Anda di halaman 1dari 86

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS


TIDUR PADA LANSIA

LITERATURE REVIEW

diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Strata I Keperawatan

VIVI ANDRIANI
1710105057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021

1
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama Lengkap : Vivi Andriani

NIM : 1710105057

Tempat /tgl lahir : Talang Kubu 01 Mei 1999

Tahun masuk : 2017

Nama Pembimbing Akademik : Ns. Edo Gusdiansyah, M.Kep

Nama Pembimbing I : Ns. Tomi Jepisa, M.Kep

Nama Pembimbing II : Ns. Syalvia Oresti, M.Kep

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya

yang berjudul :

“HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR

PADA LANSIA”

Apabila suatu saat saya nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, dalam
penulisan skripsi ini, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan .

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Padang, Agustus 2021

materai 10.000

Vivi Andriani

i
PERNYATAAN PEMBIMBING

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Vivi Andriani

NIM : 1710105057

Program Studi : Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur


Pada Lansia
Telah disetujui untuk di seminarkan dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Seminar
Hasil Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang.

Padang, Agustus 2021

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Tomi Jepisa, M.Kep) (Ns. Syalvia Oresti, M.Kep)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang


Ketua,

(Ns. Asmawati, M.Kep)

PERNYATAAN PENGUJI

ii
Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Vivi Andriani

NIM : 1710105057

Program Studi : Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur


Pada Lansia

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan Penguji Seminar Hasil pada


Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I
(Ns. Tomi Jepisa, M.Kep) (....................................)

Pembimbing II
(Ns. Syalvia Oresti, M.Kep) (....................................)

Penguji I
(Ns. Diana Arianti, M.Kep) (....................................)

Penguji II
(Hj. Mulyati Rivai, M.Pd) (....................................)

Disahkan Oleh
Ketua STIKes Alifah

(Ns. Asmawati, M.Kep)

iii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

Skripsi, Literature Review, Agustus 2021

Xii + 64 halaman, 2 tabel, 4 gambar, 2 lampiran

Vivi Andriani

Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia

ABSTRAK
Lanjut Usia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat dari berbagai
faktor proses patologis terkait usia, dan dapat menyebabkan perubahan pola tidur.
Seiring bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh,
baik fisik, psikososial, kognitif maupun psikologis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi gangguan tidur pada Lansia adalah penyakit, lingkungan,
kecemasan dan obat-obatan, gejala kecemasan yang dialami Lansia seperti
perasaan khawatir terhadap keluarga dan khawatir terhadap penyakit yang berat.
Tingkat kecemasan yang tinggi pada Lansia akan berdampak pada kualitas dan
pola tidur lanjut usia, sehingga mengakibatkan berbagai macam kemungkinan
lanjut usia mengalami penurunan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lanjut usia.
Metode penelitian yang digunakan literature review dengan memilih artikel
yang yang dipublikasi secara online. Artikel yang digunakan diperoleh dari
elektronik based google scholar, portal garuda dan pubmed pada jurnal nasional
yang terakreditasi maupun tidak terakreditasi. Literature review disaring kembali
berdasarkan judul literature, abstrak, kata kunci yang kemudian disaring kembali
dengan melihat keseluruhan isi teks. Jumlah artikel yang dikaji sebanyak 10
artikel dengan daftar referensi tahun 2015 sampai 2020.
Berdasarkan hasil penelitian dari 10 artikel ilmiah yang telah di analisis
didapatkan banyaknya Lansia yang mengalami kualitas tidur buruk, dimana
semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin buruk kualitas tidur pada lanjut
usia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada lansia.
Kesimpulan ada hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada
lansia. Disarankan sebaiknya lanjut usia melakukan aktivitas-aktivitas yang
bermanfaat seperti berkumpul dan mengobrol dengan keluarga, sehingga
kecemasan yang disebabkan oleh perubahan-perubahan pada lansia dapat
berkurang, dan kualitas tidur lansia baik.
Daftar Pustaka : 19 (2015 – 2020)
Kata Kunci : Kecemasan, Kualitas Tidur, Lansia
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

iv
Thesis, Literature Review, August 2021

Vivi Andriani

The Relationship among Anxiety Levels and Sleep Quality withinside the Aged
Xii + 64 Pages, 2 Tabels, 4 Pictures, 2 Attachments
ABSTRACT

Elderly people are at high risk of experiencing sleep disorders due to


various factors of age-related pathological processes, which can cause changes in
sleep patterns. As a person ages, there will be a decrease in body functions, both
physical, psychosocial, cognitive and psychologica. Factors that influence sleep
disorders in the elderly are disease, environment, and anxiety, symptoms of
anxiety experienced by the elderly such as feelings of worry about family and
worry about serious illness. High stages of tension withinside the aged may have
an effect at the high-satisfactory and terrible sleep styles of the aged, ensuing in
numerous opportunities for the aged to enjoy a decline in health. The cause of this
have a look at changed into to investigate the connection among tension stages
and sleep high-satisfactory withinside the aged
The studies approach used is a literature overview via way of means of
figuring out magazine articles posted online. The articles used had been received
from electronically primarily based totally google scholar, garuda portal and
pubmed in accepted and unaccredited country wide journals. The literature
overview standards are filtered once more primarily based totally at the literature
title, abstract, key phrases that are then filtered once more via way of means of
searching on the complete contents of the text.
The variety of articles reviewed changed into 10 articles with a listing of
references from 2015 to 2020. Based at the outcomes of studies from 10 clinical
articles which have been analyzed, it's far located that many aged humans enjoy
terrible sleep high-satisfactory, wherein the better the extent of tension, the more
severe the sleep high-satisfactory withinside the aged. So, it is able to be
concluded that there may be a full-size courting among tension stages and sleep
high-satisfactory withinside the aged.
The conclusion is that there is a relationship between anxiety levels and
sleep quality in the elderly.It is usually recommended that the aged do beneficial
sports which include accumulating and speaking to family, in order that the
tension due to adjustments withinside the aged may be reduced, and the sleep
high-satisfactory of the aged is good.
Bibliography : 19 (2015 – 2020)
Keywords: Anxiety, Sleep Quality, Elderly
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

v
Identitas Pribadi
Nama : Vivi Andriani
Tempat Lahir : Talang Kubu
Tanggal Lahir : 01 Mei 1999
Agama : Islam
Anak ke : 1 ( pertama)
Jumlah Bersaudara : 2 (dua)
Daerah Asal : Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Simpang Gunung, kecamatan Ranah Ampek Hulu
Tapan
Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Amril
Nama Ibu : Mariani
Pekerjaan : Pedagang
Riwayat Pendidikan
2005 – 2011 : SD Negeri 08 Tl.Kubu
2011 – 2014 : SMP Negeri 2 Basa Ampek Balai Tapan
2014 – 2017 : SMA Negeri 1 Basa Ampek Balai Tapan
2017– 2021 : S1 Keperawatan STIKes Alifah Padang

KATA PENGANTAR

vi
Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunianya, shalawat beriringan salam untuk Nabi

besar Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan

judul “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan kualitas Tidur pada Lansia “

Dalam menyelesaikan skripsi ini Peneliti telah mendapatkan bantuan dan

bimbingan serta dukungan moril dari berbagai pihak, oleh sebab itulah pada

kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ns. Tomi Jepisa, M.Kep dan Ibu Ns. Syalvia Oresti, M.Kep,

pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing dan memberikan saran kepada peneliti

2. Ibu Ns. Asmawati, M.Kep Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah

Padang.

3. Ibu Ns. Ledia Restipa, M.Kep ketua program studi keperawatan sekolah

tinggi ilmu kesehatan alifah padang

4. Bapak / ibu dosen berserta staff STIKes Alifah Padang yang memberikan

bekal ilmu kepada peneliti selama proses perkuliahan.

5. Teristimewa untuk kedua orang tua, adik-adik, kakak, dan seluruh

keluarga yang telah memberikan do’a, motivasi, dan semangat dalam

penyusunan skripsi ini.

vii
6. Seluruh teman-teman mahasiswa/i STIKes Alifah Padang Progaram Studi

Ilmu Keperawatan yang seperjuangan yang telah banyak memberikan

motivasi, informasi dan bantuan terkait penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan bantuan yang

telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan bagi

para pembaca agar dapat digunakan sebaik-baiknya. Peneliti menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu Peneliti

mengharapkan kritikan, saran, untuk kesempurnaan skripsi ini.

Padang, Agustus 2021

Peneliti

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT....................................................... i


PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................... ii
ABSTRAK.................................................................................................. iv
ABSTRACT................................................................................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................. vi
KATA PENGANTAR................................................................................ vii
DAFTAR ISI............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6
E. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis............................................................................ 8
1. Lansia ( Lanjut Usia )............................................................. 8
a. Pengertian Lansia............................................................. 8
b. Batasan-batasan Lansia.................................................... 9
c. Teori-teori Proses Menua................................................ 10
d. Perubahan yang Terjadi pada lansia................................ 15
e. Tipe-tipe Lansia............................................................... 19
f. Tugas perkembangan Lansia........................................... 22
g. Permasalahan yang terjadi pada lansia............................ 23
2. Kualitas Tidur......................................................................... 24
a. Pengertian........................................................................ 24
b. Fisiologi Tidur................................................................. 27
c. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur....................... 28
d. Jenis-jenis Tidur............................................................... 31
e. Fungsi Tidur..................................................................... 33
f. Jenis gangguan tidur........................................................ 34

ix
g. Penyebab gangguan Tidur............................................... 36
3. Kecemasan (Anxietas)............................................................. 37
a. Pengertian Kecemasan..................................................... 37
b. Tingkat Kecemasan......................................................... 38
c. Faktor Penyebab Kecemasan........................................... 40
d. Gejala Kecemasan Lansia................................................ 42
e. Penyebab Kecemasan pada Lansia.................................. 42
4. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Kualitas Tidur pada Lansia..................................................... 44
B. Kerangka Teori............................................................................... 45
C. Kerangka Konsep............................................................................ 46
D. Definisi Operasional....................................................................... 47
E. Hipotesis......................................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Strategi Pencarian Literature Review.......................... 48
B. Kriteria Literature Review.............................................................. 48
C. Tahapan Literature Review............................................................. 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kajian Literature Review......................................................... 50
B. Pembahasan....................................................................................... 58
C. Keterbatasan...................................................................................... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan....................................................................................... 68
B. Saran................................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Definisi Operasional............................................................... 45

Tabel 4.1 Tabel Hasil Kajian Literature review...................................... 50

xi
DAFTAR GAMBAR

Nombor Gambar Halaman

2.1 Rentang Kecemasan........................................................................... 39

2.2 Kerangka Teori................................................................................... 43

2.3 Kerangka Konsep............................................................................... 44

3.1.............................................................................................................Tahapan

Literature Review............................................................................... 46

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Ganchart
2. Lembar Bimbingan
3. Jurnal

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut Usia merupakan kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas,

lansia yang berusia lanjut cenderung mengalami kesulitan tidur karna beberapa

faktor, diantaranya penyakit, lingkungan, kelelahan, kecemasan, alkhohol,

obat-obatan dan nutrisi. Karena seiring dengan bertambahnya usia maka akan

terjadi penurunan fungsi tubuh pada lansia, baik fisik, fisiologis, maupun

psikologis (Laili & Hatmanti, 2018). Semakin bertambah umur manusia

semakin berkurang total waktu kebutuhan tidur, disebabkan terjadinya

degenerasi sel dan organ yang mempengaruhi fungsi dan mekanisme tidur

(Aspiani, 2014)

Menurut WHO (2013), di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar

8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lanjut

usia meningkat 3 kali lipat dari tahun 2020. Jumlah Lansia diperkirakan

mencapai 28,800.000 (11,34%) dikawasan Asia Tenggara dari total populasi

pada tahun 2020. Indonesia merupakan negara berkembang yang memasuki era

penduduk menua, karena angka Lansia lebih dari 7,0% (BKKN, 2019).

Indonesia memasuki era penduduk menua (aging population) yang mana

terdapat peningkatan jumlah Lansia pada tahun 2019, tercatat sebanyak 25,9

juta jiwa (9,7%) dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 48,2 juta lansia

(15,77%) di tahun 2035 (Kemenkes, 2019).

1
2

Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah

penduduk lanjut usia tertinggi pada tahun 2020-2025 setelah RRC, India dan

AS dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun. Lansia perlu diperhatikan

kesehatannya agar dapat menjalani kesehariannya dengan bahagia dan keluarga

dapat mengantarkan Lansia yang sejahtera sampai akhir hayatnya (Dariah &

Okatiranti, 2015). Menurut WHO (2013) ada empat tahapan Lansia yaitu: usia

pertengahan (45-59), Lanjut usia (60-74), Lanjut usia tua (75-90), Usia sangat

tua (>90).

Hasil sensus penduduk provinsi Sumatera Barat tahun 2020 terdapat

jumlah Lansia sebesar 10,83%, jumlah tersebut naik dibandingkan jumlah

Lansia di tahun 2010 yaitu sebanyak 8,08%. Angka prevalensi jumlah Lansia

dikota Padang meningkat dari tahun ke tahun, dan jumlah Lansia dikota

Padang mencapai 7,42% pada tahun 2020.

Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi penurunan fungsi

tubuh, baik fisik, kognitif maupun psikologis. Masalah kesehatan jiwa yang

sering terjadi pada Lansia adalah kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan

demensia, masalah kesehatan jiwa tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-

hari Lansia. Jumlah gangguan kecemasan pada Lansia diperkirakan antara

10%-20%, selain itu Lansia juga sering kali mengeluh sulit tidur dan sering

terbangun di malam hari (Dariah & Okatiranti, 2015)

Tidur merupakan proses yang dibutuhkan seseorang agar otak berfungsi

dengan baik. Lansia 60 tahun keatas membutuhkan waktu tidur 6 jam perhari

(Aspiani, 2014). Gangguan pola tidur menyebabkan perubahan pada kualitas


3

dan kuantitas tidur sehingga mengganggu kenyamanan lansia. Pola tidur yang

terganggu juga berisiko rentan terhadap penyakit, konfusi, demensia,

disorientasi, gangguan atensi, penurunan kemampuan berkonsentrasi serta

penurunan kemampuan beraktivitas (Witriya et al., 2016).

Penelitian yang dilakukan di China di kalangan Lansia maupun usia

menengah mengalami masalah tidur 40-70% dan meningkat setiap tahunnya

sebanyak 5%. Kualitas tidur yang buruk merupakan suatu hal yang umum

terjadi pada penuaan (Yi, 2019, dalam Jepisa et al., 2020)

Data dari Nasional Sleep Foundation (2017), bagi pria dan wanita yang

berusia 65 tahun keatas mengalami kesulitan untuk tertidur sepanjang malam.

Data dari Nasional Sleep Foundation menemukan bahwa orang yang lebih tua

lebih sering mengatakan terbangun sepanjang malam sebanyak 64%. Keluhan

terhadap kualitas tidur sering berkaitan dengan bertambahnya usia. Pada

kelompok Lanjut usia (40 tahun) hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh

tentang masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal

yang sama dijumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun (Kasma et

al., 2019).

Setiap tahun di dunia, orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur

diperkirakan sekitar 20%-50% dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur

yang serius, di Indonesia belum diketahui angka pastinya, namun gangguan

tidur pada orang dewasa mencapai 20%. Gangguan tidur meningkat selama

usia tua sebanyak 67%, dari orang-orang di atas usia 65 tahun dan 43% dari

mereka yang tinggal di panti jompo pelembang mengalami gangguan tidur


4

(Rarasta et al., 2018). Berdasarkan penelitian (Jepisa et al., 2020) melaporkan

dimana terdapat 75% Lansia di PSTW Provisinsi Sumatera Barat yang

mengalami kualitas tidur yang buruk.

Lanjut usia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai

faktor proses patologis terkait usia dapat menyebabkan perubahan pola tidur.

Gangguan tidur tersebut disebabkan oleh beban pikiran yaitu adanya

kekhawatiran yang dirasakan oleh Lanjut usia terhadap keluarganya, Lanjut

usia yang mengalami keluhan beban pikiran disebabkan memikirkan keluarga

yang ditinggalkan karena keadaan ekonomi keluarga yang masih kurang

mencukupi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada

Lansia adalah penyakit, lingkungan, latihan dan kelelahan, kecemasan,

alkhohol, obat-obatan dan nutrisi (Laili & Hatmanti, 2018).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Gejala kecemasan yang dialami oleh

Lansia adalah ; perasaan khawatir/takut yang tidak rasional akan kejadian yang

akan terjadi, sulit tidur, rasa tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan

gejala yang ringan atau takut dan khawatir terhadap penyakit yang berat dan

sering membayangkan hal-hal yang menakutkan/rasa panik terhadap masalah

yang besar (Dariah & Okatiranti, 2015)

Gangguan kecemasan menurut National Institute Of Mental Health

(2017), merupakan salah satu penyakit kejiwaan yang paling umum dengan
5

28,81% orang dewasa mengalami kecemasan. Dampak dari kecemasan yang

berlebihan bagi lansia yaitu susah tidur. Prevalensi Lansia yang mengalami

kecemasan sebanyak 56,5% di PSTW Gau Mabaji Kabupaten Gowa (Kasma et

al., 2019).

Latif et al., (2020) melakukan penelitian di Raal Griya Asih Lawang Kota

Malang menemukan adanya hubungan antara tingkat kecemasan dengan

kualitas tidur pada Lansia yang mengalami insomnia. Hasil penelitian Dariah et

al., (2015) di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung

Baratmenunjukkan hasil bahwa adanya hubungan antara tingkat kecemasan

dan kualitas tidur Lansia (Dariah & Okatiranti, 2015).

Berdasarkan penelusuran artikel ilmiah diatas penulis tertarik mengangkat

masalah hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia

dengan merujuk pada beberapa penelitian terdahulu dan meliterasi jurnal yang

digunakan dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada hubungan

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia“ berdasarkan penelusuran

artikel ilmiah ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Hubungan

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia” berdasarkan

penelusuran artikel ilmiah.


6

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada Lansia berdasarkan

penelusuran ilmiah literature review.

b. Untuk mengetahui kualitas tidur pada Lansia berdasarkan

penelusuran ilmiah literature review.

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pada Lansia berdasarkan penelusuran ilmiah literature review.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Menambah wawasan ilmu tentang hubungan tingkat kecemasan

dengan kualitas tidur pada Lansia dan untuk bahan pustaka bagi

penulis terkait hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada

Lansia.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan hasil

penelitian ini sebagai referensi pembanding untuk melanjutkan

meneliti dengan metode yang berbeda dari variabel yang terkait

hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia.


7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi

kepustakaan mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pada lansia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah literature review. Literature review diperoleh dari

penelusuran artikel penelitian-penelitian ilmiah dari rentang tahun 2015-2020

dengan menggunakan basic data google scholar, portal garuda dan PubMed.

Pencarian artikel dimulai pada bulan Februari s/d Maret 2021, diawali dengan

pemilihan topik, kemudian menuliskan kata kunci sesuai yaitu “Elderly,

Anxiety, Sleep Quality” untuk pencarian jurnal berbahasa inggris sedangkan

untuk pencarian jurnal berbahasa indonesia menggunakan kata kunci “Lansia,

Kecemasan, Kualitas Tidur “. Dari jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi

diambil untuk selanjutnya di analisa.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Lansia ( Lanjut Usia )
a. Pengertian Lanjut usia (Lansia)

Lanjut Usia merupakan kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas, sehingga pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan, sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.

Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi

metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif yang

menyebabkan lanjut usia mengakhiri hidup dengan episode terminal

(Sunaryo et al,. 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam

kehidupan manusia. Proses menua ialah proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua adalah proses yang alamiah yang akan dialami

semua manusia, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya yaitu, anak, dewasa, dan tua. Memasuki usia tua berarti

mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai

dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi yang mulai

8
9

ompong, pendengaran yang berkurang, penglihatan yang mulai

memburuk, gerakan melambat (Nugroho, 2012).

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa

usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,

tetapi merupakan suatu proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya 9 daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

b. Batasan-batasan lanjut usia

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda,

umumnya berkisar antara 60-65. Beberapa pendapat para ahli tentang

batasan usia adalah sebagai berikut.

1) Menurut Organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan

yaitu :

a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun

2) Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapat

usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

3) Menurut Hurlock

a) Early old age (usia 60-70 tahun)


10

b) Advanced old age (usia>70 tahun)

4) Menurut Burnsie

a) Young old (usia 60-69 tahun)

b) Middle age old (usia 70-79)

c) Old-old (usia 80-89 tahun)

d) Very old-old (usia>90 tahun)

5) Menurut Bee

a) Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)

b) Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun)

c) Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun)

d) Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun)

e) Masa dewasa sangat lanjut (usia >75 tahun)

6) Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro :

a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun

b) Usia dewasa penuh (middle years) usia 25/-60/65 tahun

c) Lanjut usia geatric age usia>65/70 tahun, terbagi atas :

(1) Young old (usia 70-75 tahun)

(2) Old (usia 75-80 tahun)

(3) Very old (usia >80 tahun)

c. Teori-teori proses menua

1) Teori Biologis

a) Teori Genetik

(1) Teori genetik clock


11

Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan

bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur

gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan

bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies

tertentu, setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam

genetik/biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas

usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi

tertentu sehingga jika jenis ini berhenti berputar maka ia akan

mati (Nugroho, 2012).

(2) Teori mutasi somatik

Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi

somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk, terjadi

kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam

proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus

menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi

organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap

sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang

khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan

kemampuan fungsional sel (Nugroho, 2012).

(3) Teori non genetik

(a)Teori penurunan imun tubuh (auto-immune theory)

Mutasi yang berulang dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh untuk

mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi


12

yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistem

imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah

yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut

usia.

(b)Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)

Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul

yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak

berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau

molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau

perubahan dalam tubuh. Radikal bebas ini menyebabkan sel

tidak dapat beregenerasi, radikal bebas dianggap sebagai

penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal

bebas yang terdapat di lingkungan seperti :

a) Asap kendaraan bermotor

b) Asap rokok

c) Zat pengawet makanan

d) Radiasi

e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya

perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua

(Nugroho, 2012).

b) Teori menua akibat metabolisme

Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa

pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan

dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori


13

yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur

(Nugroho, 2012).

c) Teori rantai silang (cross link theory)

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak,

protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi

dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang

menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan

hilangnya fungsi pada proses Menua.

2) Teori fisiologis

Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas

oksidasi stress, dan teori dipakai (wear andtear theory). Dimana

terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah

terpakai (Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal).

3) Teori Sosiologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara

lain :

a) Teori interaksi sosial

Teori ini menjelaskan mengapa Lanjut usia bertindak pada suatu

situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.

Kemampuan Lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial


14

merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan

kemampuannya besosialisasi.

b) Teori aktivitas atau kegiatan

(1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan

secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa Lanjut usia yang

sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam

kegiatan sosial.

(2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan ketika dapat melakukan

aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama

mungkin.

(3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

Lanjut usia.

(4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahann sampai Lanjut usia.

c) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory )

Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan

sebelumnya, teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi

pada seorang Lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas

yang dimilikinya. Teori ini mengemukan adanya kesinambungan

dalam siklus kehidupan Lanjut usia. Dengan demikian, pengalaman

hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak

pada saat ia menjadi Lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya
15

hidup, prilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah

walaupun ia telah Lanjut usia.

d) Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory)

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan

dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu

lainnya.

d. Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut usia

Proses menua mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada

Lanjut usia. Menurut Sunaryo, (2016) perubahan-perubahan itu meliputi

perubahan fisik, psikologi, dan kognitif pada lanjut usia.

1) Perubahan fisik

a) Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan

menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata

membentuk seperti katung dan lingkaran hitam dibagian ini

menjadi lebih permanen dan jelas. Selain itu, warna merah

kebiruan sering muncul disekitar lutut dan di tengah tengkuk.

b) Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia lanjut menjadi

lembek dan mengendur disekitar dagu, lengan bagian atas, dan

perut.

c) Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama

pada bagian tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi

agak sulit berjalan.


16

d) Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal

sehingga kadang-kadang memakai gigi palsu.

e) Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung

mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut mata, kebanyakan

menderita presbiopi, atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya

okomodasi karena menurunnya elastisitas mata.

f) Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun,

sehingga tidak sedikit yang mempergunakan alat bantu

pendengaran. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan

bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup

pada masa usia muda.

g) Perubahan sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan

sering tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan

kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan konsumsi

oksigen nasal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas

dalam paru.

Selain gangguan fisik yang bisa terlihat secara langsung,

pertambahan usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan

akibat penyakit kronik, obat-obatan yang diminum akibat operasi

yang menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis. Beberapa

gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :


17

a) Perubahan pada sistem saraf otak: umumnya mengalami

perubahan ukuran, berat, dan fungsi contohnya kortek, serebri

mengalami atropi.

b) Perubahan pada sistem kardiovaskuler: terjadi penurunan

elastisitas dari pembuluh darah jantung dan menurunnya cardiac

output.

c) Penyakit kronis misalnya diabetes melitus, penyakit

kardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan masalah yang

berhubungan dengan persendian dan saraf.

2) Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang dialami Lanjut usia erat kaitannya

dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Seorang lansia yang

memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-

kehilangan Sunaryo, (2016) sebagai berikut:

a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).

b) Kehilangan jabatan atau status atau jabatan pada posisi tertentu

ketika masih bekerja dulu.

c) Kehilangan kegiatan atau aktivitas.

d) Kehilangan pasangan

3) Perubahan psikologis

a) Perubahan psikis pada Lanjut usia adalah besarnya individual

different atau perbedaan individu pada Lanjut usia. Lanjut usia

memiliki kepribadian yang berbeda dari masa mudanya.


18

Penyesuaian diri Lanjut usia juga mengalami kesulitan karena

adanya ketidakinginan Lanjut usia untuk berinteraksi dengan

lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat berinteraksi.

b) Hal-hal yang berpengaruh terhadap psikologis Lanjut usia

yaitu: Kognitif merupakan proses dimana input sensory

ditransformasikan atau disimpan dan didapatkan kembali, beberapa

komponen dari proses kognitif adalah persepsi, berfikir, dan

memory, semua bisa dipengaruhi oleh perubahan pada lansia, mitos

yang terdapat pada lanjut usia, mereka tidak mampu atau tidak bisa

untuk belajar, untuk mengingat, dan untuk berfikir sebaik sewaktu

mereka masih muda, tetapi kenyataannya kebanyakan orang tua

masih bisa untuk belajar, berfikir, dan mampu untuk menyimpan

kecerdasan mereka (Sunaryo, 2016)

4) Perubahan kognitif

Keinginan untuk berumur panjang dan ketika meninggal dapat

masuk surga ialah sikap umum Lanjut usia yang perlu dipahami.

Perubahan kognitif pada lansia dapat berupa sikap yang semakin

egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki

sesuatu. Bahkan, lansia cenderung ingin mempertahankan hak dan

hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Mereka mengharapkan tetap

memiliki peranan dalam keluarga maupun masyarakat. Faktor yang

mempengaruhi perubahan kognitif pada Lanjut usia (Sunaryo,

2016) sebagai berikut :


19

a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b) Kesehatan umum.

c) Tingkat pendidikan.

d) Keturunan (hereditas).

c) Lingkungan (Sunaryo, 2016)

e. Tipe-tipe Lanjut usia

1) Tipe arif bijaksana

Tipe ini didasarkan pada orang Lanjut usia yang memiliki banyak

pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah, memiliki

kerendahan hati, sederhana, dermawan, dan dapat menjadi panutan.

2) Tipe mandiri

Tipe lanjut usia mandiri, yaitu mereka yang dapat menyesuaikan

perubahan pada dirinya. Mereka mengganti kegiatan yang hilang

dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat

bergaul dengan teman.

3) Tipe tidak puas

Tipe Lanjut usia tidak puas adalah yang selalu mengalami

konflik lahir batin. Mereka cenderung menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.


20

4) Tipe pasrah

Tipe ini memiliki kecenderungan menerima dan menunggu nasib baik,

rajin mengikuti kegiatan agama, dan mau melakukan pekerjaan apa

saja dengan ringan tangan.

5) Tipe bingung

Lanjut usia tipe ini terbentuk akibat mereka mengalami syok akan

perubahan status dan peran. Mereka mengalami keterkejutan, yang

membuat lanjut usia mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan

acuh tak acuh.

Adapun menurut Nugroho, W.H, (2012) tipe lanjut usia dibagi

menjadi beberapa bagian antara lain :

1) Tipe optimis

Tipe ini mempunyai pembawaan yang santai dan periang.

Mereka cukup baik dalam melakukan penyesuaian. Masa Lanjut usia

bagi mereka adalah bentuk bebas dari tanggung jawab dan dipandang

sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan positifnya. Maka tipe

ini sering disebut juga dengan lansia tipe kursi goyang (the rocking

chairman).

2) Tipe konstruksi

Lanjut usia tipe ini umumnya mempunyai integritas baik.

Mereka dapat menikmati hidup dengan toleransi yang tinggi,

humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Sifat ini bisa jadi biasanya
21

terbentuk sejak usia muda. Maka ketika usia tua, mereka bisa

menghadapi proses penuaan dan masa akhir dengan tenang.

3) Tipe ketergantungan

Lanjut usia tipe ini biasanya pasif, tidak punya inisiatif dan

ambisi. Mereka kerap mengalami tindakan yang tidak praktis. Namun

demikian, mereka masih dapat diterima ditengah masyarakat dan

masih tahu diri. Biasanya lansia ketergantungan ini senang pensiun,

tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan dan minum.

4) Tipe defensif

Lanjut usia tipe ini biasanya mempunyai riwayat pekerjaan atau

jabatan yang tidak stabil di masa muda. Mereka selalu menolak

bantuan, memiliki emsoi yang tidak terkendali, teguh dengan

kebiasaan, dan bersifat kompulsif aktif. Namun, anehnya Lanjut usia

tipe defensif ini takut menghadapi “masa tua” dan menyenangi masa

pensiun.

5) Tipe militan dan serius

Lanjut usia tipe ini umumnya memiliki motivasi besar dalam

bertahan hidup, mereka tidak mudah menyerah, serius, senang

berjuang, dan bisa menjadi panutan.

6) Tipe pemarah frustasi

Lanjut usia tipe ini cenderung negatif. Mereka merupakan

orang-orang pemarah, mudah tersinggung dengan hal-hal kecil, tidak

sabar, dan memiliki kebiasaan menyalahkan orang lain. Lanjut usia


22

tipe pemarah frustasi biasanya menunjukkan penyesuaian yang buruk

dan sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.

7) Tipe bermusuhan

Lanjut usia tipe ini lebih negatif dari poin sebelumnya. Mereka

selalu menganggap bahwa orang lainlah yang menyebabkan

kegagalan pada dirinya. Maka dari itu mereka selalu mengeluh,

bersifat agresif, dan curiga. Karena rasa takut akan kematian, masa tua

bagi mereka bukanlah hal baik. Untuk itu, kerap timbul dalam hati

mereka rasa iri pada yang muda.

8) Tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri

Lanjut usia tipe ini kerap menyalahkan diri sendiri. Meski

memiliki sifat kritis, mereka tidak mempunyai ambisi, tidak dapat

menyesuaikan diri, dan mengalami penurunan sosial ekonomi. Maka

yang muncul dalam proses dalam proses ini tidak hanya kemarahan,

tetapi juga depresi, dimana mereka memandang Lanjut usia sebagai

tahapan hidup manusia yang tidak berguna dan tidak menarik.

Hasilnya, mereka kerap merasa menjadi korban keadaan, membenci

diri sendiri, tidak bahagia dalam perkawinan, dan ingin cepat mati.

f. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Padila, (2013) kesiapan Lanjut usia untuk beradaptasi

terhadap tugas perkembangan Lanjut usia dipengaruhi oleh proses tumbuh

kembang pada tahap sebelumnya. Tugas perkembangannya adalah sebagai

berikut :
23

1) Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik.

2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan

keluarga.

3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

4) Menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya.

5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes dan harmonis.

g. Permasalahan yang Terjadi Pada Lanjut usia (Lansia)

Menurut Sunaryo, (2016) berbagai permasalahan yang berkaitan

dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut usia, antara lain :

1) Permasalahan umum

a) Makin besar jumlah Lansia yang berada di bawah garis

kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga

yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional

pelayanan Lanjut usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan

kesejahteraan Lanjut usia.

2) Permasalahan khusus

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah

baik fisik, mental maupun social.


24

b) Berkurangnya integrasi sosial Lanjut usia.

c) Rendahnya produktifitas kerja Lansia.

d) Banyaknya Lansia yang miskin, terlantar dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan

masyarakat individualistic.

f) Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat

mengganggu kesehatan fisik Lansia.

2. Kualitas Tidur
a.Pengertian
Istirahat adalah suatu keadaan bersantai menyegarkan diri, diam

menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari

apapun yang membosankan, menyulitkan, atau menjengkelkan. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang

tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas kecemasan ( anxietas )

(Aspiani, 2014)

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan

reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat

dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Tujuan

seseorang tidur kembali tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur

diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologi dan

kesehatan (Aspiani, 2014).

Tidur ialah suatu keadaan perilaku individu yang relatif tenang

disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus


25

dari luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti dengan keadaan

berjaga (bangun), dan mudah dibangunkan (Aspiani, 2014).

Kualitas tidur adalah keadaan tidur yang dijalani seseorang

individu menghasilkan kesegaran saat terbangun. Kualitas tidur

mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur

diwaktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun, dan

aspek subyektif seperti kedalaman tidur. Kualitas tidur yaitu suatu

kondisi dimana kesadaran seseorang terhadap sesuatu menurun, namun

otak tetap bekerja sedemikian rupa dalam mengatur fungsi pencernaan,

aktivitas jantung dan pembuluh darah serta mempertahankan kekebalan

tubuh, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam proses kognitif.

Kualitas tidur berkaitan dengan tahap tidur NREM dan REM yang

mengandung arti kemampuan individu untuk dapat tertidur dan bangun

dengan jumlah tidur NREM dan REM yang sesuai. Kualitas tidur adalah

kepuasan terhadap tidur, sehingga orang tersebut tidak memperhatikan

perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman

disekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian

terpecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Kualitas tidur

seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda kekurangan

tidur dan tidak mengalami maslah tidur. Efisiensi tidur sendiri

merupakan nilai yang didapatkan dari perbandingan jumlah waktu tidur

sebenarnya dengan total waktu yang dihabiskan seseorang di tempat tidur

hingga terbangun di pagi hari (Dariah & Okatiranti 2015).


26

Tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda

psikologis. Tanda-tanda fisiologis seperti ekspresi wajah, kantuk yang

berlebihan, tidak mampu untuk berkosentrasi, terlihat tanda-tanda

keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Sedangkan tanda-

tanda psikologis meliputi menarik diri, apatis dan respon menurun, rasa

tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul

halusinasi, ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan

pertimbangan atau keputusan menurun.

Dalam menentukan gambaran kualitas tidur seseorang dapat dinilai

dengan menggunakan kuisioner yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI). Kuisioner ini merupakan kuisioner yang dibuat untuk menilai

kualitas dan gangguan tidur selama interval waktu satu bulan. PSQI

memiliki reliabilitas secara keseluruhan yang baik (r = 0.82–0.83) dan

nilai test-retest reliability yang baik (r = 0.77–0.85). Penilaian dengan

kuisioner ini memberikan hasil yang sensitif, dapat dipercaya dan valid

pada populasi dengan insomnia primer. Instrumen ini meliputi 7

komponen penilaian utama yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur,

durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan

disfungsi pada siang hari. Semakin tinggi skor yang didapatkan

mengindikasikan kualitas tidur yang semakin buruk (Fatmasari &

Sudyasih, 2018)
27

b.Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupkan pengaturan kegiatann tidur oleh adanya

hubuungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk

mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah

satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang

merupakan sistem yang mengatur seluruh kegiatan susunan saraf pusat

termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan aktivasi

kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons.

Selain itu, Retikuler activating system (RAS), dapat memberikan

rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima

stimulus dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.

Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin

seperti norepenepri sel khusus yang berada di pons dan batang otak

tengah, yaitu bulber syncrhonozing region (BSR), sedangkan bangun

tergantung keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system

limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus

atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Aspiani, 2014).

Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat

perkembangannya. Kebutuhan tidur pada manusia menurut usia

perkembangannya antara lain (Aspiani, 2014) :

a. Usia 0-1 bulan pada tingkat perkembangan bayi baru membutuhkan

jam tidur 14-18 jam/ hari.


28

b. Usia 1-18 bulan pada tingkat perkembanga masa bayi membutuhkan

waktu tidur 12-14 jam/ hari.

c. Usia 18 bulan-3 tahun pada tingkat perkembanga masa anak

membutuhkan waktu tidur 11-12 jam/ hari.

d. Usia 3-6 tahun pada tingkat perkembangan masa pra sekolah

membutuhkan waktu tidur 11 jam/ hari

e. Usia 6-12 tahun pada tingkat perkembangan masa sekolah

membutuhkan waktu tidur 10 jam/ hari.

f. Usia 12-18 tahun pada tingkat perkembangan masa remaja

membutuhkan waktu tidur 8,5 jam/ hari.

g. Usia 18-40 tahun pada tingkat perkembangan masa dewasa

membutuhkan waktu tidur 7-8 jam/ hari.

h. Usia 40-60 tahun pada tingkat perkembangan masa muda paru baya

membutuhkan waktu tidur 7 jam/ hari.

i. Usia 60 tahun keatas pada tingkat perkembangan masa dewasa tua

membutuhkan waktu tidur 6 jam/ hari.

c. Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-

beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang

mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi

beberapa faktor diantaranya sebagai berikut :


29

a. Usia

Semakin bertambah umur manusia semakin berkurang total waktu

kebutuhan tidur. Hal ini di pengaruhi oleh pertumbuhan dan fisiologis

dari sel dan organ, pada neonatal kebutuhan tidur tinggi karna masih

dalam proses adaptasi dengan lingkungan dari dalam rahim ibu,

sedangkan pada lansia sudah mulai terjadi degenerasi sel dan organ

yang mempengaruhi fungsi dan mekanisme tidur (Aspiani, 2014)

b. Status kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan Klien

dapat tidur dengan nyenyak, tetapi pada orang yang sakit dan rasa

nyeri maka kebutuhan istirahat dan tidurunya tidak dapat dipenuhi

dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak (Aspiani,

2014).

c. Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang

untuk tidur, pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang

dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut,

bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur (Aspiani,

2014).

d. Motivasi

Niat seseorang untuk tidur mempengaruhi kualitas tidur seperti

menonton, main game, atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan

penundaan waktu untuk tidur (Aspiani, 2014).


30

e. Stress psikologis

Kecemasan dan depresi akan menyebabkan gangguan pola

frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan

meningkatkan norepinefrin darah melalui sitem saraf simpatis. Zat ini

akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Aspiani, 2014).

f. Diet

Makanan yang banyak mengandung L-Triptopan seperti keju, susu,

daging dan ikan tuna dapat menyebabkan seseoarang akan mudah

tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol

akan mengganggu tidur (Aspiani, 2014).

g. Gaya hidup

Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang, kelelahan

tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada

kelelahan yang berlebihan akan menyebabakan periode tidur REM

lebih pendek (Aspiani, 2014).

h. Obat-obatan

Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang yang berefek

menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur.

Misalnya, obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM

(Aspiani, 2014).
31

d. Jenis-jenis Tidur

Tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur

dengan gerakan bola mata cepat ( Rapid eye movement) REM dan tidur

dengan gerakan bola mata lambat ( Non-Rapid Eye Movement ) NREM

1. Tidur REM

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali,

namun gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM

ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah,

gerakan mata cepat ( mata cendrung bergerak bolak-balik), gerakan otot

tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak teratur sering

lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat (Aspiani, 2014).

Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan

menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :

1) Cenderung Hiperaktif

2) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil)

3) Nafsu makan bertambah

4) Bingung dan curiga

2. Tidur NREM

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur

NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang

sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain : Mimpi

berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan


32

turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat (Aspiani,

2014).

Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing-masing tahap

ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak yang terlihat

pada EEG (Electroenchepalogram) adalah instrumen untuk menangkap

aktifitas di otak.

Tahapan tidur NREM

a. NREM tahap 1

Tingkat transisi, merespon cahaya, berlangsung beberapa menit,

mudah terbangun, aktivitas fisik menurun, tanda vital dan

metabolisme menurun, bila terbangun terasa sedang bermimpi.

b. NREM tahap 2

Periode suara tidur, mulai relaksasi otot, berlangsung 10-20 menit,

fungsi tubuh berlangsung lambat, dapat dibangunkan dengan

mudah.

c. NREM tahap 3

awal tahap dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibangunkan, relaksasi

otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsungnya 15-

30 menit.

d. NREM tahap 4

Tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, butuh stimulasi intensif,

relaksasi otot menurun,sekresi lambung menurun, gerak bola mata

cepat (Aspiani, 2014).


33

Tahapan tidur REM

1. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.

2. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur

malamnya.

3. Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi

mimpi.

4. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga

berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.

Karakteristik tidur REM

1. Mata : cepat tertutup dan terbuka.

2. Otot-otot : kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.

3. Pernapasan : tidak teratur, kadang dengan apnea.

4. Nadi : cepat dan ireguler.

5. Tekanan darah : meningkat atau fluktuasi.

6. Sekresi gaster : meningkat.

7. Metabolisme : meningkat, teratur tubuh naik.

8. Gelombang otak : EEG aktif.

9. Siklus tidur : sulit dibangunkan.

e. Fungsi Tidur

Fungsi dari tidur masih belum jelas, namun tidur diyakini dapat

menjaga kestabilan emosi, keseimbangan mental, dan menjaga

kesehatan manusia. Selama tidur NREM, fungsi biologis lambat,seperti

pernafasan,tekanan darah, dan otot. Selama tidur denyut jantung


34

berdetak 10-20 kali/ menit atau 60-120 kali lebih sedikit dalam setiap

jam. Denyut jantung normal orang dewasa rata-rata 70-80 kali/menit

dan kurang jika individu berada dalam kondisi fisik yang baik. Oleh

karena itu tidur nyenyak bermanfaat untuk mempertahankan fungsi

jantung (Aspiani, 2014).

Teori ini menjelaskan bahwa tidur sangat penting bagi tubuh

manusia karena dapat meringankan jaringan otak, menghemat energi,

dan fungsi organ-organ tubuh manusia karena dapat memulihkan tenaga

dan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, dan otot-otot semakin

rileks. Selain itu juga bisa merangsang daya asimilasi karena tidur

terlalu lama justru bisa menimbulkan hal yang tidak sehat dikarenakan

tubuh menyerap atau mengasimilasi sisa metabolisme yang berakibat

tubuh menjadi loyo dan tidak bersemangat saat bangun tidur (Aspiani,

2014).

f. Jenis gangguan tidur

1. Insomnia

Merupakan ketidakmampuan umtuk mencukupi kebutuhan tidur

baik secara kualitas maupun kuantitas. Seseorang yang terbangun dari

tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut mengalami

insomnia.

ada 3 jenis insomnia menurut (Aspiani, 2014) diantaranya adalah :

a) Insomnia inisial : ketidakmampuan seseorang untuk memulai tidur


35

b) Insomnia intermitten : ketidakmampuan untuk mempertahankan

tidur atau keadaaan sering terjaga tidur.

c) Insomnia terminal : bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.

2. Somnambulisme

Somnabulisme adalah gangguan tingkah laku yang sangat

kompleks mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi

motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat

tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Somnambulisme

ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa

(Aspiani, 2014)

3. Enuresis

Enuresis adalah kencing yang tidak sengaja ( mengompol ). Terjadi

pada anak dan remaja, paling banyak laki-laki, penyebab secara pasti

belum jelas, tetapi ada faktor yang menyebabkan enuresis seperti

gangguan pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku. Upaya

yang dapat dilakukan untuk mencegah enuresis antara lain : Hindari

stres, hindari minum yang banyak sebelum tidur, dan kosongkan

kandung kemih ( berkemih dulu ) sebelum tidur (Aspiani, 2014).

4. Narkolepsi

Narkolepsi adalah suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan

yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula narkolepsi

adalah serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia tidak dapat


36

tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur ( kantuk) tersebut

datang (Aspiani, 2014).

5. Nigth terrors

Night terors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak usia

6 tahun atau lebih, setelah tidur beberapa jam anak tersebut langsung

terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan (Aspiani, 2014).

6. Mendengkur

Mendengkur disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara

di hidung dan mulut, Amandel yang membengkak dan adenoid dapat

menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah

yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot di bagian

belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dileawati udara

pernafasan (Aspiani, 2014).

g. Penyebab Gangguan Tidur

Gangguan tidur sering terjadi baik pada usia muda maupun usia

lanjut, dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional

seperti : kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang

seseorang sulit tidur hanya karena, badan dan otaknya lelah, serta tidur

dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas.

Ada beberapa penyebab gangguan tidur menurut (Aspiani, 2014)

diantaranya dalah :

a. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka dan lain-

lain)
37

b. Kekhawatiran tidak dapat tidur

c. Mengkonsumsi Caffein secara berlebihan

d. Minum alkohol sebelum tidur

e. Merokok sebelum tidur

f. Tidur siang/sore yang berlebihan

g. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur

3. Kecemasan (Anxietas )

a. Pengertian kecemasan ( Anxietas )

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan

yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam

kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah pengalaman subjektif dari

individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan

suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan individu

dapat memberikan motivasi untuk mencapat sesuatu dan merupakan

sumber penting dalam memelihara keseimbangan hidup (Suliswati et al.,

2012).

Kecemasan berbeda dari rasa takut, karakteristik rasa takut adalah

adanya objek/sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasikan serta

dapatt dijelaskan oleh individu. Rasa takut terbentuk dari proses kognitif

yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang

mengancam. Ketakutan yang disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan

psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan

menggambarkannya (Suliswati et al., 2012).


38

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan

terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan

perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati et al., 2012).

b. Tingkat kecemasan

Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu

yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Sutejo, 2016) :

a. Kecemasan ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari,

individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menjamkan

indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu

memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan

dan kreativitas, contohnya :

a) Seseorang yang menghadapi ujian akhir

b) Pasangan dewasa yang memasuki jenjang pernikahan

c) Individu yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi

d) Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong.

b. Kecemasan Sedang

Individu fokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan

sesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya :


39

a) Pasangan suami-istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama

dengan risiko tinggi.

b) Keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan)

c) Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal

yang lain. Seluruh prilaku dimaksudkan untuk mengurangi

kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada

area lain. Contohnya :

a) Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang

yang dicintai karna bencana alam.

b) Individu dalam penyanderaan.

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang,

karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun

meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu

berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi

kepribadian. Contohnya: individu dengan kepribadian

pecah/depersonalisasi.
40

Rentang Kecemasan

Respon Adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1
Rentang Kecemasan

(Sumber: Sutejo, 2016)

c. Faktor penyebab Kecemasan

Faktor penyebab kecemasan dibagi dua yaitu (Sutejo, 2016 ) :

1. Faktor Presdisposisi

Faktor penyebab terjadinya anxietas :

a) Faktor Biologis

Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepam, reseptor

tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut

berhubungan dengan aktivitas neurotransmitergamma amino

butyric acid (GABA) yang mengontol aktivitas neuron di bagian

otak yang betanggung jawab menghasilkan kecemasan.


41

b) Faktor Psikologis

1) Pandangan psikoanalitik

Kecemasan (Anxietas) adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian (id seseorang dan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh

norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi anxietas

adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Pandangan interpersonal

Kecemasan (Anxietas) timbul akibat perasaan takut tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Anxietas berhubungan

dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang

yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami

perkembangan anxietas yang berat.

3) Pandangan prilaku

Kecemasan (Anxietas) menjadi produk frustasi, yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar prilaku menganggap

sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam

unuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan

kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan, sering

menunjukkan anxietas dalam kehidupan selanjutnya.


42

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya kecemasan, di

bagi menjadi dua yaitu :

a.) Ancaman integritas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

b.) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi

seseorang.

d. Gejala Kecemasan Lansia

Gejala kecemasan yang dialami oleh Lansia ( Maryam, dkk, 2012)

1) Perasaan khawatir/takut yang tidak rasional akan kejadian yang

terjadi.

2) Sulit tidur, rasa tegang, dan cepat marah.

3) Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut terhadap

penyakit yang berat dan sering membayangkan hal-hal yang

menakutkan /rasa panik terhadap masalah yang besar.

e. Penyebab kecemasan (anxietas) pada lansia

Penyebab gangguan kecemasan pada lansia mencerminkan

beberapa kondisi ketika memasuki usia tua. Masalah kecemasan sering

kali di hubungkan dengan penyakit medis, dan dapat merupakan reaksi

atas kekhawatiran menderita sakit dan menjadi lemah. Kadang kecemasan

lansia dapat merupakan reaksi terhadap mengkonsumsi obat tertentu atau


43

bagian dari dellirium yang sering kali menyertai penyakit medis pada

pasien yang berusia lanjut. Lansia juga mengatakan sering memikirkan

anak-anak mereka.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Latif, N et al., 2020)

bahwa lanjut usia cenderung mengalami kecemasan karena banyak faktor

yang mempengaruhi yaitu faktor internal: Usia, sifat, kepribadian,

kebudayaan, kebebasan, pendidikan, pengetahuan dan perkerjaan,

sehingga lansia mengalami beban hidup yang dibebani sendiri seperti

hilangnya kemampuan penglihatan, badan mulai membungkuk, yang

menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas-

aktivitas sehari-hari

Kecemasan pada lansia juga disebabakan oleh jenis kelamin,

dimana lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami

kecemasan dan sebagian besar status perkawinan mereka janda. Hal ini

dapat disebabkan karena pada lansia tersebut masih mengalami fase

kehilangan karena hidup sendiri dan lemahnya dukungan sosial. Selain itu

perempuan juga lebih lebih cenderung untuk terkena sress lebih tinggi

akibat dari gaya koping cenderung emosional dan kurang rasional

dibandingkan dengan laki-laki (Matud & Gracia, 2019 dalam Ramadan,

2019)

Kecemasan yang dialami Lansia juga dapat menyebabkan kesulitan

tidur serta dapat mempengaruhi konsentrasi dan kesiapsiagaan dan juga

meningkatkan resiko-resiko kesehatan, serta dapat merusak fungsi imun.


44

Kekurangan tidur pada Lansia memberikan pengaruh terhadap fisik,

kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup (Maryam dkk, 2012).

4. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur pada Lansia

Kelompok usia lanjut cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya.

Kebutuhan tidur akan berkurang dengan berlanjutnya usia. Pada usia 12

tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi 8 jam pada

usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam setengah jam pada usia

60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun. Kualitas tidur pada kelompok

usia lanjut cenderung mengalami penurunan, pada usia 65 tahun mereka

yang tinggal di rumah setengahnya diperkirakan mengalami penurunan

kualitas tidur dan dua pertiga dari mereka yang tinggal di tempat perawatan

usia lanjut juga mengalami penurunan kualitas tidur.

Tingkat kecemasan yang tinggi pada lansia akan berdampak pada

kualitas dan pola tidur lansia yang tidak buruk sehingga mengakibatkan

berbagai macam kemungkinan lansia mengalami penurunan kesehatan

(Kasma et al., 2019).


45

B. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas dalam tinjauan pustaka, maka

kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:

Perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia Kualitas Tidur
1. Perubahan Fisiologis
2. Perubahan Psikososial 1. Baik
3. Perubahan Psikologis 2. Buruk
4. Perubahan Kognitif

Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

1. Usia
2. Status kesehatan
3. Stres psikologis (Kecemasan)
4. Nutrisi/Gaya hidup
5. Lingkungan
6. alkohol
7. Obat-obatan

Gambar 2.2 Kerangka Teori menurut (Nugroho, 2012)


Hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur
pada Lansia
46

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu dengan konsep lainnya.

Variabel Independen Variabel Dependen

KECEMASAN KUALITAS TIDUR

Gambar 2.3
Kerangka Konsep
47

D. Defenisi Operaisonal

Tabel 2.1 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi operasional Pengukuran


1 Variabel
dependen
Kualitas Kepuasan tehadap tidur,  kemudahan Telaah dan
Tidur dalam memulai tidur dan untuk Review
mempertahankan tidur dimalam hari. Artikel Jurnal
2 Variabel
independen
Kecemasan Perasaan khawatir, takut yang Telaah dan
berlebihan terhadap suatu hal. Review
Artikel Jurnal

E. Hipotesis
1. Ha : Terdapat Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada

Lansia berdasarkan penelusuran artikel ilmiah.


48

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Strategi Pencarian Literature Review

Metode penelitian ini adalah literature review. Metode literature review

merupakan bentuk penelitian yang dilakukan melalui penelusuran dengan

membaca berbagai sumber baik buku, jurnal, dan terbitan-terbitan lain yang

berkaitan dengan topik penelitian, sehingga menjawab topik penelitian dan isu

(Neuman, 2011).

Sumber literature yang digunakan dalam penelitian ini ditelusuri melalui

google scholar (n=7), portal garuda (n=2), dan PubMed (n=1) dengan

menggunakan kata kunci “Lansia, kecemasan, kualitas tidur dan kata kunci

“elderly, anxiety, sleep quality untuk artikel internasional. Penelusuran

dilakukan dari bulan Februari sampai dengan akhir maret 2021.

B. Kriteria Literature Review

Kriteria inklusi dalam literature review ini adalah :

1. Diakses dari data base google scholar dan portal garuda.

2. Artikel full text

3. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia

4. Hasil penelitian dipublikasi dari rentang tahun 1 Januari 2015 sampai

Januari 2020.

5. Sesuai dengan topik penelitian

48
49

Kriteria ekslusi dalam literatur review ini adalah :

1. Naskah dalam bentuk abstrak atau tidak dapat di akses

2. Artikel tidak sesuai topik penelitian

C. Tahapan Literatue Review

Pencarian Literature

Basic data : Google Scholar, Portal Garuda dan PubMed

Hasil Pencarian (25)

Artikel yang disaring atas dasar judul


abstrak dan kata kunci

Hasil pencarian yang diproses Hasil pencarian yang tidak


kembali n=15 diproses kembali n= 10

Artikel yang disaring kembali atas dengan


DAFTAR
melihat PUSTAKA
keseluruhan teks

Hasil pencarian yang diproses Hasil pencarian yang tidak


kembali (n=10) diproses kembali (n=5)

Artikel yang relevan dengan penelitian (n=10)


Dengan daftar refernsi minimal 5 tahun terakhir (2015-2020)

Gambar 3.1
Tahapan literature Review
50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kajian Literature Review

Hasil seleksi dan ekstrasi data pada penelitian ini melewati beberapa

tahap ekstraksi data. Proses pencarian literature menggunakan search engine

google scholar, portal garuda, dan PubMed, didapatkan hasil pencarian 25

artikel, lalu disaring kembali atas dasar judul, abstrak dan kata kunci kemudian

terdapat 15 artikel yang diinklusi dan 10 artikel yang dieksklusi karna tidak

sesuai dengan tujuan penelitian. Artikel disaring kembali dengan melihat

keseluruhan teks dan didapatkan hasil artikel yang diekslusi 5, dan artikel yang

diinklusi yaitu 10 artikel yang direview, 9 artikel nasional dan 1 artikel

internasional. Proses pencaharian dilakukan melalui elektronik based yang

terindeks, yaitu Google Scholar ( n= 7), Portal Garuda (n= 2) dan PubMed

(n=1)

50
51

Tabel Hasil Kajian Literature Review

No Peneliti/ Bahasa Sumber Judul Metode Hasil/ Temuan


. Tahun Artikel (link) Penel (Desain
Terbit itian studi,
Sampel,
Variabel,
Instrumen,
Analisis )
1. Latif, N et Indonesia ( Google Hubungan Desain a.Sebagian besar
al Scholar ) Tingkat Studi : responden
Kecemasan analitik dengan tingkat
(2020) Profesional Dengan korelasional kecemasan
health journal Kualitas dengan berat yaitu
Pada Lansia
pendekatan (68%)
Yang
https://
Mengalami croos- b. Sebagian
www.ojsstike Insomnia Di sectional besar kualitas
sbanyuwangi. Raal Griya tidur
com/ Asih Sampel : responden
index.php/ Lawang 40 (75%)
PHJ/article/ Kota Responden mengalami
download/ Malang. kualitas tidur
136/92/ Instrumen: yang buruk.
Pittsburgh c.Adanya
Tidak Sleep hubungan
terakreditasi Quality antara tingkat
Index kecemasan
(PSQI) & dengan
HARS) kualitas tidur
pada lansia
Analisis: yang
Uji mengalami
Spearman insomnia di
Raal Griya
Variabel Asih Lawang
Kota Malang,
Independen: dengan nilai
kecemasan korelasi 0.819
sehingga nilai
Dependen:
p 0.000 (á <
kualitas
0,001).
tidur
2. Ramadan Indonesia ( Portal Hubungan Desain Adanya
et al., Garuda ) Tingkat Studi : hubungan antara
(2019) Kecemasa Penelitian tingkat
52

Jurnal n Dengan deskriptif kecemasan


Keperawatan Kualitas korelatif dengan kualitas
‘Aisyiyah Tidur Pada pendekatan tidur lansia
Lansia cross- penderitas
https:// Penderita sectional hipertensi ( p-
garuda.ristek Hipertensi value = 0,041).
brin.go.id/ Sampel :
documents/ 96
detail/ Responden
1600963
Instrumen:
Terakreditasi Pittsburgh
Sleep
Quality
e-ISSN: 2477- Index
4405 (PSQI)
p-
Analisa :
ISSN:2355- Uji Chi-
6773
Square

Variabel
Independen:
Tingkat
kecemasan
Dependen:
Kualitas
tidur
3. (Kasma et Indonesia ( Portal Hubungan Desain Berdasarkan
al., 2019) Scholar ) Kecemasa Studi : hasil analisa
n Dengan observasion data ada
Jurnal Kejadian al analitik hubungan
Mitrasehat Insomnia dengan signifikan antara
Pada menggunak kecemasan
Lansia di an dengan kejadian
http:// Panti pendekatan insomnia
journal.stikm Sosial cross dengan nilai ρ =
akassar.com/ Tresna sectional 0,032. Artinya,
a/article/ Werdha lebih kecil nilai
view/214 Gau Sampel : α = 0,05 pada
Mabaji 62 lansia di Panti
Kabupaten Responden Sosial Tresna
Terakreditasi Gowa Werdha Gau
Instrumen: Mabaji
ISSN 2089 HARS & Kabupaten
-2551 Pittsburgh Gowa
53

Sleep
Quality
Index
(PSQI)

Analisis:
Uji Chi-
Square

Variabel
Independen:
Kecemasan

Dependen:
Kejadian
Insomnia
4. Kartini Indonesia (Google Tingkat Desain Hasil penelitian
and scholar ) Kecemasa Studi : univariat
Gunar n dengan Kuantitatifd didapatkan
di, http:// Kejadian engan tingkat
(2017) journals.stiki Insomnia metode kecemasan
m.ac.id/ pada cross ringan 30
index.php/ Lansia sectional (33,0%), tingkat
jiiki/article/ kecemasan
view/238 Sampel : sedang 29
91 (31,9%) ,
Jurnal ilmu Responden kecemasan berat
keperawatan 32 (35,2%) dan
indonesia Instrumen: didapatkan yang
Zung self tidak insomnia
Tidak rating scale 49 (53,8%) dan
terakreditasi (ZSAS) & insomnia 42
insomnia (46,2%) dan
rating scale hasil penelitian
bivariat
Analisis: didapatkan nilai
p value 0,003.
Uji Statistik Dari hasil
Chi-Square penelitian dapat
disimpulkan
Variabel adanya
Independen: hubungan antara
Kecemasan tingkat
kecemasan
Dependen:
dengan kejadian
Kejadian
54

insomnia insomnia di Unit


Pelayanan
Terpadu
Puskesmas
Wilayah
Citeureup
Bogor tahun
2017

5. Dariah & Indonesi ( Portal Hubungan Desain Hasil uji


Okatiranti a Garuda ) Kecemasa Studi : statistik dengan
, (2015) https:// n Dengan metode menggunakan
garuda.ristek Kualitas korelasiona, korelasi
brin.go.id/ Tidur dengan Spearman Rank
documents/ Lansia Di menggunak didapatkan nilai
detail/533600 Posbindu an sebesar 0,765
Anyelir rancangan yang berarti
Jurnal Kecamata survey cross bahwa bahwa
keperawatan n Cisarua sectional. kedua variabel
BSI Kabupaten memiliki
Bandung Sampel : hubungan yang
Terakreditasi Barat 66 kuat dan nilai p
Responden sebesar 0.000 (α
ISSN: 2338- < 0,001). Hal ini
7246 Instrumen: menunjukan
Zung Self bahwa terdapat
Rating hubungan antara
Anxiety tingkat
Scale kecemasan dan
(ZSAS) & kualitas tidur
Pittsburgh pada lansia di
Sleep Posbindu
Quality Anyelir Desa
Index Kertawangi
(PSQI) Kecamatan
Cisarua
Analisis: Kabupaten
Uji Chi- Bandung Barat.
Square
Variabel
Independen:
Kecemasan

Dependen:
Kualitas
tidur
55

6. Witriya, C Indonesi ( Google Hubungan Desain Data yang telah


et al, a Scholar ) Tingkat Studi : didapat di
(2016) Kecemasa correlation analisis dengan
https:// n dengan dengan mengunakan uji
publikasi.unit Pola Tidur metode korelasi
ri.ac.id/ Lansia di pendekatan spearman rank
index.php/ Kelurahan cross didapat p value
fikes/article/ Tlogomas sectional = 0,00 < α
view/437 Kota (0,05) yang
Malang Sampel : berarti H0
Jurnal Ilmiah 53 ditolak, H1
Keperawatan Responden ditolak,artinya
terdapat
Tidak Instrumen: hubungan antara
terakreditasi HARS dan “Hubungan
Pittsburgh Tingkat
Sleep Kecemasan
Quality Dengan Pola
Index Tidur Lansia di
(PSQI) Kelurahan
Tlogomas Kota
Analisis: Malang
Uji Korelasi
Spearman
Rank

Variabel
Independen:
Kecemasan

Dependen:
Pola tidur
lansia

7. Anjarsari, Indonesi ( Portal Hubungan Desain Tingkat


E.T et al, a Garuda ) Tingkat Studi : kecemasan pada
(2015) Kecemasa korelasional
lansia di Unit
n Dengan dengan Pelayanan
Kualitas pendekatan Sosial Lanjut
https:// Tidur Pada cross Usia sebagian
garuda.ristek Lansia Di sectional besar adalah
brin.go.id/ Unit sedang dan
documents/ Pelayanan Sampel : ringan masing-
detail/ Sosial 40 masing 40%.
1052967 Lanjut Responden Kualitas tidur
Usia pada lansia di
Jurnal ilmu Instrumen: Unit Pelayanan
56

dan teknologi Pittsburg Sosial Lanjut


Quality of Usia sebagian
Tidak Sleep besar buruk
terakreditasi Index (67,5%). Ada
(PSQI & hubungan yang
HARS) signifikan antara
Analisis: tingkat
Uji Statistikkecemasan
Chi-square dengan kualitas
tidur pada lansia
Variabel di Unit
Independen: Pelayanan
Kecemasan Sosial Lanjut
Usia .
Dependen:
Kualiats
tidur
8. Kusumani Indonesi ( Google Hubungan Desain Berdasarkan
ngtyas and a Scholar ) Tingkat Penelitian: dari hasil
Murwani, Kecemasa korelasional penelitian
(2020) n dengan dengan sebanyak 76
http://e- Kejadian pendekatan responden
journal.poltek Insomnia cross dengan nilai p
kesjogja.ac.id pada sectional value = 0.012
/index.php/ Lansia di dan nilai p alpha
caring/ BPSTW Sampel : = 0.01. Maka
article/view/ Unit Budi 76 0.012 < 0.01.
443 Luhur Responden Hal ini berarti
Kasongan H0 ditolak dan
Bantul Instrumen: Ha diterima
DOI: https:// Yogyakart Pittsburgh yaitu ada
doi.org/ a Sleep hubungan yang
10.29238/ Quality signifikan antara
caring.v9i1.44
Index hubungan
3
(PSQI) & tingkat
insomnia kecemasan
Jurnal rating scale dengan kejadian
keperawatan insomnia pada
Analisis lansia di
ISSN BPSTW Unit
Uji Budi Luhur
1978-5755
Kendall-tau Kasongan
Terakreditasi Bantul
Variabel Yogyakarta.
Independen:
Kecemasan
57

Dependen:
Kejadian
insomnia
9. Yu et al., English (PubMed) Sleep The Skor GDS
(2016) correlates Geriatric secara signifikan
of Depression berkorelasi
https:// depression Scale, dengan
pubmed.ncbi. and Geriatric gangguan tidur
nlm.nih.gov/ anxiety in Anxiety dan disfungsi
26179204/ an elderly Inventory, siang hari
Asian and the ( P <0,05),
Psychogeriatr population Pittsburgh sedangkan skor
ic Sleep GAI secara
Quality signifikan
Doi:10.1111/ Index were berkorelasi
psyg.12138 administere dengan
d to a gangguan tidur,
Terakreditasi community latensi tidur,
sample of kualitas tidur,
elderly dan
participants skor PSQI
global
( P <0,05)

10. Dahroni Indonesi ( Google Hubungan Desain Hasil dari


et al., a Scholar ) Antara Studi : penelitian ini
(2017) Stres study ada hubungan
Emosi deskriptif yang signifikan
http:// Dengan korelasi antara stres
103.97.100.1 Kualitas dengan emosi dengan
45/ Tidur pendekatan kualitas tidur
index.php/ Lansia cross lansia dengan
JKJ/article/ sectional nilai p value
view/4414 Sampel : 0,003 (P<0,05)
74
Jurnal Responden
keperawatan Instrumen:
jiwa Pittsburgh
Sleep
ISSN 2338- Quality
2090 Index
(PSQI)
Terakreditasi Analisis:
SINTA 2 Uji Chi-
Square
Variabel
58

Independen:
Stres emosi
Dependen:
Kualtas
tidur

B. Pembahasan

1. Kecemasan

Hasil literature review dari 10 artikel didapatkan kecemasan

dengan kategori berat. Berdasarkan hasil penelitian (Latif, N et al., 2020)

di Malang ditemukan hasil kecemasan kategori berat sebanyak 27

responden (68%), faktor yang mempengaruhinya yaitu, faktor usia, sifat,

kebudayaan dan rasa takut. Sedangkan berdasarkan faktor eksternal yaitu:

keluarga, kehilangan kebebasan, pendidikan, pengetahuan dan perkerjaan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh ((Kasma et al., 2019) di

Kabupaten Gowa didapatkan hasil 35 (56,5%) responden yang mengalami

cemas, faktor pencetus Lansia mengalami kecemasan adalah usia yang

menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.

Penelitian yang dilakukan oleh (Kartini & Gunardi, 2017) di

Bogor ditemukan hasil responden yang mengalami kecemasan berat

sebanyak 32 (35,2%), yang mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak

21 responden yang mengalami insomnia disebabkan oleh faktor psikologis

dari Lansia tersebut. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Dariah

& Okatiranti, 2015) di Kabupaten Bandung Barat terhadap 66 responden

ditemukan 5 (7,6%) responden yang mengalami kecemasan ringan,


59

sebagian besar responden yaitu 40 (60,6%) mengalami kecemasan sedang,

dan 21 (31,8%) responden mengalami kecemasan berat. Kecemasan yang

dialami lansia disebabkan oleh penurunan kondisi fisik seperti hilangnya

kemampuan penglihatan, badan mulai membungkuk, kulit keriput,

sekarang sudah tidak kuat jalan dan cepat lelah, sehingga menyebabkan

kecemasan pada Lansia. Penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang

dilakukan oleh (Witriya C et al., 2016) di Malang ditemukan sebagian

besar responden yang mengalami kecemasan ringan 33 orang (62,3%) dan

responden yang mengalami kecemasan sedang 6 orang (11,3%), responden

pada penelitian ini berumur 60-80 tahun, namun dalam penelitian ini tidak

ditemukan responden yang mengalami kecemasan berat. Faktor yang

menyebabkan Lansia mengalami kecemasan yaitu: umur, usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, kondisi fisik, dukungan sosial dan dukungan

keluarga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Kusumaningtyas & Murwani, 2020) didapatkan hasil bahwa tingkat

kecemasan dengan kategori sedang sebanyak 24 orang (31,6%) dan

sebanyak 3 orang (3,9%) yang mengalami kecemasan dengan kategori

berat, dimana perempuan lebih banyak mengalami kecemasan yaitu 41

responden (53,9%). Penelitian ini menunjukan bahwa usia lanjut rentan

mengalami kecemasan. Penelitian yang dilakukan (Anjarsari, E, T et al.,

2015) di Unit Pelayanan Sosial menunjukan bahwa sebagian besar

responden mempunyai tingkat kecemasan ringan dan sedang masing yaitu

40% dan kecemasan berat 20%.


60

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Latif, N et al.,

2020) bahwa lanjut usia cenderung mengalami kecemasan karena banyak

faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal: Usia, sifat, kepribadian,

kebudayaan, kebebasan, pendidikan, pengetahuan dan perkerjaan,

sehingga Lansia mengalami beban hidup yang dibebani sendiri seperti

hilangnya kemampuan penglihatan, badan mulai membungkuk, yang

menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas-

aktivitas sehari-hari.

Penelitian ini sejalan dengan teori (Sutejo, 2016) dimana penyebab

terjadinya kecemasan adalah adanya ancaman integritas seseorang

meliputi fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari..

Penelitian yang dilakukan oleh (Ramadan et al., 2019) didapatkan

hasil penelitian yang dilakukan terhadap 96 responden menunjukan

sebagian dari 45 (46,9%) responden mengalami kecemasan berat. Lanjut

usia berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kecemasan dan

sebagian besar status perkawinan mereka janda. Hal ini dapat disebabkan

karena pada Lansia tersebut masih mengalami fase kehilangan tersebut

masih mengalami fase kehilangan karena hidup sendiri dan lemahnya

dukungan sosial. Selain itu perempuan juga cenderung untuk terkena stress

lebih tinggi akibat dari gaya koping cenderung emosional dan kurang

rasional dibandingkan dengan laki-laki (Matud & Gracia, 2019 dalam


61

Ramadan et al., 2019). Berdasarkan 10 artikel jurnal yang dibahas

ditemukan 8 jurnal yang membahas kecemasan dalam kategori berat.

Menurut asumsi peneliti, kecemasan yang dialami Lansia sebabkan

oleh faktor umur yang menyebabkan terjadinya proses degenaratif sel

sehingga Lansia mengalami perubahan-perubahan baik fisik, kognitif

maupun psikososial, dimana lansia mengalami keterbatasan produktivitas

kerjanya (kehilangan finansial, kehilangan jabatan, kehilangan aktivitas

dan kehilangan pasangan/orang terdekat) sehingga Lansia merasa cemas

memikirkan masa depan, keluarga serta perubahan yang terjadi membuat

Lansia merasa kehilangan perannya saat muda.

2. Kualitas Tidur

Hasil literature review dari 10 jurnal yang yang dicari didapatkan

kualitas tidur dengan kategori buruk. Hasil penelitian (Latif et al., 2020)

didapatkan hasil kualitas tidur buruk yaitu 31 responden (75%) dan

kualitas tidur baik yaitu 9 responden (25%). Kualitas tidur yang buruk

disebabkan oleh faktor usia, dimana lanjut usia akan mengalami perubahan

yaitu fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan-perubahan tersebut

menyebabkan Lansia mengalami kecemasan yang dapat mempengaruhi

kualitas tidur pada Lansia.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Dariah & Okatiranti, 2015) ditemukan hasil kualitas tidur buruk yaitu 36

responden ( 54,6%) dan kualitas tidur baik yaitu 30 responden (45,4%),


62

faktor penyebab kualitas tidur yang buruk adalah usia, stress psikologis

dan lingkungan.

Menurut (Anjarsari et al., 2015) ditemukan hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kualitas tidur

buruk sebanyak (67,5%). Penelitian (Dahroni et al., 2017) menemukan

hasil penelitian kualitas tidur buruk sebanyak 49 responden (66,2%).

Penelitian yang dilakukan oleh (Witriya, C et al., 2016) didapatkan

sebagian besar pola tidur responden masuk dalam kategori baik sebanyak

(58,5%) 31 responden, dan sebanyak (41,5%) 22 responden dalam

kategori pola tidur tidak baik. Faktor penyebabnya adalah lingkungan,

dimana iklim yang berbeda-beda pada setiap daerah menjadikan individu

merasa tidak nyaman.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Latif et al., 2020) dimana

usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang, kualitas tidur

juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: penyakit, kelelahan,

lingkungan, obat-obatan, stres psikologis (kecemasan), sehingga lansia

cenderung mengalami kualitas tidur yang buruk.

Penelitian ini sejalan dengan teori (Aspiani, 2014) mengemukan

bahwa Usia, status kesehatan, lingkungan, motivasi, stress psikologis, dan

obat-obatan adalah faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, dimana

semakin bertambah umur manusia semakin berkurang total waktu

kebutuhan tidur, pada lanjut usia hal ini dipengaruhi oleh degenerasi sel

dan organ yang mempengaruhi fungsi dan mekanisme tidur. Stres


63

psikologis (Kecemasan) akan menyebabkan gangguan pola frekuensi tidur,

hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan

norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi

tahap IV NREM dan REM.

Penelitian (Ramadan et al., 2019) ditemukan hasil kualitas tidur

buruk 65 responden (67,7%). Dilihat dari hasil penelitian tersebut

menunjukan kualitas yang buruk sebagian besar adalah berjenis kelamin

perempuan sebanyak 46 responden (70,8%) dan paling sedikit laki-laki

sebanyak 19 responden (29,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian

Khasanah & Hidayati, dimana ditemukan bahwa lansia perempuan lebih

banyak mengalami gangguan tidur dibandingkan laki-laki. Hal ini

disebabkan adanya pengaruh hormon yang berbeda-beda.

Dari 10 artikel yang ditelaah ditemukan 5 artikel yang membahas

kualitas tidur buruk. Tidur adalah suatu keadaan prilaku individu yang

relatif tenang disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi

terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti

dengan keadaan berjaga (bangun) dan mudah dibangunkan, tidur diyakini

diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis, dan

kesehatan Aspiani, (2014). Kualitas tidur ialah kepuasan terhadap tidur

dan mampu memulai dan mempertahankan tidurnya.

Menurut asumsi peneliti faktor usia mempengaruhi Kualitas tidur

yang buruk pada Lansia, karna lanjut usia mengalami proses degeneratif

yang mengakibatkan adanya perubahan-perubahan baik fisik, psikologis,

psikososial. Perubahan fisik yang terjadi pada Lansia (penurunan kondisi


64

fisik seperti hilangnya kemampuan penglihatan, badan mulai

membungkuk, kulit keriput, tidak kuat berjalan dan cepat lelah) dan

perubahan psikologis, dimana Lansia mengalami keterbatasan

produktivitas kerjanya (kehilangan finansial, kehilangan jabatan,

kehilangan aktivitas dan kehilangan pasangan/orang terdekat)

menyebabkan Lansia mengalami stres psikologi (kecemasan), karena

semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh Lansia maka semakin

buruk kualitas tidur pada Lansia.

3. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pada Lansia

Hasil review dari 10 artikel ilmiah yang dilakukan didapatkan,

bahwa ditemukan ada hubungan Tingkat kecemasan dengan kualitas tidur

pada Lansia. Sejalan dengan penelitian Dariah & Okatiranti, (2015)

ditemukan hasil ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur, dengan nilai korelasi 0,756 yang menandakan kedua variabel

berhubungan kuat dan nilai p value 0,000 (α <0,001).

Penelitian (Kartini & Gunardi, 2017) di Bogor didapatkan hasil ada

hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan dengan kejadian

insomnia, dengan p value = 0,003 atau p value (<0,05). Kecemasan yang

dialami lanjut usia diakibatkan oleh berbagai hal yaitu pensiunan,

gangguan fisik, kematian orang yang dicintai dan kehilangan keamanan

ekonomi.

Menurut penelitian yang dilakukan (Latif, N et al., ( 2020) di kota

Malang ditemukan ada hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas

tidur pada Lansia yang mengalami insomnia, dengan p value (<0,05).


65

Penelitian (Kasma et al., 2019) di Kabupaten Gowa didapatkan hasil ada

hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kejadian insomnia,

dengan nilai p = 0,032, lebih kecil dari nilai α=0,05. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Witriya, C et al., 2016) di Kota Malang di

dapatkan hasil bahwa ada hubungan tingkat kecemasan dengan pola tidur

Lansia, dengan p value =0,00< α(0,05). Sehingga semakin berat tingkat

kecemasan maka semakin buruk kualitas tidur.

Penelitian (Ramadan et al., 2019) di Garut didapatkan bahwa ada

hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualiatas tidur pada Lansia

penderita hipertensi, dengan (p value = 0,041). Sejalan dengan Penelitian

yang dilakukan oleh (Kusumaningtyas & Murwani, 2020) di Bantul

Yogyakarta menunjukan bahwa ada hubungan tingkat kecemasan dengan

kejadian insomnia dengan p value 0,012. Penelitian yang dilakukan oleh

(Dahroni, et al., 2017) didapatkan bahwa ada hubungan signifikan antara

stres emosi dengan kualitas tidur Lansia, dimana lanjut usia yang

mengalami stres emosi seperti khwatir dengan masalah yang tidak jelas,

merasa letih, bangun tidur badan terasa sakit, dan merasa jantung berdebar

akan menyebabkan kualitas tidur yang menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yu et al., 2016) ditemukan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan gangguan

tidur dan latensi tidur dengan p value < 0,05. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Anjarsari, E.T et al., 2015) didapatkan bahwa ada

hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia dengan ( p

value 0,00001 < 0,05). Hal ini berarti bahwa responden dengan tingkat
66

kecemasan yang tinggi maka akan banyak mempengaruhi terhadap

penurunan kualiatas tidur pada Lansia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Aspiani, (2014) yang

mengatakan bahwa Stress psikologis yaitu Cemas dan depresi akan

menyebabkan gangguan pola frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena

pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sitem

saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.

Tingkat kecemasan yang tinggi pada Lansia akan berdampak pada kualitas

dan pola tidur Lansia yang buruk sehingga mengakibatkan berbagai

macam kemungkinan lansia mengalami penurunan kesehatan (Kasma et

al., 2019).

Hasil review artikel ilmiah yang dilakukan oleh peneliti, dari 10

artikel ilmiah menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia. Seiring dengan

asumsi peneliti, bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka akan

adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia, baik fisiologis,

sosiologis, psikologis maupun kognitifnya. Sehingga perubahan-perubahan

tersebut akan menimbulkan stres psikologis (Kecemasan) pada Lansia,

seperti kecemasan, depresi dan rasa takut. Kecemasan yang dialami oleh

Lansia yaitu tentang keluarga, dan orang-orang yang akan ditinggalkan,

dan semakin tinggi kecemasan yang dialami oleh Lansia maka akan

semakin buruk kualitas tidur pada Lansia tersebut, kualitas tidur yang

buruk akan mempengaruhi kesehatan Lansia. Maka sebaiknya keluarga

lebih mendukung semua kegiatan-kegiatan Lansia dan juga melibatkan


67

para Lansia dalam mengambil keputusan didalam keluarga, agar Lansia

merasa dirinya masih dibutuhkan, dan masih bisa melakukan hal-hal

lainnya, sehingga stress psikologis yang dialami Lansia bisa berkurang.

C. Keterbatasan

Pada skripsi ini menggunakan metode literature review, peneliti

melakukan penelusuran artikel ilmiah yang terkait dengan hubungan

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia. Keterbatasan dalam

penelitian ini yaitu peneliti tidak banyak menemukan dan mendapatkan

artikel ilmiah yang sesuai dengan variabel dependen, tidak banyak artikel

ilmiah internasional tentang hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas

tidur pada Lansia dan tidak banyak artikel ilmiah yang membahas sesuai

topik penelitian.
68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kajian literature review tentang hubungan tingkat kecemasan

dengan kualitas tidur pada Lansia dapat disimpulakan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil analisis dari 10 artikel ilmiah yang telah dilakukan

didapatkan 5 artikel yang menjelaskan Lansia mengalami kecemasan

yang di sebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

yaitu perubahan fisik, psikologis dan pskososial.

2. Berdasarkan hasil analisis dari 10 artikel ilmiah di telaah didapatkan 8

artikel yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kecemasan yang dialami

Lansia maka semakin buruk kualitas tidurnya.

3. Berdasarkan hasil analisis literature review ditemukan ada Hubungan

tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada Lansia, karna kecemasan

yang dialami Lansia dapat menyebabkan kesulitan tidur serta

mempengaruhi kosentrasi dan kesiapsiagaan, sehingga semakin tinggi

tingkat kecemasan maka semakin buruk kualitas tidur pada Lansia.

68
69

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan kepada institusi pendidikan agar dapat menyediakan

fasilitas yang menunjang seperti koleksi-koleksi buku terkait dengan

penelitian sehingga dengan adanya koleksi tersebut dan ditambah dengan

adanya fasilitas yang memadai dapat mempermudah para mahasiswa

dalam belajar dan mengakses pengetahuan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil

literature review ini sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian

terkait Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia.


70

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y, 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik, Jakarta : Cv. Trans
Info Media
Sutejo, 2016. Keperawatan JiwaKonsep Dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa Dan Psikososial, Yogyakarta :
Pustaka Baru Press
Nugroho, H.W, 2012. Keperawatan gerontik & geriatrik, Jakarta : EGC

Padila, 2013. Buku ajar keperawatan gerontik, Yogyakarta : Nuha Medika

Anjarsari, E. T., Widyantoro, W. and Irawan, D. (2015) ‘Hubungan Tingkat


Kecemasan dengan Kualitas Tidur pada Lansia di Unit Pelayanan
Sosial Lanjut Usia’.
Dahroni, D., Arisdiani, T. and Widiastuti, Y. P. (2017) ‘Hubungan antara stres
dengan kualitas tidur lansia’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 5(2), pp.
68–71. doi: 10.26714/jkj.5.2.2017.68-71.
Dariah, E. D. and Okatiranti (2015) ‘hubungan kecemasan dengan kualitas tidur
lansia di posbindu anyelir kecamatan cisarua kabupaten bandung
barat’, Jurnal Ilmu Keperawatan, III(2), pp. 87–104. Available at:
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk/article/viewFile/156/14
9.
Fatmasari, D. and Sudyasih, T. (2018) ‘Hubungan tingkat kecemasan dengan
kualitas tidur pada lansia di dusun celungan sumberagung moyudan
sleman yogyakarta’, Naskah Publikasi.
Jepisa, T., Riasmini, N. M. and Guslinda (2020) ‘Karakteristik, tingkat depresi
dan faktor ligkungan fisik dengan kualitas tidur lansia yang tinggal
di pstw prov sumbar’, Jurnal ilmu kesehatan, 4(2), pp. 152–159.
Kartini, A. and Gunardi, S. (2017) ‘Tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia
pada lansia’, jurnal ilmu keperawatan indonesia, 7(2), pp. 222–228.
Kasma, andi yulia et al. (2019) ‘Hubungan kecemasan dengan kejadian insomnia
pada lansia di di pantti sosial tresna werdha gau mabaji kabupaten
gowa’, mitrasehat, IX(2), pp. 674–682.
Kusumaningtyas, R. D. A. and Murwani, A. (2020) ‘Hubungan Tingkat
Kecemasan dengan Kejadian Insomnia pada Lansia di BPSTW Unit
Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta The Relationship Level of
71

Anxiety with The Incidence of Insomnia in The Elderly at Budi


Luhur Community Dwelling Kasongan Bantul Yogyakarta’, Jurnal
Keperawatan, 9(1), pp. 1–8. doi: 10.29238/caring.v9i1.443.
Laili, F. N. and Hatmanti, N. M. (2018) ‘Aktivitas fisik dengan kualitas tidur
lansia di posyandu lansia wulan erma menanggal surabaya’, Jurnal
Ilmiah Keperawatan, 4(1), pp. 7–14. doi: 10.33023/jikep.v4i1.129.
Latif, N., Susilaningsih and Maulidia, R. (2020) ‘Hubungan Tingkat Kecemasan
dengan Kualitas Tidur pada Lansia yang Mengalami Insomnia di
Raal Griya Asih Lawang Kota Malang’, profesional health journal,
2(1), pp. 94–101.
Ramadan, H. et al. (2019) ‘hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur
pada lansia penderita hipertensi’, keperawatan, 6(2), pp. 53–58.
Rarasta, M., Ar, D. and Nita, S. (2018) ‘Prevalensi Insomnia pada Usia Lanjut
Warga Panti Werdha Dharma Bakti dan Tresna Werdha Teratai
Palembang Insomnia merupakan suatu kumpulan kondisi yang
dicirikan dengan adanya gangguan kuantitas , kualitas , atau waktu
masuk tidur ( sleep onset problem ) ’, 4(2), pp. 60–66.
Witriya, C., Utami, N. W. and Andinawati, M. (2016) ‘Hubungan Tingkat
Kecemasan dengan Pola tTidur lLansia di Kelurahan Tlogomas Kota
Malang’, Nursing News : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan,
1(2), pp. 190–203. Available at:
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/437.
Yu, J. et al. (2016) ‘Sleep correlates of depression and anxiety in an elderly Asian
population’, Psychogeriatrics, pp. 191–195. doi:
10.1111/psyg.12138.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019a. Indonesia Memasuki Periode
Aging Population.
BKKBN. (2019). Info Demografi. Diakses dari: http://www.bkkbn.go.id/po-
content/uploads/info_demo_vol_1_2019_jadi.pdf

Badan Pusat Statistik. 2020. Hasil sensus penduduk. Provisnsi sumatera Barat

Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota 2010-2020.


Provisnsi Sumatera Barat.

Yu, J. et al. (2016) ‘Sleep correlates of depression and anxiety in an elderly Asian
population’, Psychogeriatrics, pp. 191–195. doi:
10.1111/psyg.12138.
72

Anda mungkin juga menyukai