Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum bahasa Inggris dan suplemennya menekankan ketrampilan

membaca ( reading ) pada pembelajaran bahasa Inggris.

Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas lebih

menjelaskan pada ketrampilan membaca. Sementara itu, ketrampilan lain, utamanya

ketrampilan berbicara ( speaking ) tidak banyak mendapatkan perhatian. Apalagi

adanya kenyataan bahwa ketrampilan berbicara tidak diujikan dalam ulangan

semester, try out, atau dalam ujian nasional.

Selanjutnya banyak guru secara berlebihan menekankan pada ketrampilan

membaca, sementara kemampuan berbicara siswa tidak diperhatikan dengan serius.

Keadaan ini menjadikan siswa enggan berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Kondisi yang demikian ini terjadi di

sekolah ..................................................................khususnya kelas X. Pembelajaran

bahasa Inggris lebih banyak ditujukan pada membaca karena membaca banyak

mendominasi soal-soal ulangan semester, try out atau dalam ujian nasional. Di sisi

lain, ketrampilan berbicara tidak banyak mendapat perhatian yang cukup.

Hal ini dikarenakan, pembelajaran keterampilan berbicara disajikan sebatas

pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan ungkapan-ungkapan

itu.

Di sisi lain, penguasan seseorang terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa


komunikasi amat penting. Pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan jumlah

orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa asing telah melebihi

jumlah penutur aslinya.

Melihat peluang-peluang itu dan memperhatikan keberadaan sekolah peneliti

ada di daerah pariwisata, maka tidak ada pilihan lain bahwa ketrampilan berbicara

siswa harus ditingkatkan. Sebab dari keempat ketrampilan bahasa (mendengar,

berbicara, membaca dan menulis), ketrampilan berbicara dalam bahasa Inggris

sangat dibutuhkan dalam bidang pariwisata.

Untuk meningkatkan ketrampilan berbicara dalam bahasa inggris tersebut

saya mengambil judul “ Penerapan Role Play Untuk Meningkatkan Ketrampilan

Berbicara Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Kelas X

................................................................................Tahun Pelajaran 2018 / 2019.

Role play adalah “ sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan,

aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.

Dalam role play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas,

meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa

Inggris. Selain itu, role play seringkali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktifitas

dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan

memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris.

Sedangkan keterampilan berbicara pada awalnya merupakan perbuatan

meniru apa yang didengar, kemudian diucapkan kembali. Pada tahap selanjutnya

ucapan itu ditulis dalam huruf setelah seseorang terampil membahasakan huruf –

huruf tersebut melalui kegiatan membaca.

Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktifitas, maka
proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengambil

judul “ Penerapan Role Play Untuk Meningkatkan Ketrampilan Berbicara Siswa

Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Kelas

X ..................................................................“.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penulisan ini adalah : Bagaimana menerapkan

role play untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dalam pembelajaran

bahasa Inggris di kelas X SMK Negeri 1 Kotamobagu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK ) ini

adalah untuk mengetahui penerapan role play dalam upaya meningkatkan

ketrampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris kelas X SMK

Negeri 1 Kotamobagu.

D. Manfaat dan Hasil Penelitian

1. Bagi Siswa

a. Dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

b. Siswa termotivasi sehingga senang belajar bahasa Inggris.

c. Dapat memberikan hidden practice dimana siswa tanpa sadar menggunakan

ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari.

2. Bagi Guru

Dapat menambah wawasan tentang strategi pembelajaran

3. Bagi Sekolah
Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pembelajaran Role Play

Secara sederhana kata role play berarti bermain peran. Pembelajaran role

play merupakan model pengelompokan/tim kecil, yaitu antara tiga sampai lima

orang.

Sedangkan menurut yang lain berpendapat bahwa model role play

merupakan suatu pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan

pembelajaran speaking ( berbicara ) dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata

dimasyarakat sehingga dengan bermain peran antara sesama anggota kelompok

akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar. Pembelajaran

role play dapat dilihat dalam pengertian berikut :

a. Pengertian

Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,

aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang.

Dalam role play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas,

meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan

bahasa Inggris. Selain itu role play seringkali dimaksudkan sebagai suatu

bentuk aktivitas dimana pembelajaran membayangkan dirinya seolah-olah

berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa

Inggris.

Dalam role play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran,

secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa bersama teman-temannya


pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada

diri siswa.

Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam

pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan

menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka

berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari.

Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktifitas,

maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.

b. Langkah – langkah penerapan

1). Guru menyusun scenario yang akan ditampilkan

2). Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario dua hari

sebelum KBM

3). Membentuk kelompok siswa yang anggotanya 3 sampai 5 orang

4). Memberikan penjelasan kompetensi yang ingin dicapai

5). Menugaskan siswa melakonkannscenario yangn udah dipersiapkan

6). Masing-masing siswa duduk dikelompoknya, sambil mengamati

scenario yang sedang diperagakan

7). Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas

sebagai lembar kerja untuk membahas

8). Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

9). Guru memberikan kesimpulan secara umum

10). Evaluasi dan penutup

c. Kelebihan dan kekurangannya

1). Kelebihan :
a). Siswa lebih aktif dan termotivasi karena mereka dapat

mempraktekkan bahasa Inggris secara langsung didepan kelas

b). Memupuk kepercayaan pada diri sendiri

c). Media dan teknik ini dapat diterapkan pada pelajaran lainnya

seperti : Bahasa Arab dan bahasa Indonesia

2). Kekurangan :

a). Jumlah siswa terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru

terhadap proses pembelajaran relative kecil.

b). Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran

c). Terbatasnya pengetahuan siswa akan system teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran

d). Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan role play

2. Keterampilan Berbicara

Berbicara pada awalnya merupakan perbuatan menirukan apa yang didengar,

kemudian diucapkan kembali. Pada tahap selanjutnya ucapan itu ditulis dalam huruf

setelah seseorang terampil membahasakan huruf-huruf tersebut melalui kegiatan

membaca. Ketika menulis, kita terbiasa menggunakan simbol grafis atau ejaan yang

berhubungan dengan suara ketika kita berbicara.

Berpendapat bahwa berbicara dan menulis adalah kemampuan menghasilkan

sedangkan menyimak dan membaca adalah kemampuan menerima. Pengertian

ketrampilan berbicara dapat dilihat sebagai berikut:

a. Pengertian

Berbicara adalah salah satu ketrampilan berbahasa yang harus dikuasai

siswa. Kurikulum bahasa Inggris dirumuskan sebagai Communicative


Competence. mengemukakan bahwa bahasa adalah komunikasi. Implikasi dari

model pembelajaran bahasa adalah untuk berpartisipasi dalam masyarakat

pengguna bahasa. Berarti siswa dituntut harus mampu berbicara bahasa Inggris

dengan penggunaan bahasa tersebut.

Oleh karena itu. pembelajaran diarahkan pada pencapaian kompetensi

yang terlihat dalam keseriusan siswa melakukan langkah- langkah komunikasi.

Sebagai contoh berbicara diarahkan kepada ketrampilan melakukan dan

merealisasikan tindak tutur yang sering disebut “ Speech Act, Speech Function,

atau Language Function “.

Hal ini dimaksudkan agar fokus pembelajaran berbicara tidak hanya

diarahkan ke tema, namun siswa harus dapat mengembangkan ketrampilan

berbicara pada tindak tutur, seperti membuka percakapan, menutup percakapan,

meminta tolong, mengatakan ma’af dan sebagainya.

Singkatnya, pendekatan yang biasanya bermakna “ Lets talk something

“ menjadi pendekatan “ Lets do something with language “.Sesuai dengan

pendekatan inilah, penulis mencoba melaksanakan pembelajaran dengan tidak

hanya sebatas teori berbahasa, tapi siswa benar-benar melakukan berbahasa

dengan mengimplementasikan teori belajar aktif dengan teknik role play.

b. Karakteristik Keterampilan Berbicara

1) Penguasaan masalah

2) Penguasan lafal dan intonasi

3) Pengenalan situasiKeberanian berbicara

4) Penguasan bahasa dan gaya penyampaian

5) Latihan dan kebiasaan.


c. Fungsi Ketrampilan Berbicara

1). Memberitahukan

2). Menghibur

3). Mengajak.

3. Pembelajaran

Bagne dalam bukunya Margaret E. Bell Bliedier tentang Belajar

Membelajarkan pada halaman 205 mengungkapkan bahwa: “ Pembelajaran

diartikan sebagai acara dari peristiwa eksternal yang dirancang oleh guru guna

mendukung terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan siswa.” Dengan demikian,

pembelajaran dilukiskan sebagai upaya guru yang tujuannya membantu siswa

untuk belajar. Pembelajaran lebih menekankan kepada semua peristiwa yang dapat

berpengaruh secara langsung kepada efektivitas belajar siswa, dengan kata lain

pembelajaran adalah upaya guru agar terjadi peristiwa belajar yang dilakukan oleh

siswa.

Peristiwa guru mengajar dan siswa belajar sebagai peristiwa proses

pembelajaran senantiasa dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

1. Kompetensi dasar, meliputi bukan hanya domain kognitif saja melainkan juga

domain efektif, dan psikomotorik, yang ingin dicapai adalah hasil belajar, yaitu

perubahan pada diri anak, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bersikap menjadi

dapat bernilai atau dapat membedakan dari tidak dapat melakukan menjadi dapat

mempraktikkan dan dapat mengerjakannya.

2. Materi/bahan ajar, yaitu terstruktur dalam kajian rumpun mata pelajaran, baik

meliputi ruang lingkup sekuensial maupun tingkat kesulitannya.

3. Sumber belajar, untuk menjadikan peristiwa pembelajaran yang kontekstual


artihnya yang relevan, terpilih dan tepat guna sesuai dengan pencapaian

kompetensi dasar yang ditetapkan.

4. Media dan fasilitas belajar, termasuk ruang kelas dan penciptaan lingkungan

kondusif yang menjadikan peristiwa belajar menjadi dinamis dan

menyenangkan. Disini perlunya dipertimbangkan jumlah siswa, alokasi

waktu dan tersedianya alat peraga dan pemilihan metode yang akan

dipergunakan.

5. Siswa yang belajar, perlu diperhatikan kemampuan, usia perkembangan, latar

belakang, motivasi dan kebutuhan siswa.

6. Guru yang mengelola pembelajaran, yaitu dilihat dari kompetensinya dalam

teknik mengajar kebiasaannya, pandangan hidup, latar belakang pendidikan,

dan kerjasama dengan teman sejawat sesame guru.

Mengajar adalah kompetensi guru. Setiap guru harus menguasai dan

terampil melaksanakan tugas mengajar.

Pengertian mengajar mengalami perkembangan, sesuai dengan

kemajuan teknik yang menyertainya.

Ada beberapa teori tentang mengajar :

a). Mengajar adalah menyerahkan kebudayaan berupa pengalaman-

pengalaman kecakapan kepada anak didik, mengajar adalah usaha

mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikut sebagai

generasi penerus. Aktivitas itu terletak pada guru. Siswa hanya

mendengarkan dan menerima saja apa yang diberikan oleh guru. Siswa

yang baik adalah yang duduk diam, mendengarkan ceramah guru

dengan penuh perhatian, tidak bertanya, tidak mengemukakan masalah.


Semua bahan pelajaran yang diberikan guru tanpa diolah, dan tanpa

diragukan kebenarannya. Siswa tidak ikut aktif menetapkan apa yang

akan diterimanya.

b). Mengajar adalah menanamkan pengetahuan melalui proses hubungan

antara guru dan siswa. Dalam hal ini guru masih kurang memperhatikan

bahwa diantara siswa ada perbedaan individual, sehingga memerlukan

pelayanan yang berbeda-beda. Semua siswa dianggap sama kemampuan

dan kemajuannya, bahan pelajaran yang diberikan sama pula.

c). Mengajar adalah bimbingan kepada siswa untuk belajar. Dalam

devinisi ini menunjukan bahwa yang aktif adalah siswa yang

mengalami kegiatan belajar. Sedangkan guru hanya membimbing

menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan

kepada siswa. Dalam belajar siswa menghendaki hasil belajar yang

efektif dan menyenangkan. Untuk itu guru harus membantu siswa untuk

belajar dan guru mengajar harus efektif. Mengajar yang efektif dan

menyenagkan ialah mengajar yang dapat membawa siswa aktif belajar

dan berlangsung secara efektif dalam lingkungan kondusif untuk

belajar. Belajar disini adalah suatu aktifitas mencari, menemukan, dan

melihat pokok masalah. Siswa berusaha memecahkan masalah termasuk

pendapat bahwa bila seseorang memiliki kemampuan dapat

menciptakan, maka dia telah menghasilkan masalah dan menemukan

kesimpulan, dia telah menjalani belajar yang bermakna bagi dirinya.


4. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah satu usaha yang bersifat sadar tujuan, yang

dengan sistematik terarah pada perubahan tingkah laku. Perubahan yang dimaksud

menunjuk pada suatu proses yang harus dilalui. Tanpa proses perubahan, tidak

mungkin terjadi dan tujuan tak dapat dicapai. Dan proses yang dimaksud di sini

adalah kegiatan pembelajaran sebagai proses interaksi edukatif.

Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan. Pengajaran

merupakan proses yang berfungsi membimbing siswa di dalam kehidupan, yakni

membimbing memperkembangkan diri sesuaidengan tugas-tugas perkembangan

yang mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat. Bilamana ditinjau secara luas akan jelas tampak bahwa proses

kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu

berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Dalam kegiatan pembelajaran

guru harus dapat menciptakan situasi kondusif. Guru harus menciptakan situasi dan

interaksi edukatif, dengan tidak memakai pendekatan searah yang hanya dating dari

guru.

Tidak cukup bagi seorang guru untuk hanya memperhatikan bahan atau

materi yang akan diajarkan; juga tidak cukup bagi seorang guru untuk hanya

mengutamakan teknik dan klasifikasi interaksi. Tidak banyak gunanya mengetahui

ciri-ciri sebuah metode diskusi yang baik, atau teknik bermain peran ( role Play )

atau syarat-syarat ceramah, apabila dia tidak mengetahui apa yang akan diajarkan.

5. Suasana Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang terjadi dalam situasi, dan

suatu suasana kegiatan guru dan siswa yang disebut interaksi edukatif. Belajar
berlangsung sebagai aktivitas siswa dan mengajar dikhususkan pada aktivitas

guru. Demikianlah kegiatan pembelajaran berlangsung secara formal.

Di dalam kegiatan pembelajaran diperlukan komunikasi yang tepat,

kompetensi dasar yang ditetapkan dapat dijadikan acuan dan kegiatan belajar

siswa itu berhasil secara efektif. Dalam interaksi dan komunikasi itu diperlukan

adanya jalinan simpati antara guru dan siswa. Guru dapat menciptakan berbagai

ragam pengalaman. Guru dapat memberikan tugas atau mendiskusikan sesuatu.

Siswa dapat membuat sesuatu percobaan, dapat mendemonstrasikan sesuatu

proses, dan lain-lain.

Dalam menciptakan situasi agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara

efektif dan efesien guru perlu mempertimbangkan secara strategis agar dapat

diwujudkan situasi yang kondusif, yang memungkinkan proses interaksi

berlangsung dengan baik. Dalam situasi demikian senantiasa perlu diupayakan

agar :

1. Siswa senantiasa menaruh minat dan perhatian.

2. Siswa turut serta efektif dalam pengalaman belajar.

3. Guru memberikan pengalaman yang terpadu dalam proses belajar.

4. Timbulnya dorongan yang positif pada diri siswa untuk belajar.

Pengalaman belajar siswa dengan mempergunakan sebanyak mungkin alat

indra dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Kerucut Pengalaman Belajar

NO KERUCUT PENGALAMAN BELAJAR %

1 Dengar 10-20

2 Lihat 30
3 Lihat dan dengar 50

4 Katakan 70

5 Katakan dan lakukan 90

Kita belajar 20 % dari apa yang kita dengar, 30 % dari apa yang kita lihat,

50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 % dari apa yang kita katakana, dan 90

% dari apa yang kita katakana dan lakukan.

Hal ini menunjukan bahwa jika kita mengajar dengan banyak ceramah,

maka siswa akan mengingat hanya 20 % karena siswa hanya mendengarkan.

Sebaliknya, jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya,

maka mereka akan mengingat sebanyak 90 %.

Adapun prinsip dan modal pembelajaran yang ditawarkan adalah :

1. Empat Pilar Pendidikan

Dalam proses pembelajaran tidak seharusnya siswa sebagai

pendengar ceramah guru dan menganggap siswa laksana botol kosong

yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Siswa harus diberdayakan agar

mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya

(learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya

baik lingkungan fisik, social, maupun budaya sehingga mampu

membangun pengetahuan ( learning to know ) dan kepercayaan dirinya

(learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau

kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk

kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-

sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.


Secara singkat empat pilar dalam pembelajaran itu dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1) Learning to do - Siswa diberdayakan untuk berbuat dan

memperoleh pengalaman.

2) Learning to know - Meningkatkan interaksi sosial untuk

membangun pengalaman dan pengetahuan.

3) Learning to be - Diharapkan dengan interaksi dapat membangun

pengetahuan dan percaya diri.

4) Learning to live together - Kesempatan interaksi individu dan

kelompok dapat membangun kepribadian untuk memahami

kemajemukan dan melahirkan sikap positif.

2. Pandangan Konstruktivisme.

Pandangan konstruktivisme sebagai filosofis pendidikan mutahir

menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman kanak-kanak

sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan tentang

lingkungan dan peristiwa/gejalah lingkungan di sekitarnya, meskipun

gagasan/pengetahuan ini seringkali naïf dan miskonsepsi. Mereka

senantiasa mempertahankan gagasan/pengetahuan naïf ini secara kokoh.

Ini dipertahankan karena gagasan/pengetahuan ini terkait dengan

gagasan/pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud

schemata (struktur kognitif).

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan

adalah memulai pelajaran dari apa yang diketahui peserta didik. Guru

tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau


mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non ilmiah menjadi

gagasan/pengetahuan ilmiah. Dengan demikian, arsitek pengubah

gagasan peserta didik adalah peserta didik sendiri dan guru hanya

berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses

pembelajaran bisa berlangsung. Beberapa bentuk kondisi belajar yang

sesuai dengan filosofis konstuksivisme antara lain : diskusi yang

menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan

gagasan, pengujian, hasil penelitian sederhana, demonstrasi, peragaan

prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta

didik untuk mempertajam gagasannya.

3. Pembelajaran Kontekstual

Pengajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran

yang mengaitkan antara materi ( bahan ajar ) yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata dari lingkungannya diharapkan dengan pendekatan

demikian akan dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dan lingkungannya dengan penerapannya

dalam kehidupan siswa sebagai individu, sebagai anggota masyarakat dan

bangsanya.

Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih kongkret,

lebih realistic, lebih actual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih

bermakna. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih berkualitas,

lebih mendorong timbulnya kreativitas dan produktivitas serta efisiensi

dan efektivitasnya yang lebih menjanjikan. Mengapa hasil belajar


meningkat, karena dalam pembelajaran yang kontekstual dipergunakan

semua alat indra secara serentak sehingga kegiatan pembelajaran lebih

aktual, kongkret, realistik, nyata, menyenangkan dan bermakna.

Pembelajaran kontekstual diharapkan juga untuk memberikan

sikap keterbukaan, menimbulkan demokrasi dan toleransi mengingat

pembelajaran kontekstual mampu mengembangkan daya kreasi, daya

nalar, rasa keingintahuan dan eksperimentasi-eksperimentasi yang

dimungkinkan terjadinya penemuan-penemuan baru.

4. Democratic Teaching

Democratic teaching adalah suatu bentuk upaya menjadikan

sekolah sebagai pusat kehidupan melalui proses pembelajaran yang

demokratis. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang

dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap

kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan,

dan memperhatikan keragaman peserta didik. Dalam praktiknya, para

pendidik hendak memposisikan peserta didik sebagai insane yang harus

dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan

potensinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlua adanya

suasana yang terbuka, akrab dan saling menghargai. Sebaliknya perlu

menghindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan, dan

sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi

pasif, tidak bergairah, cepat bosan, dan mengalami kelelahan.

Dengan demikian, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan

aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Guru perlu


memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya

dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar ada pada diri

siswa, tetapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang

mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar

sepanjang hayat.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain

pembelajaran yaitu :

1. Mengelola kelas

Kursi dan meja siswa dan guru perlu ditata untuk menunjang kegiatan

pembelajaran yang mengaktifkan siswa, yaitu memungkinkan hal-hal

sebagai berikut :

a) Aksesibilitas : siswa mudah menjangkau alat dan sumber belajar.

b) Mobilitas : siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke

bagian lain dalam kelas.

c) Interaksi : Memudahkan terjadi interaksi antara guru dan siswa

maupun antar siswa.

d) Variasi kerja siswa : Memungkinkan siswa bekerja secara

perorangan, berpasangan, atau kelompok.

2. Mengelola siswa

Siswa dalam satu kelas biasanya memiliki kemampuan yang

beragam : pandai, sedang, dan kurang. Guru perlu mengatur kapan

siswa bekerja secara perorangan, berpasangan atau kelompok. Jika

berkelompok, kapan siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan

sehingga ia dapat berkonsentrasi membantu yang kurang, dan kapan


siswa dikelompokkan secara campuran berbagai kemampuan

sehingga terjadi tutor sebaya.

3. Mengelola kegiatan pembelajaran

Kegiatan belajar siswa perlu dirancang sedemikian rupa

sehingga cocok dengan tingkat kemampuan siswa. Idealnya, kegiatan

untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan untuk siswa

sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu jenis konsep

yang sama. Penggunaan lembar kerja yang berbeda akan sangat

membantu guru dalam kegiatan pembelajaran.

6. Pembelajaran Bahasa Inggris

a. Pengertian

1) Pembelajaran menurut undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional adalah : bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat

materi pembelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model

pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar

dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

2) Pembelajaran menurut bahasa adalah :

Alat komunikasi. Bahasa hadir dengan dua fungsinya, yaitu: Fungsi

transaksional dan fungsi interaksional. Fungsi transaksional merupakan

fungsi bahasa untuk mengekspresikan isi fakta atau proses. Fungsi

interaksional merupakan fungsi untuk mengekspresikan hubungan-

hubungan social, sikap dan opini pribadi. Fungsi transaksional biasanya


disampaikan melalui bahasa tulis, sedangkan fungsi interaksional biasanya

disampaikan melalui bahasa lisan, meski tidak menutup kemungkinan

adanya kombinasi dari keduanya.

b. Tujuan

1) Pengajaran bahasa Inggris di SMK adalah :

a). Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam

bahasa Inggris, baik secara lisan maupun tertulis, dengan menguasai

ketrampilan berbahasa baik yang bersifat productive; berbicara dan

menulis ( Speaking dan Writing ) maupun yang bersifat receptive ;

mendengar dan membaca ( listening dan reading );

b). Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris sebagai

sarana yang vital dalam transfer of knowledge yang berperan dalam

memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;

c). Menumbuhkan sikap positif terhadap masyarakat bahasa lain beserta

latar belakang budaya mereka dan memperluas cakrawala budaya yang

dapat membantu peserta didik dalam kegiatan-kegiatan lintas budaya.

d). Mengembangkan sikap positif terhadap budaya islam dan

menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bahasa Inggris dalam

transfer of information tentang hal-hal yang berhubungan dengan

materi keislaman;

e). Memberikan kedudukan yang sama dalam lintas pendidikan antara

muatan materi umum dan keagamaan.

f). Memberikan kecakapan, dalam tindak laku berbahasa sehingga dapat

mempengaruhi informasi pengetahuan yang diwujudkan.


2) Pembelajaran bahasa Inggris di SMK adalah :

Pembelajaran yang diarahkan pada pencapaian kompetensi yang

terlihat dalam kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan bahasa

untuk berkomunikasi.

Pengembangan pembelajaran diarahkan pada ketrampilan peserta

didik dalam melakukan tindak tutur (speech act) seperti membuka,

melibatkan diri, dan menutup percakapan, meminta tolong, maaf, informasi

secara lisan, mengungkapkan pendapat, pengalaman dan sebagainya baik

secara lisan maupun tertulis. Semuanya diekspresikan dalam tata bahasa

dan kosa kata dengan spesifikasi tertentu sesuai dengan tema-tema yang

dijabarkan.

c. Ruang lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Inggris SMK meliputi:

1). Ketrampilan berbahasa, Yaitu berbicara, menulis, mendengar, dan

membaca;

2). Pemahaman konteks cultural pemakai dan kontek situasi

pemakaian;

3). Pemahaman dan pengembangan sikap positif terhadap bahasa

Inggris sebagai alat komunikasi;

d. Materi

Materi yang berkaitan dengan mata pelajaran bahasa Inggris mencakup

empat aspek yaitu : Mendengar, berbicara, membaca dan menulis.

Dalam penulisan PTK yang ingin diangkat adalah aspek berbicara.

Materi yang berkaitan dengan aspek berbicara adalah:


1). Memberi berita yang menarik perhatian

2). Memberi latar belakang sebuah berita(apa, siapa, dimana,

dsb 3). Memberi komentar terhadap berita

4). Meminta informasi dan pendapat dalam konteks wawancara

5). Meminta kepastian

6). Memberi kepastian

7). Menyatakan keraguan

8). Menanggapi keraguan

9). Meminta pengulangan

10). Menyatakan persetujuan

11). Menyatakan ketidak setujuan

12). Memberi respon yang kurang disenangi

13). Melakukan berbagai tindak tutur

14). Narrative
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (

PTK ). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan

belajar berupa sebuah kegiatan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah

kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari

guru yang dilakukan oleh siswa. Dimana siswa dijadikan sasaran tindakan dalam

penelitian ini.

1. Setting Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah kelas X Keperawatan

..................................................................yang jumlah siswanya 24 orang.

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang

dikembangkan dalam 2 siklus, dengan langkah tiap siklus meliputi :

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Observasi

4. Evaluasi

5. Refleks

Adapun kegiatan tiap tahapan siklus akan digambarkan pada bagian rencana

tindakan tiap siklus.

2. Sasaran Penelitian

Pembelajaran role play bertujuan Meningkatkan ketrampilan berbicara


( speaking ) siswa. Disamping meningkatkan pengembangan diri yang akan sangat

bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.

3. Rencana Tindakan Tiap Siklus

a. Tahap Perencanaan

Keberhasilan peningkatan belajar siswa dalam pembelajaran bahasa

Inggris pada PTK ini ditentukan oleh peningkatan minat belajar siswa.

Hasil diagnosis akan penyebab kurang meningkatnya hasil belajar

siswa adalah kurang menarik model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Hal ini dapat dilihat dari kurangnya antusias siswa mengikuti pelajaran,

hubungan guru dengan siswa kurang optimal.

Kesepakatan guru mitra dengan peneliti, kelemahan tersebut harus

segera diatasi melalui pendekatan model role play dengan tingkatan pada

masing-masing tahap pembelajaran sebagai berikut :

1) Tindakan pada awal pembelajaran

a) Memberikan motivasi untuk meningkatkan minat belajar siswa

b) Memberikan tinjauan yang jelas tentang materi yang akan

disampaikan sehingga siswa mempunyai arah yang jelas saat belajar

c) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar

d) Membuka pelajaran sesuai dengan pendekatan untuk meningkatkan

minat belajar siswa

2) Tindakan penyampaian dan pengembangan

a). Penyampaian konsep dasar materi

b). Penyampaian disesuaikan dengan gaya bahasa siswa sehingga

siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah


c). Belajar kelompok dan belajar melakoni role play

3) Tindakan pada tahap penerapan

a). Mengusahakan umpan balik

b). Memberikan kesempatan kepada kelompok untuk melakoni role

play di depan kelas

c). Membahas role play bersama-sama

d). Refleksi tentang pencapaian materi yang sudah didapat selama

proses belajar mengajar

e). Review materi pelajaran yang belum dipahami siswa

4) Tindakan pada akhir pembelajaran

a). Penarikan kesimpulan bersama

b). Penguatan materi yang telah didapat siswa dengan memberikan

waktu kepada siswa untuk bertanya

c). Evaluasi kinerja siswa oleh peneliti dan member motivasi kepada

seluruh siswa

d). Eksplorasi kesulitan belajar siswa, hal-hal menarik yang telah

didapat siswa dan hal-hal yang tidak disukai siswa

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan, akan dibahas materi bahasa Inggris

dengan menggunakan model role play dan dalam proses pembelajaran

peneliti menggunakan dua siklus dalam menentukan tingkat hasil belajar

yang diperoleh berdasarkan tindakan. Berikut ini beberapa tahap pelaksanaan

tindakan yang dilakukan setiap siklus secara berbeda-beda dengan

menggunakan model yang sama yaitu :


Siklus I

Adapun kegiatan yang dilakukan pada siklus I ini adalah

melaksanakan scenario pembelajaran yang telah direncanakan

sebelumnya oleh guru bidang studi. Hal ini dapat dilihat pada rencana

tindakan.

c. Tahap Observasi

Merupakan suatu cara yang tepat untuk menilai perilaku. Untuk

menilai perilaku itu diperlukan lembaran pengamatan yang berisi hal-hal

yang menjabarkan tingkah laku siswa yang dapat ditempatkan dalam

tindakan dan dapat diamati oleh guru. Observasi dapat dilaksanakan secara

sistematik, yaitu dengan menggunakan pedoman observasi dan bisa pula

tidak atau tanpa pedoman.

d. Tahap Evaluasi

Kegiatan tahap evaluasi ini sebagai proses pengumpulan data,

mengolah data dan menyajikan informasi sehingga bermanfaat untuk

pengambilan keputusan tindakan. Evaluasi diarahkan pada penemuan bukti-

bukti dari peningkatan hasil belajar siswa mata pelajaran bahasa Inggris yang

terjadi setelah suatu tindakan.

e. Tahap Refleksi

Refleksi yaitu merenungkan apa yang telah terjadi dan tidak terjadi.

Dalam hal ini, peneliti mengulas kembali atau melihat kembali perbedaan

dari beberapa siklus yang akan dilaksanakan pada penelitian tindakan kelas

tersebut. Sehingga peneliti bias mengetahui perubahan yang terjadi terhadap


2 siklus tersebut, baik dilihat dari segi siswa, pembelajaran yang dilakukan

peneliti, maupun suasana kelas yang terjadi apabila menggunakan model role

play. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan tindakan lebih lanjut

dalam upaya pencapaian tujuan penelitian. Kegiatan refleksi ini dilakukan

setiap akhir siklus bahasa Inggris.

Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa

yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika

peneliti sudah melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan observer

untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.

Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus maka

dalam refleksi terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang disarankan

kepada peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri

sendiri apabila akan melanjutkan dalam kesempatan lain. Catatan penting

yang dibuat sebaiknya rinci sehingga siapapun yang akan melaksanakan

dalam kesempatan lain tidak akan menjumpai kesulitan.

Dilihat dari model role play, peneliti menggunakan 2 siklus dalam

penelitian. Dimana siklus I sebagai awal penggunaan model role play.

Kemudian pada siklus II, menggunakan model yang sama untuk melihat

perubahan peningkatan hasil belajar yang terjadi pada siklus I dan II.

Siklus II.

Pada siklus II ini dapat dilakukan apabila dalam siklus I dinilai

belum berhasil mencapai ketuntasan belajar dan proses belajar mengajar

belum sesuai dengan apa yang diinginkan. Sedangkan langkah – langkah

yang dilakukan dalam siklus II pada dasarnya sama dengan langkah-


langkah pada siklus I, hanya saja pada siklus II dilakukan perbaikan

terhadap kekurangan pada siklus I. Jika pada Siklus II ini hasil observasi

dan refleksi menunjukan peningkatan pada pelaksanaan pembelajaran yang

tercermin dari hasil ketuntasan belajar siswa mencapai hasil maksimal

maka penelitian ini dihentikan sampai pada siklus II dan tidak dilanjutkan

pada siklus berikutnya.

4. Jenis instrument dan Cara Penggunaan

Instrumen penelitian adalah “alat pada waktu peneliti menggunakan suatu

metode”. Untuk memperlancar peneliti dalam melakukan penelitian, ada beberapa

instrumen yang digunakan, sehingga memperlancar peneliti dalam melakukan

penelitian.

Untuk mengumpulkan data di dalam penelitian, instrumen yang akan di

gunakan adalah sebagai berikut:

1. Angket / Kuesioner

Angket atau kuesioner adalah “sejumlah pertanyaan-pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang diketahui”

Angket adalah suatu alat pengumpulan data yang berupa serangkaian

pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan jawaban

( Depdikbud : 1975 ). Angket adalah suatu daftar atau kumpulan

pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel : 1987

). Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengadakan komunikasi dengan sumber data ( I Djumur : 1985 ). Dari

beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Instrumen angket


digunakan untuk mendapatkan data yang kongkret yang bersumber dari subyek

secara langsung terhadap hasil belajar. Angket akan disusun dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan yang akan diisi oleh siswa dengan menggunakan 3

(tiga) option yaitu a, b, dan c. Masing-masing option diberi skor, jawaban a

diberi skor 4, jawaban b diberi skor 3, dan jawaban c diberi skor 2 .

2. Observasi

Metode observasi adalah usaha sadar untuk mengumpulkan data yang

dilakukan secara sistimatis dengan prosedur yang terstandar. Tujuan pokok dari

observasi adalah mengadakan pengukuran terhadap variabel”.

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa observasi merupakan suatu

pengamatan atau pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang

diselidiki.

3. Dokumentasi

Digunakan untuk mengumpulkan data tentang :

a. Gambaran Umum SMK Negeri 1 Kotamobagu

b. Keadaan guru dan staf SMK Negeri 1 Kotamobagu

c. Keadaan sarana dan prasarana SMK Negeri 1 Kotamobagu

d. Keadaan siswa SMK Negeri 1 Kotamobagu

e. Keadaan struktur organisasi SMK Negeri 1 Kotamobagu

4. Tes Hasil Belajar Siswa

Tes adalah suatu cara mengadakan penelitian yang berbentuk suatu

tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau kelompok
siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi

siswa tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh siswa-

siswa lain atau dengan nilai standar yang telah ditetapkan.

Tes terutama digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang

mencakup pengetahuan dan ketrampilan berbicara sebagai hasil kegiatan

belajar mengajar.

5. Cara Pengamatan dan Pelaksanaan Tes

Penelitian ini menggunakan cara pengamatan tentang hasil belajar mata

pelajaran bahasa Inggris dengan pemberian lembar observasi dan angket siswa

tentang penggunaan model yang diterapkan oleh peneliti pada lokasi penelitian,

sehingga peneliti bisa merefleksi penerapan model yang digunakan.

Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan

model role play, peneliti memberikan tes lisan pada setiap akhir pembelajaran

disetiap siklus. Hasil tes disetiap siklus merupakan data yang digunakan

sebagai penilaian kelayakan penerapan model role play dalam meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris.

6. Analisis Data dan Refleksi

a. Analisa Data Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa digunakan rumus :

S = Q : P X 100 %
Dimana S = Nilai
Q = Jumlah skor yang diperoleh
P = Jumlah skor maksimal
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

BULAN
NO KEGIATAN
Juni Juli Agust. Sept.
1 Menyusun dan
merevisi proposal
2 Penelitian dan
pengumpulan data
3 Pelaksanaan penelitian
4 Penyusunan laporan
penelitian
5 Dan lain-lain
BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pelaksanaan model pembelajaran role play dilaksanakan dalam 2 siklus

dimana tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan

pada siswa kelas X Keperawatan yang berjumlah 24 orang 13 siswa laki- laki dan 11

perempuan. Materi pelajaran yang menjadi topik pembahasan dalam kegiatan ini

adalah role play..

Siklus I

Pelaksanaan tindakan dimulai dari siklus I dengan materi belajar

mengatakan ma’af, dan memberi kepastian. Pada siklus pertama ini, upaya penerapan

role play untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa mulai diterapkan. Guru

mulai membentuk kelompok siswa yang akan di tampilkan. Ketika guru memberikan

penjelasan tentang bagaimana melakonkan skenario yang sudah disiapkan, maka

kelompok yang ditunjuk harus mampu memainkan peran yang mereka terima dalam

potongan kertas yang berisi tentang dialog atau tanya-jawab.

Dialog yang disebarkan kepada kelompok siswa pada siklus I meliputi :

√ Mengatakan ma’af

√ Memberi kepastian

When a person is talking to someone


and you want to ask question.
What would you say ?
Andi : Excuse me !

Sorry to interrupt. May I ask you something?

Ani : Sure

What would you say to ask for a permission ?

Indah : Sorry. Could I go to the restroom, mother?

Mother: Yes, Certainly


What would you say to ask for permission ?

Ari : May I use your ruler?

Ida: Sorry, you may not. I’m using it now.

Gambar. 4.2 Mengatakan maaf, memberi kepastian yang disebarkan.

Namun pada siklus ini kelas tidak berjalan sesuai dengan pembelajaran yang

telah di rancang. Hal ini terjadi karena siswa masih belum terbiasa dengan model

belajar role play yang lebih menekankan pada aktivitas kelas yang menuntut

keaktifan individu dalam kelompok.

Gambaran umum yang terjadi pada siklus I ini antara lain :

a. Siswa tidak dapat mengikuti alur kegiatan role play dengan baik.

b. Guru hanya membimbing beberapa kelompok saja sedangkan kelompok yang

lain mengganggu teman.

c. Diskusi kelompok bermain peran di kelas hanya dikuasai siswa tertentu.

Pada akhir siklus I, skenario bermain peran hanya bisa dilaksanakan oleh

beberapa kelompok tertentu saja. Dan setelah dilakukan observasi ternyata tingkat
kompetensi siswa pada siklus I hanya mencapai 53,1 %. Data observasi pembelajaran

guru 65,86 %. Data minat siswa 33,33 %. Dan data quisioner dari hasil angket 10,42

%.

Siklus II

Materi pelajaran pada siklus II ini mencakup materi mengatakan maaf dan

memberi kepastian. Konsepnya sebagimana tertera pada lampiran 4. Dialog yang

dibagikan kepada siswa pada siklus II ini meliputi:

 Mengatakan Maaf

 Memberi Kepastian

When a person is talking to someone


and you want to ask question.
What would you say ?

Andi : Excuse me !

Sorry to interrupt. May I ask you something?

Ani : Sure

What would you say to ask for a permission ?

Indah : Sorry. Could I go to the restroom, mother?

Mother: Yes, Certainly

What would you say to ask for permission ?


Ari : May I use your ruler?

Ida: Sorry, you may not. I’m using it now.

Gambar 4.3 : Mengatakan ma’af, memberi kepastian yang disebarkan ke siswa pada
siklus II

Pada siklus kedua, beberapa kendala dan kelemahan yang dialami siswa pada

siklus I mulai diperbaiki. Pada siklus I, siswa walaupun telah dibagikan skenario

dialog tentang bermain peran dua hari sebelumnya namun sebagian besar siswa

belum mampu memainkan peran dengan benar. Namun pada siklus II, guru mulai

memberikan pemahaman bagaimana cara bermain peran, menyampaikan konsep

dasar materi, membuka pelajaran sesuai dengan langkah – langkah pembelajaran

role play. Dan ternyata dari hasil observasi kompetensi siswa mencapai 75 %,

dimana kompetensi tersebut mengalami peningkatan 20 %. Data observasi

pembelajaran guru mencapai 90,14 %, peningkatan 24,28 %. Data minat siswa

mengalami kenaikan sebesar 68,75 %, peningkatan mencapai 35,42 %. Dan data

quisioner dari hasil angket siswa mencapai 59,03 %, peningkatan 48,61 %.

Secara terinci data tentang kompetensi siswa, proses pembelajaran

guru, minat siswa dan data quisioner dalam pembelajaran sebagaimana tertera

pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.4. Data hasil observasi siklus I dan II


No Komponen observasi Siklus I (%) Siklus II (%)

1. Tingkat kompetensi siswa 53,1 73

2. Prose pembelajaran guru 65,86 90,14

3. Minat Siswa: 33,33 68,75

a. Aktif Bertanya 33,33 100


b. Aktif Menjawab 25 41,67

c. Motivasi Belajar 20,83 33,33

d. Kemampuan berbicara 10,43 59,03


dalam Bahasa Inggris
4. Quisoner dalam pembelajaran siswa 10,42 59,03

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pemberian tindakan sebagaimana terurai pada bagian

hasil penelitian di atas, ternyata penerapan model role play pada siswa kelas X

Keperawatan ..................................................................khususnya pada mata

pelajaran Bahasa Inggris berdampak positif, baik dari aspek proses belajar maupun

hasil belajarnya

Proses Belajar Siswa

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model role play

dapat memperbaiki pola siswa dalam belajar di kelas. Jika pada awalnya

siswa tidak bersemangat untuk belajar bermain peran, namun kini siswa

secara individu maupun kelompok sudah mulai bersemangat. Hal ini

diindikasikan oleh perubahan minat siswa dari siklus I dan II yang semakin

meningkat. Minat dan motivasi belajar siswa untuk terlibat dalam proses

pembelajaran di kelas dirangsang oleh adanya salah satu tahapan dalam

model pembelajaran role play yang mengharuskan siswa terlibat langsung

dalam kelompok, dan


bersama-sama melakoni permainan peran tersebut di depan kelas. Disini

akan terlihat terjadinya persaingan atau kompetisi yang positif antar

kelompok untuk berusaha tampil dengan baik sesuai apa yang dipelajari.

Demikian pula, kelompok siswa lainnya akan berusaha mencari kelemahan

dan akan menambahkan, jika permainan peran yang dilakonkan tidak sesuai

dengan norma berbicara (speaking).

Perubahan kompetensi, minat, proses pembelajaran guru, dan

proses pembelajaran siswa dalam belajar di kelas semakin lama semakin

baik. Hasil analisa data terlampir

Hasil Belajar Siswa

Jika proses belajar siswa sudah semakin baik, dalam artian bahwa

siswa banyak terlibat dalam proses pembelajaran di kelas, maka diharapkan

tingkat daya serap siswa terhadap materi pembelajaran di kelas akan

semakin baik. Demikian juga, jika siswa banyak terlibat dalam pelaksanaan

bermain peran di kelas, maka siswa akan memiliki dasar berbicara dan

penguasaan kosa kata yang kuat terhadap materi yang sedang dipelajari.

Demikian ditegaskan oleh Boediono : 2001 menjelaskan bahwa dalam

pembelajaran bahasa siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi

kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan

bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa

yang mereka pelajari. Menurut model ini, belajar adalah proses keinginan

berlatih dalam menggunakan bahasa secara individu maupun kelompok.


Dan dalam model ini, pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas,

kemudian
dikembangkan menjadi kegiatan bermain peran dalam tahap-tahap tertentu.

Interaksi antara orang per orang atau kelompok per kelompok antar siswa

harus dikembangkan oleh guru. Dengan cara itu, diharapkan siswa akan

lebih memperlihatkan minatnya untuk melakukan permainan peran bersama

teman- temannya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa minat siswa dalam proses

pembelajaran berdampak positif pada pencapaian speaking yang berhasil

dicapai oleh siswa. Rerata hasil pengamatan guru terhadap pembelajaran

bermain peran (tingkat kompetensi siswa) pada siklus I menunjukan hasil

53 %.

Pada siklus pertama ini, kelas belum dikatakan tuntas karena

prosentasenya belum mencapai nilai maksimal. Namun minat siswa, proses

pembelajaran guru dan siswa dalam tahapan model role play pada siklus II

sudah mulai meningkat. Bahkan siswa dalam menerima giliran untuk

bermain peran di depan kelas sudah banyak yang siap.

Dalam siklus II ini minat siswa sudah mencapai 68,75 %. Ditambah

lagi tingkat kompetensi siswa sudah mencapai 73 %, proses pembelajaran

guru 90,14 %, dan quisioner hasil angket siswa naik mencapai 59,03 %.
Secara representatif masing-masing indikator dapat dilihat pada grafik berikut:

Kompetensi Proses Minat Pembelajaran


Siswa Pembelajaran Siswa Siswa
Berdasarkan hasil di atas, maka dapat dikatakan bahwa penerapan

model pembelajaran role play dapat diterapkan untuk meminimalisasi

kesalahan berbicara (speaking) siswa.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran bahasa Inggris dengan menerapkan role play dapat meningkatkan

minat siswa, kompetensi siswa, proses pembelajaran guru dan motivasi siswa.

B. Saran

1. Kepada guru bahasa Inggris bahwa dalam pembelajaran speaking dapat

mempergunakan role play sebagai salah satu alternatif teknik pembelajaran yang

digunakan.

2. Pembelajaran bahasa Inggris dengan menerapkan teknik role play baik

digunakan karena selain dapat meningkatkan hasil belajar siswa juga dapat

melatih siswa dalam berbicara

3. Bagi teman-teman guru yang ingin melanjutkan penelitian ini diharapkan agar

kegiatan guru dan aktivitas siswa, sebaiknya dilaksanakan dengan lebih

maksimal agar didapatkan hasil belajar yang lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Basri Syamsu : 2000, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP
Merdeka Gresik)

Boediono: 2001, (dalam Mudairin : 2003, Artikel hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik )

Celce-Murcia, Dornyei dan Thurrell : 1995, (dalam Nur Hasanah Rahmawati,


Artikel Hasil PTK, Guru MTsN Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta
: 2005, Teknik Bermain Peran Untuk Meningkatkan Ketrampilan
Berbahasa ; hal : 16 )

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan


Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama : 2002, (dalam
Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka Gresik)

Darmadi : 2003, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK : 2006, Guru bahasa
Inggris MTs. Nurul Hakim Kediri – Nusa Tenggara Barat, Role Play Medik
Bakarcoto, hal ; 6)

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta


: 2004 Hal. 171-191

Jill Hadfield ; 1998, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik)

Kurikulum bahasa Inggris ; 1994, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK,
SMP Merdeka Gresik)

Kurikulum bahasa Inggris : 2004 hal. 8.

McCrimmon : 1999, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa
Inggris MTs Nurul Hakim Kediri – Nusa Tenggara Barat , Role Play Medik
Bakarcoto : 2006, hal : 6 )

Melvia A. Hasman : 2000 (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP
Merdeka Gresik )

Muniah : 2010 Artikel Proposal PTK. Fak. Tarbiyah (PAI) IAIN Mataram

Suharsimi, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Aneka


Cipta, 1998, Hal. 137
Sardiman : 2001, (dalam Mudairin : 2003, Artikel Hasil PTK, SMP Merdeka
Gresik)

Shaleh Abdul Rachman : Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Ciputat : 2005
Hal. 217-229

Sukarjita I. Wayan : 2010 Artikel PTK. Dosen Univ. Undana Kupang

Tarigan : 1993, (dalam Rudi Haryanto, Artikel Hasil PTK, Guru bahasa
Inggris MTs Nurul Hakim Kediri-Nusa Tenggara Barat, Role Play Medik
Bakarcoto :
2006, hal : 7)

Anda mungkin juga menyukai