Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN (PBL)

SISTEM PENYELENGGARAAN MAKAN RUMAH SAKIT (SPMRS)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

Disusun untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan

Program Diploma 3 Kesehatan Bidang Gizi

oleh

Afgan Faturrohman P17331116011


Mochamad Riva H P17331116009
Hawa Dhia Najibah P17331116018
Afiyah Hadianti Pangasih L P17331116052
Vina Aprilliani Amalia P17331116004
Putri Fajriani P17331116042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA 3

2019
LAPORAN

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN (PBL)

SISTEM PENYELENGGARAAN MAKAN RUMAH SAKIT (SPMRS)

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

Telah mendapatkan persetujuan dari pembimbing rumah sakit

Mengetahui,

Kepala Instalasi Gizi Pembimbing

Uji Mujiyati., SP., MKM Betty Widyaningsih., AMG

NIP. 197106021995032001 NIP. 197008231994032003


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tak terhingga tim penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, rahmat, karunia,
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Laporan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) SPMRSD RSUD Kota Bandung” untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Praktek Kerja Lapangan Semester VI TA
2018/2019 Program Studi Diploma 3 Gizi.
Pembuatan laporan ini tentunya tidak lepas dari banyaknya pihak
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu, membimbing,
dan mengarahkan, maka dari itu, pada kesempatan ini tim penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pada proses penyusunan laporan ini khususnya kepada,
1. Bapak Dr. Judiono, MPS selaku Ketua Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Bandung;
2. Ibu Uji Mujiyati, SP, MKM selaku Kepala Instalasi Gizi RSUD
Kota Bandung;
3. Ibu Betty Widyaningsih, AMG selaku Pembimbing PKL di
Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung;
4. Seluruh jajaran pegawai dan staf Instalasi Gizi di RSUD Kota
Bandung;
5. Ibu Mira Mutiyani, MSc selaku Dosen Pembimbing PKL di
Instansi Gizi RSUD Kota Bandung
Semoga laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi tim penulis dan
pembaca. Tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari seluruh pihak. Atas perhatian serta kerja sama semua
pihak, tim penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii

DATAR TABEL………………………………………………………………….iv

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Tujuan........................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ..................................................................... 2

1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................... 3

BAB II

PEMBAHASAN ......................................................................................... 4

2.1 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan ........................................ 4

2.1.1 Menu ................................................................................... 4

2.1.2 Pembelian ........................................................................... 5

2.1.3 Pemesanan ......................................................................... 6

2.1.4 Penerimaan ........................................................................ 7

2.1.5 Penyimpanan...................................................................... 8

2.1.6 Penyaluran ....................................................................... 10

2.1.7 Produksi ........................................................................... 11


ii
2.1.8 Distribusi dan Penyajian ................................................. 18

2.1.9 Biaya Makan ..................................................................... 19

2.1.10 Sarana dan Prasarana ................................................... 23

2.1.11 Ketenagaan .................................................................... 32

2.2 Modifikasi Resep dan Uji Cita Rasa ......................................... 36

2.2.1 Hal – Hal Perlu Diperhatikan dalam Modifikasi Resep.. 37

2.2.2 Tahap Modifikasi Resep .................................................. 37

2.2.3 Hasil Uji Cita Rasa ........................................................... 38

2.3 Hygiene Dan Sanitasi ................................................................ 43

2.4 Kajian Daya Terima Sisa Makan ............................................... 49

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 85

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 85

3.2 Saran .......................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 2.1 STANDAR BUMBU…………………………………….. 14


TABEL 2.2 DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENERIMAAN... 30
TABEL 2.3 DAFTAR PERALATAN DI GUDANG BMK................ 30
TABEL 2.4 DAFTAR PERALATAN DI GUDANG BMS…….……. 30
TABEL 2.5 DAFTAR PERALATAN DI RUANG PERSIAPAN….. 31
TABEL 2.6 DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENGOLAHAN 31
TABEL 2.7 DAFTAR PERALATAN DI DAPUR SUSU…………... 32
TABEL 2.8 DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENCUCIAN….. 32
TABEL 2.9 PENETAPAN FASILITAS KESEHATAN DAN
JENISNYA……………………………………………….. 34
TABEL 2.10 PENETAPAN WAKTU KERJA TERSEDIA…………. 35
TABEL 2.11 TENAGA INSTALASI GIZI RSUD KOTA BANDUNG 36
TABEL 2.12 HIDANGAN SAYUR………….………………………… 38
TABEL 2.13 HIDANGAN NABATI…………………………………… 40
TABEL 2.14 PENGAMATAN UJI LAIK HIGINE DAN SANITASI... 48
TABEL 2.15 SYARAT HIGIENE PENJAMAH MAKANAN………... 49
TABEL 2.16 EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
SAKURA…………………………………………………. 51
TABEL 2.17 EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
ASTER……………………………………………………. 52
TABEL 2.18 EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
ANGGREK……………………………………………….. 53
TABEL 2.19 EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
FLAMBOYAN……………………………………………. 55

iv
TABEL 2.20 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG
PASIEN RUANG SAKURA DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 56
TABEL 2.21 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG
PASIEN RUANG FLAMBOYAN DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 58
TABEL 2.22 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG
PASIEN RUANG FLAMBOYAN DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 59
TABEL 2.23 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG
PASIEN RUANG FLAMBOYAN DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 60
TABEL 2.24 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG SAKURA DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 62
TABEL 2.25 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG SAKURA DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 63
TABEL 2.26 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG SAKURA DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 63
TABEL 2.27 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG ANGGREK DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 65
TABEL 2.28 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG ANGGREK DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 66
TABEL 2.29 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG ANGGREK DI RSUD KOTA
BANDUNG……………………………………………….. 67

v
TABEL 2.30 INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE
PASIEN RUANG ASTER DI RSUD KOTA
BANDUNG………………………………………………. 69

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jurusan gizi Poltekkes Kemenkes Bandung merupakan institusi
yang mendidik tenaga profesional dalam bidang gizi. Berdasarkan surat
keputusan kepala badan PPSDM kesehatan Kemenkes RI nomor
HK.02.03/I/IV/2/16013/2014 tanggal 20 desember 2014 tentang kurikulum
inti pendidikan Dilpoma III Gizi yang harus dicapai oleh para lulusan
program pendidikan Diploma III gizi diantaranya adalah peran sebagai : 1)
pelaksana gizi klinik 2) pelaksana kegiatan program gizi masyarakat 3)
Pelaksana Pelayanan gizi Institusi 4) asisten peneliti serta 2 (dua) profil
lulusan dari kurikulum institusi yaitu pelaksana promosi gizi dengan media
lokal dan pelaksana kegiatan kemanan pangan pada makanan.
Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) pendidikan program
Diploma III gizi tahun 2014 tersebut mengamanatkan bahwa mahasiswa
diwajibkan untuk mengikuti praktik kerja lapangan (PKL) Program
Intervensi Gizi Masyarakat (PIGM), Gizi Klinik (GK), Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi (SPMI) serta Praktik Kerja Lapangan
(PKL) Manajemen Program Intervensi gizi masyarakat. Praktik kerja

1
2

lapangan ini merupakan bentuk pembelajaran untuk mempraktikan teori


dalam rangka mencapai jenjang ahli madya gizi.
Bagi calon ahli madya gizi, pengetahuan dan pemahaman
tentang kegiatan manajemen penyelenggaraan makanan rumah sakit
merupakan pokok bahasan yang telah tertuang dalam kurikulum, serta
telah diwujudkan dalam pembelajaran pada pendidikan D III gizi. Namun
demikian kegiatan tersebut belum cukup memberikan bekal untuk
mencapai capaian pembelajaran yang diharapkan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, maka bagi calon ahli
madya gizi yang dipersiapkan sebagai pengelola penyelenggaraan makan
di suatu institusi, diwajibkan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
di suatu institusi dalam hal ini rumah sakit. Dengan demikian diharapkan
diperolehnya para lulusan yang lebih siap bekerja secara profesional dan
lebih percaya diri dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat,
khususnya dalam manajemen sistem penyelenggaraan makanan di rumah
sakit.
Praktik kerja lapangan SPMI dilaksanakan di RS dalam
melasanakan sistem penyelenggaraan makanan institusi, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Praktik kerja
lapangan SPMI dilakukan untuk mendukung tercapainya profil lulusan
sebagai pelaksana pelayanan gizi institusi. Setelah melaksanakan praktik
ini, mahasiswa mampu menerapkan sistem penyelenggaraan makanan di
RS.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Pada akhir praktik kerja lapangan, peserta didik mampu
menerapkan manajemen sistem penyelenggaraan makanan di rumah
sakit dan berbagai institusi lain selain ruma sakit.
3

1.2.2 Tujuan Khusus


Setelah melaksanakan PKL, mahasiswa mampu dan terampil :
a. Melakukan pelayanan gizi kepada klien sesuai dengan prinsip
moral dan etika;
b. Mendeskripsikan ketenagaan yang ada (jumlah, jenis, tupoksi,
dan kualifikasi);
c. Menyebutkan instrumen dokumentasi kegiatan;
d. Berpartisipasi dalam penetapan biaya pelayanan gizi;
e. Menyusun standar makanan sesuai kebutuhan klien;
f. Menyusun menu bagi klien sesuai standar (porsi, resep,
bumbu, dan kualitas);
g. Melakukan perhitungan kebutuhan bahan makanan;
h. Mengidentifikasi kegiatan pengadaan bahan makanan
(pemesanan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, dan
penyaluran bahan makanan);
i. Mengidentifikasi kegiatan produksi makanan (mulai persiapan,
pengolahan, dan evaluasi hasil pengolahan);
j. Mengidentifikasi kegiatan distribusi, transportasi, dan penyajian
makanan;
k. Melakukan modifikasi resep makanan dan uji cita rasa/uji
hedonik;
l. Melakukan uji daya terima/sisa makanan;
m. Mengidentifikasi sarana dan prasarana (desain lay-out dapur
dan peralatan kerja);
n. Mengkaji penerapan higien sanitasi dan keamanan makanan.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

2.1.1 Menu
Menu adalah susunan hidangan yang disiapkan untuk disajikan
sebagai makanan, daftar makanan yang bisa dipesan, dan daftar
makanan yang akan dihidangkan. RSUD Kota Bandung memiliki siklus
menu 10 hari ditambah 1 hari. Di RSUD Kota Bandung memiliki 5 kelas
perawatan yaitu Suite Junior, VIP, Kelas I, II, dan III. Jadwal makan pasien
yaitu 3 kali makanan utama, dan 2 kali makanan selingan dalam sehari.
Sedangkan untuk pemberian buah berbeda pada setiap kelasnya. Menu
hewani diberikan setiap kali penyajian makan untuk setiap kelas
perawatan. Penambahan menu ekstra hewani diberikan pada pasien
dengan kelas perawatan Suite Junior (Suju) dan VIP sebanyak 1 porsi
tambahan lauk hewani untuk waktu makan siang dan sore. Snack
diberikan dengan jumlah berbeda, yaitu untuk kelas Suju, VIP, dan kelas I
diberikan sebanyak 2 kali sedangkan untuk kelas II dan III diberikan hanya
1 kali saja.
5

2.1.2 Pembelian
Pembelian bahan makan merupakan serangkaian kegiatan
penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi
kebutuhan klien/pasien dan karyawan sesuai ketentuan/kebijakan yang
berlaku. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting untuk
memperoleh bahan makanan, biasanya terkait dengan produk yang
benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan harga yang benar.
Prosedur pembelian bahan makan diantaranya:
a. Pembelian langsung ke pasar (The Open Marker of Buying)
adalah pembelian akan mengumpulkan informasi pasar tentang
macam, kualitas, harga, ketersediaan makanan dan
memutuskan sesuai ketentuan institusi.
b. Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying)
Pembelian ini dilakukan hanya keadaan hanya keadaan dalam
jumlah terbatas dan merupakan bahan makan yang dibutuhan
klien.
c. Pembelian yang akan datang (Future Contract) pembelian yang
dirancang untuk bahan makanan yang terjamin, pasti,
terpercaya mutu, keadaan, dan harga.
d. Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/Auction)
perjanjian dilakukan atas dasar kepercayaan.
e. Pembelian melalui pelelangan (The Formal Competitive) adalah
cara pembelian yang resmi dan mengikuti prosedur pembelian
yang telah dijabarkan dalam kapres ditetapkan oleh pemerintah
daerah, macam-macam pelelangan yaitu : pelelangan terbuka,
pelelangan terbatas, penunjang langsung, pengadaan
langsung.
Sistem pembelian yang dilakukan pada RSUD Kota Bandung
yaitu dengan pembelian melalui pelelangan (The Formal Competitive).
6

Pembelian secara pelelangan adalah cara pembelian yang resmi dan


mengikuti prosedur pembelian yang telah dijabarkan dalam keppers yang
ditetapkan oleh pemerintah. Macam-macam pelelangan yaitu: pelelangan
terbuka, pelelangan terbatas, penunjukan langsung, dan pengadaan
langsung. Dietisien/nutrisionis akan membuat anggaran biaya bahan
makanan selama satu tahun. Persiapan pelelangan dilakukan tiga bulan
sebelum kegiatan berlangsung. Dietisien/nutrisionis akan menghitung
kebutuhan bahan makanan dengan melakukan perhitungan rata-rata
jumlah pasien yang dilayani, menghitung kebutuhan anggaran, membuat
spesifikasi bahan makanan dan melakukan survei harga pasar untuk
bahan makanan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Setelah tahapan
tersebut sudah dilakukan, maka akan terbentuklah RBA (Rencana Biaya
Anggaran) yang kemudian akan diajukan ke bagian bidang pelayanan
medik. Kemudian bidang pelayanan medik akan mengajukan RBA
tersebut ke ULP RSUD Kota Bandung. ULP Kota Bandung kemudian
mengajukan ke pemerintah Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung
yang selanjutnya membuka pelelangan untuk rekanan, setelah terpilihnya
rekanan lewat pelelangan tersebut, rekanan akan berdiskusi dengan ahli
gizi untuk menyepakati kontrak. Pergantian rekanan untuk pengadaan
bahan makanan pasien di RSUD Kota Bandung dilakukan 6 bulan sekali.

2.1.3 Pemesanan
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan
(order) bahan makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-rata jumlah
konsumsi/pasien yang dilayani, sesuai periode pemesanan yang
ditetapkan.
Adapun prasyarat yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
pemesanan bahan makanan, antara lain:
1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan
bahan makanan
7

2. Tersedianya dana untuk bahan makanan


3. Adanya spesifikasi bahan makanan
4. Adanya menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan
selama periode tertentu (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 1
tahun)
5. Adanya pesanan bahan makanan untuk 1 periode menu
Langkah dalam melakukan pemesanan yaitu:

1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan


kering
2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara
mengalikan standar porsi dengan jumlah konsumen/pasien kali
kurun waktu pemesanan.
Pelaksanaan pemesanan bahan makanan di RSUD Kota
Bandung dibagi menjadi pemesanan bahan makanan segar, pemesanan
bahan makanan kering dan pemesanan snack. Pemesanan bahan
makanan segar dilakukan setiap dua hari sekali pada tanggal genap.
Pemesanan bahan makanan segar dilakukan sesuai dengan menu,
standar porsi yang telah ada dan disesuaikan dengan jumlah pasien.
Pemesanan bahan makanan kering dilakukan setiap 10 hari sekali.
Pemesanan snack dilakukan sehari sebelumnya sesuai dengan
konsumen/pasien. Hasil rekapitulasi pemesanan disebut dengan daftar
pemesanan yang selanjutnya akan diserahkan kepada rekanan.

2.1.4 Penerimaan
Penerimaan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang
meliputi memeriksan, meneliti, mencatat, memutuskan dan melaporkan
tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan pesanan dan
spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
8

Adapun prasyarat yang perlu diperhatikan dalam kegiatan


penerimaan ini meliputi:
a. Tersedianya daftar pesanan bahan makanan berupa macam
dan jumlah bahan makanan yang akan diterima pada waktu
tertentu
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
Langkah dalam penerimaan bahan makanan yaitu:
1. Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan
ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan.
2. Bahan makanan dikirim ke gudang sesuai jenis barang atau
dapat langsung ke tempat pengolahan makanan
Proses penerimaan di RSUD Kota Bandung pada bahan
makanan segar dilakukan setiap tanggal ganjil pada pagi hari pukul 07.00
WIB. Bahan makanan yang datang diperiksa satu per satu dan
dicocokkan dengan daftar pemesanan dari instalasi gizi. Apabila terdapat
barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan
dan/atau terdapat ketidaksesuaian berat yang dipesan, maka barang
tersebut akan dikembalikan pada rekanan dan kekurangannya akan
diantarkan maksimal jam 10 pagi oleh rekanan. Penerimaan bahan
makanan kering dilakukan setiap hari ke-10.

2.1.5 Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan merupakan suatu tata cara
menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas dan keamanan bahan
makanan kering dan segar di gudang bahan makanan kering dan dingin.
Dalam kegiatan penyimpanan bahan makanan terdapat beberapa
prasyarat yang harus terlaksana, yaitu :
1) Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan bahan
makanan segar,
2) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai
peraturan,
9

3) Tersedianya kartu stok bahan makanan sebagai catatan keluar


masuknya bahan makanan.
Langkah penyimpanan bahan makanan diantaranya :
1) Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera
dibawa ke ruang penyimpanan, gudang, atau ruang pendingin.
2) Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah
ditimbang dan diperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan
setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan.
Di RSUD Kota Bandung terdapat dua ruang penyimpanan yaitu,
penyimpanan bahan makanan segar dan penyimpanan bahan makanan
kering. 12
a. Gudang bahan makanan segar
Untuk ruang penyimpanan bahan makanan segar terdapat 2
refrigerator (lemari es) untuk buah dan hewani. Untuk bahan makanan
seperti sayur, bumbu dan nabati disimpan di refrigerator (lemari es) yang
diletakkan pada ruangan produksi. Pada setiap refrigerator (lemari es)
telah diatur suhu sesuai dengan suhu penyimpanan setiap kelompok
bahan.
b. Gudang bahan makanan kering
RSUD Kota Bandung memiliki gudang bahan makanan kering
yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan yang memiliki kadar
air rendah seperti bahan makanan kemasan, tepung-tepungan, dan lain-
lain. Bahan makanan seperti telur, air mineral dan beras diletakkan di
ruang penerimaan. Sistem yang digunakan di gudang bahan makanan
kering adalah FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
FIFO (First In First Out) adalah sistem dimana barang yang pertama
datang akan keluar terlebih dahulu, namun jika barang datang memiliki
tanggal kadaluarsa yang lebih cepat dari produk yang lainnya, maka yang
digunakan adalah sistem FEFO (First Expired First Out). Setiap makanan
kering yang datang akan disimpan di gudang bahan makanan kering.
10

Masing-masing bahan makanan kering diberi kartu stok satu persatu.


Kartu stok bahan makanan kering diisi berdasarkan barang masuk,
barang keluar, dan barang sisa. Selisih pada kartu stok harus sama
dengan jumlah barang yang ada pada gudang bahan makanan kering.
Pada setiap ruang bahan makanan kering dan segar terdapat
alat pengecekkan suhu ruang dan setiap harinya ruangan tersebut harus
dicek oleh Dietisien/Nutritionist dan setelah itu dicatat pada laporan suhu
ruang.

2.1.6 Penyaluran
Penyaluran bahan makanan adalah suatu tata cara
mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan dari unit kerja
pengolahan makanan. Tujuan dari penyaluran bahan makanan adalah
agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan kualitas
yang tepat sesuai dengan pesanan dan waktu yang diperlukan.
Penyaluran bahan makanan di RSUD Kota Bandung dimulai dari
penerimaan bahan makanan kemudian dipisahkan untuk disimpan ke
dalam ruang penyimpanan bahan makanan segar, lalu bahan makanan
disalurkan ke ruang produksi untuk diolah. Namun penyaluran bahan
makanan ke ruang produksi memiliki berbagai prosedur. Prosedur yang
pertama, juru masak harus menuliskan daftar bahan makanan apa saja
yang diperlukan dan berapa kuantitas yang dibutuhkan, setelah itu daftar
kebutuhan diberikan kepada petugas gudang. Kemudian, bahan makanan
diambil sesuai dengan pesanan, sisa barang diruang penyimpanan ditulis
tanggal, jumlah pengambilan dan jumlah sisa di kartu stok. Lalu ditulis
kembali di buku pengeluaran harian dan ditulis di bon permintaan bahan
makanan. Penyaluran bahan makanan di RSUD Kota Bandung sudah
sesuai dengan prasyarat penyaluran bahan makanan yakni adanya bon
permintaan bahan makanan dan tersedianya kartu stok untuk mencatat
keluar masuknya bahan makanan yang ada.
11

2.1.7 Produksi
Kegiatan produksi terdiri atas persiapan bahan makanan dan
pengolahan bahan makanan, sebagai berikut:
a. Persiapan
Persiapan bahan makanan adalah kegiatan mempersiapkan
semua bahan makanan yang diperlukan sebelum dilakukannya proses
pengolahan. Proses persiapan bahan makanan ini dimulai dari proses
penimbangan, pencucian, pengupasan, dan pembungkusan hingga bahan
tersebut siap untuk dilakukan proses pengolahan.
1) Alur persiapan
Alur persiapan dimulai dari proses penerimaan bahan
makanan dari ruang penerimaan yang kemudian disalurkan
dengan container pada ruang persiapan sesuai dengan
golongan bahan makanan. Persiapan yang dilakukan pada
bahan makanan hewani, nabarti, sayur, dan buah dilakukan
setiap hari secara langsung untuk bahan makanan hewani
persiapan dilakukan saat bahan makanan datang kemudian
disimpan dalam refrigerator. Sedangkan pada bahan makanan
kering seperti beras dan formula atau susu persiapan diawali
dari penerimaan bahan makanan kering dari gudang
penyimpanan bahan makanan yang kemudian memulai proses
persiapan di dapur pengolahan masing-masing.
2) Area persiapan
Area persiapan bahan makanan disesuaikan dengan
golongan bahan makanan dan memiliki ruang persiapan
masing-masing. Area persiapan bahan makanan hewani,
nabati, sayur, dan buah memiliki ruang khusus dan berada
dekat dengan gudang penyimpanan BMS dan BMK.
12

Sedangkan untuk persiapan makanan pokok bersatu dengan


dapur pengolahan dan untuk susu dilakukan di dapur susu.
3) Persiapan makanan pokok
Bahan makanan pokok yang telah diterima kemudian
dipersiapkan secara langsung di ruang pengolahan. Proses
persiapannya yakni pencucian beras dengan air bersih
mengalir sebelum masak.
4) Persiapan Hewani dan Nabati
Persiapan untuk bahan makanan hewani dilakukan
setiap 2 hari sekali setelah bahan makanan hewani diterima.
Jumlah bahan makanan hewani yang diterima haruslah sesuai
dengan jumlah yang dipesan, apabila jumlah bahan hewani
yang diterima sudah sesuai maka dapat dilakukan proses
persiapan.
Di ruang persiapan bahan makanan hewani dilakukan
proses pencucian terlebih dahulu, lalu dilakukan pemotongan
sesuai dengan standar porsi yang ditetapkan. Ketika akan
dilakukan proses pemasakan bahan makanan hewani yang
telah disimpan dalam freezer dan chiller dilakukan thawing.
Bahan makanan nabati seperti tahu dan tempe
setelah dilakukan penerimaan dilakukan pencucian terlebih
dahulu, kemudian disimpan ke dalam chiller. Pemesanan tahu
dihitung per buah. Sedangkan untuk tempe dilakukan proses
pemotongan sesuai dengan standar porsi. Bahan makanan
yang tidak akan langsung diolah seperti untuk sore dan pagi
hari disimpan di wadah ditutup plastic wrap dan disimpan ke
dalam chiller/freezer.
5) Persiapan Sayur dan Buah
Persiapan dilakukan setiap hari dan proses persiapan
ini tidak dilakukan secara langsung, tetapi terdapat proses
penyimpanan terlebih dahulu. Sayur dipersiapkan untuk proses
13

pengolahan siang, sore, dan pagi esok hari. Pada proses


persiapan sayur tidak dikelompokkan sedangkan untuk buah
sudah dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan kelas
perawatan dan menu diet/non-diet.
Di ruang persiapan bahan makanan sayur dan buah
dilakukan proses pengupasan kulit dan pemotongan bagian
yang tidak terpakai, pemotongan sesuai bentuk, dan pencucian
sayur hingga bersih sebelum disalurkan pada proses
pengolahan. Bahan makanan sayur dan buah yang akan
langsung diolah sebelum disalurkan disimpan dalam wadah
baskom sedangkan yang akan diolah nanti atau esok hari akan
disimpan dalam baskom yang di wrap kemudian dimasukkan
pada kulkas penyimpanan chiller.
6) Persiapan Formula Komersil
Kegiatan persiapan formula dilakukan di dapur susu.
Persiapan formula komersil diawali dengan penakaran atau
pemorsian ke dalam plastik klip/cetik yang telah ditetapkan
beratnya lalu di masukan ke dalam gelas plastik dan diberi
etiket.
7) Persiapan Bumbu
Proses persiapan dalam penyelenggaraan makanan
tidak hanya untuk bahan makanan utamanya saja, tetapi
bumbu pun harus dipersiapkan untuk proses pengolahan.
Terdapat berbagai macam standar bumbu, antara lain adalah :
14

TABEL 2.1
STANDAR BUMBU
No Nama Bumbu Bahan
Bawang merah, bawang putih, gula pasir,
1. tBumbu Merah
kemiri, pasta tomat, garam
Bawang merah, bawang putih, gula pasir,
2. Bumbu Putih
kemiri, garam, merica
Bawang merah, bawang putih, gula pasir,
3. Bumbu Kuning
kemiri, garam, kunyit
Bawang merah, bawang putih, gula merah,
4. Bumbu Kecap kemiri, garam, kecap, merica, ketumbar,
pala
Bawang merah, bawang putih, bawang
5. Bumbu Iris
bombay, bawang daun, tomat
6. Bumbu Lain I Bawang putih, bawang daun, merica
7. Bumbu Lain II Bawang putih, bawang daun, kencur

8) Persiapan Snack
Snack diet dan non diet diterima oleh panitia
penerimaan dengan melakukan pengecekkan antara jumlah
snack yang dipesan dengan jumlah snack yang diterima serta
menyesuaikan dengan spesifikasi. Jika ada snack yang
mengalami kerusakan kemasan, maka produk makanan akan
dikembalikan pada pihak rekanan untuk diganti. Setelah
diterima, snack dipisahkan untuk diet dan non diet serta
dipisahkan antar kelas. Contoh snack yang biasa disediakan
adalah bolu gulung, kue talam, bolu moka, dan lain-lain.
Apabila terjadi perubahan jumlah pasien dan snack yang
tersedia tidak cukup, maka snack yang akan diberikan berupa
biskuit contohnya kue marie.
15

b. Pengolahan
Pengolahan bahan makanan adalah suatu kegiatan memasak
bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas
dan aman untuk dikonsumsi. Pengolahan bahan makanan ini memiliki
beberapa tujuan, yaitu:
a) Mengurangi risiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan
b) Meningkatkan nilai cerna
c) Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan
penampilan makanan
d) Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh
Adapun prasyarat untuk mengolah bahan makanan, yaitu :
a) Tersedianya menu, pedoman menu dan siklus menu
b) Tersedianya bahan makanan yang akan dimasak
c) Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d) Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e) Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f) Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) (Kemenkes RI, 2013).
Pengolahan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung telah sesuai dengan PGRS karena memenuhi prasyarat yang
telah ditetapkan. Sistem pengolahan bahan makanan yaitu sistem
swakelola untuk semua pasien kelas I, II, III, VIP, dan SJ. Siklus menu
yang ditetapkan yaitu siklus menu 10 hari dan tambahan 1 hari untuk
menu tanggal 31. Dapur pengolahan bahan makanan di Instalasi Gizi
terbagi menjadi 2 yaitu dapur utama untuk pengolahan makanan baik non
diet maupun makanan diet, dan dapur susu untuk pengolahan makanan
enteral.
1) Pengolahan Makanan Non Diet
Pengolahan makanan non diet dilaksanakan di dapur utama.
Setiap menu yang dimasak memiliki standar resep, standar porsi, dan
16

standar bumbu. Tempat untuk mengolah bahan makanan tidak dibedakan


berdasarkan jenis bahan makanan, yaitu pengolahan makanan pokok,
pengolahan hewani, pengolahan nabati, dan pengolahan sayuran.
2) Pengolahan Makanan Pokok
Petugas menerima beras dari gudang bahan makanan kering
sesuai bon permintaan. Makanan pokok yang diolah yaitu nasi, bubur,
bubur saring dan nasi tim diolah di dapur diet. Makanan pokok dalam
bentuk makanan biasa, bubur, dan nasi tim diberikan untuk pasien dengan
makanan biasa sedangkan bubur saring untuk pasien dengan makanan
saring/lumat. Dalam pengolahan makanan pokok, alat yang digunakan
adalah panci. Terdapat dua buah panci yang digunakan, yaitu untuk
membuat bubur dan bubur saring. Dalam pengolahan makanan pokok,
beras dicuci, kemudian beras dimasukkan ke dalam rice cooker. Untuk
memasak nasi perbandingan beras dengan air yaitu 1:1, untuk memasak
nasi tim perbandingan beras dengan air yaitu 1:3, sedangkan untuk
memasak bubur perbandingan air dengan beras yaitu 1:4. Pemasakan
bubur dilakukan selama 1 jam dengan penambahan garam secukupnya
sambil diaduk dengan alat pengaduk. Setelah masak, makanan pokok
siap untuk didistribusikan.
Standar porsi nasi biasa dan nasi tim untuk setiap kali makan
adalah beras sejumlah 75 gram. Standar porsi bubur untuk setiap kali
makan yaitu beras 50 gram, sedangkan untuk bubur saring dengan
tepung beras sejumlah 35 gram.
17

3) Pengolahan Hewani
Bahan makanan hewani yang telah dipersiapkan di ruang
persiapan, kemudian diolah di dapur utama. Pengolahan hewani
dibedakan untuk makanan biasa, lunak, dan makanan saring. Standar
porsi hewani yaitu :
 Daging sapi = 50 gr
 Daging ayam giling = 35 gr
 Fillet ayam = 40 gr
 Fillet ikan = 50 gr
 Ayam broiler = 85 gr
 Telur ayam = 50 gr
 Telur puyuh = 15 gr
4) Pengolahan Nabati
Pengolohan makanan nabati yaitu tahu dan tempe diolah di
dapur utama. Tempe yang telah dipotong di ruang persiapan, disalurkan
ke dapur utama. Untuk tahu, dari ruang penyimpanan langsung ke dapur
pengolahan. Pengolahan nabati tidak dilakukan untuk makanan saring
dan tidak dibedakan antara menu makanan lunak dan biasa. Standar porsi
tahu untuk anak dan dewasa yaitu 50 gram (1 kotak) dan tempe 50 gram.
5) Pengolahan Sayur
Pengolahan sayur dilakukan di dapur pengolahan sayur. Untuk
makan siang, proses pengolahan sayur dimulai pukul 09.30 karena tidak
memerlukan waktu yang lama seperti pengolahan hewani. Pengolahan
sayur diawali dengan proses penerimaan yang kemudian akan
dipersiapkan di ruang persiapan dan disalurkan ke dapur utama.
Pengolahan sayur tidak dibedakan untuk makanan biasa dan makanan
lunak. Namun untuk diet rendah garam, rendah serat, diet DM proses
produksi dipisahkan.
18

2.1.8 Distribusi dan Penyajian


Distribusi makanan adalah proses kegiatan penyampaian
makanan sesuai jenis makanan dan jumlah porsi pasien yang dilayani.
Syarat kegiatan distribusi makanan yaitu:
a) Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit
b) Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit
c) Adanya peraturan pengambilan makanan pasien
d) Adanya daftar permintaan makanan pasien
e) Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan peralatan makan
f) Adanya jadwal pendistribusian makanan yang ditetapkan
Sistem distribusi yang ada di Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung yaitu distribusi sentralisasi. Sentralisasi merupakan sistem
distribusi yang dipusatkan. Artinya, proses pemorsian dilakukan di tempat
produksi makanan. Setelah makanan matang, makanan akan diporsi
sesuai dengan jenis makanan dan dietnya setiap alat makan yang akan
digunakan akan diberi etiket agar makanan tidak tertukar dan
memudahkan petugas dalam melakukan pemorsian.
Makanan pasien yang telah siap untuk didistribusikan, akan
dimasukkan ke dalam trolley makanan. Seluruh makanan yang telah
didistribusikan untuk setiap ruangan kemudian ditransportasikan oleh
petugas menggunakan trolley ke ruangan masing-masing.
Daftar nama pasien didapatkan dari perawat pada ruang masing-
masing. Petugas ruangan akan membuat daftar permintaan makanan
yang akan diserahkan ke instalasi gizi. Pendistribusian makanan dimulai
dari persiapan alat makan yang telah dicuci, pemorsian, dan penyajian
makanan untuk pasien.
Berikut ini adalah jadwal pendistribusian makanan untuk pasien
 Makan pagi : 06.00 WIB
 Snack pagi : 10.00 WIB
 Makan siang : 12.00 WIB
 Snack siang : 15.00 WIB
19

 Makan sore : 17.00 WIB

2.1.9 Biaya Makan


Biaya pelayanan gizi rumah sakit adalah seluruh biaya yang
telah atau yang akan dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan
pelayanan gizi di rumah sakit. Biaya tersebut meliputi biaya untuk kegiatan
asuhan gizi dan biaya untuk kegiatan penyelenggaraan makanan.
Beberapa instalasi gizi rumah sakit yang telah melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan gizi juga menghitung biaya untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan gizinya (PGRS, 2013).
Pada dasarnya prinsip perhitungan biaya asuhan gizi maupun
biaya makanan hampir sama. Perhitungan total biaya terdiri dari 3 (tiga)
komponen yaitu :

a) Biaya bahan baku atau bahan dasar


Biaya bahan baku atau bahan dasar adalah biaya yang telah
dikeluarkan atau pasti akan dikeluarkan secara langsung dan digunakan
dalam rangka menghasilkan suatu produk dan jasa. Pada
penyelenggaraan makanan, unsur-unsur dari komponen biaya bahan
baku contohya adalah bahan makanan. Pada pelayanan gizi rawat jalan
dan rawat inap, biaya bahan baku seperti leaflets/brosur, formulir-formulir
yang digunakan dalam PAGT, hasil print out asupan zat gizi dan
sebagainya.
b) Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga
kerja yang terlibat dalam proses kegiatan, baik tenaga kerja langsung
maupun tenaga kerja tidak langsung. Unsur-unsur komponen biaya
tenaga kerja terdiri dari gaji, honor, lembur, insentif, dan sebagainya
sesuai ketetapan yang berlaku di institusi. Pada penyelenggaraan
20

makanan rumah sakit yang independent, menghitung biaya tenaga dapat


dengan mudah diidentifikasi, diinventarisasi dan dihitung biayanya. Pada
kegiatan pellayanan gizi, biaya tenaga gizi sangat bervariasi sesuai
dengan kebijakan masing-masing rumah sakit.
c) Biaya overhead
Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk
menunjang operasiona produk dan jasa yang dihasilkan. Biaya barang
yaitu seluruh biaya barang yang telah dikeluarkan untuk kegiatan asuhan
gizi dan penyelenggaraan makanan. Sedangkan biaya pemeliharaan
meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan gedung, peralatan
dan sebagainya. Pada penyelenggaraan makanan, biaya overhead yang
dimaksud antara lain bahan bakar, alat masak, alat makan, alat rumah
tangga, telepon, listrik, biaya pemeliharaan, dan lain-lain. Pada kegiatan
asuhan gizi, biaya overhead yang dimaksud antara lain timbangan badan,
peng`ukur tinggi badan, alat-alat pengukur status gizi, biaya food model,
food sample, ruang konseling, dan sebagainya.
Biaya makan per orang per hari merupakan biaya yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan makanan. Biaya ini diperoleh
berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan
makanan dibagi dengan jumlah output. Data yang dibutuhkan untuk
menghitung biaya makan per orang per hari adalah jumlah output dari
penyelenggaraan makanan yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang
dilayani. Karena biaya kelas rawat berbeda maka perlu dilakukan
perhitungan setiap komponen biaya pada masing-masing kelas rawat.
Apabila belum ada data dan informasi biaya untuk setiap kelas rawat,
maka dapat dilakukan pembobotan yang besarnya tergantung dari macam
makanan yang diberikan pada setiap kelas rawat. Unsur-unsur biaya
dalam penyelenggaraan makanan adalah biaya bahan makanan, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead.
21

1) Perhitungan Biaya Bahan Makanan


Biaya bahan makanan merupakan unsur biaya bahan baku
atau bahan dasar atau bahan langsung dalam rangka memproduksi
makanan. Biaya bahan makanan ini termasuk biaya variabel karena biaya
total bahan makanan dipengaruhi oleh jumlah atau porsi makanan yang
dihasilkan atau jumlah pasien yang akan dilayani makanannya.
Perhitungan biaya bahan makanan tersebut dapat dilakukan
melalui 3 pendekatan. Bila instalasi gizi sudah mempunyai pedoman
menu dan standar resep yang lengkap untuk setiap hidangan, maka
perhitungan bahan makanan dapat dilakukan melalui perhitungan bahan
makanan dari standar resep atau dari pedoman menu. Apabila instalasi
gizi belum mempunyai pedoman menu dan standar resep yang lengkap
maka perhitungan bahan makanan dapat dilakukan melalui pemakaian
bahan makanan, dengan syarat instalasi gizi harus mempunyai catatan
bahan makanan yang lengkap dan akurat mengenai pembelian bahan
makanan, penerimaan bahan makanan dan persediaan bahan makanan,
langkah perhitungan bahan makanan bila menggunakan data atau
informasi pemakaian bahan makanan adalah :
a) Pengelompokkan konsumen yang akan mendapat makan dan
dibuat standar makanannya.
b) Menyusun harga makanan per orang per hari berdasarkan
standar makanan yang telah ditetapkan.
c) Rekapitulasi macam dan jumlah bahan makanan yang akan
digunakan pada tiap kelompok untuk satu putaran menu atau
satu bulan. Data pemakaian bahan makanan berasal dari unit
penyimpanan bahan makanan.
d) Mengalikan harga makanan per orang per hari dengan
kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan per hari.
22

e) Menjumlahkan biaya bahan makanan selama satu bulan untuk


seluruh kelompok bahan makanan. Hasil penjumlahan ini
merupakan biaya total bahan makanan selama satu bulan.
f) Mengidentifikasi jumlah konsumen yang dilayani dalam satu
bulan.
g) Menghitung rata-rata biaya bahan makanan dengan membagi
total biaya pemakaian selama 1 bulan dengan jumlah
konsumen yang dilayani selama 1 bulan.

2) Perhitungan Biaya Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang diperhitungkan dalam biaya ini adalah
tenaga kerja di unit perbekalan serta unit pengolahan penyaluran
makanan. Biaya tenaga kerja ini merupakan biaya tetap karena pada
batas tertentu tidak dipengaruhi oleh jumlah makanan yang dihasilkan.
Biaya tenaga kerja terdiri dari gaji, tunjangan, lembur, honor, insentif, dan
sebagainya. Tenaga kerja yang terlibat dalam proses penyelenggaraan
makanan meliputi tenaga kerja langsung yaitu pengawas, penjamah
makanan, dan lainya serta tenaga kerja tidak langsung seperti petugas
keamanan, kebersihan, dan sebagainya.

3) Perhitungan Biaya Overhead


Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka
proses produksi (makanan), kecuali biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung. Biaya overhead tersebut meliputi biaya barang dan biaya
pemeliharaan. Biaya barang yaitu seluruh biaya barang yang telah
dikeluarkan untuk opersional penyelenggaraan makanan misalya alat tulis
kantor, alat masak, alat makan dan alat rumah tangga, dan lain-lainnya.
Sedangkan biaya pemeliharaan meliputi biaya yang dikeluarkan untuk
pemakaian air, bahan bakar (listrik, gas, dll), pemeliharaan (gedung,
peralatan-peralatan, taman, dan sebagainya), penyusutan (fisik, alat,
furniture, dsb), asuransi, pajak dan lainnya.
23

2.1.10 Sarana dan Prasarana


Dapur merupakan tempat penyelenggaraan makanan di rumah
sakit. Letak dapur rumah sakit berada di dalam bagian Instalasi Gizi.
Dapur rumah sakit atau tempat penyelenggaraan makanan di rumah sakit
diharuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga
penyelenggaraan makanan terselenggara dengan baik, lancar dan aman.
Berdasarkan PMK no. 78 tentang Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS)
2013,
1. Fasilitas ruang yang dibutuhkan di ruang penyelenggaraan
makan yaitu:
a. Tempat Penerimaan Bahan Makanan
Tempat/ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan
makanan dan mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak
ruangan ini sebaiknya mudah dicapai kendaraan, dekat dengan ruang
penyimpanan serta persiapan bahan makanan. Luas ruangan tergantung
dari jumlah bahan makanan yang akan diterima.
b. Tempat /Ruang Penyimpanan Bahan Makanan
Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu
penyimpanan bahan makanan segar (ruang pendingin) dan penyimpanan
bahan makanan kering. Luas tempat pendingin ataupun gudang bahan
makanan tergantung pada jumlah bahan makanan yang akan disimpan,
cara pembelian bahan makanan, frekuensi pemesanan bahan.
c. Tempat Persiapan Bahan Makanan
Tempat persiapan digunakan untuk mempersiapkan bahan
makanan dan bumbu meliputi kegiatan membersihkan, mencuci,
mengupas, menumbuk, menggiling, memotong, mengiris, dan lain-lain
sebelum bahan makanan dimasak. Ruang ini hendaknya dekat dengan
ruang penyimpanan serta pemasakan. Ruang harus cukup luas untuk
menampung bahan, alat, pegawai, dan alat transportasi.
24

d. Tempat Pengolahan dan Distribusi Makanan


Tempat pengolahan makanan ini biasanya dikelompokkan
menurut kelompok makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan
makanan khusus. Kemudian makanan biasa dibagi lagi menjadi kelompok
nasi, sayuran lauk pauk dan makanan selingan serta buah.
e. Tempat Pencucian dan Penyimpanan Alat
Pencucian alat masak hendaknya pada tempat khusus yang
dilengkapi dengan sarana air panas. Alat-alat dapur besar dan kecil
dibersihkan dan disimpan diruang khusus, sehingga mudah bagi
pengawas untuk inventarisasi alat.
Fasilitas pencucian peralatan:
1) Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan.
2) Tersedia fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara
yang bersih.
3) Dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vector.
4) Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15
psi (1,2 kg/cm3).
5) Tersedia sabun dan lap pengering yang bersih.
Fasilitas Pencucian Alat Makan
1) Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan dan
peralatan.
2) Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15
psi (1,2 kg/cm3).
3) Tersedia air panas dan alat pembersih seperti sabun, detergen,
sikat.
f. Tempat Pembuangan Sampah
Diperlukan tempat pembuangan sampah yang cukup untuk
menampung sampah yang dihasilkan dan harus segera dikosongkan
begitu sampah terkumpul.
25

g. Ruang Fasilitas Pegawai


Ruang ini adalah ruangan-ruangan yang dibuat untuk tempat
ganti pakaian pegawai, istirahat, ruang makan, kamar mandi dan kamar
kecil. Ruangan ini dapat terpisah dari tempat kerja, tetapi perlu
dipertimbangan agar dengan tempat kerja tidak terlalu jauh letaknya.
h. Ruang Pengawas
Diperlukan ruang untuk pengawas melalukan kegiatannya.
Hendaknya ruang ini terletak cukup baik, sehingga pengawas dapat
mengawasi semua kegiatan di dapur.
Berdasarkan fasilitas ruang yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan makanan di rumah sakit, Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung telah memenuhi standar pelayanan gizi di rumah sakit.
Penerimaan bahan makanan segar (BMS) dan bahan makanan kering
(BMK) dilakukan di ruang penerimaan oleh tim penerimaan. Sebagian
BMS biasanya langsung disalurkan ke ruang persiapan untuk diolah
sementara yang lainnya disimpan dikulkas sesuai kelompok makanan
yang berada di gudang penyimpanan dan untuk BMK disimpan digudang
penyimpanan kering. Setelah selesai di ruang persiapan, bahan makanan
disalurkan ke ruang pengolahan untuk dilakukan proses pengolahan,
setelah proses pengolahan selesai hidangan disalurkan ke ruang distribusi
2. Sarana Fisik
Sarana fisik yang perlu terpenuhi oleh suatu penyelenggaraan
makanan rumah sakit, meliputi:
a. Letak tempat penyelenggaraan makanan sebaiknya:
 Mudah dicapai dari semua ruang perawatan, agar pelayanan
dapat diberikan dengan baik dan merata untuk semua
pasien.
 Kebisingan dan keributan di pengolahan tidak mengangggu
ruangan lain disekitarnya.
26

 Mudah dicapai kendaraan dari luar, untuk memudahkan


pengiriman bahan makanan sehingga perlu mempunyai jalan
langsung dari luar.
 Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah, kamar
jenazah, ruang cuci (laundry) dan lingkungan yang kurang
memenuhi syarat kesehatan.
 Mendapat udara dan sinar yang cukup.
b. Bangunan
Belum ada standar yang tetap untuk sebuah tempat
pengolahan makanan, akan tetapi disarankan luas bangunan
adalah 1-2 m per tempat tidur. Dalam merencanakan luas
bangunan pengolahan makanan terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan seperti tipe rumah sakit, macam pelayanan dan
macam menu, jumlah fasilitas yang diinginkan, kebutuhan
biaya, arus kerja dan susunan ruangan, serta macam dan
jumlah tenaga yang digunakan.
c. Konstruksi
 Lantai: harus kuat, mudah dibersihkan, tidak
membahayakan/tidak licin, tidak menyerap air , tahan
terhadap asam dan tidak memberikan suara keras.
Beberapa macam bahan dapat digunakan seperti bata keras
dan teraso tegel.
 Dinding: harus halus, mudah dibersihkan, dapat
memantulkan cahaya yang cukup bagi ruangan, dan tahan
terhadap cairan. Semua kabel dan pipa atau instalasi pipa
uap harus berada dalam keadaan terbungkus atau tertanam
dalam lantai atau dinding.
 Langit-langit: harus bertutup, dilengkapi dengan bahan
peredam suara untuk bagian tertentu dan disediakan
cerobong asap. Langit-langit dapat diberi warna agar serasi
dengan warna dinding. Jarak antara lantai dengan langit-
27

langit harus tinggi agar udara panas dapat bersirkulasi


dengan baik.
 Penerangan dan ventilasi: harus cukup, baik penerangan
langsung maupun penerangan listrik, sebaiknya berkekuatan
minimal 200 lux. Ventilasi harus cukup sehingga dapat
mengeluarkan asap, bau makanan, bau uap lemak, bau air,
dan panas, untuk itu dapat digunakan “exhause fan” pada
tempat-tempat tertentu. Ventilasi harus dapat mengatur
pergantian udara sehingga ruangan tidak terasa panas, tidak
terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding,
atau langit-langit.
3. Arus Kerja
Arus kerja yang dimaksud adalah urut-urutan kegiatan kerja
dalam memproses bahan makanan menjadi hidangan, meliputi kegiatan
dari penerimaan bahan makanan, persiapan, pemasakan, distribusi
makanan. Yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pekerjaan sedapat mungkin dilakukan searah atau satu jurusan
2) Pekerjaan dapat lancar dan waktu dapat dihemat
3) Bahan makanan tidak dibiarkan lama sebelum diproses
4) Jarak yang ditempuh pekerja sependek mungkin tidak bolak-
balik
5) Ruang dan alat dapat dipakai seefektif mungkin
6) Biaya produksi dapat ditekan
4. Peralatan dan Perlengkapan di Ruang Penyelenggaraan
Makanan
Peralatan dalam penyelenggaraan makanan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu kitchen equipment dan
kitchen utensil. Kitchen equipment adalah peralatan dapur
besar atau berat yang digunakan dalam kegiatan produksi
makanan mulai dari penerimaan sampai dengan penyajian.
28

Sebagian besar peralatan ini merupakan peralatan mesin dan


tidak mudah dipindahkan. Berikut merupakan contoh peralatan
besar diantaranya:
1) Hot Kitchen Equipment
 Rice cooker
 Hot food table
 Microwave
 Tungku
2) Cold Kitchen Equipment
 Chiller
 Freezer
Kitchen utensil adalah peralatan dapur kecil yang
digunakan dalam kegiatan produksi makanan mulai dari
penerimaan sampai dengan penyajian. Berikut merupakan
contoh dari kitchen utensil diantaranya
1) Kitchen Pan dan Pots
 Wajan
 Penggoreng telur
 Mixing bowl
 Dandang
 Panci bertekanan
2) Pisau
3) Ladle
4) Spatula
Berdasarkan PGRS (2013), macam peralatan yang dibutuhkan
sesuai alur penyelenggaraan makanan adalah
1) Ruangan penerimaan : Timbangan 100-300 kg, rak bahan
makanan beroda, kereta angkut, alat-alat kecil seperti pembuka
botol, penusuk beras, pisau dan sebagainya.
29

2) Ruang penyimpanan bahan makanan kering dan segar:


Timbangan 20-100 kg, rak bahan makanan, lemari es, freezer,
tempat bahan makanan dari plastik atau stainless steel.
3) Ruangan persiapan bahan makanan : Meja kerja, meja daging,
mesin sayuran, mesin kelapa, mesin pemotong dan penggiling
daging, mixer, blender, timbangan meja, talenan, bangku kerja,
penggiling bumbu, bak cuci.
4) Ruang pengolahan makanan : Ketel uap 10-250 lt, kompor,
oven, penggorengan, mixer, blender, lemari es, meja pemanas,
pemanggang sate, toaster, meja kerja, bak cuci, kereta dorong,
rak alat, bangku, meja pembagi.
5) Ruang pencuci dan penyimpanan alat : Bak cuci, rak alat,
tempat sampah, lemari.
6) Dapur Susu : Meja kerja, meja pembagi, sterelisator, tempat
sampah, pencuci botol, mixer, blender, lemari es, tungku, meja
pemanas.
7) Ruang pegawai : Kamar mandi, locker, meja kursi, tempat
sampah,WC, tempat sholat dan tempat tidur.
8) Ruang perkantoran : Meja kursi, filling cabinet, lemari buku,
lemari es, alat peraga, alat tulis menulis, komputer, printer,
lemari kaca, mesin ketik, AC, dan sebagainya.

Dibawah ini merupakan daftar peralatan dari ruangan


penerimaan sampai dengan pengolahan di Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung :
30

TABEL 2.2
DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENERIMAAN INSTALASI GIZI
RSUD KOTA BANDUNG
Ruang Penerimaan
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Bak Cuci Talenan
2 Rak Trolley
3 Pisau
4 Timbangan
Tempat sampah

TABEL 2.3
DAFTAR PERALATAN DI GUDANG BMK INSTALASI GIZI RSUD
KOTA BANDUNG
Gudang BMK
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Rak Termometer
2 AC Timbangan jarum
3 ATK
4 Wadah plastic
5 Kontainer

TABEL 2.4

DAFTAR PERALATAN DI GUDANG BMS INSTALASI GIZI RSUD KOTA


BANDUNG
Gudang BMS
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Chiller
2 Frezeer
31

TABEL 2.5

DAFTAR PERALATAN DI RUANG PERSIAPAN INSTALASI GIZI RSUD


KOTA BANDUNG
Persiapan
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Work Table Pisau dan Peeler
2 Talenan
3 Kontainer
4 Waskom
Tempat sampah

TABEL 2.6
DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENGOLAHAN INSTALASI GIZI
RSUD KOTA BANDUNG
Pengolahan
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Kompor gas Wajan
2 Rice cooker Panci
3 Rak besar Spatula
4 Waskom
5 Risopan
6 Loyang
7 Pisau
8 Talenan
9 Teflon
10 Saringan
11 Blender
Tempat sampah
32

TABEL 2.7
DAFTAR PERALATAN DI DAPUR SUSU INSTALASI GIZI RSUD KOTA
BANDUNG
Dapur Susu
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Work table ATK
2 Kontainer
3 Gelas takar
4 Blender
5 Timbangan digital
Tempat sampah

TABEL 2.8
DAFTAR PERALATAN DI RUANG PENCUCIAN ALAT INSTALASI GIZI
RSUD KOTA BANDUNG
Pencucian Alat
No Kitchen Equipment Kitchen Utensil
1 Rak besar Tempat sampah
2 Dishwasher
3 Bak cuci

2.1.11 Ketenagaan
Pelayanan gizi rumah sakit yang baik dapat terlaksana bila
tersedia tenaga gizi yang profesional dalam memberikan pelayanan gizi.
Profesionalisme tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi diatur
berdasarkan Permenkes No. 26 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan dan Praktek Tenaga Gizi. Dalam upaya menjamin pelaksanaan
pelayanan gizi yang optimal di rumah sakit diperlukan adanya standar
kebutuhan tenaga gizi secara lebih rinci yang memuat jenis dan jumlah
tenaga gizi.
33

Kebutuhan tenaga gizi di RS sangat dipengaruhi oleh beberapa


faktor, diantaranya jumlah dan macam porsi yang dilayani, jumlah dan
macam menu yang diselenggarakan, jumlahh hari pelayanan makan,
jumlah dan macam peralatan yang tersedia, sarana fisik dan prasarana
yang tersedia, sistem produksi makanan yang digugnakan, serta sistem
distribusi/pelayanan makanan yang diterapkam.
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit, selaini
tenaga gizi dibutuhkan juga tenaga pendukung meliputi tenaga jasa boga,
logistik, pranata komputer, tenaga administrasi dan tenaga lainnya.
Berdasarkan penelitian Badan Pendayagunaan Sumber Daya
Manusia kesehatan tahun 2012 mengenai kebutuhan tenaga gizi dengan
metode perhitungan Analisis Beban Kerja atau WISN (work loadindicator
staf need), diperoleh jumlah optimal tenaga RD dan TRD menurut kelas
rumah sakit agar dapat melaksanakan pelayanan gizi yang baik dan
berkualitas untuk menjamin keamanan pasien.
Kualifikasi tenaga kerja di rumah sakit tipe B
1. Kepala unit pelayanan gizi : Lulusan S2-Gizi/Kesehatan atau S1-
Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi, atau minimal
lulusan D4-Gizi.
2. Koordinator unit-unit : Rumah Sakit kelas A dan B : Lulusan S2-
Gizi/Kesehatan atau S1-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar
D3-Gizi, atau minimal lulusan D4-Gizi
3. Juru masak : Rumah Sakit kelas A dan B:Lulusan SMK
Tataboga/SMU + Kursus masak.
4. Pramusaji : Lulusan SMK Tataboga atau SMU+kursus masak
5. Tata usaha : D3-Gizi, D1-Gizi, SMU+kursus administrasi
ketatausahaan, atau SMKadministrasi.

Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di RSUD Kota Bandung


dilakukan berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) kesehatan. Data
34

yang dibutuhkan dalam Analisis Beban Kerja Kesehatan adalah sebagai


berikut:
1. Jenis dan Jumlah SDMMK yang ada
2. Jenis Pekerjaan
3. Capaian/cakupan program setiap tahum
Langkah-langkah dalam menetapkan Analisis Beban Kerja
Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan fasilitas kesehatan dan jenis SDMK.


TABEL 2.9
PENETAPAN FASILITAS KESEHATAN DAN JENIS SDMK
No Fasilitas Kesehatan Unit/Instalasi Jenis SDMK
1. RSUD Kota Bandung Instalasi Gizi Ahli Gizi

Menetapkan fasilitas kesehatan dan jenis SDMK harus


dilakukan secara rinci, agar tidak ada SDMK yang terlewat dan terlewat
dan akhirnya tidak terhitung.
2. Menetapkan waktu kerja tersedia (WKT)
Hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan waktu kerja
adalah sebagai berikut:
a. Hari kerja yang ditentukan oleh kebijakan pemerintah ( 5 / 6
hari kerja) perminggu lalu diakumulasikan dalam 1 tahun
sehingga di dapat hari kerja selama 1 tahun.
b. Cuti pegawai (tahunan).
c. Hari libur nasional dan cuti bersama ditentukan oleh Menteri
terkait.
d. Mengikuti pelatihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(rata-rata 5 hari).
e. Absen merupakan data rata-rata untuk semua pegawai RSUD
Kota Bandung.
35

TABEL 2.10
PENETAPAN WAKTU KERJA TERSEDIA (WKT) DALAM 1 TAHUN

Kode Faktor Keterangan Perhitungan Jml Satuan


A Hari Kerja 6 hr kerja/mg 6 x 52 hari 312 Hr/th
B Cuti pegawai Hak pegawai 12 Hr/
Libur nasional + Dalam 1 th
C 19 Hr/th
cuti bersama (kalender)
Mengikuti
D Dalam 1 tahun 5 Hr/th
pelatihan
E Absen Dalam 1 tahun 12
Waktu kerja Keppres
F 42 Jam/mg
dalam 1 minggu 68/1995
Jam kerja efektif Permendagri
12/2008;
G 70% x 42 29,4 Jam/mg
PermenPAN-RB
26/2011
Waktu kerja 6 hr kerja/mg
WK (5) / (3) 4,9 Jam/hr
(dalam 1 hari)
Waktu kerja 6 hr kerja/mg
A-B+C+D+E 264 Hr/th
tersedia (hari)
WKT
Waktu kerja 6 hr kerja/mg
(A-B+C+D+E) x 7 1.848 Jam/th
tersedia (hari)
Waktu Kerja Tersedia (dibulatkan) 2.548 Jam/th
Waktu Kerja Tersedia (dibulatkan) 153.000 Mnt/th

3. Menetapkan komponen beban kerja (Tugas Pokok dan Tugas


Penunjang) serta norma waktu.
a. Tugas Pokok
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SDMK yang terdidik
dan terampil sesuai dengan profesi SDMK yang bersangkutan
dan hasil kerjanya harus dilaporkan secara teratur
(rutin).
b. Tugas Penunjang
36

Kegiatan-kegiatan yang menunjang Tugas Pokok baik yang


terkait langsung maupun tidak langsung dengan Tugas Pokok
4. Menghitung Standar Beban Kerja
5. Menghitung Standar Kegiatan Penunjang
6. Menghitung kebutuhan SDMK per fasilitas pelayanan
kesehatan

TABEL 2.11
TENAGA INSTALASI GIZI RSUD KOTA BANDUNG
KUALIFIKASI JUMLAH PENDIDIKAN

S2 = 1 ORANG

RD 3 ORANG S1 = 1 ORANG

D3 = 1 ORANG

TRD 2 ORANG D3 = 2 ORANG

PEMASAK 8 ORANG SMA = 5 ORANG

SMA = 4 ORANG

PRAMUSAJI 10 ORANG SMK = 5 ORANG

SMEA = 1 ORANG

ADMINISTRASI 1 ORANG D1 GIZI = 1 ORANG

2.2 Modifikasi Resep dan Uji Cita Rasa


Modifikasi resep adalah mengubah menu atau standar menu
yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan daya terima. Modifikasi
yang dilakukan di RSUD Kota Bandung adalah modifikasi menu sayuran
dan nabati, kedua bahan makanan tersebut dikatakan memiliki sisa
makanan yang cukup tinggi. Setiap mahasiswa melakukan modifikasi
makan sayuran dan nabati , dimulai dari 25 – 30 maret 2019 sesuai
dengan siklus menu yang berlaku. Menu yang telah di modifikasi
kemudian diberi nilai oleh 10 orang panelis yang terdiri dari ahli gizi,
pemasak, dan pramusaji RSUD Kota Bandung menggunakan form uji cita
rasa. Form uji cita rasa yang dinilai meliputi penampilan (warna,
37

konsistensi,besar porsi, bentuk, dan penyajian) dan rasa (bumbu, aroma,


dan tingkat kematangan).

2.2.1 Hal – Hal Perlu Diperhatikan dalam Modifikasi Resep


a. Memahami tujuan diet yang diberikan sebelum melakukan
modifikasi resep;
b. Bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi penyakit;
c. Komposisi zat gizi sesuai dengan kondisi penyakit;
d. Pengunaan bahan makanan yang segar dan tidak rusak serta
disesuaikan dengan tujuan pemberian makanan dan penyakit.

2.2.2 Tahap Modifikasi Resep


a. Pilih resep yang akan dikembangkan;
b. Pelajari resep tersebut (bahan, bumbu, prosedur pembuatan /
teknik persiapan dan pemasakan), penyajian;
c. Memodifikasi resep yang sudah dipilih untuk dikembangkan.
d. Menyesuaikan penggunaan bahan makanan dan cara
pemasakan dalam resep tersebut dengan standar makanan
diet tertentu;
e. Melakukan uji coba resep;
f. Memperbaiki kesalahan atau hal – hal yang berkurang sesuai
(bahan, bumbu, teknik);
g. Persiapan / teknik pemasakan.
38

2.2.3 Hasil Uji Cita Rasa


TABEL 2.12 HIDANGAN SAYUR
RATA-RATA HASIL UJI COBA MODIFIKASI MENU SAYUR PADA 10
ORANG PANELIS

Penampilan Cita Rasa


Nama
No Tgl Bsr Pe
Hidangan Warna Tekstur Btk Bumbu Aroma Tk Matang
Porsi nyajian
1. 26 Sop Medan
Maret 3,4 3,5 3,8 3,9 3,7 3,1 3,8 3,6
2019
2. 26 Acar
Maret gulung 4,6 4,5 4,7 4,7 4,7 3,6 4,1 4,2
2019
3. 30 Maret
Vege roll 4,3 4,6 4,3 4,6 4,5 4,6 4,1 4,8
2019

Keterangan:
5= Sangat Suka
4= Suka
3= Netral
2= Tidak Suka
1= Sangat Tidak Suka

Pembahasan Menu ke 6.
Hidangan sayur menu ke 6 didapat hasil rata-rata pada angka
3.6, artinya hidangan modifikasi Sop Medan dihasilkan kesukaan pada
panelis dengan hasil netral menuju suka. Ini berarti tidak banyak
perubahan yang begitu signifikan dari hasil modifikasi resep tersebut. Hal
ini bisa dipengaruhi berbagai faktor, yang pertama uji kesukaan
berdasarkan penilaian subjektif pada panelis yang tidak terlatih dan yang
kedua hasil modifikasi resep yang masih banyak kekuranganya seperti
warna yang terlalu overcook dan kurang berbumbu.
39

Pembahasan menu ke 9
Berdasarkan penilaian uji cita rasa menu ke 9 yaitu acar gulung
dapat disimpulkan bahwa dari segi warna sebesar 4.6 dapat dikatakan
bahwa panelis menyukai warna produk, selain itu konsistensi sebesar 4.5
disimpulkan panelis menyukai konsistensi produk, kemudian dari segi
besar porsi mendapat nilai 4.7 sehingga dapat dikatakan panelis merasa
puas atau cukup dengan besar porsi, dari segi bentuk mendapatkan nilai
4.7 dapat disimpulkan panelis menyukai bentuk produk, selain itu dari
segi penyajian didapatkan nilai 4.7 dapat disimpulkan panelis menyukai
penyajian. Dari segi bumbu mendapatkan nilai 3.6 dapat disimpulkan
panelis netral menuju agak suka, dari segi aroma sebesar 4.1 diartikan
panelis menyukai aroma dari acar gulung, yang terakhir dari tingkat
kematangan dengan nilai 4.2 dapat dikatakan panelis merasa kematangan
acar gulung telah cukup. Kekurangan dari acar gulung ini yaitu proses
pembuatannya yang cukup banyak sehingga kurang cocok untuk menu
rumah sakit.
Pembahasan menu ke 10
Berdasarkan penilaian uji cita rasa menu ke 10 yaitu vegetables
roll dapat disimpulkan bahwa dari segi warna sebesar 4,3 dapat dikatakan
bahwa panelis menyukai warna produk, selain itu tekstue sebesar 4,6
disimpulkan panelis menyukai tekstur produk, kemudian dari segi besar
porsi mendapat nilai 4.7 sehingga dapat dikatakan panelis merasa puas
atau cukup dengan besar porsi, dari segi bentuk mendapatkan nilai 4.7
dapat disimpulkan panelis menyukai bentuk produk, selain itu dari segi
penyajian didapatkan nilai 4,5 dapat disimpulkan panelis menyukai cara
penyajian produk. Dari segi bumbu mendapatkan nilai 4,3 dapat
disimpulkan panelis menyukai bumbu produk, dari segi aroma sebesar 4,1
diartikan panelis menyukai aroma dari produk, yang terakhir dari tingkat
kematangan dengan nilai 4,8 dapat dikatakan panelis merasa kematangan
produk cukup. Kekurangan dari produk ini yaitu tekstur produk agak keras
40

dan mengandung serat tinggi sehingga kurang cocok untuk menu rumah
sakit makanan lunak dan rendah serat.

TABEL 2.13 HIDANGAN NABATI


RATA-RATA HASIL UJI COBA MODIFIKASI MENU NABATI PADA 10
ORANG PANELIS

Penampilan Cita Rasa


Nama
No Tgl Bsr
Hidangan Warna Tekstur Btk Penyajian Bumbu Aroma Tk Matang
Porsi
1. 27 Tahu Katsu
Maret 4,4 4,1 4 4,3 4,1 3,8 4,1 4,2
2019
2. 28 Steak tahu
Maret saus asam 4,6 4,1 4,5 4,2 4,4 4,1 4,2 4,6
2019 manis
3. 30 Datchis
Maret Tempe
4,6 4,9 4,7 4,5 4,1 4,6 4,6 4,4
2019 Potatos

Keterangan:
5= Sangat Suka
4= Suka
3= Netral
2= Tidak Suka
1= Sangat Tidak Suka
41

Pembahasan Menu ke 7
Berdasarkan hasil penilaian hidangan modifikasi menu ke 7
yakni tahu katsu, dapat disimpulkan bahwa dari segi warna mendapat nilai
4,4 yang berarti rata-rata panelis menyukai warna dari tahu katsu, lalu dari
segi tekstur mendapat nilai 4,1 yang berarti rata-rata panelis menyukai
teskture dari tahu katsu ini, lal dari besaar porsi mendapat nilai rata-rata 4
yang berarti rata-rata panelis menyukai besar porsi dari hidangan tahu
katsu ini, selanjutnya dari segi bentuk mendapatkan nilai rata-rata 4,3
yang berarti rata-rata panelis menyukai bentuk hidangan tahu katsu ini,
selanjutnya dari segi penyajian mendapatkan nilai rata-rata 4,1 yang
berarti rata-rata panelis menyukai penyajian dari hidangan tahu katsu ini,
selanjutnya dari segi bumbu tahu katsu mendapatkan nilai rata-rata 3,8
yang berarti rata-rata panelis hampir menyukai bumbu dari hidangan tahu
katsu ini, selanjutnya aroma dari tahu katsu ini mendapatkan rata-rata nilai
4,1 yang berarti rata-rata panelis menyukai aroma dari tahu katsu ini, dan
yang terakhir dari segi tingkat kematangan tahu katsu mendapatkan nilai
rata-rata 4,2 dengan arti panelis menyukai tingkat kematangan dari tahu
katsu ini. Untuk nilai rata-rata keseluruhan yakni 4,1 yang berarti tahu
katsu ini disukai oleh panelis.

Pembahasan Menu ke 8
Berdasarkan hasil penilaian hidangan modifikasi menu ke 8
yakni steak tahu saus asam manis, dapat disimpulkan bahwa dari segi
warna mendapat nilai 4,6 yang berarti rata-rata panelis menyukai warna
dari steak tahu saus asam manis, lalu dari segi tekstur mendapat nilai 4,1
yang berarti rata-rata panelis menyukai tesktur steak tahu saus asam
manis ini, lalu dari besar porsi mendapat nilai rata-rata 4,5 yang berarti
rata-rata panelis menyukai besar porsi dari hidangan steak tahu saus
asam manis ini, selanjutnya dari segi bentuk mendapatkan nilai rata-rata
4,2 yang berarti rata-rata panelis menyukai bentuk hidangan steak tahu
42

saus asam manis, selanjutnya dari segi penyajian mendapatkan nilai rata-
rata 4,4 yang berarti rata-rata panelis menyukai penyajian dari hidangan
steak tahu saus asam manis, selanjutnya dari segi bumbu steak tahu
saus asam manis mendapatkan nilai rata-rata 4,1 yang berarti rata-rata
panelis menyukai bumbu dari hidangan steak tahu saus asam manis,
selanjutnya aroma dari steak tahu saus asam manis ini mendapatkan rata-
rata nilai 4,2 yang berarti rata-rata panelis menyukai aroma dari steak tahu
saus asam manis, dan yang terakhir dari segi tingkat kematangan steak
tahu saus asam manis mendapatkan nilai rata-rata 4,6 dengan arti panelis
menyukai tingkat kematangan dari hidangan steak tahu saus asam manis.
Untuk nilai rata-rata keseluruhan yakni 4,3 yang berarti steak tahu saus
asam manis ini disukai oleh panelis.
Pembahasan Menu ke 10
Berdasarkan hasil penilaian hidangan modifikasi menu ke 10
yakni datchies tempe potatos, dapat disimpulkan bahwa dari segi warna
mendapat nilai 4,6 yang berarti rata-rata panelis menyukai warna dari
produk, lalu dari segi tekstur mendapat nilai 4,9 yang berarti rata-rata
panelis menyukai tesktur produk ini, lalu dari besar porsi mendapat nilai
rata-rata 4,7 yang berarti rata-rata panelis menyukai besar porsi dari
hidangan ini, selanjutnya dari segi bentuk mendapatkan nilai rata-rata 4,5
yang berarti rata-rata panelis menyukai bentuk hidangan ini, selanjutnya
dari segi penyajian mendapatkan nilai rata-rata 4,1 yang berarti rata-rata
panelis menyukai penyajian dari produk, selanjutnya dari segi bumbu
mendapatkan nilai rata-rata 4,6 yang berarti rata-rata panelis menyukai
bumbu dari hidangan ini, selanjutnya aroma dari hidangan ini
mendapatkan rata-rata nilai 4,5 yang berarti rata-rata panelis menyukai
aroma dari produk, dan yang terakhir dari segi tingkat kematangan
mendapatkan nilai rata-rata 4,4 dengan arti panelis menyukai tingkat
kematangan dari hidangan ini. Untuk nilai rata-rata keseluruhan yakni 4,3
yang berarti hidangan ini disukai oleh panelis.
43

2.3 Hygiene Dan Sanitasi


Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung merupakan tempat kegiatan
pelayanan gizi yang menjadi salah satu bagian tak kalah penting untuk
memberikan pelayanan dalam rangka mempercepat proses penyembuhan
pasien. Salah satu kegiatan pelayanan gizi adalah penyelenggaraan
makanan, di RSUD Kota Bandung penyelenggaran makan dilakukan
swakelola meliputi penerimaan bahan mentah, persiapan, pengolahan,
pemorsian, pendistribusian sampai penyajian. Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung merupakan jasaboga golongan B yang melayani kebutuhan
masyarakat dalam kondisi tertentu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan.

Penilaian hygiene dan sanitasi dilakukan dengan uji kelaikan


fisik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga pada
Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung mendapat skor 85,55 poin dari 92 poin
yang harus dipenuhi untuk jasa boga golongan B. Berikut uraian hasil
observasi yang dilakukan di Instalasi Gizi :
44

TABEL 2.14 PENGAMATAN UJI LAIK HIGINE DAN SANITASI


FORM RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
NO. ASPEK RTL WAKTU PJ SUMBER DANA
PELAKSANAAN
LOKASI, BANGUNAN, FASILITAS
1. Terdapat lantai yang sedikit retak Membuat usulan mengganti Untuk anggaran tahun Petugas BLUD
lantai yang rusak atau melapisi berikutnya gizi
lantai dengan bahan kedap air
2. Lapisan bahan kedap air tingginya Membuat usulan untuk Setiap hari Petugas BLUD
tidak mencapai 2 meter dari lantai mengecek secara berkala apabila gizi
ada kerusakan
3. Pintu tidak menutup sendiri, tidak Membersihkan tirai plastic secara Seminggu sekali Petugas BLUD
membuka kedua arah dan tidak berkala gizi
dipasang alat penahan

4. Pertemuan antar sudut tidak Membuat usulan agar pertemuan Seminggu sekali Petugas BLUD
membentuk chorus antar sudut dicek dan dibersihkan gizi
secara berkala
KARYAWAN
5. Pegawai laki-laki belum Memberi usul untuk membuat 1 minggu setelah usulan Petugas BLUD
menggunakan tutup kepala standar prosedur operasional dibuat. Maksimal 6 Gizi
agar dipatuhi seluruh karyawan bulan kemudian sudah
untuk menggunakan tutup kepala terlaksana
yang telah disediakan
KHUSUS GOLONGAN A.2
7. Belum dilengkapi dengan alat Membuat usulan agar alat yang 1 bulan Petugas BLUD
pembuangan asap tersedia bisa segera difungsikan gizi
45

Higiene dan sanitasi pada suatu Instansi tidak hanya dilihat dari
satu aspek melainkan harus dilihat dari beberapa aspek, untuk suatu
penilaian higiene sanitasi pada bidang usaha jasaboga dapat dinilai dari
aspek higiene tenaga penjamah makanan, peralatan pengolahan
makanan, sanitasi makanan, sanitasi air dan lingkungan.

1) Higiene Tenaga Penjamah Makanan


Kebersihan diri dan kesehatan penjamah makanan merupakan
kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat,
karena penjamah makanan juga merupakan salah satu vector yang dapat
mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun
biologis.
Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung sangat memperhatikan
higiene tenaga penjamah makanan. Berdasarkan Pedoman Gizi Rumah
Sakit (PGRS) 2013, Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
penerapan prinsip-prinsip personal hygiene.

TABEL 2.15

SYARAT HIGIENE PENJAMAH MAKANAN

Tidak menderita penyakit mudah menular : batuk,


Kondisi Kesehatan pilek, influenza, diare, penyakit menular lainnya.
Menutup luka (luka terbuka, bisul, luka lainnya)
Mandi teratur dengan sabun dan air bersih
Menjaga kebersihan diri

Menggosok gigi dengan pasta dan sikat gigi secara


teratu, paling sedikit dua kali dalam sehari, yaitu
setelah makan dan sebelu tidur

Membiasakan membersihkan lubang hidung, lubang


telinga, dan sela-sela jari secara teratur

Mencuci rambut/ keramas secara rutin dua kali


dalam seminggu
46

Lanjutan TABEL 2.15 SYARAT HIGIENE PENJAMAH MAKANAN


Kebersihan tangan : kuku dipotong pendek, kuku
tidak dicat atau kutek, bebas luka
Sebelum menjamah atau memegang makanan
Sebelum memegang peralatan makanan
Setelah keluar dari WC atau kamar kecil
Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan
Kebiasaan mencuci tangan
sayur, dan lain-lain
Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti
bersalaman, menyetir kendaraan, memperbaiki
peralatan, memegang uang dan lain-lain
Tidak menggaruk-menggaruk rambut, lubang hidung
atau sela-sela jari/kuku
Tidak merokok
Menutup mulut saat bersin atau batuk
Tidak meludah sembarangan di ruangan pengolahan
Perilaku penjamah makanan
makanan
dalam melakukan kegitan
Tidak menyisir rambut sembarangan di ruangan
pelayanan penanganan
pengolahan makanan
makanan
Tidak memegang, mengambil, memindahkan, dan
mencicipi makanan langsung dengan tangan (tanpa
alat)
Tidak memakan permen dan sejenisnya pada saat
mengolah makanan
Selalu bersih dan rapih, memakai celemek
Memakai tutup kepala
1. Penampilan penjamah
Memakai alas kaki yang tidak licin
makanan
Tidak memakai perhiasan
Memakai sarung tangan, jika diperlukan

Peraturan kebersihan tenaga penjamah makanan di Instalasi


Gizi RSUD Kota Bandung sudah sesuai dengan Pedoman Gizi Rumah
Sakit (PGRS) 2013, hanya saja beberapa tenaga penjamah makan masih
tidak menerapkan SOP yang ada seperti, pegawai laki-laki tidak memakai
tutup kepala.
47

2) Higiene peralatan pengolahan makanan

Peralatan pengolahan pangan yang kotor dapat mecemari


pangan, oleh karena itu peralatan harus dijaga agar selalu tetap bersih.
Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung sangat memperhatikan higiene
peralatan pengolahan makanan, setiap peralatan yang akan dan setelah
digunakan selalu melalui tahap pencucian.

Adapun upaya–upaya untuk menghindari pencemaran pangan


dari peralatan yang kotor menurut PGRS 2013 sebagai berikut :

a. Gunakanlah peralatan yang mudah dibersihkan. Peralatan yang


tebuat dari stainless steel umumnya mudah dibersihkan.
b. Bersihkan permukaan meja tempat pengolahan pangan dengan
deterjen/sabun dan air bersih dengan benar
c. Bersihkan semua peralatan termasuk pisau, sendok, panci,
piring setelah dipakai dengan menggunakan deterjen/ sabun
dan air panas
d. Letakkan peralatan yang tidak dipakai dengan menghadap
kebawah bilas kembali peralatan dengan air bersih sebelum
mulai memasak
e. Bersihkan peralatan pengolahan dapat dijaga dengan
menerapkan cara pencucian peralatan yang benar dan tepat.
Cara-cara pencucian peralatan yang benar meliputi
1) Prinsip pencucian
2) Teknik pencucian
3) Jenis-jenis bahan pencuci yang sesuai
4) Jenis-jenis desinfektan
Peraturan kebersihan peralatan pengolahan makanan di
Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung sudah sesuai dengan Pedoman Gizi
Rumah Sakit (PGRS) 2013.
48

3) Higiene dan Sanitasi Makanan


Higiene dan sanitasi makanan merupakan perlakuan terhadap
makanan agar selalu bersih dan aman sampai ke konsumen. Instalasi Gizi
RSUD Kota Bandung sangat mengutamakan mutu pelayanan salah
satunya mutu makanan, untuk menjaga mutu makanan Instalasi Gizi
selalu menerapkan jadwal masak yang berdekatan dengan waktu
distribusi agar makanan yang disajikan tidak berjarak terlalu lama sejak
makanan selesai diolah. Makanan dianggap masih aman dikonsumsi 4
jam setelah selesai diolah.
Adapun langkah penting dalam mewujudkan hygiene dan
sanitasi makanan menurut PGRS 2013 adalah sebagai berikut :
 Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai
dengan suhu hidangan (panas atau dingin).
 Penyajian dan penanganan yang layak terhadap makanan yang
dipersiapkan lebih awal.
 Memasak tepat waktu dan suhu.
 Dilakukan oleh pengawal/ penjamah makanan yang sehat mulai
penerimaan hingga distribusi.
 Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan.
 Memantau secara teratur bahan makanan sebelum dibagikan
 Memantau secara teratur bahan makanan mentah dan bumbu-
bumbu sebelum dimasak
 Panasakan kembali sisa makanan menurut suhu yang tepat
(740C).
 Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan
mentah, makanan masak melalui orang (tangan), alat makan
dan alat dapur.
 Membersihkan semua permukaan alat/tempat setelah
digunakan untuk makanan.
49

Peraturan higiene dan sanitasi makanan di Instalasi Gizi RSUD


Kota Bandung sudah sesuai dengan Pedoman Gizi Rumah Sakit (PGRS)
2013, seperti menjaga kebersihan alat masak maupun alat makan dengan
selalu membersihkan peralatan menggunakan air mengalir dan sabun
pencuci. Mengatur suhu pemasakan agar makanan yang dihasilkan
matang sempurna dan mengatur suhu penyimpanan makanan.

2.4 Kajian Daya Terima Sisa Makan


Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis
dikonsumsi setelah makanan disajikan. Analisa makanan merupakan
salah satu cara untuk melakukan evaluasi pelayanan gizi yang diberikan,
terutama pelayanan makanan. Perhitungan sisa makanan pasien
dilakukan dengan metode taksiran visual Comstock.
Sisa makanan merupakan indikator penting dari pemanfaatan
sumber daya dan persepsi konsumen terhadap penyelenggaraan
makanan. Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi
efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan
makanan, serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau
perorangan. Baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan
salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien di rumah
sakit (Djamaluddin, 2002).
Sisa makanan diukur dengan menimbang sisa makanan untuk
setiap jenis hidangan yang ada di alat makanan atau dengan cara taksiran
visual menggunakan skala Comstock 6 point. Sisa makanan dapat
memberikan informasi yang tepat dan terperinci mengenai banyaknya sisa
atau banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh perorangan atau
kelompok. Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi
efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan
makanan serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau
perorangan.
50

Evaluasi sisa makanan dengan menggunkan metode Comstock


dilakukan dengan cara melihat makanan yang terisisa di piring dan menilai
jumlah yang terisisa. Cara taksiran visual yaitu dengan menggunakan
skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock yang dapat
dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1. Skala 0 : seluruhnya dikonsumsi oleh pasien (habis)
2. Skala ¼ : tersisa ¼
3. Skala ½ : tersisa ½
4. Skala ¾ : tersisa ¾
5. Skala 1 : tersisa 1
Menurut Comstock metode taksiran visual mempunyai
kelebihan dan kekurangan. kelebihan dari metode taksiran visual antara
lain ; mudah dilakukan, waktu yang diperlukan relative cepat dan singkat,
tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan
dapat mengetahui sisa makanan. Sedangkan kekurangan daei metode ini
yaitu diperlukan penaksiran yang terlatih, teliti, dan terampil, memerlukan
kemampuan menaksir dan pengamatan yang tinggi dan sering terjadi
kelebihan dalam menaksir atau kekurangan dalam menaksir. Banyaknya
sisa makanan yang dilihat harus benar – benar sisa makanan yang
terbuang dan bukan bagian makanan yang tidak bias dimanfaatkan
seperti duri atau tulang. 56
Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual
Comstock dengan kategoru yaitu :
1. Habis : Jika jumlah sisa makanan < 20%
2. Tidak habis : Jika jumlah sisa makanan > 20%
51

Berdasarkan hasil evaluasi sisa makan siang di RSUD Kota


Bandung pada 10 orang pasien di ruang sakura pada tanggal 18 Maret, di
sajikan dalam tabel berikut:
TABEL 2.16
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
Nama Jenis Diet
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
An. A Tim Tim 25 0 0 0 0
An. B Tim Tim 25 0 75 75 0
An. C Nasi Nasi 75 25 100 50 0
An. D Tim Tim 0 0 100 75 0
An. E Tim Tim 0 0 0 0 0
An. F Bubur Bubur 75 100 100 75 0
An. G Tim Tim 0 0 50 25 0
An. H Tim Tim 0 0 0 25 0
An. I Bubur Bubur 50 0 0 0 0
An. J Nasi Nasi 75 0 100 50 0
Total 325 125 525 375 0
Rata-rata Sisa/Pasien 32,5 12,5 52,5 37,5 0

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien >80%.
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 32,5%,
maka asupan pasien 67,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
12,5%, maka asupan pasien 87,5% yang artinya sudah
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
52,5%, maka asupan pasien 47,5% yang artinya belum
memenuhi syarat.
52

 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 37,5%,


maka asupan pasien 62,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan kelompok buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan
pasien 100% yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan siang hari ke 8,
belum baik karena rata-rata sisa makanan pasien >20% dan asupan
makan pasien <80%.
Berdasarkan hasil evaluasi sisa makan siang di RSUD Kota
Bandung pada 10 orang pasien di ruang sakura pada tanggal 19 Maret, di
sajikan dalam tabel berikut:
TABEL 2.17
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
ASTER DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
Nama Jenis Diet
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
An. A Tim Tim 0 0 0 0 0
An. B Tim Tim 25 0 25 50 0
An. C Nasi Nasi 50 0 25 0 50
An. D Tim Tim 0 0 0 25 0
An. E Tim Tim 0 0 0 0 0
An. F Bubur Bubur 50 0 50 0 0
An. G Tim Tim 0 0 50 50 0
An. H Tim Tim 50 0 25 25 0
An. I Bubur Bubur 25 25 0 100 0
An. J Nasi Nasi 50 50 100 100 0
Total 250 75 275 350 50
Rata-rata Sisa/Pasien 25 7,5 27,5 35 5

Salah satu standar pelayanan minimal instalasi gizi rumah


sakit, yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien
>80%.
53

 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 25%,


maka asupan pasien 75% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
7,5%, maka asupan pasien 92,5 % yang artinya sudah
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 27,5%,
maka asupan pasien 72,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 35%, maka
asupan pasien 65% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 5%, maka asupan pasien 95%
yang artinya memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan siang hari ke 8,
belum baik karena rata-rata sisa makanan pasien >20% dan asupan
makan pasien menjadi <80%.
Kesimpulan:
TABEL 2.18
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Evaluasi Sisa % Sisa Makanan
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah

Hari 8 32,5 12,5 52,5 37,5 0

Hari 9 25 7,5 27,5 35 5

Total 57,5 20 80 72,5 5

Rata-rata Sisa 28,75 10 40 36,25 2,5


Makanan Pasien

Jadi, dilihat dari asupan rata-rata pasien selama dua hari yaitu
bahwa asupan makanan di RSUD kota bandung belum baik karena rata-
54

rata sisa makanan pasien >20% dan asupan makan pasien <80%.
Kelompok makanan yang asupannya sudah terpenuhi hanya protein
hewani dan buah.
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa
28,75%, maka asupan pasien 71,25 yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok hewani rata-rata tersisa 10%,
maka asupan pasien 90% yang artinya sudah memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 40%, maka
asupan pasien 60% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 36,25%,
maka asupan pasien 63,75% yang artiya belum memenuhi
syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 2,5%, maka asupan pasien
97,5% yang artinya sudah memenuhi syarat.
Berdasarkan evaluasi makan siang Senin 18 Maret 2019
pasien di ruang inap Anggrek dapat disajikan dengan tabel sebagai
berikut :
55

TABEL 2.19
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
ANGGREK DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
No Pasien
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
Bubur
1 A 50 25 25 25 0
Saring
Bubur
2 B 75 75 75 75 0
Saring
3 C Tim 50 50 25 25 0
4 D Tim DM 0 0 0 0 0
Tim RG
5 E 0 0 0 25 0
DM
6 F Tim RG 50 0 0 75 0
7 G Tim 100 25 50 0 0
8 H Tim 75 75 100 100 0
9 I Tim 25 0 0 100 0
10 J Tim 75 75 75 25 0
Total 500 325 350 450 0
Rata – rata Pasien 50 32.5 35 45 0

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien >80%.
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 50%,
maka asupan pasien 50% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
32,5%, maka asupan pasien 67,5% yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
35%, maka asupan pasien 65% yang artinya belum memenuhi
syarat.
56

 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 45%, maka


asupan pasien 55% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan siang hari ke 8,
belum baik karena rata-rata sisa makanan pasien >20% dan asupan
makan pasien menjadi <80%.
Berdasarkan evaluasi makan siang Selasa 19 Maret 2019
pasien di ruang inap Anggrek dapat disajikan dengan tabel sebagai
berikut :
TABEL 2.20
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
No Pasien
makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
1 A Tim 0 0 0 0 0
2 B Tim 0 0 0 25 0
3 C Tim 75 50 50 50 0
4 D Tim 75 0 0 1 0
5 E Bubur 75 1 0 0 0
Bubur
6 F 75 50 0 50 0
Saring
7 G Tim 50 0 0 50 0
8 H Bubur 0 0 0 0 0
9 I Bubur 25 50 50 50 0
10 J Bubur 0 0 0 50 0
Total 375 151 100 276 0
Rata – rata pasien 37.5 15.1 10 27.6 0

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien >80%.
57

 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 37,5%,


maka asupan pasien 62,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
15,1%, maka asupan pasien 84,9% yang artinya sudah
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
10%, maka asupan pasien 90% yang artinya sudah memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 27,6%,
maka asupan pasien 72,4% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menu makan siang hari ke 8,
belum baik karena rata-rata sisa makanan pasien >20% dan asupan
makan pasien menjadi <80%.
Berdasarkan hasil evaluasi asupan makan diang di RSUD Kota
Bandung pada 10 orang pasien di ruang Flamboyan pada tanggal 18
Maret, disajikan dalam tabel berikut:
58

TABEL 2.21
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
FLAMBOYAN DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
Nama Jenis Diet
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
Tn. Im Bubur Bubur 75 25 75 25 0
Nn. Su Bubur Bubur 0 25 25 0 0
Ny. Dv Bubur Bubur 0 25 25 0 0
Ny. Li Bubur Bubur 0 25 0 0 0
Tn. Nu Tim Tim 0 75 0 0 0
Ny. Mm BS BS 0 0 0 0 0
Tn. Ww Bubur Bubur 0 50 25 0 0
Ny. Cc Bubur Bubur 0 75 50 0 0
Tn. Wa Tim Tim 0 25 25 0 0
Ny. Sr Nasi Nasi 0 0 0 0 0
Total 75 325 225 25 0
Rata-rata Sisa/Pasien 7,5 32,5 22,5 2,5 0

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien >80%.
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 7,5%,
maka asupan pasien 92,5% yang artinya sudah memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
32,5%, maka asupan pasien 77,5 % yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
22,5%, maka asupan pasien 87,5% yang artinya sudah
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 2,5%, maka
asupan pasien 97,5% yang artinya sudah memenuhi syarat.
59

 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%


yang artinya sudah memenuhi syarat.
Pada tangal 18 Maret 2019 di ruangan Flamboyan telah
dilakukan estimasi sisa makanan dengan hasil sisa karbohidrat terbesar
yakni 75%, sisa hewani terbesar yakni 75%, sisa nabati terbesar yakni
75%, sisa sayur terbesar yakni 25%, dan buah selalu habis.
Berdasarkan hasil evaluasi asupan makan siang di RSUD Kota
Bandung pada 10 orang pasien di ruang Flamboyan pada tanggal 19
Maret, disajikan dalam tabel berikut:
TABEL 2.22
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
FLAMBOYAN DI RSUD KOTA BANDUNG
Bentuk % Sisa Makanan
Nama Jenis Diet
Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah
A Bubur Bubur 75 75 0 75 0
B Bubur Bubur 75 25 75 25 0
C Bubur Bubur 75 75 75 75 0
D Bubur Bubur 75 0 100 75 0
E Tim Tim 25 25 75 25 0
F BS BS 0 0 0 0 0
G Bubur Bubur 0 0 0 0 0
H Bubur Bubur 0 0 0 0 0
I Tim Tim 0 0 0 0 0
J Nasi Nasi 0 0 0 25 0
Total 325 200 325 300 0

Rata-rata Sisa/Pasien 32,5 20 32,5 30 0

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan supan makan pasien >80%.
60

 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 32,5%,


maka asupan pasien 77,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
20%, maka asupan pasien 80% yang artinya sudah memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
32,5%, maka asupan pasien 77,5% yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 30%, maka
asupan pasien 70% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan siang hari ke 9,
belum baik karena rata-rata sisa makanan pasien >20% dan asupan
makan pasien menjadi <80%., sisa karbohidrat terbesar yakni 75%, sisa
hewani terbesar yakni 75%, sisa nabati terbesar yakni 100% sisa sayur
terbesar yakni 75% dan buah selalu habis.
Kesimpulan:

TABEL 2.23
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SIANG PASIEN RUANG
FLAMBOYAN DI RSUD KOTA BANDUNG
Sisa

KH Hewani Nabati Sayur Buah


Rata-rata intake pasien 32,87 21,62 33,62 30,12 0
selama 2 hari Intake
67,13% 78,38% 66,38% 69,88% 100%

Jadi, dilihat dari asupan rata-rata pasien selama dua hari yaitu
bahwa asupan makan di RSUD Kota Bandung, belum baik karena rata-
61

rata sisa makanan pasien >20% dan asupan makan pasien <80%.
Kelompok makanan yang asupannya sudah terpenuhi hanya buah saja
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa
32,87%, maka asupan pasien 67,13% yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein hewani rata-rata tersisa
21,62 %, maka asupan pasien 78,38% yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok protein nabati rata-rata tersisa
33,62%, maka asupan pasien 63,80% yang artinya belum
memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 30,12%,
maka asupan pasien 69,88% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil evaluasi sisa makan sore di RSUD Kota
Bandung pada 10 pasien anak di ruang Sakura, disajikan dalam tabel
berikut:
62

TABEL 2.24
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Evaluasi Sisa Makanan Pasien Hari 8 Ruang Sakura

% Sisa Makanan
No Nama Pasien Bentuk Makanan
KH Hewani Nabati Sayur Buah

1 An. D Saring 75 50 0 0 0

2 An. F Tim 25 0 0 0 0

3 An. S Bubur 0 0 100 50 0

4 An. A Tim 0 50 50 0 0

5 By. F Nasi 50 0 0 0 0

6 An. T Bubur 0 0 25 0 0

7 An. A Nasi 0 0 0 0 0

8 An. N Tim 25 0 50 0 0

9 An. R Saring 25 0 0 0 0

10 An. A Tim 50 0 0 0 0

Total 250 100 225 50 0

Rata-rata Sisa Makanan Pasien 25 10 22.5 5 0


63

TABEL 2.25
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Evaluasi Sisa Makanan Pasien Hari 9 Ruang Sakura

% Sisa Makanan
No Nama Pasien Bentuk Makanan
KH Hewani Nabati Sayur Buah

1 An. R Saring 0 0 0 0 0

2 An. L Nasi 0 1 1 1 0

3 An. F Nasi 25 0 0 25 0

4 An. A Tim 50 50 0 25 0

5 An. A Nasi 0 0 0 25 0

6 An. A Nasi 0 0 0 50 0

7 An. R Tim 25 50 50 0 0

8 An. R Nasi 0 0 75 75 0

9 By. W Nasi 25 0 0 25 0

10 An. T Bubur 50 0 50 50 0

Total 175 101 176 276 0

Rata-rata Sisa Makanan Pasien 17.5 10.1 17.6 27.6 0

TABEL 2.26
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
SAKURA DI RSUD KOTA BANDUNG
Evaluasi Sisa Makanan Pasien Ruang Sakura

Evaluasi Sisa % Sisa Makanan


Makanan KH Hewani Nabati Sayur Buah

Hari 8 25 10 22.5 5 0

Hari 9 17.5 10.1 17.6 27.6 0

Total 42.5 20.1 40.1 32.6 0


Rata-rata Sisa
21.25 10.05 20.05 16.3 0
Makanan Pasien
64

Tabel tersebut menggambarkan sisa makanan pasien dengan


proporsi
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa
21,25%, maka asupan pasien 78,75% yang artinya belum
memenuhi syarat;.
 Asupan makanan kelompok hewani rata-rata tersisa 10,05%,
maka asupan pasien 89,95% yang artinya sudah memenuhi
syarat;
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 20,05%,
maka asupan pasien 79,95% yang artinya belum memenuhi
syarat;
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 16,3%,
maka asupan pasien 83,7% yang artinya sudah memenuhi
syarat; dan
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Salah satu standar pelayanan minimal (SPM) instalasi gizi
rumah sakit, yaitu indikator sisa makanan pasien ≤ 20% dan asupan
makan pasien ≥ 80%. Dari interpretasi tabel diatas, dapat disimpulkan
bahwa asupan makan sore hari ke-8 dan hari ke-9 kelompok karbohidrat
dan nabati kurang baik atau belum terpenuhi karena rata-rata sisa
makanan pasien ≥ 20%, sementara kelompok hewani, sayur dan buah
baik atau sudah terpenuhi karena rata-rata sisa makanan pasien < 20%.
Berdasarkan hasil evaluasi asupan makan sore di RSUD Kota
Bandung pada 10 orang pasien di Ruang Anggrek A dan B pada tanggal
18 Maret 2019, disajikan dalam tabel berikut
65

TABEL 2.27
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
ANGGREK DI RSUD KOTA BANDUNG
Makan Sore
Protein
No Nama Pasien KH Sayur Buah
Hewani Nabati
1 Tn. A 50 25 0 50 0
2 Tn. S 50 50 50 50 0
3 Tn. P 0 0 0 0 0
4 Tn. A 0 0 0 50 0
5 Tn. D 0 0 50 0 0
6 Tn. U 0 0 0 0 0
7 Ny. R 75 0 100 50 100
8 Nn. S 75 100 100 75 0
9 Ny. A 75 0 0 0 100
10 Tn. N 75 75 0 75 0
Total 400 250 300 350 200

Rata-rata Sisa Makanan 40,0% 25,0% 30,0% 35,0% 20,0%

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan asupan makan pasien >80%
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 40%,
maka asupan pasien 60% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok hewani rata-rata tersisa 25%,
maka asupan pasien 75% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 30%, maka
asupan pasien 70% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 35%, maka
asupan pasien 65% yang artinya belum memenuhi syarat.
66

 Asupan buah rata-rata tersisa 20%, maka asupan pasien 80%


yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan sore hari ke 8,
untuk kelompok karbohidrat, hewani, nabati, dan sayur belum baik karena
sisa makanannya masih >20% sehingga asupannya <80% sedangkan
untuk kelompok buah-buahan asupannya sudah baik karena sisa
makanannya 20% sehingga asupannya 80%.
Berdasarkan hasil evaluasi asupan makan sore di RSUD Kota
Bandung pada 10 orang pasien di Ruang Anggrek A dan B pada tanggal
19 Maret 2019, disajikan dalam tabel berikut :
TABEL 2.28
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
ANGGREK DI RSUD KOTA BANDUNG
Makan Sore
Protein
No Nama Pasien KH Sayur Buah
Hewani Nabati
1 Ny. I 0 0 0 50 0
2 Nn. R 50 100 100 50 0
3 Nn. K 0 0 0 50 0
4 Tn. P 0 0 0 0 0
5 Tn. A 0 0 100 0 0
6 Ny. S 75 0 0 0 0
7 Nn. S 50 25 50 50 0
8 Tn. D 0 0 25 0 0
9 Tn. U 0 0 0 50 0
10 Ny. K 75 0 0 0 0
Total 250 125 275 250 0

Rata-Rata Sisa Makanan 25,0% 12,5% 27,5% 25,0% 0,0%

Salah satu standar pelayan minimal instalasi gizi rumah sakit,


yaitu sisa makanan pasien harus <20% dan asupan makan pasien >80%
67

 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 25%,


maka asupan pasien 75% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok hewani rata-rata tersisa 12,5%,
maka asupan pasien 87,5% yang artinya sudah memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 27,5%,
maka asupan pasien 72,5% yang artinya belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 25%, maka
asupan pasien 75% yang artinya belum memenuhi syarat.
 Asupan buah rata-rata tersisa 0%, maka asupan pasien 100%
yang artinya sudah memenuhi syarat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa asupan makan sore hari ke 9,
untuk kelompok karbohidrat, nabati, dan sayur belum baik karena sisa
makanan masih >20% sehingga asupannya <80% sedangkan untuk
kelompok hewani dan sayur sudah baik karena sisa makanannya <20%
sehingga asupannya >80%.
TABEL 2.29
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN RUANG
ANGGREK DI RSUD KOTA BANDUNG

Rata-Rata Sisa Makan Sore Ruang Anggrek A Dan B

Protein
KH Sayur Buah
Hewani Nabati
Tanggal 18 40% 25% 30% 35% 20%
Tanggal 19 25% 13% 28% 25% 0%
Total 65% 38% 58% 60% 20%
Rata-Rata Sisa
33% 19% 29% 30% 10%
Makanan
68

Dari interpretasi tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa asupan


makan sore hari ke-8 dan hari ke-9 untuk kelompok hewani dan buah-
buahan belum terpenuhi karena sisa makanannya >20% yang artinya
asupan makan pasien <80%. Sedangkan untuk kelompok karbohidrat,
nabati, dan sayur sudah terpenuhi karena sisa makanannya <20% yang
artinya asupan makan pasien >80%.
Berdasarkan hasil evaluasi menu makan siang tangal 19 Maret
2019 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung pada 10 orang pasien
dewasa di ruang Aster, disajikan dalam tabel berikut:
Salah satu Standar Pelayanan Minimal instalasi gizi rumah sakit,
yaitu sisa makanan pasien harus ≤20% dan asupan makan pasien ≥80%.
 Asupan makanan kelompok karbohidrat rata-rata tersisa 5%,
maka asupan kh pasien 95% sudah memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok hewani rata-rata tersisa 0%,
maka asupan hewani pasien 100% sudah memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok nabati rata-rata tersisa 10%,
maka asupan nabati pasien 90% sudah memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok sayur rata-rata tersisa 17.5%,
maka asupan sayur pasien 82.5% sudah memenuhi syarat.
 Asupan makanan kelompok buah rata-rata tesisa 0%, maka
asupan buah pasien 100% sudah memenuhi syarat.
Pada menu makan siang tersebut, olahan sayur paling banyak
tersisa dari semua pasien, walaupun rata-ratanya sudah memenuhi
standar pelayanan minimal. Salah satu Standar Pelayanan Minimal
instalasi gizi rumah sakit, yaitu sisa makanan pasien harus ≤20% dan
asupan makan pasien ≥80%.
 Asupan makanan kelompok rata-rata tersisa 35%, maka
asupan kh pasien 65%, maka asupan belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok rata-rata tersisa 10%, maka
asupan hewani pasien 90% sudah memenuhi syarat.
69

 Asupan makanan kelompok rata-rata tersisa 45%, maka


asupan nabati pasien 55%, maka asupan belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok rata-rata tersisa 37.5%, maka
asupan sayur pasien 62.5%, maka asupan belum memenuhi
syarat.
 Asupan makanan kelompok rata-rata tesisa 0.5%, maka
asupan buah pasien 99.5%, maka asupan pasien sudah
memenuhi syarat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa asupan makan siang hari ke 9,


hanya terpenuhi asupan buah dan lauk hewani yang melebihi 80%,
sementara asupan kh, nabati, dan sayur masih kurang karena sisanya
masih melebihi ≥20%, sehingga perlu evaluasi lebih lanjut apakah sisa
makanan terbanyak karena rasa, kesukaan, penampilan, atau jenis diet.

TABEL 2.30
INTERPRETASI EVALUASI SISA MAKAN SORE PASIEN
RUANG ASTER DI RSUD KOTA BANDUNG

No. % SISA MAKANAN


Jenis diet
KH HEWANI NABATI SAYUR BUAH
1 Hari 8 (ke 1) 5 0 10 17.5 0
2 Hari 9 (ke 2) 35 10 45 37.5 0.5
TOTAL 40 10 55 55 0.5
RATA-RATA SISA/PASIEN 20% 5% 27.5% 27.5% 0.25%

Evaluasi sisa makanan pasien selama 2 hari dapat dilihat


dalam tabel bahwa sisa makanan yang melebihi ≥20%, yaitu pada olahan
nabati dan sayur. Sementara KH tepat 20%, sehingga masih melebihi
standar minimal sisa makanan di rumah sakit. Sedangkan olahan hewani
dan buah hanya sisa 5% dan 0.25% sudah memenuhi standar sisa
makanan pasien di rumah sakit. Jadi, mungkin pada olahan nabati dan
70

sayur harus dievaluasi, apakah pasien tidak menghabiskan makananya


karena rasa atau penampilan atau alasan yang lain. Sehingga perlu
dilakukan modifikasi menu. Walaupun hasilnya sudah dirata-ratakan
seperti yang tertera dalam tabel, ada baiknya evaluasi intake dilakukan
setiap hari, karena ternyata setiap hari menu berbeda-beda dan sisanya
juga berbeda-beda, sehingga bila dilakukan setiap hari, bisa
diakumulasikan menjadi laporan bulanan, 3 bulanan, dan tahunan, agar
evaluasi intake lebih tergambarkan.selain itu terdapat faktor yang
menyebabkan pasien menyisakan makanannya.Sisa makanan terjadi
karena makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya sisa makanan dapat berupa faktor yang berasal
dalam diri pasien (Faktor Internal), faktor dari luar pasien (Faktor
Eksternal) serta faktor lain yang mendukung (Almatsier, dkk,2004)

1. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari pasien yang meliputi :
a. Psikologis
Faktor psikologis merupakan rasa tidak senang, rasa takut karena
sakit dan ketidakbebasan karena penyakitnya sehingga menimbulkan rasa
putus asa. Manifestasi rasa putus asa tersebut sering berupa hilangnya
nafsu makan sehingga penderita tersebut tidak dapat menghabiskan
makanan yang disajikan.
b. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam
menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan sesuai
dengan makanan yang disajikan baik dalam susunan menu maupun besar
porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang
disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan makan pasien,
maka akan dibutuhkan waktu untuk penyesuaian.
c. Kebosanan
Rasa bosan biasanya timbul bila pasien mengkonsumsi
makananyang kurang bervariasi sehingga sudah hafal dengan jenis
71

makanan yang disajikan. Rasa bosan juga dapat timbul bila suasana
lingkungan pada waktu makan tidak berubah. Untuk mengurangi rasa
bosan tersebut selain meningkatkan variasi menu juga perlu adanya
perubahan suasana lingkungan pada waktu makan.

2. Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan meliputi :


a. Penampilan makanan
Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur makanan,
dan besar porsi.
b. Rasa makanan
Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan
yang disajikan, rasa dari setiap jenis hidangan yang disajikan dan
keempukan serta tingkat kematangan.
3. Faktor Lain
Faktor lain yang dapat menyebabkan sisa makanan antara lain
penampilan alat makan, sikap petugas pengantar makanan. Cara
penyajian merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam
mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan. Penyajian
makanan berkaitan dengan peralatan yang digunakan, serta sikap
petugas yang menyajikan makanan termasuk kebersihan peralatan makan
maupun kebersihan petugas yang menyajikan makanan. Adanya
makanan dari luar rumah sakit yang dimakan oleh pasien disebabkan oleh
budaya membawa oleh- oleh ketika membesuk ke pasien, di rumah sakit
serta tidak adanya manajemen yang jelas untuk mengendalikan diet terapi
di rumah sakit seperti larangan mambawa makanan atau minuman
tertentu pada pasien yang belum tentu sama dengan nilai gizi yang
dikandung oleh makanan yang disajikan dari rumah sakit itu sendiri.
(Budiyanto, 2002).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada Praktek Kerja Lapangan


Manajemen Sistem Penyelenggarakan Makanan Rumah Sakit di Instalasi
Gizi RSUD Kota Bandung, diperoleh kesimpulan:

1. RSUD Kota Bandung merupakan Rumah Sakit Pemerintahan


tipe B yang ada di Kota Bandung.
2. Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung merupakan unit kerja yang
bertanggung jawab langsung kepada direktur melalui bidang
penunjang medis yang menyediakan fasilitas kegiatan
pelayanan gizi yang meliputi: penyelenggaraan makanan
pasien dan karyawan, terapi/asuhan gizi, konsultasi gizi, dan
penelitian dan pengembangan.
3. Struktur organisasi Instalasi Gizi dikepalai oleh Kepala Instalasi
Gizi yang membawahi 5 sub unit, yaitu Administrasi, Pelayanan
Gizi Rawat Inap, Pelayanan Gizi Rawat Jalan,
Penyelenggaraan Makanan, dan Penelitian dan
Pengembangan (LITBANG).
4. Pegawai di Instalasi Gizi RSUD Kota Bandung terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Badan Layanan Usaha Daerah
(BLUD). Adapun jumlah RD sebanyak 3 orang, TRD sebanyak
2 orang, dan administrasi gizi 1 orang, tenaga pemasak 7
orang, dan pramusaji 11 orang.

72
73

5. Pendidikan pegawai yang ada di Instalasi Gizi mulai dari


SMA/SMK sederajat, D1, S1, dan S2.
6. Anggaran belanja makanan berasal dari BLUD.
7. Tahap dalam penyusunan anggaran belanja makanan, yaitu:
Menyusun menu (pola menu, siklus menu, frekuensi menu,
master menu, menu, standar porsi, standar resep, standar
menu, dan nilai gizi), membuat spesifikasi bahan menurut
menu, survei rata-rata harga pasar yang sesuai dengan
spesifikasi, menghitung jumlah pasien dari BOR, setelah
selesai lalu membuat perhitungan anggaran dari menu dikali
BOR dikali 365 hari dan didapatkan anggaran menu untuk satu
tahun.
8. Kebutuhan anggaran untuk pelayanan makanan konsumen
disusun dengan merujuk pada indeks makanan kelas
perawatan, pedoman menu, survei harga rata-rata volume
konsumen (3 bulan terakhir).
9. Kegiatan menyusun standar makanan disesuaikan dengan
jumlah dan macam konsumen yang dilayani (pasien rawat
inap).
10. Kegiatan pemesanan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD
Kota Bandung terbagi menjadi dua, yaitu pengadaan untuk
bahan makanan segar dilakukan dua hari sekali, pengadaan
untuk bahan makanan kering dilakukan sepuluh hari sekali.
Pembelian bahan makanan menggunakan sistem pelelangan.
Penyimpanan bahan makanan dipisahkan antara bahan
makanan segar dan bahan makanan kering. Kegiatan
pengadaan, pembelian, dan penyimpanan sudah berjalan
dengan baik.
11. Kegiatan produksi makanan terbagi sesuai dengan jenis
hidangan (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan
buah). Proses persiapan dan pengolahan sudah berjalan
74

dengan baik hanya saja beberapa pekerja masih belum


menerapkan standar prosedur operasional yang ada, seperti
tidak memakai alat pelindung diri yang lengkap.
12. Kegiatan distribusi makanan di RSUD Kota Bandung
menggunakan sistem sentralisasi, selanjutnya makanan di
distribusikan ke masing-masing kelas perawatan menggunakan
trolley. Penyajian makanan dilakukan 5x sehari (3x makan
utama dan 2x snack).
13. Sarana dan prasarana di RSUD Kota Bandung memiliki
peralatan yang cukup lengkap, hanya saja dalam penggunaan
alat masih belum sesuai dengan SOP, contohnya alat
penyaring udara (uap panas)/blower masih belum berfungsi.
14. Kegiatan modifikasi resep yang dilakukan mahasiswa adalah
memodifikasi menu nabati dan sayur dalam 1 siklus menu
setiap hari (bentuk makanan biasa).
15. Pengawasan dan pengendalian mutu penyelenggaraan
makanan, meliputi: pemantauan kerusakan makanan,
pemantauan masalah penerimaan bahan makanan, uji citarasa
makanan, pemantauan higine dan sanitasi makanan dan
pengujian mutu bahan makanan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP).
16. Kegiatan pengawasan mutu gizi diruang rawat inap adalah
penilaian sisa makanan dengan metode comstock, pemantauan
ketepatan waktu penyajian, dan sanitasi higine penyajian
makanan. Berdasarkan hasil observasi pengawasan mutu
pelayanan selama dua hari pada tanggal 18 Maret dan 19
Maret 2019 yang dilakukan masing-masing pada 10 pasien
diruang rawat inap sakura, flamboyan, aster, dan anggrek,
maka sisa makanan pasien pola menu karbohidrat sisa
terbanyak terdapat diruang sakura (39.35%), pola menu hewani
sisa terbanyak terdapat diruang anggrek (34.6%), pola menu
75

nabati sisa terbanyak terdapat dirung sakura (50%), pola menu


sayur sisa terbanyak terdapat diruang anggrek (55%), dan pola
menu buah sisa terbanyak terdapat diruang sakura (2.5%)

3.2 Saran
Hasil praktik lapangan SPMRS selama 20 hari di RSUD Kota
Bandung, penulis merekomendasikan saran yang diharapkan dapat
membangun dan memberikan kemajuan untuk Instalasi Gizi RSUD Kota
Bandung, sebagai berikut:
1. Penggunaan alat pelindung diri yang lengkap (penutup kepala,
masker, afron) harus ditingkatkan baik kepada pramusaji
maupun tenaga pemasak laki-laki dan perempuan, agar pekerja
aman dalam melakukan tugas dan mencegah kontaminasi
silang pada makanan pasien.
2. Sarana dan prasarana perlu ditingkatkan dan difungsikan,
seperti alat penghisap uap panas berfungsi dengan baik agar
para pekerja dapat bekerja dengan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, M. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan pada Pasien
dengan Makanan Biasa di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis
Program Pascasarjana UGM : Yogyakarta, 2002.
Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktur Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Jakarta: 2013.

Anda mungkin juga menyukai