari organisme penyebab penyakit.
Ukuran dari benih juga mempengaruhi perkecambahan benih. Benih berukuran besar
memiliki daya berkecambah yang bagus dibanding dengan benih berukuran kecil. Benih yang
berukuran besar memiliki daya berkecambah dan berat kering yang lebih tinggi dibandingkan
dengan benih yang berukuran kecil, karena benih verukuran besar mempunyai cadangan
makanan yang lebih banyak (Koes & Arief, 2011). Ciri-ciri kecambah normal adalah
kecambah memiliki pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran yang baik,
perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan, pertumbuhan
plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik. Daya berkecambah pada benih ditentukan
berdasarkan jumlah perkecambahan benih normal yang tumbuh sampai hari ke-5 dengan
indikator perkecambahan benih normal apabila radikula telah terlihat (Adelina, 2009).
1) Perlakuan Kontrol
Perlakuan pertama yang dilakukan adalah perlakuan kontrol yang menghasilkan satu
biji berkecambah pada kedua ulangan. Jadi rata-rata daya kecambah pada perlakuan kontrol
sebesar 20%, sehingga angka tersebut termasuk paling rendah dibandingkan perlakuan lain.
Hal ini dapat terjadi karena pada perlakuan kontrol tidak dilakukan perlakuan yang bertujuan
untuk membantu imbibisi pada kulit benih ataupun mempermudah air masuk ke biji tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Uyatmi et al (2016) bahwa berbagai metode yang dilakukan
dalam mengatasi dormansi benih bertujuan untuk mempermudah masuknya air dan
mempermudah proses imbibisi pada kulit benih.
2) Skarifikasi
Perlakuan kedua adalah perlakuan skarifikasi benih dengan cara mengikir, melubangi,
atau memecah kulit biji dengan perlakuan tertentu pada biji dengan kulit yang keras sehingga
diharapkan dapat mempermudah imbibisi. Pada perlakuan ini menghasilkan dua biji
berkecambah pada ulangan pertama menghasilkan 3 benih berkecambah sedangkan pada
ulangan kedua menghasilkan 4 benih berkecambah, sehingga rata-rata daya berkecambah
adalah 70%. Presentase tersebut adalah daya berkecambah tertinggi diantara perlakuan yang
lain. Hal ini dapat dipengaruhi karena proses pemotongan pada kulit biji yang menyebabkan
proses imbibisi pada biji ini lebih mudah dan mempengaruhi perkecambahan. Menurut
Melasari et al (2018),benih yang diberikan perlakuan berupa skarifikasi dapat mempermudah
masuknya air ke dalam benih sehingga proses imbibisi dan proses perkecambahan dapat lebih
mudah terjadi.
Secara umum, perlakuan skarifikasi menunjukkan efek yang lebih baik dalam
pematahan dormansi dan perkecambahan daripada perlakuan kontrol. Menurut Juhanda et al
(2013) hal ini dikarenakan benih yang diskarifikasi akan menghasilkan kulit benih yang
permeabel sehingga memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih serta proses
imbibisi pun dapat berjalan dengan lebih baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam
benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan
proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang
dihasilkan juga semakin baik. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Saberi (2011) umumnya menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dengan
penggosokan/penggoresan benih lebih baik dalam mematahkan dormansi benih dibandingkan
dengan perlakuan bahan kimia. Karena itu, penerapan teknik ini untuk pematahan dormansi
lebih dianjurkan karena biayanya murah dan resiko yang rendah. Selain itu kemungkinan
besar rusaknya embrio karena bahan kimia juga bisa dihindari.
3) Stratifikasi
Perlakuan ketiga yang dilakukan adalah perlakuan stratifikasi benih yaitu dengan cara
memberikan perlakuan suhu rendah atau tinggi pada biji dengan keadaan lembab. Pada
stratifikasi dilakukan perendaman selama sepuluh menit dengan air hangat bersuhu 60º-70°C.
Hasil yang didapatkan pada perlakuan ini yaitu 2 benih berkecambah pada ulangan pertama
dan 3 benih berkecambah pada ulangan kedua, sehingga rata-rata daya berkecambah pada
perlakuan stratifikasi sebesar 50%. Presentase ini tergolong lebih rendah dibandingkan
skarifikasi, tetapi lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini karena suhu air yang
digunakan dalam perendaman dapat mempercepat proses imbibisi sehingga struktur benih
yang keras dapat melunak dan dapat membantu membuka pori-pori kulit benih (Rumahorbo
et al., 2020).
Secara umum dapat dikatakan bahwa perkecambahan benih dengan perlakuan
stratifikasi masih lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol walaupun hasilnya tidak terlalu
berbeda jauh. BPTH Sulawesi (2012) menyatakan bahwa stratifikasi panas digunakan dalam
kaitannya untuk mengatasi dormansi yang disebabkan oleh embrio yang telah berkembang
dan untuk melunakkan pericarp atau kulit biji yang keras (dormansi mekanis). Wang (2011)
mengemukakan bahwa Suhu dan air adalah dua faktor lingkungan utama yang mempengaruhi
dormansi biji, pematahan dormansi bisa terjadi pada rentang suhu dan kondisi kelembaban
benih yang sangat luas. Berdasarkan penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pematahan
dormansi terjadi secara bersamaan selama stratifikasi yang bergantung pada suhu yang
diaplikasikan. Suhu optimum untuk stratifikasi pada tiap-tiap jenis spesies maupun antar
spesies dapat berbeda-beda. Efektifitas stratifikasi juga dapat ditingkatkan melalui fluktuasi
suhu, yaitu dengan perlakauan perendaman pada suhu tinggi/panas diikuti perendaman pada
suhu rendah/dingin. Metode stratifikasi dapat dikatakan metode yang paling praktis karena
hanya merendam benih dengan air bersuhu tertentu pada waktu tertentu.
4) Skarifikasi + Stratifikasi
Perlakuan terakhir yang dilakukan adalah gabungan dari skarifikasi dan stratifikasi
benih. Perlakuan ini menghasilkan 1 benih berkecambah pada ulangan pertama dan 2 benih
berkecambah pada ulangan kedua. Oleh karena itu, didapatkan rata-rata daya berkecambah
pada perlakuan ini sebesar 30%, presentase ini termasuk tertinggi ketiga setelah skarifikasi da
stratifikasi. Hal ini dapat disebabkan karena perlakuan yang dilakukan merupakan gabungan
dari dua metode yang dapat mengatasi dormansi benih. Menurut Husain dan Tuiyo (2012),
dormansi dapat diatasi dengan beberapa perlakuan, antara lain dengan stratifikasi benih
dengan suhu rendah ataupun tinggi, menghaluskan kulit benih dengan proses skarifikasi, dan
dapat dengan menambahkan zat kimia.
Lopez (2011) menyatakan bahwa dormansi benih dianggap sebagai kegagalan benih
untuk menyelesaikan perkecambahan dibawah kondisi lingkuingan yang menguntungkan
yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetic dan lingkungan serta faktor morfologis
dan fisiologis benih itu sendiri, meliputi zat yang terkandung dalam benih yang melindungi
atau menutupi benih sehingga menghalangi masuknya air ke benih juga keseimbangan
hormon tanaman itu sendiri (asam absisat dan giberelin). Beberapa cara pematahan dormansi
benih diantaranya skarifikasi dan stratifikasi. Lakitan (2007) menyatakan bahwa skarifikasi
digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embrio.
Metode pemecahan dormansi benih dengan cara skarifikasi ataupun stratifikasi
mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut Schmidt (2000) kelebihan dari metode
skarifikasi adalahal tidak memerlukan kontrol suhu, tidak membahayakan keamanan untuk
pekerja, benih tetap kering dan bisa langsung ditanam. Adapun kekurangan metode
skarifikasi adalah membutuhkan peralatan khusus, benih harus bebas dari bubur daging,
memungkinkan kerusakan akibat overtreatment. Begitu pula menurut Lakitan (2007),
kelebihan dari metode stratifikasi adalah mampu mematahkan masa dormansi embrio.
Sedangkan kelemahan dari metode stratifikasi adalah memerlukan kontrol suhu dan lama
periode stratifikasi antar benih berbeda-beda.
BAB 4 PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dormansi benih menggambarkan kegagalan benih untuk melakukan perkecambahan
pada kondisi lingkungan yang optimum. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan beberapa
teknik pemecahan dormansi pada benih yaitu skarifikasi dan stratifikasi. Skarifikasi benih
dilakukan dengan merusak bagian kulit biji untuk membantu dalam proses imbibisi sehingga
benih mampu untuk berkecambah. Sedangkan dari tahapan stratifikasi, benih atau biji
diberikan perlakuan perendaman baik suhu panas ataupun dingin, yang bertujuan untuk
melunakkan bagian kulit biji sehingga proses imbibisi bisa berlangsung. Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan skarifikasi
maupun stratifikasi benih mampu untuk mematahkan masa dormansi benih. Benih benih yang
diberi perlakuan skarifikasi dan stratifikasi secara umum menghasilkan jumlah
perkecambahan benih yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Teknik pematahan
dormansi melalui metode skarifikasi dan stratifikasi menjadi rekomendasi karena mudah dan
tidak memerlukan biaya yang besar.
4.2 SARAN
Praktikum berjalan dengan baik. Sebaiknya selama praktikum dilakukan dengan hati-
hati terutama proses skarifikasi dan stratifikasi karena pemotongan dan perlakuan suhu
tersebut akan sangat mempengaruhi hasil perkecambahan. Jadi diperlukan ketelitian dan
kecermatan dari praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, E. (2009). Penentuan Stadia Kemasakan Buah Nangka Toaya melalui Kajian
Morfologi & Fisiologi Benih. Media Litban, 2(1), 56-61.
Husain, I., & Tuiyo, R. (2012). Pematahan Dormansi Benih Kemiri (Aleurites moluccana L.
Willd) yang Direndam dengan Zat Pengatur Tumbuh Organik Basmingro dan
Pengaruhnya terhadap Viabilitas Benih. JATT, 1(2), 95-100.
Juhanda, Y., Nurmiaty, & Ernawati. (2013). Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan
Perkecambahan Benih Saga Manis (Abrus precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika,
1(1), 45-49.
Kartasapoetra, A. (2003). Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum.
Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada.
Koes, F., & Arief, R. (2011). Seminar Nasional Serealia: Pengaruh Perlakuan
Matriconditioning terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jagung. Badan Penelitian
Tanaman Serealia.
Lakitan, B. (2007). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lopez, A. (2011). Seed Dormancy in Mexican Teosinte. Crop Science, 2056-2066.
Melasari, N., Suharsi, T., & Qadir, A. (2018). Penentuan Metode Pematahan Dormansi Benih
Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap. Bul. Agrohorti, 6(1), 59-
67.
Naiola, B. (2007). Fisiologi Bui Dorman Gewang (Corypha Man Lamarck). Berita Biologi,
8(6), 521-529.
Priadi, D., Kuswara, T., & Soetisna, U. (2007). Padi Organik Versus Non-Organik: Studi
Fisiologi Benih Padi (Oryza sativa L.) Kultivar Lokal Rojolele. Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia, 9(2), 130-138.
Rumahorbo, A., Duryat, R., & Bintoro, A. (2020). Pengaruh Pematahan Masa Dormansi
melalui Perendaman Air dengan Stratifikasi Suhu terhadap Perkecambahan Benih
Aren (Arenga pinnata). Jurnal Sylvia Lestari, 8(1), 77-84.
Saberi, M. (2011). Comparison the Effect of Different Treatments for Breaking Seed
Dormancy of Citrullus colocynthis. Journal of Agricultural Science, 3(4), 21-35.
Sari, D. I. (2013). Perlakuan Pemecahan Dormansi Benih Pada Perkecambahan Kopi.
Surabaya: Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya.
Schmidt, L. (2000). Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.
Jakarta: PT. Gramedia.
Sulawesi, B. (2012). Dormansi. Makassar: Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial Balai Perbenihan Tanaman
Hutan Sulawesi.
Uyatmi, Y., Inoriah, E., & Marwanto. (2016). Pematahan Dormansi Benih Kebiul
(Caesalphinia bonduc L.) dengan Berbagai Metode. Akta Agrosia, 19(2), 147-156.
Wang, W. (2011). Seed dormancy and germination in Vitis amurensis and its variation. Seed
Science Research. 11(21), 255-265.
LAMPIRAN
Perlakuan stratifikasi