Kelompok 15:
Marcella Octaviyanti 041711233107
Dea Imara Ghina 041711233242
Dwi Indah Lestari 041711233273
Etika bisnis merupakan penerapan standar perilaku moral dalam situasi bisnis. Konsep etika
bisnis dapat mendekati topik dari dua perspektif berbeda:
1. Penjumlahan deskriptif tentang adat istiadat, sikap, dan aturan yang diamati dalam
bisnis.
2. Evaluasi normatif (atau preskriptif) tentang sejauh mana kebiasaan, sikap, dan aturan
yang diamati dapat dikatakan etis.
Etika bisnis tidak boleh diterapkan sebagai seperangkat standar moral atau konsep etika yang
terpisah dari etika umum. Perilaku etis, menurut pendapatnya, harus sama baik di dalam
maupun di luar situasi bisnis.
Stakeholder merupakan seseorang yang memiliki saham atau kepentingan dalam suatu
perusahaan bisnis. Tidak setiap pemangku kepentingan akan relevan dalam setiap situasi
bisnis. Perhatian yang lebih besar adalah keterlibatan para pemangku kepentingan ini dengan
tindakan organisasi dan sejauh mana mereka akan dipengaruhi oleh perilaku tidak etis.
Stakeholder Interests
ETHICAL CRISIS
Tujuan utama dalam memahami perilaku tidak etis adalah untuk mengetahui tindakan
yang harus diambil dan kebijakan apa yang harus ditetapkan dalam mengantisipasi perilaku
tidak etis agar tidak merugikan pemangku kepentingan dalam menjalankan aktivitas bisnis.
Namun sayangnya, beberapa dekade terakhir ini, tidak ada kebijakan dan tindakan tegas yang
diterapkan untuk menghentikan tindakan tidak etis dalam dunia bisnis sehingga standar
dalam mengelola suatu bisnis/perusahaan semakin menurun.
Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya ketidaketisan dalam fundamental
bisnis, diperlukan adanya pihak ketiga yang dapat menjamin bahwa aktivitas bisnis
dapat dijalankan sesuai dengan kebijakan etis yang telah ditetapkan. Pihak ketiga
tersebut dapat merupai lembaga seperti Asosiasi Pejabat Etika dan Kepatuhan, Pusat Sumber
Daya Etika, dan Perhimpunan Kepatuhan dan Etika Korporat, dan lain-lain yang saat ini
menawarkan panduan dan pelatihan etika yang jelas kepada berbagai perusahaan/organisasi.
Indikator yang harus dicapai oleh organisasi bisnis adalah terciptanya kode etik di
kalangan publik. Kode etik ini memiliki dua fungsi, fungsi pertama menunjukkan komitmen
dalam berperilaku etis yang diberikan perusahaan terhadap pemangku kepentingan dan fungsi
kedua adalah sebagai panduan mengenai perilaku yang sebaiknya dilakukan oleh internal
perusahaan seperti manajer dan karyawan dalam mengambil keputusan.
1. Keyakinan bahwa aktivitas tersebut berada dalam batasan etika dan hukum
yang wajar — artinya, aktivitas tersebut "benar-benar" tidak ilegal atau tidak
bermoral. Andrew Young dikutip mengatakan, "Tidak ada yang ilegal jika seratus
pengusaha memutuskan untuk melakukannya." Gagasan bahwa segala sesuatu yang
tidak secara spesifik dilabeli sebagai salah pasti OK adalah ajakan terbuka bagi
pemberi kerja dan karyawan yang memiliki tantangan etis — terutama jika ada
penghargaan eksplisit untuk kreativitas semacam itu dalam batas etika yang baru
diperluas tersebut.
2. Keyakinan bahwa aktivitas tersebut adalah untuk kepentingan terbaik individu
atau perusahaan — bahwa individu tersebut bagaimanapun juga diharapkan untuk
melakukan aktivitas tersebut. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, mengerjakan
target jangka pendek, mudah untuk menemukan justifikasi untuk setiap tindakan yang
dianggap "demi kepentingan terbaik perusahaan".
3. Keyakinan bahwa aktivitas tersebut aman karena tidak akan pernah ditemukan
atau dipublikasikan — masalah klasik penemuan dan kejahatan tentang hukuman.
Perusahaan yang mengandalkan pencegah audit dan pemeriksaan mendadak membuat
kemajuan dalam mencegah perilaku tidak etis (atau setidaknya mendorong orang
untuk berpikir dua kali tentang hal itu).
4. Keyakinan bahwa karena aktivitas tersebut membantu perusahaan, maka
perusahaan akan memaafkannya dan bahkan melindungi orang yang terlibat di
dalamnya. Keyakinan ini menunjukkan kebingungan atas kesetiaan yang
didemonstrasikan di sini. Perusahaan yang terlibat dalam perilaku tidak etis — dengan
sengaja atau tidak — dapat melindungi identitas personel yang terlibat, tetapi hanya
selama itu demi kepentingan terbaik perusahaan untuk melakukannya. Begitu
pelanggaran itu dipublikasikan dan badan pengatur terlibat, kebanyakan kasus
tampaknya menunjukkan bahwa situasi dengan cepat menjadi salah satu dari setiap
orang untuk dirinya sendiri.
5. The Phoenix Four maintain they did nothing wrong. How would you defend
their conduct from a business ethics perspective?
Menurut kelompok kami, bahwa Phoenix Four melakukan semua peluang yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan sustain dari perusahaan untuk mempertahankan
eksistensi perusahaan dalam melawan kerugian. Menurut kami hal itu Phoenix Four
tidak melakukan kesalahan apapun karena yang dilakukan mereka merupakan hal
wajar yang akan diambil oleh pihak manajemen demi mempertahankan perusahaan
dari kerugian.
6. What do you think the outcome should have been for the Phoenix Four
Dari berbagai macam financial support yang mereka terima seharusnya Phoenix Four
dapat memberikan outcome yang positif yang dapat meningkatkan kredibilitas
perusahaan sehingga membuat perusahaan dapat bangkit dan bersaing dengan
kompetitor lain.
2. Do you think it was a good idea to welcome founding members with such widely
publicized ethical transgressions in their past? Why or why not?
Menurut kami, ide tersebut tidak bermasalah karena kesalahan anggota tersebut sudah
terjadi di masa lalu, dan anggota tersebut memiliki itikad baik untuk menjadi
perusahaan yang lebih baik dalam dunia bisnis dengan cara mengasah ketaatan dan
menumbuhkan nilainya melalui BELA.
3. BELA is a U.S.-driven initiative at the moment. Do you think it will achieve a
wider global acceptance over time? Why or why not?
Menurut kami, seiring berjalannya waktu BELA akan diterima lebih luas secara
internasional atau global jika BELA dapat menunjukkan kepada para anggotanya dan
masyarakat bahwa menjadi bagian dari BELA dapat meningkatkan praktik bisnis
yang etis dan juga meningkatkan nilai pemegang saham, pelanggan, karyawan, dan
kepercayaan masyarakat karena praktik bisnis yang etis.
4. Are the four core values—legal compliance, transparency, identification of
conflicts of interest, and accountability—enough to establish a credible
reputation as an ethical company? What other values would you consider adding
and why?
Menurut kami, empat nilai inti tersebut sudah bagus tapi tidak cukup untuk
membangun reputasi yang kredibel sebagai perusahaan yang etis. Menurut kami, nilai
lain yang perlu ditambahkan adalah Integritas. Integritas dibutuhkan karena menganut
nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan peduli. Perusahaan yang
berintegritas akan selalu konsisten melakukan apa yang benar melalui kejujuran dan
seperangkat prinsip yang memberdayakan karakter mereka untuk berperilaku
konsisten dengan standar nilai yang berlaku.
5. Cynics could argue that this is simply a public relations exercise for companies
that have performed unethical business practices in the past. Optimists could
argue that this is, at the very least, a step in the right direction of restoring the
ethical reputation of business as a whole. What do you think?
Setiap orang akan memiliki perspektifnya masing-masing, baik perspektif positif atau
negatif pada anggota BELA. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah, bukti konkrit
yang diberikan oleh anggota BELA pada masyarakat sekitar. Sehingga masyarakat
bisa langsung merasakan apakah anggota BELA sudah sesuai dengan komitmen
awalnya atau mereka malah mengingkari apa yang telah mereka deklarasikan.
6. According to the rules of BELA, members will be audited every two years to
make sure they are in compliance with BELA standards, and can face removal
from the alliance should that audit provide evidence of failure to comply. Do you
think the threat of removal from the alliance will keep members in line? Why or
why not?
Iya, karena pemecatan akan dilakukan ketika ditemukan perusahaan yang tidak
memiliki visi yang sama lagi. Apabila anggota BELA masih bersikeras untuk
mempertahankan perusahaan yang tidak se visi, hal ini akan merusak semua
perencanaan yang telah disepakati dari awal. Sehingga dengan dilakukannya
pengauditan setiap dua tahun untuk memastikan para perusahaan pengikut mematuhi
standar BELA, akan dapat diketahui perusahaan yang masih kompeten seperti di
awal.
DAFTAR PUSTAKA
Ghillyer, Andrew. 2014. Business Ethics Now. Mc Grow Hill. New York.