Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN 4 BIO OPTIK

MIKROSKOP OPTIK

Disusun oleh :

LUH KETUT SOVIA WULANDARI

NIM : P07120421025

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat-Nya sehingga laporan praktikum mengenai “Mikroskop Optik” ini dapat
tersusun sampai dengan selesai.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Fisika. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Bahtiar, M.Pd. Si, selaku
dosen mata kuliah Fisika yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Mataram,18 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

PERCOBAAN 4 BIO OPTIK ................................................................................. 1

A. Pelaksanaan Praktikum ..................................................................................... 1

B. Landasan Teori ................................................................................................. 1

C. Alat dan Bahan Praktikum ................................................................................ 8

D. Prosedur Percobaan .......................................................................................... 8

E. Data Hasil Percobaan dan Pengolahan Data ...................................................... 9

F. Pembahasan .................................................................................................... 13

G. Kesimpulan .................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17

LAMPIRAN .......................................................................................................... 21

ii
PERCOBAAN 4 BIO OPTIK
MIKROSKOP OPTIK

A. Pelaksanaan Praktikum
1. Tujuan Praktikum
a. Mengetahui pembentukan bayangan pada lensa
b. Mengetahui prinsip kerja mikroskop optik
c. Menentukan jarak fokus lensa
d. Menentukan jarak bayangan pada lensa
e. Mengetahui perbesaran mikroskop
f. Memahami penggunaan mikroskop
2. Waktu Praktikum
Minggu, 17 Oktober 2021
3. Tempat Praktikum
Laboraturium Terpadu Universitas Islam Negeri Mataram

B. Landasan Teori
Fisika adalah pengetahuan fisis, maka untuk mempelajari fisika dan
membentuk pengetahuan tentang fisika diperlukan kontak langsung dengan
hal yang ingin diketahui, karena fisika merupakan ilmu yang lebih banyak
memerlukan pemahaman dari pada hafalan (Suparno, 2013). Fisika
mendeskripsikan berbagai fenomena fisis di alam baik melalui perhitungan
ataupun teori (Diani, 2015). Pembelajaran fisika pada hakikatnya terdiri atas
tiga komponen yaitu proses, produk, dan sikap (Nurhapsari dkk., 2016)
Biooptik tersusun dari kata bio dan optic. Bio berkaitan dengan
makhluk hidup/zat hidup atau bagian tertentu dari makhluk hidup, sedangkan
optic dikenal sebagai bagian ilmu fisika yang berkaitan dengan cahaya atau

1
berkas sinar. Biooptik berkaitan dengan indra penglihatan, yaitu mata (Nana,
2021)
Optika atau ilmu cahaya, yaitu cabang ilmu fisika yang ber hubungan
dengan kerja indera mata yang mengesankan bentuk dan warna materi. Optika
dapat dibagi menjadi 2 golongan, yakni yang berkaitan dengan pembentukan
bayangan oleh sistem optik, termasuk mata, yang kita sebut optika geometris,
dan yang ber kaitan dengan sifat fisis cahaya selaku gelombang
elektromagnetik yang menampilkan gejala-gejala difraksi, interferensi,
polarisasi, dan absorpsi, yang kita sebut optika fisis atau optika
elektromagnetik (Soedojo, 2004). Difraksi adalah suatu fenomena gelombang
yang terjadi sebagai respon gelombang yang terjadi sebagai respon gelombang
terhadap halangan yang berada pada ranah rambatnya (Wahyuni dkk, 2017).
Interferensi adalah penjumlahan superposisi dari dua gelombang cahaya atau
lebih yang menimbulkan pola gelombang yang baru (Handayani, 2014).
Polarisasi adalah orientasi gelombang (Nugraheny dkk, 2018). Absorpsi
adalah peristiwa penyerapan cahaya oleh suatu bahan yang dilewati oleh
cahaya tersebut (Nababan dkk, 2015).
Hukum-hukum Snellius mendasari kaidah-kaidah optika geometris
dengan alat-alat optic, atau system optik. Hukum snellius tentang pembiasan
menyatakan bahwa jika cahaya merambat dari medium yang kurang rapat
(udara) menuju medium yang lebih rapat (zat cair) maka cahaya akan
dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya jika cahaya merambat dari
medium yang rapat (zat cair) menuju medium yang kurang rapat (udara) maka
cahaya akan dibelokkan menjauhi garis normal (Zamroni, 2013)
Lensa adalah medium transparan yang dibatasi oleh dua permukaan
bias paling sedikit satu diantaranya lengkung sehingga terjadi dua kali
pembiasan sebelum keluar dari lensa. Garis hubung antara pusat lengkungan
kedua permukaan disebut sumbu utama. Bayangan yang dibuat oleh
permukaan pertama merupakan benda untuk permukaan kedua. Permukaan
kedua akan membuat bayangan akhir (Sarojo.2011).

2
Proses pembentukan bayangan oleh lensa, yaitu sebagai berikut :
1. Sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kiri bidang utama pertama
akan dibiaskan ke titik fokus pertama setelah sampai di bidang
utama kedua, sebaliknya sinar sejajar sumbu utama dari sebelah
kanan bidang utama kedua akan dibiaskan ke titik fokus pertama
setelah sampai di bidang utama pertama.
2. Sinar yang melewati titik fokus pertama akan dibiaskan sejajar
sumbu utama setelah sampai di bidang utama pertama, sebaliknya
yang melewati titik fokus kedua akan dibiaskan sejajar sumbu
utama setelah sampai bidang utama kedua.
3. Sinar menuju titik utama pertama akan dibiaskan sejajar dari titik
utama kedua, sebaliknya sinar yang menuju titik utama kedua akan
dibiaskan sejajar dari titik utama pertama

Jika benda diletakkan sejauh s dari lensa, maka bayangan akan terletak
pada jarak sejauh s’ dari lensa, memenuhi hubungan

1 1 1
= 𝑠 + s′
f

Dimana,
f = jarak fokus lensa (cm)
s = jarak benda ke lensa (cm)
s’ = jarak bayangan ke lensa (cm)
dengan perbesaran benda,
s′
M= s

Suatu gelombang yang datang, dapat mengalami dua pembiasan ketika


melewati lensa tersebut. Untuk penjelasannya menganggap bahwa medium
dari kedua sisi lensa tersebut adalah sama dan memiliki indeks bias 1 (seperti
udara) dan indeks bias lensa adalan n (Alonso, 1992).

3
Menurut Wiley (1984), lensa memiliki dua bagian yang berbeda, yaitu
lensa tebal dan lensa tipis (ketebalan 1-0). Pada lensa tipis terdapat dua bidang
utama yang saling beripit. Lantas, pembiasan berganda yang ada pada
permukaan lensa yang dinilai sebagai pembiasan tunggal pada bidang utama.
Dengan demikian pembiasan ganda yang dihasilkan dari susunan 2
lensa tipis bisa dinilai sebagai gabungan dua bidang utama kedua lensa
tersebut. Hal ini sama halnya dengan pembiasan yang diperoleh dari hasil
suatu lensa tebal (Soedojo, 1992).
Sebuah lensa memiliki bagian-bagian tertentu yang dinilai penting.
Permukaan lensa depan dikenal merupakan busur lingkaran atau bidang yang
datar. Permukuan lensa yang dengan bentuk busur lingkaran tersebut. tentu
mengikuti persamaan lingkaran dan permukaan tersebut memiliki radius
kelengkungan (R) (Zemansky, 1994).
Sedangkan lensa dengan bentuk permukaan datar dinilai memiliki
radius kelengkungan yang besarnya tidak terhingga. Sebuah lensa juga
memiliki pusat kelengkungan dan titik fokus. Pusat optik memiliki proses
berkas sinar yang melalui titik. kemudian akan dibahas tanpa dibiaskan.
Fokus utama (F) adalah berkas sinar sejajar yang kemudian
dikumpulkan. Jarak fokus pada lensa bisa didefinisikan sebagai jarak antara
pusat optik dengan fokus utama lensa (Sutrisno, 1979). Berkas cahaya
menganggap bahwa cahaya berjalan dalam lintasan yang berbentuk garis lurus
(Giancoli, 2014).
Jenis lensa yang dikenal secara umum ada dua jenis yaitu lensa
konvergen dan lensa divergen. Lensa konvergen adalah sinar sejajar yang
menembus lensa akan berkumpul menjadi bayangan nyata, juga disebut lensa
positif atau lensa cembung. Lensa divergen adalah sinar sejajar yang
menembus lensa akan menyebar, lensa ini disebut lensa negative atau lensa
cekung (Gabriel, 1996). Lensa manapun yang lebih tebal di tengah dari pada
di sisinya disebut lensa konvergen. Lensa yang lebih tipis di tengah dari pada
di sisinya disebut lensa divergen karena membuat cahaya paralel menyebar

4
(Giancoli, 2001). Pembiasan lensa positif adalah prinsip utama untuk
menjelaskan pembentukan bayangan pada alat optik seperti mata, kamera, lup,
mikroskop, teropong, dan periskop (Prihatiningtyas dkk, 2013)
Tentunya, sinar-sinar istimewa pada lensa cembung berbeda dengan
lensa cekung. Lensa cembung memiliki 3 sinar istimewa yaitu:
1. Sinar datang sejajar sumbu utama lensa dibiaskan melalui titik
focus aktif yang terdapat di dalam lensa.
2. Sinar dating melalui titik focus pasif yang terdapat di depan lensa
dibiaskan sejajar sumbu utama.
3. Sinar dating melalui titik pusat lensa diteruskan tanpa dibiaskan
(Fisika Dasar, 2014).
Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung yaitu:
1. Sinar datang yang melewati pusat kelengkungan cermin,
dipantulkan melalui lintasan semula.
2. Sinar datang berlintasan sejajar dengan sumbu cermin, dipantulkan
melalui titik fokus cermin itu.
3. Sinar datang yang melewati titik fokus, dipantulkan ke arah sejajar
dengan sumbu cermin (Jati dkk, 2010)
Sumbu utama sebuah lensa adalah garis yang di tentukan oleh dua
pusat C1 dan C2, dimana sinar datang dipermukaan pertama dibiaskan
sepanang sinar. Jika di teruskan akan melewati sumbu utama dan karena itu
merupakan bayangan yang di hasilkan oleh permukaan pembias utama. Jarak
benda dan jarak bayangan dapat diukur 0 atau 0,2, tetapi jika lensanya sangat
tipis, ketebalan 0,02 dapat diabaikan dan semua jarak dapat diukur dari titik
pusat yang sama 0. Dan pada pembias kedua di Q dengan menggabungkan
persamaan pertama dan kedua. Fokus benda (fo) adalah posisi benda dimana
sinar - sinar keluar sejajar dengan sumb utama setelah melewati lensa. Jarak
fo dengan lensa disebut panjang fokus benda yang dilambangkan dengan f
sehingga persamaan fokus lensa. Dengan persamaan ini, jika f ditentukan
eksperimen maka digunakan sebuah lensa tanpa perlu mengetahui indeks

5
biasnya atau jari jarinya. Pada sebuah lensa tipis kedua fokus terlak simetris
pada sebuah sisi. Jika f (+) lensanya disebut konvergen dan jika (-) divergen
(Arkuntoro.2007).
Lensa dapat membentuk bayangan yang diperkecil atau diperbesar,
sehingga lensa banyak digunakan dalam alat-alat optik. Alat-alat optik adalah
alat-alat yang kebanyakan secara umum menggunakan lensa, seperti
kacamata, lup, teropong, kamera, teleskop, mikroskop, dan mata manusia
(Eliana, 2017). Kaca mata digunakan untuk membantu penglihatan bagi
penderita miopi, hipermetropi, presbiopi dan astigmatisme. Mikroskop
digunakan untuk melihat benda yang ukurannya sangat kecil. Lup atau sering
disebut kaca pembesar digunakan untuk melihat benda kecil sehingga terlihat
lebih besar. Kamera digunakan untuk mengambil gambar dengan
menggunakan fokus lensa. Teropong digunakan untuk melihat benda jauh
agar tampak dekat (Purwoko. 2007).
Mata serupa dengan prinsip kerja kamera, mata memiliki sebuah lensa
mata (setara fungsinya dengan lensa pemfokus dikamera), dan retina (setara
dengan film di kamera). Retina berfungsi untuk menangkap bayangan nyata
dari lensa mata. Lensa mata mampu mengatur diri sehingga panjang fokusnya
dapat berubah. Ini dilakukan dengan mencembung-pipihkan lensa mata, dan
peristwa itu dikatakan mata sedang berakomodasi (Santosa dkk, 2018).
Akomodasi lensa mata menghasilkan bayangan benda terfokus di
retina, sehingga seseorang dapat melihat benda dengan jelas dan tajam. Jika
benda berada jauh dari mata, maka sesaat setelah mata melihatnya lensa mata
pun menjadi pipih schingga panjang fokus (f) lensa mata bertambah besar.
Dikatakan, saat itu lensa mata dalam keadaan santai. Sebaliknya, bila benda
yang dilihat berada di dekat mata maka lensa mata menjadi cembung sehingga
nilai f mengecil (Wati, 2018).
Sebelum sinar mencapai retina, sinar itu telah mengalami sejumlah
pembiasan. Pembiasan terjadi karena kerapatan optis bahan komponen mata
tidaklah homogen. Informasi bayangan yang diterima retina dikirim ke otak

6
dalam bentuk pulsa listrik. Mata dilengkapi pengatur jumlah cahaya yang
masuk ke lensa mata (setara dengan diafragma di kamera), yaitu pupil mata.
Di tempat gelap, pupil mata membuka, dan di tempat yang terlalu terang maka
pupil mata agak menutup (Haeroni dkk, 2019).
Kemampuan untuk mencembungkan mata bersifat terbatas, sehingga
dikenal adanya istilah titik dekat (x). Nilai x untuk orang usia muda dan
normal adalah 25 cm. Semakin tua usia seseorang lensa matanya menjadi
kurang lentur sehingga x membesar, pada usia 60 tahun boleh jadi memiliki x
sekitar 200 meter (Nova, 2012).
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di
depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu
titik yang fokus (Prayoga, 2014). Kelainan refraksi mata bisa di sebabkan oleh
adanya faktor radiasi cahaya yang berlebihan atau kurang yang diterima oleh
mata situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata
akan bekerja bersama, hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah
(Rosenfield, 2010). Contoh kelainan refraksi yaitu miopi, hipermetropi, dan
astigmatism. Miopia atau rabun jauh merupakan suatu kondisi dimana cahaya
yang memasuki mata terfokus di depan retina sehingga membuat objek yang
jauh terlihat kabur (Sofiani dkk, 2016). Hipermetropi adalah kelainan refraksi
mata dimana bayangan dari sinar yang masuk kemata di belakang retina.
kelainan fungsi mata tidak dapat membaca pada jarak yang normal (30 cm)
sehingga membuat objek dekat Nampak kabur (Siburan, 2017). Astigmatism
disebabkan oleh lensa mata yang tidak dapat mem fokuskan sinar dari benda
di sebuah titik, atau karena terjadi aberasi. Cacat mata ini terjadi disebabkan
oleh permukaan lensa mata yang tidak halus benar, sehingga walaupun
panjang fokus lensa mata dan ukuran bola mata normal, serta bayangan jatuh
di titik fokus tepat di retina mata, tetapi penglihatan penderita merasa tampak
kabur (Saiyang dkk, 2021).

7
Mikroskop alat yang sering digunakan peneliti untuk melihat benda
yang berukuran kecil atau struktur dari material. Model mikroskop yang
bermacam-macam menjadikan cara penggunaan yang berbeda sehingga perlu
adanya ulasan tentang alat ini. mikroskop optic adalah dari cahaya lampu
yang dibiaskan oleh lensa condenser, setelah melewati lensa kondenser sinar
mengenai spesimen dan diteruskan oleh lensa objektif. Lensa objektif ini
merupakan bagian yang paling penting dari mikroskop karena dari lensa ini
dapat diketahui perbesaran yang dilakukan mikroskop. Sinar yang diteruskan
oleh lensa objektif ditangkap oleh lensa okuler dan diteruskan pada mata atau
kamera. Pada mikroskop ini mempunyai batasan perbesaran yaitu dari 400 X
sampai 1400 X (Respati, 2008). Mikroskop dapat dimodifikasi sebagai media
pembelajaran seperti Microscope smartphone yang merupakan salah satu
alternatif media pembelajaran dalam konsep optik yang mampu mengubah
psikomotorik mahasiswa dalam memahami konsep optik. Dengan microscope
smarthphone dapat diintegrasikan dengan pembelajaran STEM. Pendidikan
STEM dikembangkan untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna
melalui integrasi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang sistematis
(Sulistyowati dkk, 2017)

C. Alat dan Bahan Praktikum


1. Sumber cahaya
2. Dudukan lensa
3. Objek
4. 2 buah Lensa Cembung
5. Lintasan lensa lengkap dengan garis
6. Layar tranparan

D. Prosedur Percobaan
1. Menyusun set percobaan seperti pada skema percobaan dengan jarak
antara lensa objektif ke lensa okuler sejauh 25 cm
2. Mengatur jarak lensa objektif ke benda sejauh 3 cm

8
3. Menggeser layar menjauhi atau mendekati lensa sampai mendapatkan
bayangan yang paling jela dan catat sebagai s’
4. Mengulangi langkah 2 sampai 3 sebanyak 4 kali dengan variasi jarak lensa
ke benda sebesar 3 cm

E. Data Hasil Percobaan dan Pengolahan Data


1. Data Hasil Percobaan
a. Lensa Objektif
s s’ M = s’/s 1/f = 1/s + 1/s’
3 cm 9 cm 3 cm 2,25 cm
4 cm 8 cm 2 cm 2,67 cm
5 cm 7 cm 1,4 cm 2,91 cm
6 cm 7 cm 1,16 cm 3,23 cm
7 cm 6 cm 0,86 cm 3,23 cm
Rata-rata mob = 1,68 cm fob = 2,85 cm

b. Lensa Okuler
s s’ M = s’/s 1/f = 1/s + 1/s’
9 cm 30 cm 3,34 cm 6,92 cm
8 cm 38 cm 4,75 cm 6,60 cm
7 cm 39 cm 5,57 cm 5,93 cm
6 cm 42 cm 7 cm 5,25 cm
Rata-rata mob = 5,16 cm fob = 6,17 cm

2. Pengolahan Data
a. Lensa Objektif
- Percobaan I
Dik : s = 3 cm, s’= 9 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :

9
𝒔′ 𝟗
 M= =𝟑=3
𝒔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
=𝟑+9
f
1 4
=𝟗
f
𝟗
f = 𝟒 = 2,25

- Percobaan II
Dik : s = 4 cm, s’= 8 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟖
 M= =𝟒=2
𝒔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
=4+8
f
1 3
=𝟖
f
𝟖
f = 𝟑 = 2,67

- Percobaan III
Dik : s = 5 cm, s’= 7 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟕
 M= = 𝟓 = 1,4
𝒔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
=5+7
f
1 12
= 𝟑𝟓
f
𝟑𝟓
f= = 2,91
𝟏𝟐

10
- Percobaan IV
Dik : s = 6 cm, s’= 7 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟕
 M= = = 1,16
𝒔 𝟔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
=6+7
f
1 13
=
f 𝟒𝟐
𝟒𝟐
f = 𝟏𝟑 = 3,23

- Percobaan V
Dik : s = 7 cm, s’= 6 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟔
 M= = 𝟕 = 0,86
𝒔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
=7+6
f
1 13
= 𝟒𝟐
f
𝟒𝟐
f = 𝟏𝟑 = 3,23

b. Lensa Okuler
- Percobaan I
Dik : s = 9 cm, s’= 30 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟑𝟎
 M= = = 3,34
𝒔 𝟗

11
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
= 9 + 30
f
1 13
= 𝟗𝟎
f
𝟗𝟎
f = 𝟏𝟑 = 6,92

- Percobaan II
Dik : s = 8 cm, s’= 38 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟑𝟖
 M= = = 4,75
𝒔 𝟖
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
= 8 + 38
f
1 46
= 𝟑𝟎𝟒
f
𝟑𝟎𝟒
f= = 6,60
𝟒𝟔

- Percobaan III
Dik : s = 7 cm, s’= 39 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟑𝟗
 M= = = 5,57
𝒔 𝟕
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
= 7 + 39
f
1 46
= 𝟐𝟕𝟑
f
𝟐𝟕𝟑
f= = 5,93
𝟒𝟔

12
- Percobaan IV
Dik : s = 6 cm, s’= 42 cm
Dit : Perbesaran benda dan jarak focus lensa?
Jawab :
𝒔′ 𝟒𝟐
 M= = =7
𝒔 𝟔
1 1 1
 = 𝒔 + s′
f
1 1 1
= 6 + 42
f
1 8
= 𝟒𝟐
f
𝟒𝟐
f= = 5,25
𝟖

F. Pembahasan
Pada praktikum yang membahas mengenai mikroskop optic ini
memiliki enam tujuan yaitu mengetahui pembentukan bayangan pada lensa,
mengetahui prinsip kerja mikroskop optic, menentukan jarak fokus lensa,
menentukan jarak bayangan pada lensa, mengetahui perbesaran mikroskop
dan memahami penggunaan mikroskop. Lensa adalah benda bening yang
dibatasi oleh 2 buah bidang lengkung. Dan dua bidang lengkung ini yang
membatasi lensa berbentuk silindris maupun bola. Adapun lensa silindris
bersifat memusatkan cahaya dari sumber titik yang jauh pada suatu garis,
sedangkan lensa yang berbentuk bola yang melengkung ke segala arah
memusatkan cahaya dari sumber yang jauh pada suatu titik.
Percobaan pertama untuk menentukan jarak bayangan, lensa cembung
diletakkan sejauh 3 cm yang merupakan jarak benda (s) dan didapatkan jarak
bayangan yang diperoleh yaitu 9 cm, untuk jarak benda ke lensa diletakan
sejauh 4 cm diperoleh jarak bayangan sejauh 8 cm. Kemudian untuk jarak
benda ke lensa yang diletakan sejauh 5 cm diperoleh jarak bayangan sejauh 7
cm, untuk jarak benda ke lensa yang diletakan sejauh 6 cm diperoleh jarak
bayangan sejauh 7 cm, dan yang terakhir lensa diletakan sejauh 7 cm dari
benda diperoleh jarak bayangan sejauh 6 cm.mengukur jarak bayang itu

13
sendiri yaitu dengan cara menggeser layar sampai kemudian bayangan tampak
jelas pada layar.
Percobaan kedua untuk menentukan jarak bayangan, lensa cembung
diletakkan sejauh 9 cm yang merupakan jarak benda (s) dan didapatkan jarak
bayangan yang diperoleh yaitu 30 cm, untuk jarak benda ke lensa diletakan
sejauh 8 cm diperoleh jarak bayangan sejauh 38 cm. Kemudian untuk jarak
benda ke lensa yang diletakan sejauh 7 cm diperoleh jarak bayangan sejauh 39
cm dan yang terakhir lensa diletakan sejauh 6 cm dari benda diperoleh jarak
bayangan sejauh 42 cm.mengukur jarak bayang itu sendiri yaitu dengan cara
menggeser layar sampai kemudian bayangan tampak jelas pada layar.
Data yang diperoleh tersebut dapat diketahui hubungan jarak benda
(s), jarak bayangan (s’) dan titik fokus (f). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
1. Percobaan Pertama (Lensa Objektif)
s s’ 1/f = 1/s + 1/s’ Sifat Bayangan
3 cm 9 cm 2,25 cm Nyata, terbalik, diperbesar
4 cm 8 cm 2,67 cm Nyata, terbalik, diperbesar
5 cm 7 cm 2,91 cm Nyata, terbalik, diperbesar
6 cm 7 cm 3,23 cm Nyata, terbalik, diperbesar
7 cm 6 cm 3,23 cm Nyata, terbalik, diperbesar

2. Percobaan Kedua (Lensa Okuler)


s s’ 1/f = 1/s + 1/s’ Sifat Bayangan
9 cm 30 cm 6,92 cm Nyata, terbalik, diperbesar
8 cm 38 cm 6,60 cm Nyata, terbalik, diperbesar
7 cm 39 cm 5,93 cm Nyata, terbalik, diperbesar
6 cm 42 cm 5,25 cm Nyata, terbalik, diperbesar

14
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa hubungan jarak benda (s) jarak
bayangan (s') dan jarak titik fokus berbanding terbalik artinya bahwa semakin
besar atau semakin jauh jarak benda, maka semakin kecil jarak bayangannya.

Dari hasil percobaan tersebut, baik dalam pelaksanaan praktikum


maupun dalam pengolahan data yang telah dikumpul, terdapat kesalahan
kesalahan tertentu yang mungkin terjadi, yaitu:

1. Ketidaktelitian dalam mengukur jarak benda ke lensa dan/atau


jarak lensa ke layar.
2. Kondisi ruangan laboratorium dengan pencahayaan yang terlalu
banyak, sehingga mengganggu pengamatan pada layar.
3. Bayangan yang muncul di layar tidak terlalu jelas namun
dimasukkan dalam data.
4. Ketidaktelitian dalam membaca alat ukur
5. Kesalahan pada alat ukur, dalam hal ini adalah meteran dan
sferometer yang rusak atau tidak dikalibrasi dengan benar.
6. Pemilihan metode penghitungan yang keliru dan ketidaktelitian
dalam perhitungan sehingga hasil yang didapat tidak relevan

G. Kesimpulan
Adapun kesimpulan praktikum menentukan focus lensa ini adalah:
1. Semakin jauh jarak lensa terhadap lensa, maka hasil bayangan yang
terbentuk akan semakin besar (nyata, terbalik, diperbesar).
2. Semakin jauh jarak antara lensa dan layar, maka hasil bayangannya akan
semakin besar, namun gambar bayangan akan semakin pudar.
3. Cara kerja dari mikroskop optic adalah dari cahaya lampu yang dibiaskan
oleh lensa condenser, setelah melewati lensa kondenser sinar mengenai
spesimen dan diteruskan oleh lensa objektif. Lensa objektif ini merupakan
bagian yang paling penting dari mikroskop karena dari lensa ini dapat
diketahui perbesaran yang dilakukan mikroskop. Sinar yang diteruskan
oleh lensa objektif ditangkap oleh lensa okuler dan diteruskan pada mata

15
atau kamera. Pada mikroskop ini mempunyai batasan perbesaran yaitu
dari 400 X sampai 1400 X.
4. Untuk menentukan jarak fokus lensa dapat digunakan rumus:
1 1 1
= 𝒔 + s′
f

5. Untuk menentukan jarak bayangan pada lensa dapat digunakan rumus:


𝒔′
M= 𝒔

16
DAFTAR PUSTAKA

Alonso, Marcelo. (1992). Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

Arkundato, A. (2007). Fisika Dasar Jakarta: Universitas Terbuka.

Diani, R. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis Pendidikan


Karakter dengan Model Problem Based Instruction. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Fisika Al-Biruni. (4)2:243-255.

Eliana, Nur. (2017). Pengembangan Modul Alat-alat Optik Berbasis Pictorial Riddle
pada Mata Pembelajaran Fisika di Madrasah Aliyah. Seminar Nasional
Pendidikan Fisika. Vol.2: Hal. 1-7.

Gabriel, J.K. (1996). Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC.

Giancoli, Douglas C. (2001). Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Giancoli, Douglas C. (2014). Fisika: Prinsip dan Aplikasi. Indonesia: Erlangga.

Haeroni, Susilawati, Rahayu, S. (2019). Remediasi Miskonsepsi Peserta Didik pada


Materi Optik dengan Teknik CRI Modifikasi melalui Model Learning
Cycle 5E. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, Vol. 5, No.1: Hal. 91-
99.

Handayani, S.L. (2014). Analisis Pola Interferensi Celah Banyak untuk Menentukan
Panjang Gelombang Laser He-Ne dan Laser Dioda. Jurnal Fisika, Vol.4,
No.1: Hal. 26-31.

Jati, B.M.E., Priyambodo, T.K. (2010). Fisika Dasar. Yogyakarta: C.V ANDI
OFFSET.

Nababan, B., Wiguna, D.A., Arhatin, R.E. (2015). Variabilitas Musiman Koefisien
Absorpsi Cahaya pada Permukaan Air Laut. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, Vol.7, No.2: Hal. 715-729

17
Nana. (2021). Fisika Kesehatan. Jawa Tengah: Lakeisha.

Nova, Septi. (2012). Perbedaan Jarak Pandang Pekerja Canting Batik pada Beberapa
Waktu Kerja di Kampung Batik Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Vol.1, No.2: Hal.816-827.

Nugraheny, Istiqomah., dkk. (2018). Polarisasi Cahaya dan Penentuan Nilai Indeks
Bias dengan Metode Sudut Brewster. Jurnal Fisika dan Aplikasinya,
Vol.14, No. 3: Hal. 59-62.

Nurhapsari, R., Sutarto, dan Mahardika, I. K. (2016). Pengembangan model


pembelajaran PDC (Preparing, Doing, Concluding) untuk pembelajaran
IPA Jurnal Pembelajaran dan Pendidikan Sains. 1(1): 9-16.

Prahatiningsih, S., Prastowo, T., Jatmiko, B. (2013). Implementasi Simulasi PhET


dan KIT Sederhana untuk Mengajarkan Keterampilan Psikomotor Siswa
Pada Pokok Bahasan Alat Optik. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol.
2, No.1: Hal.18-22

Prayoga, Hermawan Ady. (2014). Intensitas Pencahayaan dan Kelainan Refraksi


Mata Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.9,
No.2: Hal.131-136.

Purwoko. (2007). Fisika. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Respati, S.M.B. (2008). Macam-macam Mikroskop dan Cara Penggunaan.


Momentum, Vol.4, No.2: Hal.42-44.

Rosenfield, Mark. (2010). Computer Vision Syndrome: Accomodative & Vergence


Facility. Journal of Behavioral Optometry, 21(5): 119-122.

Saiyang, B.E., Rares, L.M., Supit, W.P. (2021). Kelainan Refraksi Mata pada Anak.
Medical Scope Journal, Vol.2, No.2: Hal.59-65.

18
Santosa, N.A., Sundari, L.P.R. (2018). Hubungan antara Durasi Bermain Game
Online dengan Gangguan Tajam Penglihatan pada Anak Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kota Denpasar. Jurnal Medika, Vol.7, No.8:
Hal.1-12.

Sarojo, G. (2011). Gelombang dan Optika. Jakarta:Salemba Teknika.

Siburan, Suwandi. (2017). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Hipermetropi dengan


Menggunakan Metode Bayes. Jurnal Riset Komputer, Vol.4, No.5.

Soedojo, P. (1992). Optika. Jogjakarta: Universitas Gajah Maday Tekan.

Soedojo, Peter. (2004). Fisika Dasar. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.

Sofiani, Anisa., Santik, Yunita Dyah Puspita. (2016). Faktor- factor yang
Mempengaruhi Derajat Miopia Pada Remaja (Studi di SMA Negeri 2
Temanggung Kabupaten Temanggung). Unnes Journal of Public Health,
Vol.5, No.2: 176-185.

Sulistiyowati, S., Abdurrahman, A., & Jalmo, T. (2018). The Effect of STEM-Based
Worksheet on Students’ Science Literacy. Tadris: Jurnal Keguruan Dan
Ilmu Tarbiyah, 3(1), 89-96.

Suparno, P. (2013). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.


Jakarta: Grasindo.

Sutrisno. (1979). Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung Institut Teknik
Bandung

Tim Fisika Dasar. (2014). Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Jember: Tim Fisika
Dasar.

Wahyuni, S., Prabawani, A. (2017). Kisi Difraksi dengan Menggunakan Batang Talas
(Colocasia esculenta). Unnes Physics Journal, Vol.6, No.1: Hal. 74-77.

19
Wati, Rinda. (2018). Akomodasi dalam Refraksi. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol.7,
No.1: Hal.13-18.

Zamroni, Achmad. (2013). Pengukuran Indeks Bias Zat Cair Melalui Metode
Pembiasan Menggunakan Plan Paralel. Jurnal Fisika, Vol.3, No.2:
Hal.108-111.

Zemansky, S. (1994). Fisika Untuk Universitas Mekanika, Panas dan Bunyi. Jakarta
Bina Cipta

20
LAMPIRAN

1. Proses percobaan praktikum

2. Hasil Percobaan

21
3. Proses Pencatatan Hasil

4. Data Hasil Percobaan

22

Anda mungkin juga menyukai