NIM : 34210359
Pengertian al-Khas
Al-kahas mengandung pengertian sebaliknya dari al-‘am. Jika al-‘am mengandung arti umum yaitu
lafal yang didalamnya mencakup berbagai suatu objek yang banyak, maka al-kahs adalah suatu lafal
yang memiliki arti atau makna tertentu dan khusus. Tidak ada perbedaan pendapat yang prinsipil
dikalangan ulama ushul tentang pengertian al-kahs. Beberapa pengertian berikut ini dapat dipahami
bahwa lafal al-kahs merupakan arti tertentu dan tidak terdapat perbedaan dikalangan ulama ushul,
kecuali dari segi redaksi saja.[3]
“al-khas ialah suatu lafal yang digunakan untuk menunjukan pengertian pada suatu satuan objek
tertentu saja”.
ص ْال َع ْي ِن
َ ْص النَّوْ ٍعَأوْ ُخصُو
َ ْص ْال ِج ْن ِسَأوْ ُخصُو
َ ْض َع لِ َم ْعنًى َوا ِح ٍد َم ْعلُوْ ٍم َعلَى اَأْل ْف َراد َوهُ َوِإ َّما َأ ْن يَ ُكوْ نَ ُخصُو
ِ الخَاصُ فَ ُكلُّ لَ ْف ٍظ ُو
“al-khas ialah suatu lafal yang digunakan untuk menunjukan satu pengertian tertentu atau khusus
yang secara langsung dapat dipahami, baik segi jenis dan macamnya maupun segi subtangsinya:
seperti manusia dan orang laki-laki”.
Sementara imam al-Syaukani, dalam kitab Irsyad al-Futuh, menjelaskan bahwa yang disebut dengan
al-khas adalah suatu lafal yang menunjukan kepada satu sebutan saja.
Dari pengertian yang digunakan untuk menunjukan pengertian yang tertentu saja. Pengertian
tertentu ini berkaitan sifat satuan yang disebutkan, yaitu segi jenisnya, macam-macamnya, maupun
segi zat dan subtansinya. Dengan kata lain al-khas itu pengertiannya sudah terbatas pada aspek
tertentu yang secara khusus memang disebutkan.
Suatu lafal nash dikatagorikan kepada al-khas, bila lafal tersebut diungkapkan dalam bentuk atau
karaktristik berikut ini:
Dari ketiga ciri atau karaktristik diatas dapat dipahami bahwa lafal al-khas menunjukan makna
tertentu dan spesifik yang cakupannya terbatas. Pada satu objek atau satu satuan yang
menggambarkan jumlah, jenis dan macam dari sesuatu. Jika di dalam nash ditemukan lafal-lafal
seperti karaktristik diatas, maka digolongkan pada al-khas.
Apa yang dinyatakan Zaky al-Din Sya’ban ini dapat dipahami bahwa meskipun lafal al-Khas tersebut
dalalahnya qhat’i, tetapi ada kemungkinan mengalami perubahan jika ada dalil lain yang dapat
dijadikan alasan untuk itu. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perubahan dalalah lafal al-
khas yang qhat’i kepada arti lain dapat dibenarkan atau tidak?
Dalam hubungan ini ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa arti qhat’i yang
ditunjukan oleh dalalah lafal al-khas tidak dapat dirubah kepada arti lain, karena ia sudah pasti.
Dalam hal ini, Zaky al-Din Sya’ban sendiri kelihatannya mendukung pendapat yang disebut terakhir
ini.