Anda di halaman 1dari 5

3. Faktor risiko apa saja yang perlu dicari?

Kondisi dan perilaku yang memiliki risiko tinggi tertularnya infeksi HIV/AIDS yaitu :

a. Riwayat hubungan seksual secara oral, anal, ataupun vagina yang tidak aman
b. Memiliki Riwayat infeksi menular seksual lain seperti sifilis, herpes, klamidia, gonore
dan vaginosis bakteri
c. Riwayat penggunaan jarum suntik yang digunakan secara bergantian dan mendapatkan
suntikan yang tidak aman
d. Riwayat transfusi darah, transplantasi jaringan dan prosedur medis yang tidak steril
e. Riwayat infeksi HIV pada kedua orangtua (infeksi dari orang tua ke anak atau
perinatal).
f. Riwayat pekerjaan seperti pelaut, pekerja di sektor transportasi dan pekerja boro
(migrant worker)

Gambar 1. Presentase Kasus AIDS yang dilaporkan menurut factor risiko pada bulan
oktober-desember 2019.

5. Bagaimana tatalaksana pasien ini?

A. Infeksi HIV

Pada pasien ini dapat diberikan terapi ARV lini pertama sesuai anjuran pemerintah
yaitu: Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine dengan dosis: Zidovudin/AZT diberikan
dengan dosis 250-300 mg setiap 12 jam, Lamivudine (3TC) diberikan dengan dosis 150
mg setiap 12 jam, Nevirapine merupakan golongan non- (NRTI) diberikan 200 mg per 24
jam selama 14 hari, kemudian diberikan 200 mg setiap 12 jam.

Tabel 1. Terapi ARV lini pertama

Apabila setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan jumlah CD4 di bawah 200


sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol 1x960mg sebagai
pencegahan infeksi oportunistik 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini dimaksudkan
untuk 2 hal yaitu: a. Mengkaji kepatuhan pasien untuk meminum obat saat regimen ARV
mulai diberikan, b. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara
kotrimoksasol dan obat ARV

B. Diare kronis

Antibiotik golongan quinolon diberikan sebagai terapi empirik pada diare kronik dengan
feses tanpa darah pada pasien dengan infeksi HIV. Pada kasus HIV dengan diare kronis
juga harus dilakukan pemeriksaan BTA pada sampel feses untuk menyingkirkan
kemungkinan TB usus.

Tabel 2. Terapi Diare berdasarkan kuman spesifik yang umum


Tabel 3. Terapi empiris pada HIV dengan diare kronis tanpa berdarah

Gambar 2. Alur tatalaksana diare (tidak berdarah)

C. Kandidiasis oral

Obat kumur nistatin suspensi (100.000 U/mL) 4 x 4–6 mL selama 7–14 hari diberikan
untuk terapi kandidiasis oral ringan. Obat kumur anti fungi yang diberikan hendaknya
ditahan didalam mulut selama 20-30 menit. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan
flukonazol oral, 100–200 mg sehari, selama 7–14 hari.

D. Disfagia
Disfagia pada kasus HIV dapat disebabkan terutama oleh kandidiasis esofagial. Pada
pasien ini apabila penyebab-nya adalah kandidiasis esofagial maka diberikan Flukonasol
200 mg setiap hari selama 14 hari. Sementara apabila esofagitis disebabkan oleh penyebab
virus HSV maka dapat diberikan asiklovir 5 x 200 mg atau 3 x 400mg selama 14 hari

Gambar 3. Alur tatalaksana disfagia

E. Penurunan berat badan

Diberikan konseling gizi sesuai rekomendasi WHO tentang asupan makronutrien pada
remaja dan dewasa dengan HIV yaitu:

a. Kebutuhan energi: pada pasien ini direkomendasikan untuk menaikanasupan energi


sebesar 20-30% (pasien dewasa dengan HIV simptomatik atau AIDS)
b. Protein: pada pasien ini direkomendasikan untuk meningkatkan asupan protein sebesar
10-12% dari total asupan energi (akibat adanya infeksi oportunistik)
c. Lemak: Rekomendasi asupan lemak untuk ODHA sama seperti orang dengan HIV-
negatif, yaitu 15-30% asupan energi

Pada pasien ini juga diberikan tambahan asupan mikronutrien yang penting untuk
menunjang system kekebalan tubuh.
Daftar Pustaka
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV (PNPK-HIV). 2019.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
HK.01.07/MENKES/90/2019
Ditjen PP & PL. Depkes RI. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta
Pusat Data dan Informasi Kementrerian Kesehatan RI (Pusdatin Kemkes RI). 2020.
Infodatin HIV AIDS.
Ernawati & Siti Aisyah. (2017). Perilaku Seksual Pekerja Migran “Boro” Yang
Menderita HIV/AIDS Di Wilayah Kudus. Jurnal Unimus.
World Health Organization. 2017. Kajian Nasional Respon HIV Di Bidang Kesehatan
Republik Indonesia. Laporan 2017. Dapat diakses di
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/non-who-publications/
2017-hiv-country-review-indonesia-bahasa.pdf?sfvrsn=76ccal118_2

Anda mungkin juga menyukai