Anda di halaman 1dari 76

USULAN PENELITIAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN


ORGANISASIONAL AFEKTIF DIMEDIASI OLEH KEPERCAYAAN DAN
MOTIVASI PADA DEPARTEMEN LABORATORIUM
DI PT. TRUBAINDO COAL MINING
KABUPATEN KUTAI BARAT

Diajukan untuk disetujui oleh

Program Magister Manajemen

Oleh

SAMUEL
1801026058

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
USULAN PENELITIAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN


ORGANISASIONAL AFEKTIF DIMEDIASI OLEH KEPERCAYAAN DAN
MOTIVASI PADA DEPARTEMEN LABORATORIUM
DI PT. TRUBAINDO COAL MINING
KABUPATEN KUTAI BARAT

Diajukan untuk disetujui oleh

Program Magister Manajemen

Oleh

SAMUEL
1801026058

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN
ORGANISASIONAL AFEKTIF DIMEDIASI OLEH KEPERCAYAAN DAN
MOTIVASI PADA DEPARTEMEN LABORATORIUM
DI PT. TRUBAINDO COAL MINING
KABUPATEN KUTAI BARAT

Diajukan oleh:

SAMUEL
NIM: 1801026058

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Djoko Setyadi, M.Sc Dr. Irsan Tri Cahyadinata, M.Si
NIP. 19550418 197903 1 004 NIP. 19730916 200801 1 005

Mengetahui,
Ketua Program
Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman

Dr. Tetra Hidayati, M.Si


NIP. 19681114 199303 2 001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 8

1.3 Tujuan Penelitian 9

1.4 Manfaat Penelitian 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 12

2.1 Penelitian Terdahulu 12

2.2 Landasan Teori 15

2.3 Hubungan Antar Variabel 33

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian 42

2.5 Hipotesis Penelitian 42

BAB III. METODE PENELITIAN 44

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian 44

3.2 Definisi Operasional Penelitian 44

3.3 Jenis Penelitian 48

3.4 Populasi dan Sampel 48

3.5 Metode Pengumpulan Data 49

iii
3.6 Analisis Data 50

3.6.1 Merancang Metode Pengukuran (Outer Model) 52

3.6.2 Merancang Model Struktural (Inner Model) 55

3.6.3 Konversi Diagram Jalur ke Sistem Persamaan 56

3.6.4 Evaluasi Goodness of Fit 57

3.6.5 Uji Signifikansi (Resampling Bootstraping) 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

1.1 Inkonsistensi Hasil Penelitian 7

2.1 Penelitian Terdahulu 12

3.1 Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS 54

3.2 Interval Koefisien dan Tingkat Hubungan 58

v
DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Konseptual Penelitian 42

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan informasi saat ini menjadi salah satu

penyebab perkembangan dunia yang ditandai dengan semakin ketatnya

persaingan dalam skala global, dan tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini

merambah hingga ke dunia bisnis dan usaha. Hal ini tentu saja menuntut

setiap perusahaan untuk memaksimalkan dan memanfaatkan potensi

yang mereka miliki untuk tetap bertahan dalam usaha yang dijalani

ditengah tantangan yang semakin cepat dan semakin banyak ini.

Selain sumber daya fisik, keuangan, kemampuan pemasaran,

sumber daya manusia juga menjadi salah satu faktor penting yang perlu

dikelola dengan baik sebagai salah satu yang paling potensial dalam

penyediaan keunggulan yang kompetitif bagi suatu perusahaan. Sumber

daya manusia saat ini semakin memiliki peran yang besar dalam

keberhasilan suatu organisasi. Tidak sedikit organisasi yang mulai

menyadari bahwa unsur sumber daya manusia dalam suatu organisasi

dapat memberikan suatu keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran,

strategi, dan inovasi untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu,

sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi

1
2

organisasi (Rachmawati, 2007). Sumber daya manusia adalah salah satu

bagian penting untuk mencapai kesuksesan suatu organisasi dalam

mencapai sasaran dan visinya, agar organisasi mencapai visinya maka

manajemen perlu memberikan perhatian khusus terhadap sumber daya

manusia organisasi yang dapat mendorong mereka untuk melakukan

pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi (Suwatno,

2011).

PT. Trubaindo Coal Mining merupakan salah satu perusahaan

pertambangan batubara kelas dunia yang saat ini melayani banyak

pelanggan dari berbagai daerah baik di dalam maupun di luar negeri pun

tidak terlepas dari tantangan akibat perkembangan dan perubahan-

perubahan di dunia usaha saat ini. Semakin banyaknya permintaan

pelanggan terhadap kualitas produk yang baik, kondisi harga batubara

yang tidak menentu, serta persaingan bisnis batubara yang semakin tinggi

membuat PT. Trubaindo Coal Mining harus terus berusaha untuk

menghadapi segala tantangan dan mengelola organisasinya dengan baik

sehingga tetap bertahan dan tidak terkalahkan oleh perusahaan lain yang

menjadi pesaingnya.

Salah satu tantangan internal yang perlu mendapat perhatian dari

manajemen PT. Trubaindo Coal Mining adalah terkait manajemen sumber

daya manusia. Selain berusaha meningkatkan kepuasan pelanggan

dengan memberikan kualitas produk dan pelayanan terbaiknya, PT.

Trubaindo Coal Mining juga dituntut untuk senantiasa menjaga kinerja


3

karyawannya untuk tetap berada dalam performa yang baik, karena

sumber daya manusia yang dimiliki PT. Trubaindo Coal Mining adalah

asset penting yang harus mendapat perhatian dari manajemen.

PT. Trubaindo Coal Mining menyadari pentingnya menjaga dan

mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki sebagai asset

berharga demi kemajuan organisasi sehingga PT. Trubaindo Coal Mining

bersama induk perusahaannya menciptakan budaya yang berisi nilai-nilai

yang perlu dijiwai oleh setiap karyawan dan diharapkan budaya ini mampu

mengubah perilaku setiap karyawan dan dapat meningkatkan kinerja

karyawan serta membuat setiap karyawan mempunyai rasa memiliki dan

komitmen yang kuat terhadap perusahaan. Budaya organisasi ini dikenal

dengan nama “Banpu Heart” dimana didalamnya terdapat beberapa nilai-

nilai yaitu Passionate, Innovative dan Commited. Passionate berbicara

tentang keinginan perusahaan agar setiap karyawannya memanfaatkan

potensi maksimum dan profesional untuk pertumbuhan dan kesuksesan

perusahaan, menghargai keragaman ide dan saling mendukung satu

sama lain untuk menghasilkan hal yang melebihi ekspektasi, memperkuat

kerjasama serta merangkul perbedaan dan menghargai dengan tulus.

Innovative dihadirkan oleh perusahaan untuk menumbuhkan dan

mengembangkan kreativitas didalam diri karyawan untuk menghasilkan

ide-ide baru ataupun solusi-solusi baru yang dapat meningkatkan efisiensi

dan efektivitas dalam pekerjaan yang tentunya ide-ide ini akan sangat

membantu perusahaan menghadapi tantangan yang ada serta karyawan


4

dapat bertindak dengan cepat dan berani untuk mengambil resiko, hal ini

juga menjadi sarana untuk menumbuhkan kebebasan karyawan dalam

menyampaikan pendapatnya. Committed diharapkan mampu

menumbuhkan perilaku karyawan dalam hal memegang teguh integritas

dan etika, mampu bersinergi dengan seluruh komponen perusahaan,

berpartisipasi dalam pengembangan berkelanjutan dan selalu

berkomitmen untuk memgang teguh nilai-nilai perusahaan.

Pada dasarnya nilai-nilai ini selalu digaungkan oleh perusahaan

dalam setiap kegiatan dengan harapan budaya ini benar-benar menjadi

nafas bagi setiap karyawan untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan

budaya yang diciptakan oleh perusahaan demi mencapai tujuan

perusahaan, namun pada kenyataannya fenomena dilapangan

menunjukkan masih banyak karyawan yang kurang disiplin baik dalam hal

kehadiran kerja (absenteeism) maupun target waktu penyelesaian

pekerjaan yang sering tidak tercapai, hal ini menjadi bukti bahwa budaya

yang diciptakan perusahaan belum sepenuhnya dimaknai dan

diaplikasikan oleh warga organisasi. Budaya yang belum terlaksana

dengan baik ini tentunya merupakan bagian dari kurangnya komitmen

karyawan terhadap organisasi.

McShane, et al. (2015) dalam bukunya Canadian Organizational

Behaviour memaknai komitmen organisasional sebagai keterikatan

seorang karyawan secara emosional terhadap organisasi. Dari ketiga

dimensi komitmen organisasional yaitu afektif, berkelanjutan dan normatif,


5

Mercurio (2015) menyatakan “affective commitment may be reasonably

considered a core essence of organizational commitment” yang artinya

bahwa ia menilai komitmen organisasional afektif adalah esensi inti dari

komitmen organisasional dibandingkan dengan dimensi komitmen yang

lain yaitu berkelanjutan dan normatif. Lebih lanjut McShane, et al. (2015)

menyatakan bahwa komitmen afektif merupakan ikatan secara psikologis

dimana seseorang memilih untuk mendedikasikan dirinya dan

bertanggung jawab untuk organisasi dan nilai-nilai didalamnya.

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh organisasi

untuk mendorong karyawannya berkomitmen adalah dengan

menumbuhkan kepercayaan (trust) terhadap organisasi dan seluruh

perangkat didalamnya. Ketika karyawan memiliki kepercayaan yang tinggi

terhadap organisasi, maka besar kemungkinan akan meningkatkan

komitmen karyawan terhadap organisasi sehingga kemudian karyawan

tidak dengan mudah untuk meninggalkan organisasi bahkan karyawan

yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap organisasi tidak akan ragu

untuk melakukan hal yang lebih dan selalu melakukan yang terbaik untuk

organisasinya.

Selain kepercayaan, motivasi juga menjadi faktor yang penting

untuk meningkatkan komitmen organisasi. berdasarkan penelitian yang

dilakukan Al-Bataineh, et al. (2019) menyatakan bahwa motivasi memiliki

hubungan yang positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional

dimana dapat disimpulkan bahwa saat motivasi karyawan telah terpenuhi


6

maka akan meningkatkan komitmen karyawan tersebut terhadap

organisasinya, disamping itu motivasi yang tinggi dapat menjadi

pendorong bagi karyawan untuk memaksimalkan setiap potensi yang

dimiliki dalam bekerja demi mencapai tujuan perusahaan sebagai

komitmennya bagi perusahaan.

Melalui budaya organisasi “Banpu Heart” yang diciptakan PT.

Trubaindo Coal Mining diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan

karyawan terhadap organisasi perusahaan serta motivasi karyawan untuk

melakukan pekerjaan dengan baik dan memberikan kemampuan

maksimalnya untuk mencapai tujuan perusahaan yang kemudian akan

diikuti dengan meningkatnya komitmen organisasi afektif karyawan PT.

Trubaindo Coal Mining secara umum dan departemen laboratorium

secara khusus.

Laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining merupakan salah satu

departemen di PT. Trubaindo Coal Mining yang perlu mendapat perhatian

karena merupakan pusat informasi kualitas batubara di PT. Trubaindo

Coal Mining. Laboratorium bertugas untuk menguji dan mengontrol

kualitas batubara yang akan dikirim kepada pelanggan sehingga

diharapkan batubara yang dijual oleh PT. Trubaindo Coal Mining

kualitasnya sesuai dengan yang diinginkan pelanggan. Kinerja yang baik

dari departemen laboratorium sangat penting untuk diperhatikan oleh

manajemen PT. Trubaindo Coal Mining secara umum dan manajamen

laboratorium secara khusus karena kinerja yang baik dari laboratorium


7

sangat menentukan performa dari perusahaan terkait dengan kualitas

batubara yang dijual.

Selain daripada fenomena yang telah disebutkan sebelumnya,

terdapat beberapa gap terkait penelitian antar variabel-variabel seperti

pada tabel berikut:

Tabel 1.1
Inkonsistensi Hasil Penelitian

Research Gap Peneliti Temuan


1 Terdapat celah Aranki et al. (2019), Budaya organisasi berpengaruh
penelitian antara Azizollah et al. (2015), positif dan signifikan terhadap
variabel budaya Al-Bataineh et al. (2019) komitmen organisasional
organisasi Yamzul et al. (2013) Budaya organisasi tidak
terhadap komitmen berpengaruh signifikan terhadap
organisasional komitmen organisasional
2 Terdapat celah Giantari & Riana (2017), Budaya organisasi berpengaruh
penelitian antara Pasaribu (2014), positif dan signifikan terhadap
variabel budaya Nawawi et al. (2018) motivasi
organisasi dengan Widiargo et al. (2017) Budaya organisasi tidak
motivasi berpengaruh signifikan terhadap
motivasi
3 Terdapat celah Meng & Berger (2018), Budaya organisasi berpengaruh
penelitian antara Usman & Yusuf (2015), positif dan signifikan terhadap
variabel budaya Zarooni (2008), Fauzi kepercayaan
organisasi dengan (2012)
kepercayaan Yousefi et al. (2014) Beberapa dimensi budaya
organisasi tidak memiliki pengaruh
yang berarti terhadap kepercayaan
(trust)
4 Terdapat celah Nawawi et al. (2018), Motivasi berpengaruh secara
penelitian antara Salleh et al. (2016), Al- positif dan signifikan terhadap
variabel motivasi Madi et al. (2017), Al- komitmen organisasional
dengan komitmen Bataineh et al. (2019)
organiasional Yamzul et al. (2013) Motivasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap komitmen
organisasional
5 Terdapat celah Alijanpour et al. (2013), Kepercayaan berpengaruh
penelitian antara Fauzi (2012), Lashari et signifikan terhadap komitmen
variabel al. (2016) organisasional
kepercayaan Perry (2004) Kepercayaan tidak berpengaruh
dengan komitmen kuat terhadap komitmen
organisasional organisasional
Sumber: Telaah Pustaka, 2020 (diolah)
8

Berdasarkan fenomena dan inkonsistensi penelitan yang

disampaikan sebelumnya, inilah yang mendorong penulis kemudian ingin

melakukan penelitian tentang “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap

Komitmen Organisasional Afektif Dimediasi Oleh Kepercayaan dan

Motivasi pada Departemen Laboratorium di PT. Trubaindo Coal

Mining Kabupaten Kutai Barat”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, maka peneliti

menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif pada departemen laboratorium PT.

Trubaindo Coal Mining?

2) Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

kepercayaan pada departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal

Mining?

3) Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

motivasi pada departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining?

4) Apakah kepercayaan berpengaruh secara signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif pada departemen laboratorium PT.

Trubaindo Coal Mining?


9

5) Apakah motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen

organisasional afektif pada departemen laboratorium PT. Trubaindo

Coal Mining?

6) Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif dimediasi oleh kepercayaan pada

departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining?

7) Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif dimediasi oleh motivasi pada

departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap komitmen organisasional afektif pada departemen

laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining

2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap kepercayaan pada departemen laboratorium PT. Trubaindo

Coal Mining

3) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap motivasi pada departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal

Mining
10

4) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepercayaan terhadap

komitmen organisasional afektif pada departemen laboratorium PT.

Trubaindo Coal Mining

5) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi terhadap

komitmen organisasional afektif pada departemen laboratorium PT.

Trubaindo Coal Mining

6) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap komitmen organisasional afektif dimediasi oleh kepercayaan

pada departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining

7) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi

terhadap komitmen organisasional afektif dimediasi oleh motivasi pada

departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

beberapa pihak seperti:

1) Bagi departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining dan seluruh

karyawan PT. Trubaindo Coal Mining secara umum, diharapkan

penelitian ini dapat memberikan manfaat tentang faktor-faktor yang

perlu diperhatikan untuk meningkatkan komitmen organisasional

afektif, kepercayaan karyawan terhadap organisasi, serta motivasi

kerja karyawan sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan


11

atau bahan pertimbangan dalam mengembangkan strategi manajemen

sumber daya manusia di perusahaan diwaktu yang akan datang.

2) Bagi Kalangan Akademis, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan informasi dalam pelaksanaan suatu kajian yang

berkaitan dengan penelitian ini pada waktu yang akan datang.

3) Bagi Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memberi wawasan baru

dan pengetahuan khususnya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasional afektif, kepercayaan

karyawan dan motivasi kerja karyawan dalam suatu organisasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Model dalam penelitian ini dikembangkan dari kombinasi

beberapa penelitian, namun terdapat perbedaan dalam indikator dan

variable yang digunakan.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
N Judul Variabel Alat
Nama Peneliti Hasil Penelitian
o Penelitian Analisis Analisis
The impact of
Supportive
organizational
organizational
culture and
Organization culture show
leadership
culture, strong, positive
performance
Leadership and significant
on PR
Juan Meng and performance, relationship on
professional's
1 Bruce K Berger Job SEM trust, similarly
job
(2018) satisfaction, supportive
satisfaction:
Work organizational
Testing the
engagement, culture have a
joint mediating
Trust significant
effects of
relation on work
engagement
engagement.
and trust
2 Othman The effect of Motivation, SEM – There is
Hussein Al- motivation, Empowerment, PLS3 significant effect
Bataineh, empowerment Organizational of motivation,
Rashldah Binti and Culture and empowerment
Moh. Ibrahim organizational Organization and
and Ahmad culture on Commitment organizational
Firdause Md organizational culture (OC) on
Fadzil commitment of organizational
(2019) Municipalities commitment
in Jordan (DCO).
Subsequently,
the findings
evoked that
there is a dire
need to focus on
motivation,
empowerment
and
organizational
culture to get

12
13

better
commitment
from the
municipalities in
Jordan
There was a
significant
relationship
between
organizational
culture and
organizational
Organizational
The commitment.
culture,
relationship Also the results
Arbabisarjou affective
between showed that
Azizollah, organizational
organizational there was a
Farhang commitment,
culture and significant
Abolghasem continuance
3 organizational SPSS relation between
and Dadgar organizational
commitment in organizational
Mohammad commitment,
Zahedan culture and
Amin normative
University of affective
(2016) organizational
Medical commitment,
commitment
Sciences organizational
culture and
continuance
commitment and
organizational
culture and
normative
commitment
There is a
substantial
impact of
organizational
justice on
organizational
trust,
organizational
Impact of
trust on
organizational
Maryam organizational
trust on Organizational
Lashari, Amani commitment and
organizational trust,
Moazzam, Multiple organizational
justice and Organizational
4 Yaamina regression justice on
organizational justice and
Salman and (SPSS) organizational
commitment (a Organizational
Sidra Irfan commitment.
case of commitment
(2016) More over the
University of
organizational
Sargodha)
trust acts as a
mediating
variable amongst
organizational
justice and
organizational
commitment.
14

Goal clarity and


Goal clarity, organizational
The influence organizational culture tend to
of culture, affect
empowerment, empowerment, empowerment
Hana Ameen
commitment, organizational and the degree
Mohammed Al
5 job satisfaction commitment, SPSS of trust as well
Zarooni
and trust on trust, job as job
(2008)
perceived satisfaction, satisfaction,
manager’s perceived which in turn
performance manager’s affect
performance organizational
commitment.
Budaya
organisasi
secara signifikan
berpengaruh
langsung dan
positif terhadap
Hubungan
komitmen
budaya
organisasi,
organisasi dan
kepercayaan
kepercayaan Budaya
berpengaruh
pegawai organisasi,
Fauzi signifikan
6 terhadap kepercayaan SPSS
(2012) terhadap
komitmen pegawai dan
komitmen
karyawan komitmen
organisasi dan
terhadap
budaya
STMIK
organisasi
Pringsewu
berpengaruh
secara signifikan
dan positif
terhadap
kepercayaan
pegawai
Significant
Employee impact from
Faisal N. Al-
The impact of motivation and employee
Madi, Husam Simple
employee organizational motivation on
Assal, Faiz linear
7 motivation on commitment organizational
Shrafat and Dia regression
organizational (Affective, commitment
Zeglat (SPSS)
commitment normative and affective,
(2017)
continuance) normative and
continuance
Suzila Mat
Salleh, Ahmad The findings
Suffian Mohd show that there
Zahari, Nur The influence
is positive
Shafini Mohd of work Work
association
Said, Siti motivation on motivation and
8 SPSS between work
Rapidah Omar organizational organizational
motivation and
Ali (2016) commitment in commitment
organizational
the workplace
commitment
15

Compensation
and
organizational
The effect culture have a
compensation positive and
and significant
Muhammad
organization Compensation, impact on work
Nawawi, Andi
culture on the organization motivation and
Syarifuddin,
motivation and culture, the
9 Muhtar Sehe SEM
commitment motivation and compensation
and Hanifah
organization organization and
Ekawati
coal company commitment organizational
(2018)
in East culture have a
Kalimantan positive and
Province significant
impact on
organizational
commitment
Organization
culture showed
positive impact
on motivation
The effect of and employee
organizational performance,
culture on Organizational career planning
career culture, career showed positive
Fajar Pasaribu planning and planning, Path impact on
10
(2014) it’s impact to motivation and Analysis motivation and
work employee employee
motivation and performance performance,
employee organization
performance culture showed
strong and
positive impact
on career
planning
Sumber: Penelitian Terdahulu

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Budaya Organisasi

Budaya adalah suatu hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan

sosial manusia, budaya akan selalu ada dimanapun dan kapanpun

manusia berada termasuk dalam kehidupan organisasi. Budaya dalam

suatu organisasi merupakan sebuah bentuk cara hidup anggota


16

organisasi yang didalamnya mencakup sikap, semangat kerja,

produktivitas dan perilaku lainnya yang diterapkan didalam organisasi

tersebut.

Robbins & Judge (2013) mengartikan budaya organisasi sebagai

suatu sistem bersama yang dipercayai dan dianut setiap anggota didalam

suatu organisasi dimana sistem ini yang kemudian menjadi pembeda bagi

organisasi tersebut dengan organisasi ataupun kelompok yang lain.

McShane, et al. (2015) menyatakan bahwa budaya organisasi

terdiri atas nilai-nilai dan asumsi yang dibagikan dalam suatu organsiasi.

Asumsi bersama ini tidak disadari, persepsi yang diterima begitu saja atau

keyakinan terhadap pekerjaan yang sangat baik di masa lalu sehingga hal

itu dianggap sebagai cara yang tepat untuk berfikir dan bertindak dalam

menghadapi masalah dan peluang. Nilai-nilai ini stabil, dipercaya dapat

menuntun pemikiran untuk mendapatkan hasil atau mengambil tindakan

dalam berbagai situasi.

Kreitner & Kinicki dalam Shonubi & Akintaro (2016) mendefinisikan

budaya organisasi sebagai serangkaian asumsi implisit yang dibagi dan

diterima begitu saja bahwa sebuah kelompok memegang teguh dan

menentukan bagaimana mereka memandang, berfikir dan bertindak

terhadap berbagai situasi lingkungan.

Budaya organisasi berfungsi untuk beberapa hal bagi organisasi

(Robbins & Judge, 2013), yaitu:


17

1) Create distinctions, budaya organisasi berperan sebagai pembeda

artinya bahwa budaya organisasi menghadirkan suatu pembeda yang

jelas bagi suatu organisasi.

2) Convey a sense of identity, budaya organisasi membentuk suatu

indentitas bagi organisasi.

3) Facilitates commitment, budaya organisasi membantu membentuk

komitmen anggota organisasi pada hal yang jauh lebih besar dari

sekedar kepentingan pribadi.

4) Enhance the stability of social system, budaya organisasi mampu

meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan

organisasi dengan memberikan standar untuk apa yang harus dikatakan

dan dilakukan oleh karyawan. Pada akhirnya, budaya organisasi adalah

mekanisme mengendalikan dan menjadi panduan dalam membentuk

sikap dan perilaku karyawan sebagai anggota organisasi (Robbins &

Judge, 2013).

Budaya organisasi tidak serta-merta timbul begitu saja didalam

sebuah organisasi, akan tetapi budaya tersebut diciptakan dan kemudian

dipelajari bersama oleh seluruh anggota organisasi karena pada dasarnya

budaya organisasi adalah nilai-nilai dan bentuk perilaku yang dimiliki

bersama oleh seluruh anggota organisasi untuk membedakan organisasi

tersebut dengan organisasi yang lainnya dengan maksud untuk mencapai


18

tujuan dari organisasi tersebut dan tentunya akan menjadi warisan turun

temurun bagi generasi selanjutnya.

Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat penting dalam

mendukung keberhasilan untuk menciptakan organisasi yang efektif.

Secara spesifik, budaya organisasi memiliki peran untuk menciptakan jati

diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan organisasi dan

menjadi sebuat tuntunan perilaku kerja bagi seluruh anggota organisasi.

2.2.1.1 Indikator Budaya Organisasi

Robbins & Judge (2013) menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian

yang mutakhir menemukan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang

mencakup esensi budaya organisasi adalah sebagai berikut:

1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko; Sejauh mana para

karyawan di dalam organisasi didorong untuk menciptakan inovasi dan

berani dalam mengambil resiko.

2) Perhatian terhadap detail; Sejauh mana Karyawan di dalam organisasi

diharapkan memberikan perhatian yang detail seperti kecermatan,

analisis, dan perhatian pada perincian.

3) Berorientasi kepada hasil; sejauh mana para manajemen fokus kepada

hasil yang didapatkan, bukan kepada hal-hal teknis dan proses dalam

mencapai hasil tersebut.


19

4) Berorientasi kepada manusia; sejauh mana kebijakan yang diambil

oleh manajemen memperhatikan dampaknya terhadap anggota dalam

organisasi.

5) Berorientasi tim; sejauh mana pekerjaan diatur untuk diselesaikand

alam tim atau kelompok bukan secara individu.

6) Agresif; sejauh mana anggota organisasi punya agresifitas dan jiwa

kompetitif yang tinggi.

7) Stabilitas; sejauh mana kegiatan dalam organisasi menekankan

dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan.

2.2.2 Teori Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki

organisasi untuk membentuk loyalitas karyawan didalam organisasi, ketika

karyawan memiliki kepercayaan terhadap pemimpin dan organisasi maka

hal ini akan mampu menciptakan karyawan yang siap untuk memberikan

kemampuan terbaiknya bagi organisasi. Starnes et al. (2010) menyatakan

bahwa kepercayaan akan sangat bermanfaat apabila dapat diresapi oleh

semua anggota organisasi di semua tingkatan mulai dari kepemimpinan

puncak, hingga pengawas dan karyawan garis depan. Ketika kepercayaan

diberikan, kemudian diikuti dengan terlihat jelas bahwa orang yang

dipercaya bertindak dengan cara yang dipercaya maka ini akan

meningkatkan level kepercayaan anggota didalam organisasi tersebut.


20

Kepercayaan berasal dari kata percaya yang dalam bahasa inggris

diistilahkan dengan “trust” artinya mengakui atau meyakini kebenaran, jadi

kepercayaan adalah keinginan individu untuk bersandar kepada invidu lain

yang kita yakini.

Starnes et al. (2010) menyatakan tiga konsep kepercayaan sebagai

bagian karakteristik dari perilaku manusia, yaitu:

1) The belief in the integrity, character, and ability of a leader;

kepercayaan kepada integritas, karakter, dan kemampuan seorang

pemimpin.

2) Reciprocal faith in one’s intentions and behaviors; percaya yang

bersifat timbal balik dalam niat dan perilaku seseorang.

3) A confidant reliance on the integrity, honesty, or justice of another;

sebuah ketergantungan kepercayaan pada integritas, kejujuran,

keadilan pada orang lain.

Integritas, karakter, kemampuan, keyakinan, keandalan, kejujuran,

dan keadilan adalah kata-kata yang kuat untuk dijalani di tempat kerja

modern. Namun, standar tinggi inilah yang menciptakan budaya

kepercayaan dalam organisasi.

Hon & Grunig (1999) menyatakan kepercayaan adalah tingkat

kepercayaan satu pihak dan kesedian untuk membuka diri kepada pihak

lain.

Robbins & Judge (2013) memaknai kepercayaan sebagai

penyataan psikologis yang timbul ketika pemimpin sepakat untuk


21

meyakinkan orang lain karena ada harapan positif tentang bagaimana

sesuatu akan terlaksana. Robbins menilai bahwa kepercayaan adalah

merupakan atribut penting dalam kepemimpinan suatu organisasi. Tidak

hanya tentang pemimpin, karakteristik dari bawahan juga berdampak

pada pengembangan kepercayaan itu sendiri. Lebih lanjut Robbins &

Judge menilai beberapa keuntungan dari kepercayaan dalam organisasi:

1) Trust encourages taking risks; Kepercayaan mendorong kita untuk

berani mengambil resiko. Setiap kali karyawan memutuskan untuk

berperilaku menyimpang dari cara biasa dalam melakukan sesuatu,

atau melakukan perintah atasan dengan cara yang baru maka mereka

sedang mengambil resiko. Dalam kedua kasus, hubungan saling

percaya dapat memfasilitasi hal tersebut.

2) Trust facilitates information sharing; kepercayaan memfasilitasi

pertukaran informasi. Salah satu alasan utama seorang karyawan

gagal ditempat kerja adalah bahwa mereka merasa tidak aman secara

psikologis dalam mengungkapkan pandangan mereka. Ketika manajer

memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan ide-

ide mereka dan melibatkan mereka secara aktif dalam membuat

perubahan maka karyawan akan lebih bersedia untuk terbuka.

3) Trusting groups are more effective; Kepercayaan dalam kelompok

akan lebih efektif. Ketika seorang pemimpin mengatur kepercayaan

didalam suatu tim, anggota tim akan lebih bersedia untuk saling
22

membantu dan memberikan usaha lebih dalam kelompok dan hal ini

akan meningkatkan kepercayaan dalam kelompok.

4) Trust enhances productivity; kepercayaan meningkatkan kepercayaan;

karyawan yang percaya kepada atasannya cenderung menerima hasil

kinerja yang tinggi.

Bekerja bersama sering melibatkan saling ketergantungan, dan

karena itu orang harus bergantung pada orang lain dalam berbagai cara

untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi mereka, dalam hal inilah

kepercayaan sangat dibutuhkan. Mayer et al. (1995), mendefinisikan

kepercayaan (trust) sebagai keinginan suatu pihak untuk menerima

tindakan dari pihak lain dengan harapan bahwa pihak tersebut akan

melakukan tindakan yang penting bagi pihak yang memberikan

kepercayaan, terlepas dari kemampuan memonitor atau mengendalikan

pihak lain.

2.2.2.1 Indikator Kepercayaan (Trust)

Hon & Grunig mengidentifikasi tiga dimensi kepercayaan yang

diukur menggunakan Grunig relationship instrument (Paine, 2013):

1) Competence; kompetensi. Keyakinan bahwa suatu organisasi memiliki

kemampuan untuk melakukan apa yang dikatakannya akan dilakukan,

termasuk sejauh mana organisasi dipandang efektif, dan bahwa ia

dapat bersaing dan bertahan di pasar.


23

2) Integrity; integritas. Keyakinan bahwa organisasi itu adil dan akan terus

adil

3) Dependability / reliability; Keteguhan / keandalan. Keyakinan bahwa

suatu organisasi akan melakukan apa yang dikatakannya akan

dilakukan, bahwa ia bertindak secara konsisten dan dapat diandalkan.

Tiga karakteristik kepercayaan (trust) menurut Robbins & Judge

(2013):

1) Integrity, mengacu kepada kejujuran dan kebenaran, ini merupakan

karakteristik paling kritis dalam menilai kepercayaan orang lain.

Integritas berarti konsistensi antara apa yang dikatakan dan dilakukan.

2) Benevolence, Perilaku peduli dan suportif adalah bagian dari ikatan

emosional antara pemimpin dan pengikut.

3) Ability, meliputi pengetahuan dan keterampilan teknis antar individu.

2.2.3 Teori Motivasi

Kata motivasi berasal dari “Movere” yang artinya penggerak atau

pendorong. McShane, et al. (2015) menyatakan motivasi terdiri dari

kekuatan dalam diri seseorang yang mempengaruhi arah, intensitas dan

kegigihannya dalam berperilaku secara sukarela di tempat kerja. Sejalan

dengan Robbins & Judge (2013) menilai motivasi sebagai sebuah proses

yang menjelaskan mengenai kekuatan, arah dan ketekunan seseorang

dalam upaya untuk mencapai tujuan.


24

Gibson, et al. (2012) menggambarkan motivasi sebagai suatu

kekuatan yang bekerja pada atau didalam suatu individu untuk memulai

dan mengarahkan perilaku.

Rifa’i & Fadhli (2013) mengartikan motivasi sebagai suatu energi

individu yang dapat memunculkan ketekunan dan antusiasme untuk

melakukan suatu kegiatan baik timbul dari dalam diri sendiri maupun dari

luar. Priyono & Marnis (2008) menambahkan bahwa motivasi merupakan

sebuat kekuatan yang dapat menggerakkan jiwa dan dan jasmani

seseorang untuk melakukan sesuatu dengan kata lain motivasi disebut

sebagai “driving force” individu untuk melakukan sesuatu demi mencapai

tujuan bersama. Setiap orang memiliki motif yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya, hal ini dapat diuraikan dengan adanya ciri-ciri motif

individu sebagai berikut:

1) Motif itu majemuk, Artinya bahwa sesuatu perbuatan tidak hanya

mempunyai satu tujuan, namun multi-tujuan yang berlangsung

bersama-sama.

2) Motif dapat berubah-ubah, maksudnya motif pada seseorang sering

mengalami perubahan karena keinginan manusia dapat berubah-ubah

sesuai dengan kebutuhannya.

3) Motif berbeda antar individu, hal ini berarti motif sebagai kekuatan atau

dorongan seseorang melakukan tindakan atau bertingkah laku, maka

akan dapat berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.
25

4) Motif individu bersifat Kompleks, artinya pada diri individu akan

didapati beberapa atau banyak motif diri untuk melakukan tindakan.

Dari motif yang banyak tersebut akan saling berinteraksi pada diri

individu, sehingga akan nampak adanya motif yang kompleks pada diri

seseorang.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang

berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan

dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan

keterampilan yang dimilikinya.

Karyawan yang termotivasi akan bersedia mengerahkan upaya

(intensitas) tertentu, untuk jangka waktu tertentu (ketekunan), menuju

tujuan tertentu (arah). Motivasi adalah salah satu dari empat pendorong

penting perilaku dan kinerja individu (McShane & Glinow, 2010). Pada

prakteknya motivasi berbicara mengenai bagaimana cara yang dilakukan

untuk meningkatkan atau mendorong anggota organisasi untuk bekerja

maksimal dengan memberikan segala keterampilan dan kemampuan yang

dimiliki demi mewujudkan tujuan organisasi.

Sebuah perusahaan, pada umumnya memiliki jumlah karyawan

yang banyak, agar karyawan-karyawan perusahaan tersebut memiliki

kinerja yang baik sehingga mencapai tujuan yang ditetapkan oleh

perusahaan, diperlukan Motivasi yang cukup dalam bekerja. Proses

timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan,


26

dorongan, tujuan dan imbalan. Proses motivasi terdiri dari beberapa

tahapan proses (Gitosudarmo dalam Sunyoto, 2012) sebagai berikut:

1) Apabila dalam diri manusia yaitu timbul suatu kebutuhan tertentu dan

kebutuhan tersebut belum terpenuhi maka akan menyebabkan lahirnya

dorongan untuk berusaha melakukan kegiatan.

2) apabila kebutuhan belum terpenuhi maka seseorang kemudian akan

mencari jalan Bagaimana caranya untuk memenuhi keinginannya.

3) Untuk mencapai tujuan prestasi yang diharapkan maka seseorang

harus didukung oleh kemampuan, keterampilan maupun pengalaman

dalam memenuhi segala kebutuhannya.

4) Melakukan evaluasi prestasi secara formal tentang keberhasilan dalam

mencapai tujuan yang dilakukan secara bertahap.

5) Seseorang akan bekerja lebih baik apabila mereka merasa bahwa apa

yang mereka lakukan dihargai dan diberikan suatu imbalan atau

ganjaran.

6) Dari gaji atau imbalan yang diterima kemudian seseorang tersebut

dapat mempertimbangkan seberapa besar kebutuhan yang bisa

terpenuhi dari gaji atau imbalan yang mereka terima.

Seberapa besar motivasi yang dimiliki seseorang akan sangat

berhubungan dengan kualitas perilaku yang ditunjukkannya dalam setiap

konteks terutama dalam konteks bekerja maupun dalam kehidupan

lainnya (Rifa’i & Fadhli, 2013).


27

2.2.3.1 Indikator Motivasi

Ada banyak indikator-indikator motivasi yang dapat digunakan

untuk mengukur sejauh mana motivasi seseorang dalam melakukan

pekerjaannya, hal ini didasarkan pada beberapa teori motivasi seperti

berikut:

1) Teori Hierarki Maslow

Teori Hierarki ini dikemukakan oleh seorang psikolog yang

bernama Abraham Maslow pada tahun 1943. Teori ini mengemukakan 5

kebutuhan hidup manusia berdasarkan Hirarkinya yaitu mulai dari

kebutuhan yang mendasar hingga kebutuhan yang lebih tinggi. Teori ini

kemudian dikenal dengan Teori Maslow atau Teori Hirarki Kebutuhan.

Hirarki kelima Kebutuhan tersebut diantaranya adalah:

1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological needs), yaitu kebutuhan terhadap

makanan, minuman, air, udara, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan

untuk bertahan hidup. Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan

yang paling mendasar.

2) Kebutuhan Keamanan (Safety needs), yaitu kebutuhan akan rasa

aman dari kekerasan baik fisik maupun psikis seperti lingkungan yang

aman bebas polusi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

serta bebas dari ancaman.

3) Kebutuhan Sosial (Social needs), yaitu kebutuhan untuk dicintai dan

mencintai. Manusia merupakan makhluk sosial, Setiap orang yang

hidup di dunia memerlukan keluarga dan teman.


28

4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem needs), Maslow mengemukan

bahwa setelah memenuhi kebutuhan Fisiologis, Keamanan dan Sosial,

orang tersebut berharap diakui oleh orang lain, memiliki reputasi dan

percaya diri serta dihargai oleh setiap orang.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self-Actualization), Kebutuhan ini

merupakan kebutuhan tertinggi menurut Maslow, Kebutuhan

Aktualisasi diri adalah kebutuhan atau keinginan seseorang untuk

memenuhi ambisi pribadinya.

2) Teori ERG Alderfer

Pada tahun 1969, Clayton Alderfer mempublikasikan artikel tentang

kebutuhan manusia yang berjudul “An Empirical Test of a New Theory of

Human Need”. Teori tersebut merupakan Teori Alternatif terhadap Teori

Hirarki Maslow. Teori ini mengemukan Tiga kebutuhan Manusia yaitu:

1) Kebutuhan Eksistensi (Existence needs) yaitu kebutuhan akan

pemenuhan faktor fisiologis dan Materialistis termasuk kebutuhan akan

rasa aman.

2) Kebutuhan Hubungan (Relatedness needs) yaitu kebutuhan untuk

memiliki hubungan dengan orang lain.

3) Kebutuhan Pertumbuhan (Growth needs) yaitu kebutuhan atau

keinginan untuk bertumbuh dan mencapai potensi diri secara

maksmal.
29

3) Teori Motivator-Hygiene Herzberg

Frederick Herzberg adalah seorang Psikolog Amerika Serikat yang

mengemukan Teori Motivator-Hygiene Herzberg. Teori tersebut didapat

dari penelitian terhadap 203 akuntan dan teknisi di area Pittsburgh,

Amerika Serikat. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan dua faktor yang

berbeda yaitu kepuasan dan ketidakpuasan dalam bekerja. Teori

Motivator-Hygiene Herzberg juga dikenal dengan Teori Dua Faktor:

1) Kepuasan bekerja, yaitu faktor yang berkaitan dengan pengakuan,

prestasi, tanggung jawab yang memberikan kepuasan positif. Faktor ini

sering disebut juga dengan Faktor Motivator.

2) Ketidakpuasan bekerja, yaitu faktor yang berkaitan dengan gaji,

keamanan bekerja dan lingkungan kerja yang seringkali memberikan

ketidakpuasan. Faktor ini sering disebut dengan Faktor Hygiene.

2.2.4 Teori Komitmen Organisasional

Dalam mengelola sumber daya manusia didalam organisasi, salah

satu hal yang perlu diperhatikan adalah komitmen karyawan terhadap

organisasi, hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan

organisasi. Organisasi akan jadi lebuh mudah untuk menjalankan

perannya apabila dibantu dengan karyawan yang memiliki komitmen kuat

terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen kuat terhadap

organisasi cenderung akan lebih bertanggung jawab dibandingkan dengan

karyawan yang tidak memiliki komitmen.


30

Sebuah organisasi dengan banyak sumber daya manusia yang

menjalankan tugasnya sesuai dengan bidangnya masing-masing sangat

perlu untuk membangun komitmen terhadap organisasi untuk menuju satu

acuan yang sama sehingga apa yang ingin dicapai oleh organisasi bisa

diwujudkan. Priyono & Marnis (2008) menyatakan bahwa membangun

sebuah komitmen sangat diperlukan supaya setiap karyawan bekerja

dalam sebuah instruksi dan tujuan yang sama dan tidak bekerja masing-

masing tanpa arahan yang jelas.

Robbins & Judge (2013) memaknai komitmen organisasional

sebagai tingkat sejauh mana seorang karyawan memihak kepada sebuah

organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi tersebut.

McShane & Glinow (2010) menilai komitmen organisasional

sebagai keterikatan seorang karyawan secara emosional, kepada siapa

karyawan memihak dan terlibat dalam suatu organisasi tertentu. Lebih

lanjut McShane & Glinow menilai ada dua bentuk komitmen

organisasional yaitu komitmen organisasional afektif dan komitmen

organsiasional berkelanjutan dimana komitmen afektif berbicara tentang

keterikatan secara emosional terhadap organsiasi sementara komitmen

berkelanjutan terkait dengan perasaan terikat karyawan terhadap

organisasi karena terlalu mahal secara biaya (financial) untuk

meninggalkan organisasi.
31

Gibson et al. (2012) mendefinisikan komitmen organisasional

sebagai berikut:

1) Perasaan yang memihak kepada tujuan organisasi

2) Perasaan keterlibatan dalam tugas organisasi

3) Perasaan kesetiaan untuk organisasi

McShane, et al. (2015) dalam bukunya Canadian Organizational

Behaviour menilai komitmen organisasional dalam 2 dimensi. Pertama,

komitmen organisasional afektif yaitu bagaimana seorang karyawan

terikat secara emosional, menempatkan diri untuk terlibat dan berusaha

untuk selalu memihak terhadap organisasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa

komitmen afektif merupakan ikatan secara psikologis dimana seseorang

memilih untuk mendedikasikan dirinya dan bertanggung jawab untuk

organisasi. Kedua, komitmen organisasional berkelanjutan yang

merupakan keterikatan secara hitung-hitungan bagi organisasi.

Perhitungan ini tergambarkan dua bentuk, bentuk pertama terjadi ketika

karyawan tidak memiliki peluang kerja alternatif (misalnya tidak suka

bekerja di suatu organisasi tetapi tidak ada pekerjaan lain yang tersedia.

Kondisi ini ada dikarenakan pengangguran tinggi, karyawan tidak memiliki

keterampilan yang cukup untuk menarik bagi pengusaha lain, atau

keterampilan karyawan sangat terspesialisasi sehingga permintaan

terbatas untuk mereka. Bentuk lain dari komitmen kelanjutan terjadi ketika

meninggalkan perusahaan akan menjadi pengorbanan finansial yang

signifikan.
32

Mayer & Allen (1990) menilai komitmen organisasional dalam tiga

pendekatan yaitu afektif, berkelanjutan dan normatif. Karyawan dengan

komitmen afektif yang kuat akan tetap didalam organisasi karena mereka

mau, yang memiliki komitmen berkelanjutan kuat adalah karena mereka

butuh dan mereka yang berkomitmen normatif akan tetap didalam

organisasi karena mereka sudah seharusnya melakukan hal tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli sebelumnya, komitmen

organisasional dapat disimpulkan sebagai ikatan yang terjadi antar

karyawan dengan organisasinya baik itu secara afektif atau emosional,

secara berkelanjutan ataupun secara normatif.

Diantara ketiga model komitmen organisasional, McShane &

Glinow (2010) menilai bahwa komitmen organisasional afektif sangat

mampu menjadi keunggulan kompetitif yang signifikan bagi suatu

organisasi dimana karyawan dengan komitmen afektif akan bersifat loyal,

cenderung jarang untuk keluar dan absen dari pekerjaannya dan mereka

juga cenderung memiliki motivasi dan kinerja yang lebih tinggi.

2.2.4.1 Indikator Komitmen Organisasional Afektif

Sayeed (1989), dalam Kumari & Afroz (2013) menyatakan

beberapa indikator komitmen organisasional afektif yaitu:

1) Karakteristik individu, seperti usia, masa jabatan, tingkat pendidikan

dan variable yang sifatnya pribadi, dan lain sebagainya.


33

2) Wewenang, faktor-faktor terkait seperti tantangan dalam pekerjaan,

konflik peran, ambiguitas peran, dan peran kelebihan beban pekerjaan

yang dapat memengaruhi motivasi anggota untuk bekerja.

3) Faktor struktural, seperti ukuran organisasi, rentang kendali, partisipasi

dalam pengambilan keputusan, dan lain sebagainya.

Meyer & Allen (1997), dalam Kumari & Afroz (2013)

mengkategorikan komitmen organisasional afektif berdasarkan penelitian

yang telah dilakukannya yaitu:

1) Karakterisitik organisasi

2) Karakterisitik individu, dan

3) Pengalaman kerja (work experience)

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Afektif

Budaya organisasi dapat bermanfaat membawa sumber daya

manusia organisasi untuk mencapai tujuannya. Selain itu juga dapat

mempererat hubungan dan kekompakan antar departemen, divisi maupun

unit dalam organisasi sehingga hal ini kemudian dapat merekatkan

sumber daya manusia untuk memiliki komitmen yang sama dalam

organisasi (Uha, 2013)

Azizollah, et al. (2015) melalui penelitiannya yang berjudul “The

relationship between organizational culture and organizational

commitment in Zahedan University of Medical Science” melakukan


34

penelitian terhadap staff Zahedan University of Medical Science yang

telah bekerja pada organisasi tersebut pada tahun 2012 – 2013 dengan

jumlah sampel sebanyak 165, melakukan uji untuk mengetahui hubungan

antara budaya organisasi dengan komitmen organisasional secara umum

maupun komitmen organisasional secara khusus dalam hal ini komitmen

afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan

signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasional,

dengan demikian bahwa semakin meningkatnya budaya didalam

organisasi tersebut maka akan meningkatkan juga komitmen didalam

organisasi tersebut. Lebih lanjut penelitian menunjukkan adanya

hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional afektif,

dengan demikian disimpulkan bahwa semakin banyak budaya organisasi

meningkat, dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan peningkatan

komitmen afektif oleh individu-individu dalam organisasi tersebut.

Sejalan dengan penelitian tersebut, Nawawi et al. (2018) juga telah

melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi

terhadap komitmen organisasional pada perusahaan batubara di

Kalimantan Timur dalam hal ini populasinya adalah karyawan PT. Kaltim

Prima Coal (KPC) dan PT. Berau Coal dengan jumlah koresponden

sebanyak 370 orang karyawan, dan hasil penelitian menunjukkan adanya

hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan

komitmen organisasional di organisasi perusahaan batubara Kaltim, Ini


35

berarti bahwa peningkatan budaya organisasi akan diikuti oleh

peningkatan Komitmen organisasional dengan asumsi faktor lain yang

mempengaruhi ukuran budaya organisasi dianggap konstan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, kita ketahui bahwa budaya yang ada didalam organisasi

memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap komitmen didalam

organisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa ketika suatu organisasi

memegang teguh dan terus melakukan budaya yang ada didalamnya

maka akan meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi

dimana ketika karyawan memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi

maka karyawan tersebut akan terus berupaya untuk memberikan

kemampuan terbaiknya dalam organisasi untuk mencapai tujuan dari

organisasi tersebut.

2.3.2 Budaya Organisasi terhadap Kepercayaan (Trust)

Masalah budaya merupakan salah satu hal yang esensial bagi

suatu organisasi, karena akan selalu berhubungan dengan perusahaan.

Budaya organisasi merupakan salah satu alat yang dapat menyatukan

hubungan antara karyawan dengan organisasinya karena dengan adanya

budaya tersebut akan membuat karyawan merasa bahwa dirinya

termasuk bagian dari organisasi. Suatu organisasi juga tidak terlepas dari

komitmen organisasional dimana komitmen organisasional memiliki

keterkaitan dengan budaya organisasi. Keharmonisan tujuan yang


36

tercapai antara karyawan dan organisasi melalui budaya akan

membangun suatu komitmen organisasional dalam diri karyawan dan hal

ini tentunya sangat diperlukan oleh organisasi karena dapat pula

meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut.

Meng & Berger (2018) melalui penelitiannya yang bertujuan untuk

menganalisis sejauh mana budaya organisasi dapat menghasilkan

dampak positif pada kepercayaan kerja para professional melakukan

survey secara online terhadap 838 orang profesional public relation dari

berbagai organisasi dan hasil penelitian menegaskan bahwa keberadaan

faktor-faktor organisasi tersebut adalah anteseden untuk meningkatkan

keterlibatan dan kepercayaan. Dalam hal ini, budaya organisasi yang

memahami nilai hubungan masyarakat, berbagi kekuatan pengambilan

keputusan, mempraktikkan komunikasi dua arah, dan merangkul

keanekaragaman adalah sangat penting. Budaya semacam ini membuat

para profesional PR percaya bahwa keterlibatan dan kepercayaan mereka

sangat penting untuk kinerja dan pengembangan organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Zarooni (2008) dengan responden

217 karyawan dari berbagai departemen pada organisasi pemerintahan di

United Arab Emirates (UAE) juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu

bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap

kepercayaan yang kemudian juga akan berpengaruh terhadap persepsi

kinerja manajer setiap departemen dalam organisasi tersebut.


37

Melalui penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilakukan

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara budaya

organisasi terhadap kepercayaan, artinya bahwa budaya yang diciptakan

oleh organisasi apabila terus dilaksanakan dengan baik dan dimaknai oleh

setiap anggota organisasi maka tentunya akan meningkatkan

kepercayaan anggota organisasi terhadap organisasi itu sendiri.

2.3.3 Budaya Organisasi terhadap Motivasi

Budaya yang diciptakan oleh organisasi diharapkan dapat

mendorong perilaku karyawan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai

yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dari organisasi. organsasi memiliki

sumber daya manusia yang tentunya perlu mendapat perhatian agar

sumber daya ini dapat memaksimalkan potensi yang mereka punya demi

meningkatkan kinerja individu maupun kinerja organsiasi, bentuk

perhatian yang perlu diberikan oleh organisasi kepada anggotanya salah

satunya adalah motivasi. Rifa’I & Fadhli (2013) mengartikan motivasi

sebagai kekuatan dalam diri anggota organisasi yang dapat meningkatkan

ketekunan dan antusias mereka dalam melakukan setiap pekerjaan baik

secara intrinsik maupun ekstrinsik. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki

individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Nawawi, et al. (2018) terhadap 370

responden yang berupa karyawan dari organisasi perusahaan

pertambangan batubara di Kaltim yang dalam hal ini adalah PT. Kaltim
38

Prima Coal dan PT. Berau Coal menunjukkan hasil bahwa budaya

organisasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi

kerja karyawan, artinya bahwa peningkatan budaya dalam organisasi

dapat memberikan dampak peningkatan motivasi karyawan dalam

organisasi tersebut. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pasaribu (2014) yang berjudul “The effect of Organizational Culture On

Career Planning and Its Impact to Work Motivation and Employees

Performance” dimana penelitian dilakukan terhadap karyawan PDAM di

Provinsi Sumatera Utara, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan

yang kuat antara budaya organisasi dengan motivasi dimana budaya

organsasi yang baik dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan.

2.3.4 Kepercayaan (Trust) Terhadap Komitmen Organisasional

Afektif

Organisasi apapun pasti punya keinginan untuk maju lebih baik.

Progres positif, bukan sebaliknya negatif atau mundur kebelakang.

Organisasi senyatanya bukan sekedar tempat berkumpulnya orang-orang

semata, tapi lebih dari itu bisa menjadi gerbong yang akan

menghantarkan keberhasilan dan kesuksesan dalam meraih sebuah

obsesi hidup seseorang maupun banyak orang, maka dalam prakteknya

banyak para pakar manajemen mengatakan bahwa salah satu hal penting

yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi adalah adanya kepercayaan

(Trust).
39

Semua hubungan baik hubungan antara sumber daya manusia

dengan organisasi maupun antar anggota tim dalam organisasi itu sendiri

sangat bergantung pada tingkat kepercayaan tertentu untuk mencapai

suatu tujuan yang sama. McShane, et al. (2015) menilai kepercayaan

mengacu pada harapan positif yang dimiliki seseorang terhadap orang lain

dalam situasi yang melibatkan risiko. Kepercayaan pada akhirnya adalah

persepsi, dimana kita memercayai orang lain berdasarkan keyakinan kita

tentang kemampuan, integritas, dan kebajikan mereka. Kepercayaan juga

memiliki komponen emosional dimana anda mengalami perasaan positif

terhadap orang yang anda percayai.

Dalam suatu organisasi, kepercayaan karyawan terhadap

organisasi sangat mungkin meningkatkan komitmen karyawan terhadap

organisasi sehingga hal ini kemudian menjadi hal yang sangat positif bagi

setiap organisasi untuk memelihara dan mengembangkan organisasinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Lashari, et al. (2016) yaitu dengan

melakukan survey terhadap staf pengajar rutin dari 15 fakultas berbeda

dengan status kepegawaian permanen maupun kontrak di Universitas

Sargodha Pakistan dengan judul “Impact of Organizational Trust on

Organizational Justice and Organizational Commitment” menunjukkan

hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kepercayaan organisasi terhadap komitmen organisasional secara umum

bahkan lebih lanjut penelitian memberikan hasil bahwa kepercayaan

organisasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap masing- masing


40

komitmen organisasional afektif, komitmen organisasional berkelanjutan

dan komitmen organisasional normatif, diantara ketiga dimensi komitmen

organisasional tersebut disimpulkan bahwa komitmen organisasional

afektif adalah yang memiliki hubungan paling kuat yaitu sebesar 49,6%

disbanding komitmen berkelanjutan dan normatif terhadap kepercayaan

(trust). Selain itu penelitian Fauzi (2012) juga mendukung penelitian

sebelumnya bahwa terdapat hubungan positif kepercayaan karyawan

terhadap komitmen organisasional yang dalam hal ini adalah STMIK

Pringsewu, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi kepercayaan

karyawan, maka komitmen karyawan juga akan semakin tinggi yang

selanjutnya dapat meningkatkan kinerja karyawan.

2.3.5 Motivasi Terhadap Komitmen Organisasional Afektif

Sumber daya manusia berkualitas adalah salah satu penentu

kesuksesan suatu organisasi sehingga menjadi sangat penting bagi

organisasi untuk mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya agar

dapat menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan organisasi

dapat memberikan andil positif terhadap semua kegiatan perusahaan

dalam pencapaian tujuannya, setiap karyawan diharapkan memiliki

motivasi yang tinggi dan diharapkan nantinya dapat meningkatkan

komitmen karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan maksimal dan

memberikan semua kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan

bersama organisasi. Hasibuan (2001) dalam Sunyoto (2012) memaknai


41

motivasi sebagai pendorong keinginan atau penggerak kemauan bekerja

seorang karyawan.

Al-Madi, et al. (2017) melalui penelitiannya “The Impact of

Employee Motivation on Organizational Commitment” ia melakukan

survey dengan kuesioner terhadap 97 responden mewakili karyawan front

line di C-Town Retail Sore dan Sameh Mall di Jordan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa motivasi memiliki dampak yang signifikan terhadap

komitmen organisasional. Hasil tersebut mempertimbangkan bahwa

motivasi karyawan dapat digunakan untuk memprediksi komitmen

organisasional, artinya bahwa jika motivasi karyawan meningkat,

komitmen organisasional juga dapat meningkat dan sebaliknya. Ini berarti

bahwa motivasi karyawan memiliki peran penting dalam meningkatkan

komitmen organisasional karyawan. lebih lanjut penelitian Al-Madi, et al.

(2017) juga menunjukkan hasil bahwa motivasi karyawan berpengaruh

secara signifikan terhadap komitmen organisasional afektif, artinya bahwa

apabila motivasi kerja karyawan meningkat maka komitmen

organisasional afektif juga akan meningkat dan sebaliknya.

Penelitian lain dilakukan oleh Salleh, et al. (2016) yang melakukan

survei terhadap 70 responden yang adalah karyawan permanen dan

kontrak pada perusahaan engineering di Dungun, Trengganu Malaysia.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menilai hubungan antara

motivasi kerja dan komitmen organisasional. hasil penelitian menunjukkan

adanya hubungan kuat, positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan
42

komitmen organisasional. Hal ini menunjukkan motivasi kerja yang baik

diantara karyawan organisasi dapat berkontribusi pada peningkatan

komitmen karyawan untuk bekerja karena karyawan merasa mereka

adalah bagian dari suatu organisasi.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan kajian teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya,

maka kerangka konseptual penelitian dalam penelitian ini berfungsi

sebagai penuntun dan gambaran dalam alur berfikir dan sekaligus

merupakan dasar dalam menentukan hipotesis penelitian ini:

Kepercayaan
(Trust)

Komitmen
Budaya
Organisasional
Organisasi
Afektif

Motivasi

Gambar 2.1. Kerangka konseptual penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka

konsep penelitian, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:
43

1) Budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif karyawan departemen laboratorium

PT. Trubaindo Coal Mining.

2) Budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap

kepercayaan (trust) karyawan departemen laboratorium PT. Trubaindo

Coal Mining.

3) Budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap

motivasi karyawan departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal

Mining.

4) Kepercayaan (trust) berpengaruh secara positif signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif karyawan departemen laboratorium

PT. Trubaindo Coal Mining.

5) Motivasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap komitmen

organisasional afektif karyawan departemen laboratorium PT.

Trubaindo Coal Mining.

6) Budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif dimediasi oleh kepercayaan (trust)

karyawan departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining.

7) Budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap

komitmen organisasional afektif dimediasi oleh motivasi karyawan

departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian eksplanasi

(penjelasan). Dikatakan penelitian eksplanasi karena penelitian ini

berusaha menjelaskan hubungan sebab akibat di antara variabel-variabel

yang ada, lebih lanjut menentukan valid atau tidaknya hubungan antar

variabel yang diteliti (Siyoto & Sodik, 2015).

Penelitian ini menggunakan variable-variabel berupa variabel

bebas (Independent Variable) yang dalam penelitian ini ditunjukkan oleh

budaya organisasi (X) dan variabel terikat (Dependent Variable) yang

terdiri dari kepercayaan (Y1), motivasi (Y2) dan komitmen organisasional

afektif (Y3).

3.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dalam penelitian ini disusun dengan tujuan

untuk menghindari kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran

diantara pembaca yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam penelitian

ini, serta agar penelitian ini dapat lebih terfokus pada setiap permasalahan

yang ingin diteliti. Definisi operasional masing-masing variabel yang

digunakan antara lain:

44
45

3.2.1 Budaya Organisasi (X)

Budaya organisasi merupakan pola dasar nilai-nilai dan asumsi

yang dibagikan oleh organisasi dalam hal ini PT. Trubaindo Coal Mining

untuk dipercayai dan dianut oleh setiap karyawan untuk menentukan

bagaimana mereka memandang, berfikir dan bertindak dalam

menghadapi berbagai situasi pekerjaan serta menjadi pembeda bagi PT.

Trubaindo Coal Mining dengan perusahaan yang lain. Indikator yang

digunakan pada variable budaya organisasi dalam penelitian ini (Robbins

& Judge, 2013) terdiri dari:

1) Inovasi dan pengambilan resiko; sejauh mana karyawan didorong

untuk terus berinovasi dan berani mengambil resiko.

2) Perhatian terhadap detail; sejauh mana karyawan memperhatikan hal

yang detail.

3) Orientasi Hasil; sejauh mana organisasi berfokus kepada hasil yang

didapatkan yaitu kesuksesan adalah satu-satunya hasil yang

diharapkan.

4) Orientasi terhadap tim; sejauh mana karyawan PT. Trubaindo coal

Mining mampu bekerja dengan baik dalam tim, bersinergi dan saling

menghargai serta peduli satu dengan yang lain.

5) Agresif; sejauh mana karyawan PT. Trubaindo Coal Mining berjuang

dengan gesit dan mampu berbuat lebih demi masa depan perusahaan

serta siap belajar dan bertindak dengan cepat terhadap perubahan-

perubahan.
46

3.2.2 Kepercayaan (Y1)

Kepercayaan dalam penelitian ini dimaksudkan pada keyakinan

karyawan PT. Trubaindo Coal Mining untuk menerima dan mengikuti

setiap kebijakan yang dibuat oleh perusahaan dengan harapan bahwa

perusahaan akan melakukan tindakan yang penting dan memihak kepada

karyawan. Indikator yang digunakan pada variabel kepercayaan (Hon &

Grunig, 1999) terdiri dari:

1) Competence; yaitu keyakinan bahwa organisasi memiliki kemampuan

untuk melakukan semua kebijakan yang telah dibuat dengan tepat dan

tidak merugikan pihak manapun.

2) Integrity; yaitu keyakinan bahwa organisasi akan terus bersikap adil.

3) Dependability / reliability; yaitu keyakinan bahwa organisasi akan

bertindak secara konsisten dan dapat diandalkan.

3.2.3 Motivasi (Y2)

Motivasi merupakan suatu dorongan dalam diri karyawan PT.

Trubaindo Coal Mining yang memunculkan ketekunan dan antusiasme

sehinga ia dapat dan mau melakukan tugas dan tanggung jawabnya

dengan sungguh-sungguh, baik itu timbul dari dalam diri sendiri maupun

dari luar. Indikator yang digunakan pada variable motivasi dalam

penelitian ini mengikuti Teori Motivator-Hygiene Hezberg atau juga dikenal

dengan Teori Dua Faktor (Robbins & Judge, 2013) yang terdiri dari:
47

1) Faktor intrinsik, yaitu faktor yang berkaitan dengan pengakuan,

prestasi, dan tanggung jawab yang memberikan kepuasan positif.

Faktor ini disebut sebagai Faktor Motivator.

2) Faktor ekstrinsik, salah satunya yaitu faktor yang berkaitan dengan

upah yang didapatkan selama bekerja. Faktor ini disebut dengan

Faktor Hygiene.

3.2.4 Komitmen Organisasional Afektif (Y3)

Komitmen organisasional afektif yaitu bagaimana karyawan PT.

Trubaindo Coal Mining terikat secara emosional, menempatkan diri untuk

terlibat dan berusaha untuk selalu memihak terhadap organisasi. Ikatan

secara psikologis inilah yang membuat karyawan ingin tetap terus berada

dalam organisasi, mendedikasikan diri dan bertanggung jawab terhadap

organisasinya karena merasa bahwa nilai dan kebijakan organisasi sesuai

dengan diri mereka. Indikator komitmen organisasional afektif dalam

penelitian ini (Allen & Meyer, 1990) terdiri dari:

1) Karakteristik organisasi; yaitu berkaitan dengan kebanggaan dan rasa

senang yang dimiliki karyawan untuk menceritakan hal tentang

organisasi serta berdiskusi kepada orang lain mengenai organisasi

dengan orang lain diluar organisasinya sendiri.

2) Karakterisitik individu; yaitu berkaitan dengan perasaan terikat secara

emosional dengan organisasi, memiliki makna yang mendalam secara

pribadi dan rasa memiliki yang kuat terhadap organisasi.


48

3.3 Jenis Penelitian

Berdasarkan pendekatan yang dipakai, penelitian ini termasuk

dalam penelitian kuantitatif dimana penelitian ini bersifat sistematis, teratur

dan terstruktur dengan baik. Penelitian ini juga menggunakan banyak

angka, baik pada pengkoleksian data, penafsiran terhadap data serta saat

hasil yang ditunjukkan (Siyoto & Sodik, 2015).

Berdasarkan data yang diamati, penelitian ini termasuk penelitian

primer dimana data dan informasi dikumpulkan dari sumber pertama

melalui pertanyaan secara tertulis menggunakan kuesioner. Penelitian

jenis ini disebut juga penelitian survei yaitu penelitian yang mengamati

gejala dalam suatu kelompok atau individu (Sarwono, 2006).

Berdasarkan bentuk masalahnya, penelitian ini termasuk penelitian

eksplanasi yaitu penelitian yang berusaha menjelaskan keterikatan atau

hubungan antar variabel yang diuji. Hubungan kausal yang dijelaskan

pada penelitian ini adalah pengaruh budaya organisasi secara langsung

terhadap komitmen organisasional afektif, motivasi dan kepercayaan,

pengaruh motivasi dan kepercayaan terhadap komitmen organisasional

afektif, serta pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen

organisasional afektif dengan dimediasi oleh motivasi dan kepercayaan.

3.4 Populasi dan Sampel

Djarwanto dalam Kuntjojo, (2009) mendefinisikan populasi sebagai

jumlah seluruhnya dari satuan atau individu yang akan diamati


49

karakteristiknya, dapat berupa orang ataupun organisasi. Populasi yang

diambil dalam penelitian ini adalah karyawan baik permanen maupun

kontrak dari departemen laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining Kutai

Barat dengan level helper hingga superintendent berjumlah 40 karyawan.

Lebih lanjut (Kuntjojo, 2009) menjelaskan sampel adalah bagian

dari populasi yang akan diamati karakteristiknya, sampel yang baik adalah

yang mewakili atau yang dapat menggambarakan karakteristik populasi

secara jelas. Karena jumlah populasi yang relatif kecil dan dapat

terjangkau, maka penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh

(Siyoto & Sodik, 2015) yaitu teknik sampling dimana semua anggota

populasi dijadikan sampel, dalam hal ini seluruh karyawan laboratorium

PT. Trubaindo Coal mining yang berjumlah 40 orang akan dijadikan

sampel dalam penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu

data yang dikumpulkan melalui survei kepada karyawan pada departemen

laboratorium PT. Trubaindo Coal Mining. Data dikumpulkan melalui

beberapa metode, yaitu:

1) Penelitian kepustakaan (Library research) yaitu pengumpulan data

melalui teori-teori didalam buku, jurnal ataupun media informasi

lainnya dengan mempelajari, meneliti serta mengkaji literatur-literatur

yang ada kaitannya dengan fenomena yang akan diteliti.


50

2) Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung

pada objek yang diteliti.

3) Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data dengan memberikan

formulir berisi daftar pertanyaan bersifat tertutup dengan beberapa

alternative pilihan jawaban. Kuesioner pada penelitian ini diberikan

melalui email untuk level supervisor hingga superintenden dan

pemberian kuesioner secara langsung dilakukan untuk karyawan level

helper hingga foreman.

4) Wawancara, yaitu pengumpukan data dengan melakukan interview

secara langsung terhadap sampel yang diteliti, dalam hal ini karyawan

pada departemen laboratorium di PT. Trubaindo Coal Mining.

Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan

yang terdapat pada kuesioner. Hal ini dilakukan untuk menemukan

jawaban yang lebih mendalam terkait dengan pertanyaan yang

diberikan.

3.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menyederhanakan sejumlah besar

data yang telah dikumpulkan agar kemudian data yang sudah dalam

jumlah kecil dapat dianalisis untuk memperoleh pemahaman baru sebagai

kesimpulannya. Dalam proses ini penggunaan analisis statistik adalah

yang paling tepat dilakukan, analisis statistik juga digunakan oleh peneliti

untuk memprediksi hubungan antara variabel yang diteliti yaitu pengaruh


51

antara variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan alat analisis berupa Structural Equation Model dengan

pendekatan Partial Least Square (SEM-PLS) menggunakan bantuan

perangkat lunak SmartPLS.

Menurut Abdillah & Jogiyanto (2015), Partial Least Square adalah

salah satu teknik Structure Equation Modeling (SEM) berbasis varian yang

desainnya dibuat untuk menyelesaikan regresi berganda saat ada

masalah yang spesifik pada data seperti jumlah sampel yang terlalu kecil

atau adanya data yang hilang dan multikolinearitas. PLS dapat melakukan

model pengukuran yaitu untuk uji validitas dan reliabilitas sekaligus

pengujian model struktural yang digunakan untuk uji kausalitas (pengujian

hipotesis dengan model prediksi). Menurut Ghozali & Latan (2014), SEM-

PLS adalah metode untuk menguji secara simultan hubungan antar

konstruk laten dalam hubungan linear ataupun non linear dengan banyak

indikator.

PLS bertujuan untuk memprediksi hubungan antara variabel-

variabel X dan Y serta menjelaskan hubungan teoritis diantara kedua

variabel. Untuk model penelitian dengan variabel laten dan dengan

kompleksitas yang tinggi PLS jelas sangat dibutuhkan karena dapat

menguji hubungan yang kompleks dengan banyak konstruk dan banyak

indikator. Pendekatan PLS juga dapat digunakan pada semua skala jenis

pengukuran baik interval, nominal, ordinal dan rasio serta dapat

digunakan pada penelitian dengan jumlah sampel yang relatif kecil atau
52

sering disebut soft modeling. Karena dalam penelitian ini model

pengukuran bersifat struktural dengan jumlah sampel yang relative kecil,

maka penulis memutuskan untuk menggunakan SEM-PLS.

PLS sebagai model prediksi tidak mengasumsikan distribusi

tertentu untuk mengestimasi parameter dan memprediksi hubungan

kausalitas. Karena itu, teknik parametrik untuk menguji signifikansi

parameter tidak diperlukan dan model evaluasi untuk prediksi bersifat non

parametric (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Evaluasi model pada SEM-PLS

akan melalui dua tahap yaitu evaluasi model pengukuran (outer model)

dan evaluasi model struktural (inner model).

3.6.1 Merancang Model Penukuran (Outer Model)

Suatu Konsep dan Model penelitian tidak dapat diuji dalam suatu

model prediksi hubungan relasional dan kausal jika belum melewati tahap

purifikasi dalam model pengukuran. Model pengukuran ini digunakan

untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrument. Validitas dan

reliabilitas perlu diuji agar tidak menimbulkan kesimpulan yang bias atau

tidak sesuai dengan yang seharusnya dan tentunya informasi yang

didapatkan bisa keliru.

3.6.1.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan tujuan menguji apakah indikator yang

mempresentasikan konstruk laten bersifat valid atau tidak dalam artian

dapat menjelaskan konstruk laten untuk diukur (Ghozali & Latan, 2014).
53

Abdillah & Jogiyanto, (2015) menyebutkan validitas konstruk

digunakan untuk menunjukkan seberapa baik hasil dari penggunaan suatu

pengukuran terhadap kesesuaian dengan teori – teori yang digunakan

untuk mendefinisikan suatu konstruk. Validitas konstruk terdiri atas

validitas konvergen dan validitas diskriminan.

1) Validitas Konvergen

Validitas konvergen bertujuan untuk menguji hubungan antara

indikator untuk mengukur konstruk dengan prinsip bahwa pengukur-

pengukur dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi.

Dalam evaluasi validitas konvergen dari pemeriksaan individual

item reability, dapat dilihat dari standardized loading factor. Standardized

loading factor menggambarkan besarnya korelasi antar setiap item

pengukuran (indikator) dengan konstraknya. Korelasi dapat dikatakan

valid apabila nilai loading factor memiliki nilai > 0,5.

2) Validitas Diskriminan atau Average Variance Extracted (AVE)

Validitas diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur

konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi.

Validitas diskriminan terjadi jika dua instrument yang berbeda yang

mengukur dua konstruk yang diprediksi tidak berkorelasi menghasilkan

skor yang memang tidak berkorelasi. Uji validitas diskriminan dinilai

berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruknya. Metode lain

yang digunakan untuk menilai validitas diskriminan adalah dengan


54

membandingkan akar AVE untuk setiap konstruk dengan korelasi antara

konstruk lainnya dengan model.

Average Variance Extracted (AVE) adalah rerata persentase skor

varian yang diekstraksi dari seperangkat variable laten yang diestimasi

melalui loading standardized indikatornya dalam proses iterasi logaritma

dalam PLS.

Tabel 3.1
Parameter uji validitas dalam model pengukuran PLS
Uji Validitas Parameter Rule of Thumbs
Loading Factor Lebih dari 0,7
Average Variance
Kovergen Lebih dari 0,5
Extracted (AVE)
Communality Lebih dari 0,5
Akar AVE dan Akar AVE > Korelasi
Korelasi variabel laten variabel laten
Diskriminan
Lebih dari 0.7 dalam
Cross Loading
satu variabel
Sumber: Diadaptasi dari Chin, 1995 dalam Abdillah & Jogiyanto (2015)

3.6.1.2 Uji Reliabilitas

Selain uji validitas, PLS juga melakukan uji reliabilitas. Reliabilitas

menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilisasi nilai hasil skala

pengukuran tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi

dan ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan pengukuran. Dua metode

uji reliabilitas dalam PLS adalah sebagai berikut:

1) Cronbach’s Alpha

Digunakan untuk mengukur batas bawah nilai reabilitas suatu

konstruk dimana konsistensi setiap jawaban diujikan. Cronbach’s alpha

dikatakan baik apabila nilainya > 0,7 meskipun nilai 0,6 masih dapat

diterima, namun sesungguhnya uji konsistensi internal tidak mutlak untuk


55

dilakukan jika validitas konstruk telah terpenuhi, karena konstruk yang

valid adalah konstruk yang realibel, sebaliknya konstruk yang realibel

belum tentu valid (Cooper et al. dalam Abdillah & Jogiyanto, 2015).

2) Composite Reliability

Digunakan untuk mengukur nilai sesungguhnya reabilitas suatu

konstruk. Composite reability dinilai lebih baik dibanding cronbach’s alpha

dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk yang akan

dikatakan baik apabila nilainya > 0,7 meskipun nilai 0,6 masih dapat

diterima.

3.6.2 Merancang Model Struktural (Inner Model)

Dalam menilai model struktural atau inner model dengan PLS, kita

mulai dengan melihat besarnya presentase variance yang dijelaskan yaitu

dengan melihat nilai R-Squares untuk setiap variabel laten dependen

sebagai kekuatan prediksi dari model struktural (Ghozali & Latan, 2014).

Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel

independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R 2 berarti

semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan. Sebagai

contoh, jika nilai R2 sebesar 0.7 artinya variasi perubahan variabel

dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar

70 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain selain model

yang diajukan. Namun R2 bukanlah parameter absolut dalam mengukur

ketepatan model prediksi karena dasar hubungan teoritis adalah


56

parameter yang paling utama untuk menjelaskan hubungan kausalitas

tersebut.

Nilai koefisien path atau inner model menunjukkan tingkat

signifikansi dalam pengujian hipotesis. Skor koefisien path atau inner

model yang ditunjukkan oleh nilai T-statistic, harus di atas 1,96 untuk

hipotesis dua ekor (two-tailed) dan diatas 1,64 untuk hipotesis satu ekor

(one-tailed) untuk pengujian hipotesis pada alpha 5 persen dan power 90

persen (Hair et al. dalam Abdillah & Jogiyanto, 2015). Ukuran signifikansi

keterdukungan hipotesis dapat dipergunakan perbandingan nilai T-table

dan T-statistic. Jika T-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai T-table berarti

hipotesis terdukung, sedangkan perancangan model struktural hubungan

antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis

penelitian.

3.6.3 Konversi Diagram Jalur Ke Sistem Persamaan

1) Inner Model, atau model struktural menggambarkan hubungan

kausalitas antar variabel laten yang dibangun berdasarkan pada

substansi teori. Model persamaan inner model dapat disusun sebagai

berikut: η = β0 + β η + Γξ + ζ

η = vektor variabel independen

ξ = vektor variabel dependen

ζ = vektor residual (unexplained variance)


57

Karena PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan natar

variabel laten disebut juga causal chain system. Adapun bentuk

persamaan causal chain system dapat disusun sebagai berikut: η1 = Σi βi

ηi + Σi ϒi ξi + ζi βi dan ϒi adalah koefisien jalur yang menghubungkan

variabel independen ξ dan η dengan variabel dependen sepanjang

rentang indeks I dan b dan + ζi adalah tingkat kesalahan pengukuran

(inner residual error).

2) Outer Model, atau model pengukuran menggambarkan hubungan

antara blok indikator dengan variabel latennya. Persamaan outer

model untuk konstruk reflektif dapat disusun sebagai berikut:

X = ^x ξ + εx

Y = ^y η + εy

X dan Y = Indikator untuk variabel independen dan variabel

dependen ξ dan η

^x dan ^y = Matrik loading yang menggambarkan koefisien regresi

yang menghubungkan variabel laten dan indikatornya.

εx dan εy = Menggambarkan tingkat kesalahan (error) pengukuran

3.6.4 Evaluasi Goodness of Fit

Untuk memvalidasi model secara keseluruhan, maka digunakan

Goodnes of Fit (GoF). GOF merupakan ukuran tunggal yang digunakan

untuk memvalidasi performa gabungan antara model pengukuran (outer

model) dengan model structural (inner model). Pengukuran R-squared


58

(R2) merupakan cara untuk mengukur tingkat GOF suatu model struktural.

Nilai R-squared (R2) digunakan untuk menilai seberapa besar pengaruh

variabel laten independen terhadap varaibel laten dependen. Untuk

menentukan koefisien determinasi (R 2) dan adjusted R Square yaitu untuk

mengetahui seberapa besar kontribusi seluruh variabel bebas secara

bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya dengan nilai koefisien

determinasi ganda (R2) dan untuk melihat seberapa model yang

digunakan dapat mempunyai korelasi (hubungan) dengan Adjusted R

Square. Koefisien ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar

hubungan yang terjadi antara variabel dependen (Yi, Y2,….Yn). Nilai R

menurut Sugiyono, (2013) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

Ry=
√ b 1 ΣX 1Y +b 2 ΣX 2 Y
ΣY 2

Kekuatan hubungan antara varaibel X dan variabel Y, dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2
Interval Koefisien dan Tingkat Hubungan
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2013)

3.6.5 Uji Signifikansi (Resampling Bootstraping)

Uji signifikansi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji signifikansi pada

metode PLS, variabel bebas yang dimaksud adalah variabel laten


59

eksogen dan variabel terikat yang dimaksud adalah variabel laten

endogen. Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam inner model

digunakan untuk mengetahui signifikansi dari hubungan-hubungan antar

variabel laten. Karena nilai signifikansi dari estimasi model PLS tidak

diketahui, maka harus melalui prosedur penyampelan ulang atau

resampling yang salah satu prosedurnya adalah bootstrapping yang

dikembangkan oleh Geisser & Stone. Hipotesis yang digunakan pada uji

signifikansi adalah:

H0 = Variabel bebas (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat (Y)

H1 = Variabel bebas (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat (Y)

Statistik uji yang digunakan adalah:

bj
t statistic=
S( b j )

Dimana I = 1,2,3,4, bj adalah nilai dugaan βj dan S(bj) adalah

standar error bagi bj

Langkah-langkah uji hipotesis:

1) Menentukan hipotesis penelitian

2) Menentukan tingkat α = 0.05 (5%)

3) Menentukan nilai t statistic lalu membandingkan dengan nilai t table (1.96)

4) Menyimpulkan jika nilai t statistic lebih kecil dari nilai t table (t statistic < 1.96),

maka Ho diterima dan Ha ditolak. Selanjutnya jika nilai probabilitas

signifikansi < 0.05 berarti signifikan.


60

5) Menyimpulkan jika nilai t statistic lebih besar dari nilai t table (t statistic > 1.96),

maka Ha diterima dan Ho ditolak. Selanjutnya bila nilai probabilitas

signifikansi > 0.05 berarti tidak signifikan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W., dan Jogiyanto, H. 2015. Partial Least Square (PLS) –


Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian
Bisnis. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Alijanpour, M., Dousti, M., dan Alijanpour, Mahboubeh. 2013. The


Relationship Between Organizational Commitment and
Organizational Commitment and Organizational Trust of Staff.
Annals of Applied Sport Science, Vol. 1, No.4.

Allen, N. J., dan Meyer, J. P. 1990. The Measurement and Antecedents of


Affective, Continuance and Normative Commitment to The
Organization. Journal of Occupational Psychology, 63, 1-18.

Al-Madi, F. N., Assal, H., Shrafat, F., dan Zeglat, D. 2017. The Impact of
Employee Motivation on Organizational Commitment. European
Journal of Business and Management. ISSN 2222-1905 (Paper)
ISSN 2222-2839 (Online). Vol.9, No.15.

Al-Bataineh, O. H., Ibrahim, R., Fadzil, A. F. 2019. The Effect of


Motivation, Empowerment and Organizational Culture on
Organizational Commitment of Municipalities in Jordan.
International Journal of Academic Research in Business & Social
Sciences. ISSN (2222-6990) Vol.9, No.9, Pg. 101-117.

Aranki, D. H., Suifan, T. S., dan Sweis, R. J. 2019. The Relationship


Between Organizational Culture and Organizational Commitment.
Journal of Modern Applied Science. ISSN (1913-1844) Vol.13, No.4

Fard, P. G., dan Karimi, F. 2015. The Relationship Between


Organizational Trust and Organizational Silence with Job
Satisfaction and Organizational Commitment of the Employees of
University. Journal of International Education Studies. ISSN (1913-
9020) Vol.8, No.11.

Fauzi. 2012. Hubungan Budaya Organisasi dan Kepercayaan Pegawai


Terhadap Komitmen Karyawan Terhadap STMIK Pringsewu. JMK,
Vol.10, No.2.

Ghozali, I., dan Latan, H. 2014. Partial Least Squares Konsep, Metode
dan Aplikasi. Semarang: Undip.

61
62

Giantri, I. A., dan Riana, I. G. 2017. Pengaruh Budaya Organisasi


TerhadapMotivasi Kerja dan Kinerja Karyawan Klumpu Bali Resort
Sanur. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol.6, No.12.

Gibson, J. L. 2012. Organizationas Behaviour, Structure, Processes,


Fourteenth Edition. New York: McGraw Hill.

Hon, L. C., dan Grunig, J. E. 1999. Guidelines for Measuring Relationships


in Public Relations. Institute for Public Relations.

Kuntjojo. 2009. Metode Penelitian. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.

Lashari, M., Moazzam, A., Salman, Y., dan Irfan, S. 2016. Impact of
Organizational Trust on Organizational Justice and Organizational
Commitment: A Case of University of Sargodha. JRSP, Vol. 53,
No.2.

Mayer, R., Davis, J., and Schoorman F. 1995. An Integrative Model of


Organizational Trust. Academy of Management Review, Vol. 20,
No. 3, 709-734.

McShane, S. L., and Glinow, M. A. V. 2010. Organizational Behaviour:


Emerging Knowledge and Practice for The Real World, 5 th Edition.
New York: McGraw Hill.

McShane, S. L., Steen, S. L., dan Tasa, K. 2015. Canadian Organizational


Behaviour, Ninth Edition. Canada: McGraw Hill Education.

Meng, J., dan Berger, B. K. 2019. The Impact of Organizational Culture


and Leadership Performance on PR Professionals’ Job
Satisfaction: Testing the Joint Mediating Effect of Enggagement
and Trust. Journal of Public Relation Review 45. Pg 64-75.

Mercurio, Z. A. 2015. Affective Commitment as a Core Essence of


Organizational Commitment: An Integrative Literature Review.
Human Resources Development Review, Vol. 14(4) 389-414.

Meyer, J. P., Allen, N. J. 1991. A Three-Component Conseptualization of


Organizational Commitment. Human Resources Management
Review, (ISSN 1053-4822) Vol. 1, No. 1, 61-89.

Meyer, J. P., Allen, N. J., dan Gellatly, I. R. 1990. Affective and


Continuance Commitment to the Organization: Evaluation
Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relations.
Journal of Applied Psychology, Vol. 75, No. 6, 710-720.
63

Meyer, J. P., Allen, N. J., dan Smith, C. A. 1993. Commitment to


Organizations and Occupations: Extension and Test of a Three-
Component Conceptualization. Journal of Applied Psychology, Vol.
78, No. 4, 538-551.

Mohamed, M. S., Kader, M. A., dan Anisa, H. 2012. Relationship Among


Organizational Commitment, Trust and Job Satisfaction: An
Empirical Study in Banking Industry. Research Journal of
Management Sciences. ISSN (2319-1171) Vol.1(2), 1-7.

Nawawi, M., Syarifuddin, A., Sehe, M., dan Ekawati, H. 2018. The Effect
Compensation and Organization Culture on The Motivation and
Commitment Organization Coal Company in East Kalimantan
Province. International Journal of Scientific & Technology Research
Vo.7, Issue 9.

Pasaribu, F. 2014. The Effect of Organizational Culture on Career


Planning and Its Impact to Work Motivation and Employees
Performance. International Journal of Management Sciences and
Business Research. ISSN (2226-8235) Vol.3, Issue 12.

Perry, R. W. 2004. The Relationship of Affective Organizational


Commitment with Supervisory Trust. Review of Public Personnel
Administration. Vol. 24, No.2, 133-149.

Priyono dan Marnis. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya:


Zifatama Publisher.

Robbins, S. P., dan Judge, T. A. 2013. Organizational Behaviour, 15th


Edition. USA: Pearson Education, Inc.

Rifa’I, M., dan Fadhli, M. 2013. Manajemen Organisasi. Bandung:


Citapustaka Media Perintis.

Salleh, S. M., Zahari, A. S. M., Said, N. S. M., dan Ali, S. R. O. 2016. The
Influence of Work Motivation on Organizational Commitment in the
Workplace. Journal of Applied Environmental and Biological
Sciences. ISSN (2090-4274) Vol.6(5S) 139-143.

Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Schein, E. H. 2004. Organizational Culture and Leadership, Third Edition.


San Fransisco: Jossey Bass.
64

Schoorman, F., Mayer, R., dan Davis, J. 2007. An Integrative Model of


Organizational Trust: Past, Present, and Future. Academy of
Management Review. Vol.32, No. 2, 344-354.

Shunobi dan Akintaro. 2016. The Effect of Organizational Culture on


Organizational Economic Performance. Elixir International Journal,
Behaviour 93 (ISSN 2229-712x), 39930-39935.

Siyoto, S., dan Sodik, A. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Sleman:


Literasi Media Publishing.

Sunyoto, D. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS


(Center for Academic Publishing Service).

Starnes, B., Truhon, S., dan McCarthy, V. 1988. Organizational Trust:


Employee-Employer Relationships. USA: ASQ.

Usman, B., dan Yusuf, Y. Q. 2016. The Effect of Organizational Culture,


Leadership Style and Employee’s Trust on Organizational
Commitment in an Educational Institution. Journal of Energy
Education Science and Technology Part B: Social and Educational
Studies, Vol. 8, Issue 1, 25-34.

Widiargo, R., Dedi, W., dan Pasaribu, P. N. 2017. Compensation,


Organization Culture, Education/Training of Work Motivation and
Impact on The Performance Employees (Case Study: Hotel Sofyan
Betawi, Jakarta). Jurnal Manajemen-Prodi MM Sps UIKA Publishing
Vol. 8, No. 1.

Yamsul, P., Surachman, Ubud, S., dan Armanu. 2013. The Influence of
Motivation and Organization Culture on Work Satisfaction and
Organizational Commitment (Study on National Society
Empowerment Program in South Sulawesi Province. International
Journal of Business and Management Invention. ISSN (2319-8082)
Vol. 2, Issue 9.

Yousefi, J., Mohamadii, S., dan Chaleshtari, M. R. M. 2014. The


Relationship Between Organizational Culture and Organizational
Trust in West Azarbayjan’s Youth and Sport Administrations.
International Journal of Sport Studies. ISSN (2251-7502) Vol. 4(8),
938-942.

Zarooni, Hana A. M. 2008. The Influence of Empowerment, Commitment,


Job Satisfaction and Trust Perceived Manager’s Performance.
Journal Business Excellence, Vol. 1, No.1/2.
65
KUESIONER PENELITIAN

Identitas Responden

Nama : (boleh tidak di isi)

UMUR : ≤ 25 ( )

≥ 26 – 30 ( )

≥ 31 – 35 ( )

≥ 36 – 40 ( )

≥ 40 ( )

JENIS KELAMIN : Laki – Laki / Perempuan *

JABATAN : Helper - Foreman ( )

Spv – Sec. Chief ( )

Superintendent ( )

*) coret yang tidak perlu

Petunjuk Pengisian

Berilah jawaban atas pertanyaan berikut ini sesuai dengan

pendapat ataupun persepsi Bapak/Ibu/Saudara dengan cara memberikan

tanda (√) pada kolom yang tersedia dengan memilih kriteria sebagai

berikut:

SS = Sangat Setuju :5

S = Setuju :4

KS = Kurang Setuju :3

TS = Tidak Setuju :2

STS = Sangat Tidak Setuju :1


No Pernyataan Penilaian
1 BUDAYA ORGANISASI STS TS KS S SS
Inovasi dan Pengambilan Resiko
Saya selalu berusaha menciptakan ide atau
1.1 gagasan baru dalam pekerjaan apabila
diperlukan
Saya siap mengambil resiko dalam melakukan
1.2
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya
Perhatian Terhadap Detail
Saya selalu menyelesaikan pekerjaan dengan
1.3
tepat dan sesuai dengan prosedur yang ada
Atasan saya memberikan arahan dan
1.4 komunikasi yang jelas dan rinci tentang
pekerjaan yang saya lakukan
Orientasi Hasil
Saya selalu berusaha bekerja dengan maksimal
1.5
untuk memperoleh hasil yang optimal
Saya bekerja sesuai dengan target yang
1.6
ditetapkan
Orientasi Terhadap Tim
Saya selalu berkoordinasi dengan rekan kerja
1.7
dan atasan dalam melaksanakan pekerjaan
Saya siap menolong rekan kerja saya apabila
1.8
mengalami kesulitan
Agresif
Saya selalu siap apabila menerima tantangan
1.9
dalam pekerjaan
Saya selalu siap memberikan potensi maksimal
1.10
saya untuk perusahaan
2 KEPERCAYAAN STS TS KS S SS
Competence
Saya sangat yakin dengan kemampuan yang
2.1 dimiliki oleh perusahaan ini untuk mencapai
kesuksesan
Perusahaan ini selalu mampu melakukan apa
2.2
yang direncanakan
Integrity
Perusahaan ini memperlakukan saya dengan
2.3
adil
Setiap kali perusahaan ini membuat keputusan
2.4 penting, saya yakin bahwa keputusan tersebut
juga memperhatikan orang-orang seperti saya
Dependability
Perusahaan ini dapat diandalkan dalam hal
2.5
menepati janjinya
2.6 Saya percaya bahwa pendapat saya juga
diperhitungkan oleh perusahaan ketika
mengambil keputusan
3 MOTIVASI STS TS KS S SS
Pengakuan
Selama ini perusahaan mengakui dan
3.1
menghargai hasil kerja saya
Atasan saya selalu berterimakasih terhadap
3.2
pekerjaan yang telah saya selesaikan
Prestasi
Atasan memberikan penghargaan bagi
3.3 karyawan yang mampu menunjukkan prestasi
kerja
Promosi kerja dan kenaikan pangkat dilakukan
3.4
atas kemampuan dan prestasi pegawai
Tanggung Jawab
Saya merasa belum puas apabila pekerjaan
3.5
belum dapat terselesaikan
Saya siap menerima pengarahan dari atasan
3.6
apabila melakukan kesalahan dalam pekerjaan
Upah
Penghasilan yang diterima di perusahaan ini
3.7
telah mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga
Bonus dan insentif yang diberikan oleh
3.8
perusahaan kepada karyawan sudah adil
4 KOMITMEN ORGANISASIONAL AFEKTIF STS TS KS S SS
Bangga dan Senang Berdiskusi Tentang Organisasi
4.1. Saya sangat bangga bekerja di perusahaan ini
Saya sangat senang menceritakan tentang
4.2
perusahaan ini kepada orang lain
Perasaan Terikat Secara Emosional
Saya akan sangat senang menghabiskan sisa
4.3
karir saya di perusahaan ini
Saya merasa memiliki ikatan emosional
4.4
terhadap perusahaan ini
Makna Mendalam Secara Pribadi
Saya merasa seperti bagian dari keluarga di
4.5
perusahaan ini
Perusahaan ini sangat berarti secara pribadi
4.6
bagi saya
Rasa Memiliki yang Kuat Terhadap Organisasi
Saya merasa bahwa masalah perusahaan
4.7
adalah masalah saya sendiri
Saya merasakan rasa memiliki yang kuat
4.8
terhadap perusahaan ini

Anda mungkin juga menyukai