Anda di halaman 1dari 58

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi menurut Slameto (2003:102) adalah proses yang menyangkut

masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Menurut Walgito

(2004:87) persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan,

yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat

penginderaan atau juga disebut proses sensoris.

Berdasarkan pendapat di atas, dijelaskan bahwa persepsi merupakan suatu

proses individu dalam penginderaan yang mengarah kepada pemberian makna

terhadap lingkungan. Pemaknaan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar

untuk bersikap dan berperilaku. Mengingat masing-masing individu memberikan

arti tersendiri terhadap rangsangan yang diterima maka terdapat kemungkinan

masing-masing individu akan melihat objek yang sama dengan cara yang berbeda-

beda. Persepsi seseorang akan mempengaruhi proses belajarnya dan mendorong

siswa untuk melakukan sesuatu.

Persepsi dipandang sebagai satu rangsangan berupa pengalaman, objek,

peristiwa dan pengertian dengan pengalaman yang sudah dimiliki, menafsirkan

pikiran terhadap rangsangan tersebut. Persepsi terjadi karena pengenalan dan

pengalaman terlebih dahulu oleh seseorang. Pengenalan dan pengalaman tersebut

berlangsung dalam waktu yang sangat lama, dimana proses pengintegrasian

10
11

terhadap objek itu masih berlangsung dan secara bertahap memahami apa yang

dikehendaki oleh objek tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi lebih bersifat psikologis merupakan proses penginderaan saja,

maka menurut Walgito (2004:92) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

persepsi tersebut, yaitu:

1. Perhatian yang selektif

Kehidupan manusia setiap saat akan menerima rangsangan dari

lingkunganya. Meskipun demikian ia tidak harus menanggapi semua

rangsangan yang diterima, ia hanya akan memusatkan perhatiannya pada

rangsangan-rangsangan tertentu saja.

2. Ciri-ciri rangsangan

Rangsangan yang bergerak di antara rangsangan yang diam akan lebih

menarik perhatian. Demikian juga rangsangan yang paling besar diantara

yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas

rangsangannya paling kuat.

3. Nilai dan kebutuhan individu

Seseorang akan melihat sesuatu dari apa yang akan diperolehnya/

diterimanya misalnya seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa

yang berbeda-beda dalam pengamatanya dibanding seorang bukan

seniman.

4. Pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang

mempersepsikan dunianya.
12

Keempat faktor tersebut di atas akan membentuk persepsi seseorang

terhadap sesuatu hal. Misalnya seorang siswa akan mempunyai perhatian terhadap

suatu pelajaran apabila guru mengajar dengan menerapkan semua kompetensi dan

kreativitas mengajarnya sehingga siswa mudah menerima pelajaran. Guru juga

harus memberikan rangsangan kepada siswa misalnya dengan gerakan, sehingga

siswa akan lebih memperhatikan pelajaran dan hasil atau nilai yang akan

diperoleh siswa menjadi lebih bagus. Selain itu dengan pengalaman siswa dalam

memperoleh hasil yang dicapai juga akan memacu mereka untuk mendapatkan

hasil yang lebih bagus atau mempertahankan hasil yang telah didapatkanya.

2.2 Kompetensi Guru

2.2.1 Pengertian Kompetensi

Istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni ”competence means

fitness or ability” yang berarti kemampuan atau kecakapan. Dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

dijelaskan bahwa : ”kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan,

dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau guru dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan”. Dari uraian tersebut, nampak bahwa

kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh

melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan

perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam

pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena mepunyai arah

dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak
13

hanya dapat diamati tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata. (E. Mulyasa,

2007:25).

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah

kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi

berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang,

baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Kompetensi guru merupakan

kemampuan, kecakapan atau keterampilan untuk menstransfer pengetahuan dan

mendidik serta membimbing siswa dalam proses belajar mengajar. Kompetensi

guru merupakan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Faktor ekstrinsik adalah faktor pendorong dari luar untuk membangkitkan

semangat belajar siswa.

Dari uraian tersebut di atas tentang pengertian kompetensi guru maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi guru merupakan perpaduan antara

kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara

keseluruhan membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup

penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang

mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.

2.2.2 Komponen-Komponen Kompetensi Guru

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen

pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh

melalui pendidikan profesi.


14

1. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 

dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik”.  Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini

dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini  dapat dilihat

dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan

melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan

melakukan penilaian.

Menurut Mulyasa (2007:75) Kompetensi pedagogik merupakan

kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-

kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan

Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki

keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem

pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru

seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan

subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan

pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik

kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah

keahlian mengajar (akta) dari lembaga pendidikan yang diakreditasi

pemerintah.

2) Pemahaman terhadap peserta didik

Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga

mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada


15

anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit

dalam usia yang dialami anak. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan

pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat

mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan

solusi dan pendekatan yang tepat.

3) Pengembangan kurikulum/silabus

Guru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pendidikan

nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.

4) Perancangan pembelajaran

Guru memiliki kemampuan merencanakan sistem pembelajaran yang

memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari

awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk

antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang

direncanakan.

5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogsis

Guru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan

menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat

mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan

dikembangkan.

6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran

Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan teknologi

sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan

dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak

berinteraksi dengan menggunakan teknologi.


16

7) Evaluasi hasil belajar

Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang

dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode

dan pendekatan. Untuk dapat mengevaluasi, guru harus dapat

merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar,

dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat.

8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimiliki

Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah

bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk

mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.

2. Kompetensi Kepribadian

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 

dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian

yang mantap, berahklak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi

peserta didik. Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,

memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok

seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun

masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu”

(ditaati nasehat/ucapan/ perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan

perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan

belajar anak didik.


17

1) Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa.

Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat

dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap,

stabil, dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan

yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang

stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering

membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak senonoh yang

merusak citra dan martabat guru. Ujian berat bagi guru dalam hal

kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya.

Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu

menahan emosi dan memang diakui setiap orang mempunyai tempramen

yang berbeda dengan orang lain. Guru yang mudah marah akan membuat

peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk

mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan

menimbulkan kekwatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokkan

konsentrasi peserta didik. Kemarahan yang berlebihan seharusnya tidak

ditampakkan, karena menunjukkan kurang stabilnya emosi guru. Stabilitas

dan kematangan emosi akan berkembang sejalan dengan pengalamannya,

selama dia mau memanfaatkan pengalamannya.

2) Disiplin, Arif, dan Berwibawa

Peserta didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya,

sebagai guru dia harus memiliki pribadi yang disiplin, arif dan berwibawa.

Hal ini penting, karena masih sering kita menyaksikan dan mendengar

peserta didik yang perilakunya tidak sesuai bahkan bertentangan dengan


18

sikap moral yang baik. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina

disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan

berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus ditujukan untuk membantu

peserta didik menemukan diri dan berusaha menciptakan situasi yang

menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati

segala peraturan yang telah ditetapkan. Guru harus senantiasa mengawasi

seluruh perilaku peserta didik terutama pada jam-jam efektif sekolah,

sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera di atasi.

3) Menjadi Teladan bagi Peserta Didik

Dalam beberapa hal guru harus bisa menjadi teladan, tetapi jangan sampai

hal tersebut menjadikan guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Guru

juga manusia, dalam batas-batas tertentu, tentu saja memiliki berbagai

kelemahan dan kekurangan. Guru yang baik adalah guru yang sadar diri,

menyadari kelebihan dan kekurangannya.

4) Berakhlak Mulia

Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah seorang penasehat bagi

peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki

latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat

berharap untuk menasehati orang. Dikatakan berakhlak mulia, guru dalam

keadaan bagaimanapun harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan

tidak tergoyahkan. Melalui guru yang demikian, kita berharap pendidikan

menjadi ajang pembentukan karakter bangsa, yang akan menentukan

warna masa depan masyarakat Indonesia, serta harga dirinya dimata dunia.
19

3. Kompetensi Sosial

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan

berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan

perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru

dan Dosen No.14 Tahun 2005 Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai

bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,

dan masyarakat sekitar. Mulyasa (2007:84) mengemukakan kompetensi sosial

adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam

berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk

keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.

Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74

Tahun 2008 tentang Guru merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari

masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:

1) berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat secara santun;

2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

pendidik, orang tua/wali peserta didik;

4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan

norma serta nilai yang berlaku; dan

5) menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

4. Kompetensi Profesional

Menurut Undang-umdang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran


20

secara luas dan mendalam. Mulyasa (2007:86) mengemukakan kompetensi

profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan

dirinya sebagai guru profesional. Dalam berbagai sumber yang membahas tentang

kompetensi guru, secara umum dapat di identifikasi dan disarikan tentang ruang

lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut.

1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi,

psikologis, sosiologis, dan sebagainya;

2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan

peserta didik;

3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi

tanggung jawabnya;

4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi;

5) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan

sumber belajar yang relevan;

6) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;

7) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik; dan

8) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.

2.2.3 Kompetensi Guru dalam Pengajaran

1. Kompetensi Guru Dalam Menyusun Rencana Program Pengajaran

(RPP)

Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogis

yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran.

Proses belajar mengajar merupakan interaksi edukatif yang dilakukan oleh guru
21

dan siswa di dalam situasi tertentu. Mengajar atau lebih spesifik lagi

melaksanakan proses belajar mengajar bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan

dapat terjadi begitu saja tanpa direncanakan sebelumnya, akan tetapi mengajar itu

merupakan suatu kegiatan yang semestinya direncanakan dan di desain

sedemikian rupa mengikuti langkah-langkah dan prosedur tertentu. Sehingga

dengan demikian programnya dapat mencapai hasil yang diharapkan. Depdiknas

(2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi:

1) Mampu mendeskripsikan tujuan,

Dalam rangka suatu kegiatan, menentukan tujuan merupakan hal yang

penting. Tujuan untuk menentukan arah kemana suatu kegiatan akan

dilakukan. Menentukan tujuan dalam rangka kegiatan belajar mengajar

adalah suatu keharusan.

2) Mampu memilih materi,

Sebagian besar materi pengajaran yang digunakan oleh guru adalah barang

jadi yang ada di sekolah, atau yang dengan mudah diperoleh dari sumber-

sumber lain. Bila guru harus memilih diantara bahan-bahan yang tersedia

di sekolah maka pilihan itu lebih banyak bergantung pada karakteristik

siswa, hakekat dan tujuan yang dicapai, cara/pendekatan apa yang

digunakan, dan hambatan-hambatan pada situasi pengajaran.

3) Mampu mengorganisir materi,

Materi pelajaran hendaknya diorganisasikan secara sistematik dan

berkesinambungan. Diantara bahan yang satu dengan bahan berikutnya

ada hubungan fungsional, dimana bahan yang satu menjadi dasar untuk

atau berkaitan dengan bahan berikutnya.


22

4) Mampu menentukan metode/strategi pembelajaran,

Dalam pemilihan dan penetapan metode mengajar yang akan digunakan,

guru hendaknya memperhatikan tujuan instruksional yang hendak dicapai.

Metode mengajar sesungguhnya adalah cara atau alat untuk pencapaian

tujuan. Karena itu, penggunaan suatu metode berarti menunjukkan

bagaimana seorang guru menempuh cara dan melakukan penyajian suatu

bahan pelajaran. Ini berarti pula melalui penggunaan metode mengajarnya,

guru dituntut untuk mampu membangkitkan minat dan kemauan peserta

didik dalam menguasai bahan pelajaran yang disajikan dengan baik.

5) Mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,

Menentukan media/alat yang akan digunakan. Media/alat yang perlu

ditetapkan adalah media atau alat-alat yang mendukung tercapainya tujuan

instruksional. Karena itu media atau alat-alat yang tercantum dalam

prosedur ini hendaknya dibatasi terutama pada alat-alat yang secara khusus

dapat menjamin keberhasilan pengajaran. Artinya, media atau alat yang

digunakan tersebut benar-benar dapat membantu menjelaskan atau

memudahkan bahan atau materi yang harus dipelajari peserta didik. Alat-

alat lainnya seperti kapur, papan tulis, penghapus, penggaris, spidol,

karton, dan lain-lain tidak perlu dikemukakan.

6) Mampu menyusun perangkat penilaian,

Guru harus mampu menyusun perangkat penilaian. Sebagaimana sasaran

penilaian yang bukan hanya mengukur aspek negatif siswa akan tetapi

sikap dan keterampilan, maka alat penilaian yang dapat digunakan adalah
23

tes dan non-tes. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif dan

keterampilan, sedangkan non-tes digunakan untuk mengukur sikap siswa..

7) Mampu menentukan teknik penilaian,

(1) Teknik Tes

Teknik Tes atau sering juga disebut sistem testing merupakan usaha

pemahaman murid dengan menggunakan alat-alat yang bersifat

mengukur atau mengetes. Penggunaan teknik tes (khususnya tes

prestasi belajar) bagi guru di sekolah bertujuan untuk:

a. Menilai kemampuan belajar murid

b. Memberikan bimbingan belajar kepada murid

c. Mengecek kemajuan belajar

d. Memahami kesulitan-kesulitan belajar

e. Memperbaiki teknik mengajar

f. Menilai efektifitas (keberhasilan) mengajar

(2) Teknik Non-Tes

Teknik Non-Tes merupakan prosedur pengumpulan data yang

dirancang untuk memahami pribadi murid, yang pada umumnya

bersifat kualitatif. Teknik ini tidak menggunakan alat-alat yang bersifat

menghimpun atau mendeskripsikan saja. Teknik ini terdiri atas

beberapa macam jenis seperti observasi, angket, wawancara,

sosiometri, dan studi dokumentasi.

8) Mampu mengalokasikan waktu.

Untuk menyajikan satu unit bahasan yang terdiri dari beberapa topik

bahasan, tidak mustahil diperlukan beberapa kali pertemuan atau jam


24

pelajaran. Karena itu guru dituntut untuk melihat tuntutan penyajian

bahan-bahan pelajaran itu dalam kaitannya dengan waktu yang tersedia,

apakah itu dalam jangka waktu yang panjang (satu tahun/persemester),

jangka menengah (untuk 1 semester/bulan), atau dalam jangka waktu yang

pendek (perminggu). Yang penting, keseluruhan bahan tersebut dapat

diselesaikan secara tuntas, dalam jumlah pertemuan dan waktu yang

tersedia.

2. Kompetensi Guru Dalam Melaksanakan Interaksi Belajar Mengajar.

Proses belajar mengajar adalah kegiatan guru sebagai penyampaian

pesan/materi pelajaran, dan siswa sebagai penerima pelajaran. Dalam proses

belajar mengajar tersebut, kedua-duanya dituntut aktif sehingga terjadi interaksi

dan komunikasi yang harmonis demi tercapainya tujuan pengajaran. Tujuan

pengajaran tersebut tidak lain adalah wujud/bentuk kurikulum yang telah

ditetapkan/direncanakan dalam bentuk program pengajaran. Proses belajar-

mengajar juga merupakan aktivitas untuk mempengaruhi anak didik dalam satu

situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa, siswa dan

siswa, atau siswa dan lingkungannya.

3. Kompetensi Guru Dalam Melaksanakan Penilaian Prestasi Belajar

Peserta Didik.

Dalam konteks pengajaran, penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses

yang sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan yang diraih oleh

siswa. Penilaian melalui suatu proses yang sistematis untuk pengambilan

keputusan penting mengenai pencapaian tujuan pengajaran. Oleh karena itu, guru
25

diharapkan menguasai kompetensi-kompetensi dalam penilaian prestasi belajar

peserta didik.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru

Kompetensi guru dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu guru

yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, penataran dan

pelatihan, etos kerja, dan sebagainya, sedangkan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi,

lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial, dan sebagainya.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi kompetensi guru

dalam mengajar. Oleh karena itu untuk meningkatkan kompetensi guru perlu

dikaji faktor-faktor yang kemungkinan besar mempengaruhinya.

1) Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara

bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan.

Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan tenaga

keguruan. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih

mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah

dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya.

Sedangkan guru guru yang bukan berlatar belakang dari pendidikan keguruan

akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin

dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan.


26

2) Pengalaman Mengajar

Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari

pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar,

sehingga hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik tentang

pengetahuan, keterampilan maupun nilai-nilai yang menyatu pada dirinya.

Apabila dalam mengajar seorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-

hal yang baru dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman

kerja baru. Berdasarkan pengalaman kerja seseorang akan banyak

mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan tentang bidang

kerjanya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari jumlah tahun lamanya

mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang sesuai dengan bidangnya.

3) Etos Kerja

Dalam kamus umum Bahasa Insonesia etos kerja diartikan sebagai semangat

kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan

kerja dan faktor diri seseorang. Seorang guru yang mempunyai etos kerja yang

tinggi akan mengerjakan pekerjaannya lebih semangat dan menekuni

pekerjaanya dengan tanggung jawab besar, sehingga akan berpengaruh

terhadap keberhasilan kerjanya. Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi

akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja.


27

2.3 Kreativitas Guru Dalam Proses Belajar Mengajar

2.3.1 Pengertian Kreativitas dan Kreativitas Guru

Pengertian kreativitas sudah banyak dikemukakan oleh para ahli

berdasarkan pandangan-pandangan yang berbeda-beda, seperti yang dikemukakan

oleh Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau

kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan

orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengkolaborasi

(mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini

lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).

Selain pendapat tersebut ada juga yang menjelaskan tentang definisi

kreativitas yaitu Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, (2001)

mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu : Tahap Persiapan; adalah

tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan

masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai

pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami. Inkubasi; adalah tahap

dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini

berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-

bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit

bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap

konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan

munculnya tahap berikutnya. Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi

atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul

bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata

now, I see itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”. Tahap Verifikasi; adalah
28

tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah

mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.

Dari dua pendapat ahli di atas memandang kreativitas sebagai sebuah

proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan

mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi

berpikir). Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah pengetahuan

kepada anak didik di sekolah yang dituntut harus memiliki gagasan baru yang

lebih inovatif dan variatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan pengertian kreativitas

guru adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru maupun

mengembangkan hal-hal yang sudah ada untuk memberikan sejumlah

pengetahuan kepada anak didik. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat

universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas

ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnnya tidak ada

dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk

menciptakan sesuatu.

2.3.2 Ciri – Ciri Kreativitas

Untuk disebut orang yang kreatif, maka perlu diketahui tentang ciri-ciri

atau karakteristik orang yang kreatif. Berikut dikemukakan pendapat oleh

beberapa orang ahli tentang ciri-ciri orang yang kreatif.

Menurut Utami Munandar (2001:45) menjabarkan ciri-ciri kemampuan

berfikir kreatif sebagai berikut:


29

1. Ciri-ciri kemampuan berfikir kreatif (attitude)

1) Keterampilan berfikir lancar yaitu (1) mencetus banyak gagasan, jawaban,

penyelesaian atau pertanyaan, (2) memberikan banyak cara atau saran

untuk melakukan berbagai hal, (3) selalu memikirkan lebih dari satu

jawaban.

2) Keterampilan berfikir luwes (fleksibel) yaitu (1) menghasilkan gagasan,

jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, (2) dapat melihat suatu masalah

dari sudut pandang yang berbeda-beda, (3) mencari banyak alternatif atau

arah yang berbeda-beda, (4) mampu mengubah cara pendekatan atau cara

pemikiran.

3) Keterampilan berfikir rasional yaitu mampu melahirkan ungkapan yang

baru dan unik.

4) Keterampilan memperinci atau mengelaborasi yaitu (1) mampu

memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, (2)

menambah atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau

situasi sehingga lebih menarik.

5) Keterampilan menilai (mengevaluasi) yaitu (1) menentukan patokan

penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu

rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, (2) mampu mengambil

keputusan terhadap situasi yang terbuka, (3) tidak hanya mencetus

gagasan, tetapi juga melaksanakannya.


30

2. Ciri-ciri afektif (Non-aptitude)

1) Rasa ingin tahu yaitu (1) selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak,

(2) mengajukan banyak pertanyaan, (3) selalu memperhatikan orang, objek

dan situasi, (4) peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/ meneliti.

2) Bersifat imajinatif yaitu (1) memperagakan atau membayangkan hal-hal

yang belum pernah terjadi, (2) menggunakan khayalan dan kenyataan.

3) Merasa tertantang oleh kemajuan yaitu (1) terdorong untuk mengatasi

masalah yang sulit, (2) merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit,

(3) lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit.

4) Sifat berani mengambil resiko yaitu (1) berani memberikan jawaban

meskipun belum tentu benar, (2) tidak takut gagal atau mendapat kritik,

(3) tidak menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak

konvensional, atau yang kurang berstruktur.

5) Sifat menghargai yaitu (1) dapat menghargai bimbingan dan pengarahan

dalam hidup, (2) menghargai dan kemampuan bakat-bakat sendiri yang

sedang berkembang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang yang kreatif mempunyai suatu

motivasi yang tinggi dalam mengenal masalah-masalah yang bernilai. Ia

menerima ide-ide baru yang muncul dari dirinya sendiri atau yang dikemukakan

oleh orang lain. Kemudian ia mengkombinasikan pikirannya secara selektif,

sebagai dasar pemecahan yang baik. Ia secara energik menterjemahkan idenya

melalui tindakan dan mengakibatkan hasil pemecahan masalah yang sangat

berguna.
31

Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan

sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat dikemukakan oleh

Munandar (1999:36) sebagai berikut: (1) Berani dalam pendirian/keyakinan;

(2) Ingin tahu; (3) Mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan; (4)

Menyibukkan diri terus menerus dengan kerjanya; (5) Intuitif; (6) Ulet; (7) Tidak

bersedia menerima pendapat dan otoritas begitu saja.

Dari berbagai karakteristik orang yang kreatif dapat disimpulkan bahwa

guru yang kreatif cirinya adalah : punya rasa ingin tahu yang dimanfaatkan

semaksimal mungkin, mau bekerja keras, berani, kemampuan intelektualnya

dimanfaatkan semaksimal mungkin, mandiri, dinamis, penuh inovasi/gagasan dan

daya cipta, bersedia menerima informasi, menghubungkan ide dan pengalaman

yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda, cenderung menampilkan

berbagai alternatif terhadap subyek tertentu.

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1991:189-190) kreativitas

secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang

dimiliki, sikap dan minat yang positif dan tinggi terhadap bidang pekerjaan yang

ditekuni, serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Tumbuhnya kreativitas di

kalangan guru dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:

1. Iklim kerja yang memungkinkan para guru meningkatkan pengetahuan dan

kecakapan dalam melaksanakan tugas

2. Kerjasama yang cukup baik antara berbagai personil pendidikan dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi


32

3. Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya yang

bersifat positif bagi para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antara personil sekolah sehingga

memungkinkan terjalinnya hubungan manusiawi yang lebih harmonis.

5. Pemberian kepercayaan kepada para guru untuk meningkatkan diri dan

mempertunjukkan karya dan gagasan kreatifnya.

6. Menimpakan kewenangan yang cukup besar kepada para guru dalam

melaksanakan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam

pelaksanaan tugas

7. Pemberian kesempatan kepada para guru untuk ambil bagian dalam

merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang merupakan bagian dalam

merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan

di sekolah yang bersangkutan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan

hasil belajar.

2.3.4 Kreativitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar

mengajar. Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas

merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang,

dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator

dan motivator, yang berada di pusat proses pendidikan. Akibat dari fungsi ini,

guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani

peserta didik sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif

dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa
33

apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan

sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang.

Jadi dalam situasi dan kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan

proses belajar mengajar tidak terlepas dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi karena guru yang baik harus mampu berperan sebagai planner,

organisator, motivator dan evaluator.

Dari uraian di atas jelas bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan

guru-guru yang profesional dan paling tidak memiliki tiga kemampuan yaitu

kemampuan membantu siswa belajar efektif sehingga mampu mencapai hasil

yang optimal, kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang

aktif dan kreatif serta fungsional dan pada akhirnya harus memiliki kemampuan

menjadi pendorong pengembangan organisasi sekolah dan profesi. Berdasarkan

kemampuan ini diharapkan guru lebih kreatif dalam proses belajar mengajarnya.

Ada beberapa syarat untuk menjadi guru yang kreatif sebagaimana yang

dikemukakan oleh Munandar (2001:67) yaitu :

1. profesional, yaitu sudah berpengalaman mengajar, menguasai berbagai teknik

dan model belajar mengajar, bijaksana dan kreatif mencari berbagai cara,

mempunyai kemampuan mengelola kegiatan belajar secara individual dan

kelompok, disamping secara klasikal, mengutamakan standar prestasi yang

tinggi dalam setiap kesempatan, menguasai berbagai teknik dan model

penelitian.

2. memiliki kepribadian, antara lain : bersikap terbuka terhadap hal-hal baru,

peka terhadap perkembangan anak, mempunyai pertimbangan luas dan dalam


34

penuh perhatian, mempunyai sifat toleransi, mempunyai kreativitas yang

tinggi, bersikap ingin tahu.

3. menjalin hubungan sosial, antara lain : suka dan pandai bergaul dengan anak

berbakat dengan segala keresahannya dan memahami anak tersebut, dapat

menyesuaikan diri, mudah bergaul dan mampu memahami dengan cepat

tingkah laku orang lain.

Apabila syarat di atas terpenuhi maka sangatlah mungkin ia akan menjadi

guru yang kreatif, sehingga mampu mendorong siswa belajar secara aktif dalam

proses belajar mengajar.

Menurut Budi Purwanto (2004:36-41) tahapan dalam kegiatan belajar

mengajar pada dasarnya mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada

kreativitas guru dalam proses belajar mengajar mencakup cara guru dalam

merencanakan PBM, cara guru dalam pelaksanaan PBM dan cara guru dalam

mengadakan evaluasi.

1) Cara guru dalam merencanakan pembelajaran

Seorang guru didalam merencanakan proses belajar mengajar diharapkan

mampu berkreasi dalam hal:

(1) Merumuskan tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional dengan baik

dalam perencanaan proses belajar mengajar, perumusan tujuan

pembelajaran merupakan unsur terpenting, sehingga perlu dituntut

kreativitas guru dalam menentukan tujuan-tujuan yang dipandang

memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Di bidang kognitif siswa diharapkan

mampu memahami secara analisa, sintesa, dan mampu mengadakan

evaluasi tidak hanya sekedar ingatan atau pemahaman saja. Disamping itu
35

diharapkan dapat mengembangkan berpikir kritis yang akhirnya digunakan

untuk mengembangkan kreativitas.

(2) Memilih buku pendamping bagi siswa selain buku paket yang ada yang

benar-benar berkualitas dalam menunjang materi pelajaran sesuai

kurikulum yang berlaku. Untuk menentukan buku-buku pendamping

diluar buku paket yang diperuntukkan siswa menuntut kreativitas

tersendiri yang tidak sekedar berorientasi kepada banyaknya buku yang

harus dimiliki siswa, melainkan buku yang digunakan benar-benar

mempunyai bobot materi yang menunjang pencapaian kurikulum bahkan

mampu mengembangkan wawasan bagi siswa dimasa datang.

(3) Memilih metode mengajar yang baik yang selalu menyesuaikan dengan

materi pelajaran maupun kondisi siswa yang ada. Metode yang digunakan

guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap lancarnya proses belajar

mengajar, dan menentukan tercapainya tujuan dengan baik. Untuk itu

diusahakan dalam memilih metode yang menuntut kreativitas

pengembangan nalar siswa dan membangkitkan semangat siswa dalam

belajar. Suatu misal penggunaan metode diskusi akan lebih efektif

dibanding dengan menggunakan metode ceramah, karena siswa akan

dituntut lebih aktif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar nantinya.

(4) Menciptakan media atau alat peraga yang sesuai dan menarik minat siswa.

Penggunaan alat peraga atau media pendidikan akan memperlancar

tercapainya tujuan pembelajaran. Guru diusahakan untuk selalu kreatif

dalam menciptakan media pembelajaran sehingga akan lebih menarik

perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan


36

media/alat peraga yang menarik akan membangkitkan motivasi belajar

siswa. Diusahakan seorang guru mampu menciptakan alat peraga sendiri

yang lebih menarik dibandingkan dengan alat peraga yang dibeli dari toko

walaupun bentuknya lebih sederhana.

2) Cara guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar

Unsur-unsur yang ada dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah

bagaimana seorang guru dituntut kreasinya dalam mengadakan persepsi.

Persepsi yang baik akan membawa siswa memasuki materi pokok atau inti

pembelajaran dengan lancar dan jelas. Dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar, bahasan yang akan diajarkan dibahas dengan bermacam-macam

metode dan teknik mengajar. Guru yang kreatif akan memprioritaskan metode

dan teknik yang mendukung berkembangnya kreativitas. Dalam hal ini pula,

keterampilan bertanya sangat memegang peranan penting. Guru yang kreatif

akan mengutamakan pertanyaan divergen, pertanyaan ini akan membawa para

siswa dalam suasana belajar aktif. Dalam hal ini guru harus memperhatikan

cara-cara mengajarkan kreativitas seperti tidak langsung memberikan

penilaian terhadap jawaban siswa. Jadi guru melakukan teknik

”brainstorming”. Diskusi dalam belajar kecil memegang peranan didalam

mengembangkan sikap kerjasama dan kemampuan menganalisa jawaban-

jawaban siswa setelah dikelompokkan dapat merupakan beberapa hipotesa

terhadap masalah. Selanjutnya guru boleh menggugah inisiatif siswa untuk

melakukan eksperimen. Dalam hal ini ide-ide dari para siswa tetap dihargai

meskipun idenya itu tidak tepat. Yang penting setiap anak diberi keberanian

untuk mengemukakan pendapatnya, termasuk didalam hal ini daya


37

imajinasinya. Seandainya tidak ada satupun cara yang sesuai atau memadai

yang dikemukakan oleh para siswa, maka guru boleh membimbing cara-cara

melaksanakan eksperimennya. Tentu saja guru tersebut harus menguasai

seluruh langkah-langkah pelaksanannya. Dianjurkan supaya guru

mengutamakan metode penemuan. Pendayagunaan alat-alat sederhana atau

barang bekas dalam kegiatan belajar. Mengajar sangat dianjurkan, guru yang

kreatif akan melakukannya, ia dapat memodifikasi atau menciptakan alat

sederhana untuk keperluan belajar mengajar, sehingga pada prinsipnya guru

dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dituntut kreativitasnya dalam

mengadakan apersepsi, penggunaan teknik dan metode pembelajaran sampai

pada pemberian teknik bertanya kepada siswa, agar pelaksanaan proses belajar

mengajar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3) Cara guru dalam mengadakan evaluasi

Proses belajar mengajar senantiasa disertai oleh pelaksanaan evaluasi. Namun

demikian, didalam kegiatan belajar mengajar seorang guru yang kreatif tidak

akan cepat memberi penilaian terhadap ide-ide atau pertanyaan dan jawaban

anak didiknya meskipun kelihatan aneh atau tidak biasa. Hal ini sangat

penting di dalam pelaksanaan diskusi. Kalau dikatakan bahwa untuk

mengembangkan kreativitas, maka salah satu caranya adalah dengan

menggunakan keterampilan proses dalam arti pengembangan dan penguasaan

konsep melalui bagaimana belajar konsep, maka dengan sendirinya evaluasi

harus ditujukan kepada keterampilan proses yang dicapai siswa disamping

evaluasi kemampuan penguasaan materi pelajaran. Adapun kecenderungan

melakukan penilaian hanya menggunakan tes pilihan berganda, ataupun


38

pertanyaan yang hanya menuntut satu jawaban benar, merupakan tantangan

atau hambatan bagi pengembangan, sehingga perlu kiranya diperlukan

penilaian seperti yang dikembangkan dalam pelaksanaan kurikulum berbasis

kompetensi yaitu penilaian dengan portofolio, dimana mencakup penilaian

dari segi kognitif, penilaian yang menyangkut perilaku siswa (afektif), dan

penilaian yang menyangkut keterampilan motorik siswa (psikomotorik),

sehingga guru mempunyai perangkat penilaian yang lengkap dari masing-

masing siswa yang nantinya akan bersamaan dalam penentuan akhir dari

keberhasilan siswa tersebut.

2.4 Hakekat Pembelajaran IPS Ekonomi

Pembelajaran IPS Ekonomi merupakan upaya menerapkan teori konsep

prinsip ilmu sosial untuk menelaah pengetahuan, pengalaman, peristiwa, gejala

dan masalah sosial yang secara nyata terjadi di masyarakat. Pembelajaran IPS

Ekonomi bukan bertujuan untuk memenuhi ingatan para siswa dengan berbagai

fakta dan materi yang harus dihafalnya, melainkan untuk membina mental yang

sadar akan tanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan berkewajiban kepada

masyarakat, bangsa dan negara. Pengajaran IPS Ekonomi melatih ketrampilan

para siswa baik ketrampilan fisiknya maupun kemampuan berfikirnya dalam

mengkaji dan mencari jalan keluar dari masalah sosial yang dialami.

Pelajaraan IPS Ekonomi adalah salah satu sub bidang studi atau

matapelajaran dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah dilaksanakan sampai saat

ini, baik di pendidikan dasar maupun pada perguruan tinggi, tidak hanya

menekankan pada aspek, fakta, konsep, generalisasi dan toeri-teori keilmuannya,


39

melainkan lebih menekankan segi praktis dalam mempelajari atau menelaah,

mengkaji gejala dan masalah sosial yang tentu saja bobotnya yang sesuai dengan

jenjang pendidikan masing-masing.

Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari cara seseorang untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas, sedangkan alat pemenuhan hidup

yang terbatas. Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Ekonomi) disemua

jenjang sekolah secara umum adalah membantu peserta didik untuk

mengembangkan ketrampilan keputusan rasional sehingga ia dapat memecahkan

persoalan pribadi dan ikut berpartisipasi sosial (bekerjasama dengan orang lain)

2.5 Hasil Belajar

2.5.1 Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1. Belajar menurut pandangan Skinner (Dimyati dan Mudjiono. 2006:9)

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat

orang belajar maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia

tidak belajar maka responsnya menurun.

2. Belajar menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono. 2006:10)

Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil

belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari

(i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang

dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat


40

proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi, lingkungan, melewati

pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

3. Belajar menurut pandangan Piaget (Dimyati dan Mudjjiono. 2006:13)

Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab

individu melakukan interaksi terus–menerus dengan lingkungan.

Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi

dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Berdasarkan paparan pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar merupakan suatu perilaku individu dari kegiatan yang kompleks

untuk memperoleh perubahan dan hasil belajar yang dilakukan melalui interaksi

terus menerus dengan lingkungannya untuk mengembangkan kemampuan

inteleknya.

2.5.2 Prinsip – Prinsip Belajar

Prinsip – prinsip belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:42)

1. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian

terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai

dengan kebutuhan. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa

yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang tertentu cenderung tertarik

perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari

bidang studi tersebut.


41

2. Keaktifan

Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan

itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita

amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa

membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan

sebagainya. Contoh dari kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah

pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi,

menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.

3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Belajar haruslah dilakukan siswa sendiri oleh siswa, belajar adalah

mengalami, belajar tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Dalam belajar

melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung

tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan

bertanggung jawab terhadap hasilnya.

4. Pengulangan

Menurut teori daya belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia

yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal,

merasakan, berfikir, dan dengan mengadakan pengulangan daya-daya tersebut

akan berkembang. Dalam belajar masih tetap diperlukan latihan/pengulangan.

Metode drill adalah bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan.

5. Tantangan

Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk

mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah

yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mengatasinya.


42

Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-

konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan meyebabkan siswa berusaha

mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi

tersebut. Bahan belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga

siswa tinggal menelan saja kurang menarik bagi siswa.

6. Balikan dan Penguatan

Prinsipnya belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama

ditekankan oleh teori belajar Operant Conditoning dari B.F Skinner yang

lebih memperkuat responsnya. Siswa belajar sungguh-sungguh dan

mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong

anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant

conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai

yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena

takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk

dan rasa takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih

giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.

7. Perbedaan Individual

Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang

sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan

itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.

Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.

Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya

pembelajaran.
43

2.5.3 Pengertian, Teori, dan Prinsip Pembelajaran

Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self

instruction (dari internal) dan external instruction (dari eksternal). Pembelajaran

yang bersifat eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau

pengajaran. Pembelajaran menurut Nur (2005:15) pembelajaran adalah

membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan

proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai

pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. William H.

Burton adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan

kepada siswa agar terjadi proses belajar. Pembelajaran menurut Dimyati dan

Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada

penyediaan sumber belajar. Pembelajaran yang berorientasi bagaimana perilaku

guru yang efektif, beberapa teori belajar mendeskripsikan pembelajaran sebagai

berikut:

1. Usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan

lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku

peserta didik. (Behavioristik)

2. Cara guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir agar

memahami apa yang dipelajari. (Kognitif)

3. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran

dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

(Humanistik)
44

Sumber prinsip-prinsip pembelajaran :

1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik

Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik bila:

1) Peserta didik berpartisipasi secara aktif

2) Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara

sistematis dan logis

3) Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan

2. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif

Ada 8 prinsip pembelajaran yang digali dari teori kognitif Brunner dan

Ausuble, pembelajaran akan lebih bermakna (meaningfull learning) apabila:

1) Menekankan akan makna dan pemahaman

2) Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan tetapi perlu disertai

proses transfer.

3) Menekankan adanya pola hubungan.

4) Menekankan pembelejaran prinsip dan konsep.

5) Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.

6) Obyek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam

bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris.

7) Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pemikiran dan komunikasi.

8) Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna.

3. Prinsip pembelajaran dari teori humanisme


45

Belajar adalah bertujuan memanusiakan manusia. Anak yang berhasil dalam

belajar, jika ia dapat mengaktualisasi dirinya dengan lingkungan maka

pengalaman dan aktivitas belajar merupakan prinsip penting dalam

pembelajaran humanistik.

4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan

1) Prinsip pengaturan kegiatan kognitif

Pembelajaran hendaknya memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan

kognitif yang efisien.

2) Prinsip pengaturan kegiatan Afektif

Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan

mengaplikasikan 3 pengaturan kegiatan afektif, yaitu faktor

”conditioning”, behavior modification dan human model.

3) Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik

Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor

latihan, penguasaan prosedur gerak-gerik dan prosedur koordinasi anggota

badan untuk itu diperlukan pembelajaran fase kognitif

5. Prinsip pembelajaran konstruktivisme (Teori kontemporer)

Prinsip yang nampak dalam pembelajaran konstruktivisme adalah:

1) Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa adalah penting

2) Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para

siswa

3) Guru lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan

mediator bagi siswa dalam proses belajar-mengajar.


46

4) Program pembelajaran dibuat bersama siswa agar mereka benar-benar

terlibat dan bertanggung jawab (konstrak pembelajaran).

5) Strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan

belajar aktif, belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.

Prinsip-prinsip tersebut di atas dalam pelaksanaannya hendaknya

dilakukan secara integral. Hal itu dapat dijelaskan bahwa belajar yang berhasil

adalah bila anak dalam melakukan belajar berlangsung secara intensif dan optimal

sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanent.

2.5.4 Pendekatan Pembelajaran

Menurut Dimyati dan Mujiono (2007:301) Pendekatan pembelajaran

merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan

intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Pada pokoknya pendekatan

pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi pelajaran dari

bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-

pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori

yang baru tentang suatu bidang ilmu.

1. Pendekatan Konsep

Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung

menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk

menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah

pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi

hingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori.


47

Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan

berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan.

2. Pendekatan Proses

Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran memberi kesempatan

kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu

konsep sebagai suatu keterampilan proses. Pendekatan proses ini

menggambarkan bahwa, kegiatan belajar yang berlangsung disekolah bersifat

formal, prosesnya disengaja dan direncanakan dengan bimbingan guru dan

pendidik lainnya agar siswa mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar

yang diberikan guru sesuai kurikulum untuk dipelajari.

3. Pendekatan Kontekstual

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,

bukan mengetahuinya. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and

Learning) disingkat CTL adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini menurut

Nurhadi (2003) dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran

yang efektif yakni 1) Konstruktivisme (Contructivism), 2) Bertanya

(Questioning), 3) Menemukan (Inquiry), 4) Masyarakat belajar (Learning

Community), 5) Pemodelan (Modeling), 6) Refleksi (Refleksional),

7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).


48

4. Pendekatan Tingkah Laku

Tingkah laku individu pada dasarnya dikontrol oleh stimulus dan respon yang

diberikan individu. Dalam pendekatan ini langkah guru mengajar adalah

sebagai berikut: 1) guru menyajikan stimulus belajar pada siswa;

2) mengamati tingkah laku siswa dalam menanggapi stimulus yang diberikan

oleh guru (respon siswa); 3) menyediakan atau memberikan latihan-latihan

kepada siswa dalam memberikan respon terhadap stimulus; 4) memperkuat

respon siswa yang dipandang paling tepat terhadap jawaban dari stimulus.

2.5.5 Model/Metode Pembelajaran

Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai

dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui,

mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.

Beberapa model/metode mengajar yang mungkin dapat dilakukan oleh guru:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan

informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada

umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000:48) metode ceramah

dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk

menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan

literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham

siswa.
49

2. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan

mengahasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami

materi tersebut. Metode tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang

menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi.

Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup

(pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan

terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan

dengan cara yang menarik.

3. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian

materi melalui pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi

yang pemecahannya sangat terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan

siswa bila diskusi itu melibatkan semua anggota diskusi dan menghasilkan

suatu pemecahan masalah. Muhibbin Syah (2000:50), mendefinisikan bahwa

metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan

memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut

sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized

recitation)

4. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan

memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu

kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran

yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
50

Muhibbin Syah (2000). Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan

benda baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan

penjelasan lisan. Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik

oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa.

5. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok merupakan metode mengajar, dimana siswa dalam

suatu kelas dipandang sebagai suatu kesatuan (kelompok) tersendiri, ataupun

dibagi atas kelompok-kelompok kecil atau sub-sub kelompok.

6. Metode Latihan Keterampilan

Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar , dimana siswa

diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat

sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya

dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari pernik-pernik.

7. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah cara peyajian bahan pelajaran di mana guru

memeberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian

harus di pertanggungjawabkannya. Tugas dapat merangsang anak untuk aktif

belajar baik secara individual maupun kelompok.

8. Metode Karyawisata

Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih

dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan

bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang

kemudian dibukukan. Karyawisata sebagai metode belajar mengajar, anak


51

didik dibawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan

maksud untuk belajar.

2.5.6 Hasil belajar

Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu

yang belajar, dimana perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya

kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu

terjadi karena usaha. Perubahan tingkah laku tersebut diharapkan sesuai dengan

tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, sebab tujuan adalah rumusan

hasil atau prestasi yang diharapkan dari individu yang belajar menyelesaikan atau

memperoleh pengalaman belajar.

Menurut Arifin (2009:28) Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh

anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut Hamalik (2003) hasil-

hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan

sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas.

2.5.7 Bentuk Hasil Belajar

Setiap kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu

hasil belajar atau prestasi belajar. Hasil belajar tampak dalam suatu prestasi yang

diberikan oleh siswa. Setiap prestasi yang tepat merupakan suatu pernyataan

perbuatan belajar. Prestasi belajar itu berbeda-beda sifat dan bentuknya,

tergantung dari bidang yang didalamnya siswa menunjukkan prestasi belajar. Pada

umumnya prestasi pembelajaran di sekolah meliputi tiga bidang yaitu bidang

pengetahuan, keterampilan, dan sikap.


52

2.1.2 Indikator Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2004) untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan, maka dapat ditentukan kriteria yang bersifat umum yaitu:

1. Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya

Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran sebagai suatu

proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagau subjek

mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri. Untuk mengukur

keberhasilan pengajaran dari sudut prosesnya dapat dikaji melalui beberapa

persoalan di bawah ini:

1) Apakah pengajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh

guru dengan melibatkan secara sistematik.

2) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan

kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan dan tanpa paksaan

untuk memperoleh tingkat penguasaan, pengetahuan, kemampuan serta

sikap yang dikehendaki dari pengajaran itu.

3) Apakah guru memakai muliti media

4) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai

sendiri hasil belajar yang dicapainya.

5) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas.

6) Apakah suasana pengajaran atau proses belajar mengajar cukup

menyenangkan dan merangsang siswa belajar.

7) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi

laboratorium belajar.
53

2. Kriteria ditinjau dari hasilnya

Di samping tinjauan dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari

segi hasil. Berikut ini adalah beberapa persoalan yang dapat dipertimbangkan

dalam menentukan keberhasilan pengajaran ditinjau dari segi hasil atau produk

yang dicapai siswa:

1) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran tampak

dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh.

2) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran dapat

diaplikasikan dalam kehidupan siswa.

3) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat dan

mengendap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi perilaku dirinya.

4) Apakah yakin bahwa perubahan yang ditunjukkan oleh siswa adalah akibat

dari proses pengajaran.

2.5.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Prestasi belajar yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi dari berbagai

faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut. Berkaitan dengan

faktor-faktor tersebut maka para ahli memberikan penekanan yang berbeda-beda

menurut Arifin (2009:27) antara lain:

1. Faktor stimulasi belajar

Faktor stimulasi belajar yaitu segala hal diluar individu untuk mengadakan

reaksi atau perbuatan belajar. Faktor stimulasi belajar diantaranya meliputi:


54

1) Panjang bahan pelajaran

Bahan pelajaran yang terlalu panjang akan membutuhkan waktu yang

panjang pula untuk mempelajarinya. Panjangnya waktu belajar akan

menimbulkan gangguan kesan ingatan akibat terjadinya pertukaran

reproduksi antara kesan lama dengan kesan baru sehingga terjadi

kesalahan maksud yang tidak disadari.

2) Kesulitan bahan pelajaran

Setiap bahan pelajaran mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda dan hal

ini mempengaruhi kecepatan belajar. Makin sulit suatu bahan pelajaran

maka makin lamban siswa mempelajarinya. Bahan pelajaran yang sulit

membutuhkan aktivitas belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan

pelajaran yang sederhana mengurangi intensitas belajar siswa.

3) Berartinya bahan pelajaran

Bahan pelajaran yang berarti adalah yang dapat dikenali, memungkinkan

individu untuk belajar, karena individu mengenalnya. Bahan pelajaran

yang tanpa arti bagi individu akan sukar dikenali akibatnya tak ada

pengertian individu terhadap bahan itu.

4) Berat ringannya tugas

Berat atau ringannya tugas berhubungan dengan tingkat kemampuan

individu. Hal ini karena kapasitas intelektual serta pengalaman masing-

masing individu tidak sama. Tugas yang terlalu ringan akan mudah

mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas yang terlalu berat akan

menjadi tantangan untuk belajar.


55

5) Suasana lingkungan eksternal

Suasana lingkungan eksternal dalam hal ini diantaranya adalah cuaca,

waktu, tempat, letak sekolah, dan penerangan.

2. Faktor metode belajar

1) Kegiatan berlatih atau praktek

Kegiatan pelatihan yang terlalu panjang adalah kurang efektif. Semakin

pendek distribusi waktu untuk berlatih maka akan semakin efektif latihan

tersebut.

2) Overlearning dan drill

Overlearning diperlukan apabila kegiatan belajar bersifat menghafal atau

mengingat. Overlearning yang terlalu lama menjadi kurang efektif bagi

kegiatan praktek. Drill berlaku bagi kegiatan yang bersifat abstraksi seperti

berhitung. Overlearning dan drill berguna untuk memantapkan reaksi

dalam belajar.

3) Resitasi selama belajar

Kombinasi antara kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat

untuk meningkatkan kemampuan membaca maupun menghafal bahan

pelajaran.

4) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar

Pengenalan individu terhadap hasil-hasil belajarnya adalah penting untuk

mengetahui hasil belajarnya sehingga individu tersebut akan lebih

berusaha meningkatkan hasil belajar berikutnya.


56

5) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian

Belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian lebih menguntungkan

dibandingkan dengan belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini terjadi

karena dengan belajar mulai dari keseluruhan maka individu akan

menemukan set yang tepat untuk belajar.

6) Bimbingan dalam belajar

Bimbingan belajar dapat diberikan kepada individu. Hal yang penting

dilakukan oleh guru adalah membantu memberikan kecakapan-kecakapan

kepada individu sehingga ia dapat melakukan tugas-tugas yang diberikan

dengan sedikit bantuan dari orang lain.

7) Kondisi-kondisi insentif

Insentif adalah situasi eksternal yang dapat memenuhi motif individu.

Insentif adalah alat untuk mencapai tujuan. Situasi yang menimbulkan

insentif ini misalnya pengenalan tentang kemajuan hasil belajar,

persaingan yang sehat, ganjaran, dan hukuman.

8) Penggunaan modalitas indera

Modalitas indera yang dipakai oleh masing-masing individu dalam belajar

adalah tidak sama. Oleh karena itu ada tiga cara belajar yang bisa

digunakan yaitu oral, visual, dan kinestatik disesuaikan dengan kondisi

individu yang bersangkutan.

3. Faktor individual

1) Faktor usia kronologis

Semakin bertambahnya usia individu semakin meningkat pula kematangan

fungsi fisiologisnya. Anak yang lebih tua akan lebih mudah menyelesaikan
57

tugas-tugas yang lebih berat, lebih mudah mengarahkan energi dan

waktunya untuk saat yang lebih lama, lebih memiliki koordinasi gerak dan

ingatan yang lebih baik dari pada anak yang lebih muda.

2) Faktor perbedaan jenis kelamin

Secara umum yang lebih dapat membedakan antara laki-laki dan

perempuan adalah peranan dan perhatiannya terhadap suatu pekerjaan dan

hal ini biasanya merupakan pengaruh kultural.

3) Kematangan

Kematangan memberikan kondisi dimana fungsi-fungsi fisiologis

termasuk sistem syaraf dan fungsi otak menjadi berkembang.

Perkembangan sistem syaraf dan fungsi otak akan menumbuhkan

kapasitas mental seseorang. Kapasitas mental inilah yang akan

mempengaruhi hal belajar orang tersebut.

4) Pengalaman sebelumnya

Pengalaman yang diperoleh individu dalam berinteraksi dengan

lingkungannya akan mempengaruhi hal belajar bagi individu yang

bersangkutan terutama pada transfer belajarnya.

5) Kapasitas mental

Kapasitas mental potensi untuk mempelajari serta mengembangkan

berbagai keterampilan atau kecakapan. Kapasitas mental dari individu

dapat diukur dengan tes-tes psikologi.


58

6) Kondisi kesehatan fisik

Orang yang belajar membutuhkan kondisi fisik yang sehat. Orang yang

badannya sakit karena kelelahan dan karena hal lain tidak akan dapat

belajar dengan efektif.

7) Kondisi kesehatan psikis

Gangguan-gangguan mental yang dialami individu akan mengganggu

belajar individu yang bersangkutan. Individu tidak akan dapat belajar

dengan baik jika ia mengalami sakit ingatan, frustasi, putus asa, sehingga

prestasi belajarnya tidak akan optimal.

8) Motivasi

Motivasi sangat berpengaruh dalam kegiatan dan hasil belajar karena

motivasi akan menggerakkan, mengarahkan tindakan, dan memilih tujuan

belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.

2.6 Evaluasi Hasil Belajar

2.1.2 Pengertian Evaluasi Belajar

Ralp Tyler dalam Arikunto (2003:3) mengemukakan bahwa evaluasi

merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,

dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Dalam evaluasi

terdapat subyek evaluasi yang merupakan orang yang melakukan pekerjaan

evaluasi. Dalam evaluasi tentang prestasi belajar maka subyek evaluasinya adalah

guru. evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk

menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,

maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi mencakup sejumlah teknik


59

yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun guru. Evaluasi bukanlah

sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang

berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik.

Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi

proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran,

evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan

tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.2 Alat Evaluasi Belajar

Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk

mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara

lebih efektif dan efisien. Alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi.

Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang

dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat

tersebut elevator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal

dengan teknik evaluasi. Ada dua teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik

tes. Yang tergolong teknik nontes adalah 1) skala bertingkat, 2) kuesioner, 3)

daftar cocok, 4) wawancara, 5) pengamatan, 6) riwayat hidup. Sedangkan ditinjau

dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya tiga

macam teknik tes, yaitu 1) tes diagnostik, 2) tes formatif, 3) tes sumatif.
60

2.1.2 Prinsip Evaluasi Belajar

Menurut Arikunto (2003:24-25) ada satu prinsip umum dan penting dalam

kegiatan evaluasi, yaitu adanya hubungan erat tiga komponen, yaitu antara tujuan

pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi yang dapat digambarkan dalam

bagan sebagai berikut:

tujuan

KBM evaluasi

Gambar 2.1 Bagan Komponen Prinsip Belajar


(Sumber:Arikunto, 2003:25)
Penjelasan dari bagan di atas adalah sebagai berikut:

1. Hubungan antara tujuan dengan KBM

Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar

disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya

mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan,

tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan

dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

2. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana

tujuan sudah tercapai. Denngan makna demikian maka anak panah berasal dari

evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam

menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.


61

3. Hubungan antara KBM dengan evaluasi

Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan

dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-

mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan,

evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek

pengetahuan. Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini adalah

bahwa evaluasi hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, menekankan

aspek pengetahuan saja. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek lain,

kurang mendapatkan perhatian dalam evaluasi.

2.6.4 Menganalisis Hasil Tes

Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan

memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita

susun. Manfaat mengadakan analisis soal adalah: 1) membantu kita dalam

mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek, 2) memperoleh informasi yang akan

dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut,

3) memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.

Analisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini tidak berarti

bahwa tes uraian tidak dapat dianalisis, akan tetapi memang dalam menganalisis

butir tes uraian, belum ada pedoman secara standar. Kegunaan analisis soal antara

lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik,

dan soal yang jelek. Dalam analisis soal dapat diperoleh informasi tentang

kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Untuk


62

mengetahui sebuah soal dikatakan baik maka harus digunakan analisis soal yaitu

taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

1. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.

Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha

memecahkannya. Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol

P (proporsi). Maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan

dengan P = 0,20. sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar daripada soal

dengan P = 0,80. Rumus untuk mencari P adalah:

B
P=
JS

Di mana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa menjawab soal dengan benar

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

2. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan

antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda

disebut indeks diskriminasi (D). Indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00

samapai 1,00, tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif

digunakan jika sesuatu soal terbalik menunjukkan kualitas testee. Sehingga

ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:


63

-1,00 0,00 1,00


Daya pembeda daya pembeda daya pembeda
Negatif rendah tinggi

Gambar 2.2 Titik Daya Pembeda (Arikunto:2003)

Rumus mencari D (indeks diskriminasi) adalah:

Ba Bb
D= − =Pa−Pb
Ja Jb

Di mana:

J = jumlah peserta tes

Ja = banyaknya peserta kelompok atas

Jb = banyaknya peserta kelompok bawah

Ba = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar

Ba
Bb Ja = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar

Bb
Pa Jb = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

Pb = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

3. Pola Jawaban Soal

Pola jawaban yang dimaksud di sini adalah distribusi test dalam hal

menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban

soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih jawaban a,

d, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun. Dalam istilah evaluasi

disebut omit (O). Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh

(dostraktor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Sebuah

distraktor dapat berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai


64

daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami

konsep atau menguasai bahan.

2.7 Penelitian Terdahulu

1. Samsudin, Pada tahun 2005 dengan judul “Pengaruh Motivasi dan

Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran IPS (Studi

Terhadap Persepsi Siswa Kelas VI Gugus Sekolah III Kecamatan. Nguling,

Kabupaten Pasuruan)”. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian

korelasional, dengan data kuantitatif. Analisis data angket digunakan adalah

analisis Product Moment, linier berganda, uji asumsi klasik. Adapun hasil

penelitian ini terdapat pengaruh positif antara kompetensi guru terhadap

prestasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa egresi liner

menghasilkan koefisien sebesar 0,415 dan nilai t hitung sebesar 2,521 dengan

signifikasi 0,014. Sehingga dapat disimpulakan semakin lengkap kompetensi

guru, samakin tinggi pula prestasi kinerja guru, begitu juga semakin kurang

kompetensi guru semakin rendah pula prestasi belajar siswa.

2. Anik Amah, Pada tahun 2005 dengan judul “Pengaruh Peran Serta Orang Tua

dan Kompetensi Guru terhadap Prestasi Siswa SMP PGRI di Kecamatan

Kepanjen, Kabupaten Malang”. Penelitian ini menggunakan rancangan

penelitian korelasional ang termasuk penelitian “expost facto”. Pendekatan

ang digunakan adalah pendekatan survey, yaitu penelitian yang mengambil

sampel dan satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul

data yang pokok. Hasil penelitian dapat disimpulkan kompetensi guru

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa SMP PGRI di Kecamatan


65

Kepanjen, Kabupaten Malang. Ada pengaruh signifikan setelah dihitung

dengan cara perhitungan statistik ditemukan (t hitung 4,403 > t tabel 1,672 dan

t 0,006<0,05).

3. Khusnul Khotimah, Pada tahun 2007 dengan judul “ Pengaruh kreativitas guru

dalam proses belajar mengajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar mata

pelajaran produktif pada siswa kelas II jurusan administrasi perkantoran

SMKN 2 Semarang tahun pelajaran 2005/2006”. Metode pengumpulan data

menggunakan angket dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan

analisis deskriptif persentase dan analisis regresi berganda. Hasil analisis

regresi menunjukkan bahwa kreativitas guru dalam proses belajar mengajar

berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar mata pelajaran produktif

sebesar 13,84%.

2.8 Kerangka Berpikir

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah menjalani

proses belajar. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah

kompetensi guru. Secara garis besar yang menjadi indikator dari faktor

kompetensi guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, kompetensi profesional.

Di samping faktor kompetensi guru, kreativitas guru dalam proses

pembelajaran juga berpengaruh terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS

Ekonomi siswa SMP Negeri 4 Tulungagung. Adapun yang menjadi indikator dari

kreativitas guru dalam proses pembelajaran adalah cara guru dalam merencanakan

proses pembelajaran, cara guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dan cara
66

guru dalam mengevaluasi proses pembelajaran. Yang dapat digambarkan dalam

paradigma sebagai berikut:

X1

3
Y

X2 2

Gambar 2.3 Kerangka berpikir (Sumber: Kajian Teori)

Keterangan:

X1 : kompetensi guru

X2 : kreativitas guru

Y : Hasil belajar siswa

Garis 1: pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa

Garis 2: pengaruh kreativitas guru terhadap hasil belajar siswa

Garis 3: pengaruh kompetensi dan kreativitas guru terhadap hasil belajar siswa

2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2002:64). Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis pertama = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi guru

terhadap hasil belajar siswa.


67

Hipotesis kedua = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kreativitas guru

terhadap hasil belajar siswa.

Hipotesis ketiga = Terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi dan

kreativitas guru terhadap hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai