PENDIDIKAN
2. Tentang metode :
Uraian pada awal bab ini menyebutkan bahwa peminat pendidikan perbandingan itu
bermacam-macam, yaitu dari ahli dalam bidangnya, pendidik, sampai pejabat-pejabat dalam
perencanaan dan kerja sama regional dan internasional dalam bidang pendidikan. Atas dasar
pernyataan ini, maka pendidikan perbandingan bervariasi bidang isi telah memperoleh
tempat pada bagian yang terdahulu, maka, pada bagian ini akan diuraikan secara singkat ciri-
ciri tentang metode.
Variasi tentang metode ini telah disinggung secara singkat pada bab pendahuluan ketika
dibicarakan tentang pandangan-pandangan Kandel dan Hans mengenai pengembangan
pendidikan perbandingan. pada bagian ini disebutkan bahwa dengan mengikuti pandangan
Kandel tentang pendidikan perbandingan, maka, metode-metode yang perlu dikembangkan
adalah historis, komparatif, dan filosofis. Bila diikuti pandangan Hans, metode yang terutama
sekali diperlukan adalah deskriptif dan eksperimental.
Ada tokoh-tokoh yang memikirkan dan mengusahakan adanya metode tertentu yang dapat
menjadi ciri khas pendidikan perbandingan. Tokoh-tokoh itu, diantaranya, Andreas
Khasamias, Harold Noah dan Max Eckstein. Dua tokoh terakhir ioni secara khusus
mengungkapkan pandangannya dalam buku yang berjudul Toward a Saince in Comparative
Education, dengan mengatakan bahwa studi komparatif tidaklah seyogyanya bersifat
impresionistik, melainkan perlu berpegangan secara ketat paradigma ilmu dari ilmu-ilmu
sosial. data empirik perlu diutamakan, dan ditinggalkan pengungkapan data yang berdasarkan
kesan-kesan. Perkembangan pendidikan perbandingan memang ada kecendrungan
mempunyai ciri semacam ini.
Fokus utam pendidikan perbandingan, menurut tokoh-tokoh ini adalah hubungan antara
sekolah dan masyarakat, yang untuk ini perlu dikembangkan pengetahuan baik secara teoritik
maupun praktis, serta metode yang diperlukan. Dengan konstruksi pikir ini dapat
dikembangkan hukum-hukum dan bila ini telah diketemukan, maka peranan pendidikan
terhadap perkembangan masyarakat dan kebudayaan, misalnya, menjadi jelas pula.
Konsepsi yang dirumuskan oleh Noah dan Eckstein ini barasal dari gurunya, yaitu George
Bereday, yang telah menuliskan konsepsinya dalam Comparative Method in Education. Hal
yang berbeda dengan pandangan Bereday adalah metodenya. Kalau Bereday berpendapat
bahwa studi perbandingan itu dapat menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif, Noah
dan Eckstein meyogyakan penggunaan metode kuantitatif sebagai metode utama. Dengan
kuantitatif kaidah-kaidah ilmiah seperti objektivitas dan replikatif dapat terpenuhi.
Pandangan yang senada dikemukakan oleh Brian Holmes, yang dituliskan dalam bukunya
yang diberi judul Problems in Education : A Camparative Approach. Ia mengemukakan
bahwa agar sifat ilmiah pendidikan perbandingan sungguh-sungguh dapat dicapai, dalam
metodenya perlu dipenuhi syarat-syarat seperti : objektivitas, pengembangan kategori-
kategori perbandingan yang konsisten dan mantap, metode yang cermat dalam pengumpulan
data, analisa yang runtun, dan sebagainya.
Menurut Holmes, hasil studi pendidikan perbandingan memberikan data-data yang dapat
digunakan sebagai pemecahan masalah pendidikan tertentu. Ini dapat meliputi ruang lingkup
baik yang sempit maupun yang luas. Yang sempit seperti halnya tentang kegiatan-kegiatan
kelas dan sekolah, sedangkan yang luas dapat meliputi hubungan sekolah dan masyarakat
ataupun transfer teori dan praktek pendidikan dari suatu negara ke negara yang lain.
3. Tentang pendekatan
Pendekatan yang digunakan oleh para ahli dalam studi komparatif dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu makro dan mikro. Analisis makro juga disebut analisis tentang sistem pendidikan
dunia.
Pendahuluan dan analisis mikro dapat mengambil ruang lingkup secara regional atau lokal.
Dapat secara khusus menganai berbagai pelaksanaan pendidikan atau hubungan antara
sekolah dan masyarakat baik yang berlangsung dalam suatu negara maupun lintas negara.
Analisis mikro ini merupakan studi yang tidak jarang bersifat mendalam. Sementara ahli
melihat bahwa hasil pandidikan suatu jenis sekolah tidak dapat semata-mata dipelajari hanya
dari analisis tentang kebijaksanaan pendidikan seperti penentuan kurikulum, pendidikan guru
dan ujian-ujian. Berbagai latarbelakang perlu ditelaah, misalnya sistem nilai masyarakat yang
bersangkutan dan adanya kelompok-kelompok serta stratifikasi sosial.
Latarbelakang sosial ini ikut mengambil bagian dalam pencapaian kemampuan dan taraf
berpikir siswa-siswa di sekolah. Demikian pula keadaan ekonomi. Sering kali siswa-siswa
tertentu tidak dapat maju di sekolah karena mereka berada pada lapisan bawah masyarakat.
Untuk menyelenggarakan studi semacam ini pendekatan mikro menggunakan landasan ilmu-
ilmu seperti antropologi dan sosiologi dengan pengamatan yang khas seperti fenomenologi
dan interpretasi.
Uraian singkat di atas pada hakekatnya menunjukkan sifat lintas disiplin (interdiscipliner)
dari pendidikan perbandingan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa ciri-ciri perbandingan
pendidikan yaitu bersifat ilmiah, kultural, humanistis, komperhensif dan interdisipliner.
Sedangkan menurut Gail F. Kelly dan kawan-kawan ciri-ciri perbandingan pendidikan itu
meliputi isi, metode dan perbandingan. Mengenai isi dalam perbandingan pendidikan yaitu
harus memperhatikan sistem-sistem pendidikan, analisis tentang hubungan sekolah dengan
masyarakat, dan pendidikan tentang modernisasi, yaitu peranan pendidikan dengan
perkembangan ekonomi dan masyarakatnya.
Selanjutnya mengenai metode dalam pendidikan perbandingan, ciri-ciri metode yang
digunakan ialah bersifat historis, komperatif, filosofis, deskriptif, dan eksperimental.
Sedangkan mengenai pendekatan digolongkan menjadi dua, yaitu makro dan mikro. Analisis
makro juga disebut analisis tentang sistem pendidikan dunia dan analisis mikro dapat
mengambil ruang lingkup secara regional atau lokal. Menganai berbagai pelaksanaan
pendidikan atau hubungan antara sekolah dan masyarakat baik yang berlangsung dalam suatu
negara maupun lintas negara.
G. Perbedaan Konsep Dasar Pendidikan Islam dan Barat
1. Konsep Dasar Pendidikan Islam’
Pembicaraan tentang konsep dasar pendidikan islam ini mencakup pengertian istilah
tarbiyah,ta’lim, ta’dib, dan pendidikan islam.
1) Pengertian Tarbiyah
Abdurrahman An-nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus Bahasa Arab, lafal At-
Tarbiyah berasal dari tiga kata.
Pertama , raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam
firman Allah :
Dan suatu riba (tambahan) yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia ,maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah.(QS.Ar-Rum(30):39).
Kedua, rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa, yang berarti menjadi besar. Atas
dasar makna inilah Ibnu AI-Arabi mengatakan :
Jika orang bertanya tentang diriku, maka mekah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku
dibesarkan .
Ketiga, rabba- yarubbu dengan wazan (bentuk) madda-yamuddu yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga ,dan memelahara. Makna ini antara lain ditunjukkan
oleh perkataan Hasan bin Tsabit , sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Al-Manzhur :
Sesungguhnya ketika engkau tampak pada hari ke luar di halaman istana,engkau lebih baik
dari pada sebutir mutiara putih bersih yang dipelihara oleh kumpulan air di laut .
Dari ketiga asal kata di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri
dari empat unsur, yaitu :
1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh.
2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam.
3) Mengarahkan deluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada kebaikan dan
kesempurnaan yang layak baginya.
4) Proses ini di laksanakan secara bertahap .
2) Pengertian Ta’lim
At-ta’lim merupakan bagian kecil dari at-tarbiyah ai-aqliyah yang bertujuan memperoleh
pengetahuan dan keahlian berfikir ,yang sifatnya mengacu pada domain kognitif . Hal ini
dapat dipahami dari pemakaian kata ‘allama’ dikaitkan dengan kata ‘aradha’ yang
mengimplikasikan bahwa proses pengajaran adam tersebut pada akhirnya diakhiri dengan
tahap evaluasi . konotasi konteks kalimat itu mengacu pada evaluasi domain kognitif ,yaitu
penyebutan nama-nama benda yang diajarkan ,belum pada tingkat domain yang lain .Hal ini
memberi isyarat bahwa dibanding dengan at-tarbiyah.
3) Pengertian Ta’dib
Muhammad Nadi Al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis mengemukakan, pada
zaman klasik ,orang hanya mengenal kata ta’dib untuk menunjukkan kegiatan pendidiakan .
Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan islam , hingga semua ilmu
pengetahuan yang dihasilakan oleh akal manusia pada masa itu disebut Adap , dan seorang
pendidik pada masa itu disebut Mu’adib.
Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaanya .(Al-Attas :60).
Pengertian ini berdasarkan Hadist Nabi :
Tuhanku telah mendidikku dan telah membaguskan pendidikanku .
Dari keterangan-keterngan di atas sudah mulai terlihat perbedaan antara pendidikan Islam
dan Barat dalam konsep dasar pendidikannya .
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang memiliki wawasan kaffah
agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan,dan pewaris nabi. Tujuan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut .
a. Terbentuknya “insan kamil” .
b. Terciptanya insan kaffah .
c. Penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, khalifah Allah, serta pewaris Nabi.
Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim
sebagai sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya
bebas dari nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam
peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di
atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan
sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan
serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah .
Sehingga dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu
sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, yaitu:
Pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia;
Kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran;
Ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular;
Keempat, menggunakan doktrin humanism.
Kelima, menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan.
Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga
membentuk pola pendidikan yang ada di Barat.
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah
mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme,
sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna
ilmu itu sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan
rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya
seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg
Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu
mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,
humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut
mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi,
politik, ekonomi, dan lainnya .
Ada 4 konsep yang di pegang oleh prespektif barat. Mulai dari Sekuler, Liberal, Pragmatis,
dan Materialis. Dari 4 konsep ini, dapat diartikan bahwa konsep pendidikan prespektif barat
sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
1) Sekuler
Memisahkan antara ilmu dengan agama. Maksudnya, pendidikan barat lebih mementingkan
ilmu daripada agama yang di dapat dari ilmu itu. mereka hanya mementingkan Jasmani dan
tidak memikirkan akan rohani.
2) Liberal
Bebas. Maksudnya, pendidikan barat itu bebas melakukan segala hal yang di suka, tetapi
tetap mengarah akan ilmu yang dipelajarinya itu.
3) Pragmatis
Praktis atau bersifat sementara. Mereka menganggap bahwa ilmu itu dipelajari agar seseorang
dapat menggapai cita-citanya. Mereka hanya fokus akan satu titik berat yang dituju oleh
pemikirannya. Proses penggapaian cita-cita itulah yang membuat seseorang menjadi lebih
terstruktur untuk menggapainya secara maksimal. Mereka tidak mempelajari akan hal-hal
yang seharusnya mereka pelajari disekitarnya seperti pendidikan sosial dan sebagainya.
4) Materialis
Sebatas "materi" saja. Jadi, pendidikan itu hanyalah sebatas materi. Mereka tak memikirkan
kedepan akan apa yang mereka sedang pelajari itu. Mereka hanya tertuju pada satu tujuan
yaitu hasil nilai pelajaran yang baik.
Pembahasan pokok dari perbedaan pendidikan islam dan barat ialah :
a. Pendidikan Barat memiliki perbedaan yang jauh dengan Islam
b. Pendidikan Islam dan Barat berbeda dalam segi konsep dan tujuan
c. Tujuan pendidikan Islam selain unsur materialis yaitu yang terpenting adalah Ibadah
d. Pendidikan barat hanya bersandar pada rasionalisme dll.
e. Pendidikan Islam berpatokan pada wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Nur,Agustiar Syah,2001, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara , Bandung : Lubuk
Agung.
H.M.Arifin, 2003, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta : Golden Terayon Press.
Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta: PT.Citra Mandala Pratama, 1986.
Al Jumlati, Ali. 1999. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta
Umar, Bukhari .Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta.2010.Amzah.
www.Hidayatullah.com.pendidikan blogspot.com