Anda di halaman 1dari 6

B.

WAKAF BENDA BERGERAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Dalam hukum islam wakaf terdapat dua bentuk wakaf yaitu: wakaf benda tidak
bergerak (waqf al-‘iqâr) dan wakaf benda bergerak (waqf al-manqûl). Wakaf benda bergerak
(al-manqûl) adalah benda yang dapat dipindahkan dari tempatnya semula, misalnya uang,
binatang,kendaraan, senjata , hak sewa dan sebagainya. Sedangkan wakaf benda tidak
bergerak (al-‘iqâr) merupakan benda yang tidak bisa dipindahkan dari tempatnya semula
misalnya rumah dan tanah.

Terdapat beberapa perbedaan pendapat ulama atas kebolehannya wakaf benda


bergerak. Adapun pendapat para ulama madzhab atas keabsahan wakaf benda benda bergerak
yaitu: 1

 Hukum Wakaf Benda Bergerak Menurut Ulama Hanafiyah

Menurut ulama Hanafiyah tidak boleh wakaf menggunakan benda bergerak dengan
alasan bahwa syarat wakaf adalah ta‘bid (untuk selamanya), sedangkan dalam wakaf benda
bergerak syarat ini tidak terpenuhi. Menurut Ulama Hanafiyah syarat benda wakaf ada empat.

1. Benda wakaf adalah harta yang memiliki nilai dan tetap (tidak bergerak). Oleh karena
itu, tidak sah wakaf menggunakan sesuatu yang bukan harta benda seperti wakaf
manfaat tidak dengan bendanya, karena benda bergerak karena wakaf tidak abadi.
Namun wakaf benda bergerak boleh asalkan ikut (tabi') pada benda tetap lainnya
seperti wakaf jalan, karena jalan ikut pada tanah. Kemudian Pakaian besi dan alat
senjata untuk perang dibolehkan.
2. wakaf harus diketahui ukurannya.Tidak sah mewakafkan benda yang tidak diketahui.
3. Benda wakaf adalah milik waqif sepenuhnya, bukan benda yang masih dalam khiyâr.

Namun sebagian dari kalangan Hanafiyah membolehkan wakaf benda bergerak


dengan alasan benda tersebut menyertai tanah seperti alat-alat pertanian, sapi karena ada
nash seperti wakaf senjata dan kuda atau karena ‘urf (kebiasaan) seperti wakaf buku,
perangkat untuk jenazah, dinar, timbangan, dan perahu yang biasa digunakan usaha bagi
kebanyak manusia.

 Hukum Wakaf Benda Bergerak Menurut Ulama Malikiyah

1
yusep rafiqi, “Wakaf Benda Bergerak Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Perundang Undangan Di Indonesia,”
Al-Maslahah: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam 6, no. 2 (2018).
Kalangan ulama malikiyah membolehkan adanya wakaf harta benda bergerak, karena
menurut ulama malikiyah benda wakaf itu tidak disyaratkan harus bersifat kekal. Oleh karena
itu wakaf itu sah meskipun hanya untuk waktu tertentu, dan bisa menjadi hak milik kembali.
Imam Malik mendasarkan pendapatnya kepada Hadits Shahih riwayat Ibn Umar berikut ini :

"Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Umar bin al-Khaththab r.a.
memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Saw. untuk
meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, "Wahai Rasulullah! Saya
memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih
baik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah engkau (kepadaku)
mengenainya? "Nabi Saw. menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu
sedekahkan (hasil)-nya." Ibnu Umar berkata, "Maka Umar, menyedekahkan tanah
tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan,
dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab
(hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa
atas orang yang mengelolannya untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara
ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya
seba2gai harta hak milik." Rawi berkata, "Saya menceritakan Hadits tersebut
kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata 'ghayra muta’atsilin malan’ (tanpa
menyimpannya sebagai harta hak milik)." 2

Dari hadist diatas, wakaf itu sah dalam waktu tertentu, maka harta yang akan diwakafkan
tidak harus kekal. Oleh karena itu, dibolehkan wakaf dengan (mata uang) dinar, dirham, atau
makanan, dan memberikan wakaf sebagai pinjaman bagi si penerimanya, serta boleh
mewakafkan pakaian atau buku-buku. Menurut pendapat yang paling kuat jika harta bergerak
diwakafkan untuk selamanya, maka untuk mengekalkannya yaitu dengan penggantian.
Dengan demikian, status harta bergerak ini digantikan oleh harta tidak bergerak. Dalam
mewakafkan sebagian harta bergerak, disyaratkan bahwa harta tersebut bisa dipinjamkan, dan
ketika dikembalikan penggantinya.

 Hukum Wakaf Benda Bergerak Menurut Ulama Syafi'iyah

2
Boedi Abdullah, “Bergerak, Dominasi Pendapat Ulama Malikiyah Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Wakaf Di Indonesia: Analisis Terhadap Pasal Pasal Tentang Wakaf Benda,” Asy-Syari‘ah: Jurnal Hukum
Islam VI, no. 8 (2016).
Menurut madzhab syafii boleh wakaf menggunakan harta bergerak, seperti halnya harta
tetap, karena yang menjadi dasar dalam wakaf adalah asas keabadian. Para ulama
menjelaskan hukum sahnya wakaf menggunakan harta bergerak didasarkan atas dua landasan
sebagai berikut.

1. Kekekalan, maksudnya selama benda itu masih ada. wakaf akan berakhir jika
harta bergerak yang telah diwakafkannya itu musnah. contohnya Imam Syairazi
berpendapat bahwa “boleh mewakafkan binatang ternak, karena dapat
dimanfaatkan selamanya.” Jadi kekekalan menurut Ulama Syafi'iyah, adalah
sesuatu yang relatif. Kekekalan adalah sampai batas keberadaannya dapat
dimanfaatkan.
2. Wakaf ``itu tidak berakhir dengan rusaknya harta bergerak, tetapi harus digantikan
dengan harta lainnya sehingga penggantinya akan menggantikan tempat harta
bergerak yang sudah musnah tersebut. Benda wakaf bergerak yang rusak dan
dirasakan kurang manfaatnya boleh ditukar dengan benda yang manfaat dan nilai
tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Imam Syarbini
al-Khathib menjelaskan bahwa boleh saja menjual karpet dan kayu-kayu mesjid
yang telah diwakafkan apabila telah rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi
kecuali dibakar, bahkan boleh menjual benda wakaf tersebut dengan harga murah
untuk diwakafkan lebih baik daripada musnahbegitu saja. Oleh karena itu, maka
harga dari hasil penjualan itu digunakan untuk kepentingan mesjid.

Para Ulama Madzhab Syafi’i berbeda pendapat tentang hukum wakaf benda bergerak
berupa uang. Perbedaan pendapat ini pada dasarnya dapat di bahwa tidak boleh karena wakaf
tunai khawatir akan habis dibelanjakan sehingga uang akan hilang (wujudnya), tetapi apabila
melihat perkembangan ekonomi dalam lembaga keuangan Syari'ah, maka wakaf uang lebih
baik untuk dijadikan modal usaha dalam wujud saham atau lainnya yang keuntungannya bisa
dimanfaatkan guna kepentingan umat sehingga wakaf uang itu diperbolehkan. Aspek
kemanfaatan benda yang diwakafkan menjadi esensi dari jenis benda wakaf ini dan bukan
aspek dzat benda itu sendiri. Dengan diaturnya tentang wakaf benda bergerak seperti uang,
saham atau surat berharga lainnya dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 diharpkan
bisa memajukan wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas.

 Hukum Wakaf Benda Bergerak Menurut Ulama Hanabilah


Ulama Hanabilah memiliki kesamaan pendapat dengan ulama Syafi’iyah yang
membolehkan wakaf benda bergerak. Mereka telah menyamakan antara syarat kekekalan dan
bolehnya mewakafkan harta bergerak dengan syarat adanya pengganti sehingga harta wakaf
itu akan berstatus kekal. Ibn Aqil berpendapat bahwa "wakaf itu abadi, jika keabadiannya
tidak dapat dilaksanakan kekekalannya dalam hal khusus atau dari bentuk tertentu, maka
dapat dilihat dari tujuannya, yaitu asas manfaat dari harta itu yang selamanya bisa bermanfaat
dari sisi lain.”

Umumnya Ulama Hanabilah membenarkan pendapat para Ulama Madzhab Syafi'i yang
menjadikan kekekalan adalah satu hal relatif dengan bentuknya masing-masing, dan setiap
yang mereka syaratkan ini hendaknya bisa dimanfaatkan tidak dalam bentuk aslinya, seperti
wakaf lilin atau makanan.

Ibn Qudamah berpendapat bahwa, "segala sesuatu yang tidak bisa dimanfaatkan, kecuali
harus ditukar terlebih dahulu, seperti emas, kertas, makanan, dan minuman tidak boleh
diwakafkan”. Menurut beliau, setiap benda yang tidak dapat dimanfaatkan dengan bentuknya
yang tetap seperti uang, sesuatu yang dimakan dan diminum, lilin dan sejenisnya adalah tidak
sah untuk diwakafkan, karena wakaf itu menetapkan unsur utama dan mengambil hasilnya.
Maksudnya setiap benda yang tidak dapat dimanfaatkan bentuknya tidak dapat diwakafkan
kecuali diubah dahulu. Berdasarkan pendapat ini, maka juga boleh mewakafkan binatang,
senjata, perabotan atau perlengkapan rumah, dengan pertimbangan barang-barang tersebut
dapat diambil manfaatnya dan keberadaannya tidak berubah, dan tetap seperti semula. 3

Berdasarkan semua pendapat ulama dalam penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Jumhur Ulama selain Ulama Hanafiyah pada dasarnya sepakat bahwa wakaf dalam
bentuk benda bergerak ( ‫ )وقنلما فقو‬itu diperbolehkan secara mutlak seperti halnya wakaf alat-
alat mesjid (lampu dan tikar), senjata/ alat perang, pakaian dan perkakas rumah baik untuk
selamanya (‫ ) مؤبدا‬atau sementara waktu (‫) مؤقتا‬.

3
Boedi Abdullah, “HUKUM WAKAF BENDA BERGERAK (UANG) MENURUT FATWA ULAMA DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG WAKAF,” Asy-Syari‘ah 20, no. 1 (2018).
Rangkuman

Wakaf benda bergerak (al-manqûl) adalah benda yang dapat dipindahkan dari tempatnya
semula, misalnya uang, binatang,kendaraan, senjata , hak sewa dan sebagainya.para ulama
madzhab berbeda pendapat tentang hukum wakaf benda bergerak dalam bentuk uang.

 Para Ulama Hanafiyah tidak membolehkan wakaf benda bergerak karena menurut
mereka diantara syarat wakaf adalah ta'bid (untuk selamanya), sedangkan dalam
wakaf benda bergerak syarat ini tidak terpenuhi. Tetapi wakaf benda bergerak
dibolehkan asalkan ikut (tabi') pada benda tetap lainnya misalkan wakaf jalan,
karena jalan ikut pada tanah. Kemudian Pakaian besi dan alat senjata untuk perang
dibolehkan.
 para Ulama Madzhab Maliki membolehkan wakaf harta benda bergerak, karena
menurut mereka benda wakaf itu tidak disyaratkan harus bersifat kekal. Bahkan,
menurut madzhab maliki, wakaf itu sah meskipun hanya untuk waktu tertentu, bahkan
bisa menjadi hak milik kembali.
 Imam Al-Syafi'i dan para pengikutnya secara umum membolehkan wakaf harta
bergerak, seperti halnya harta yang kekal, karena yang menjadi dasar dalam wakaf
adalah asas keabadian. Tetapi para Ulama Madzhab Syafi’i berbeda pendapat tentang
hukum wakaf benda bergerak berupa uang dan pendapat yang paling banyak
dipegangi adalah pendapat yang disponsori oleh Al-Bakri yang mengatakan bahwa
Madzhab Syafi'i tidak membolehkan wakaf tunai, karena Dirham dan Dinar (uang)
akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya.
 Para ulama Hanabilah juga membolehkan wakaf benda bergerak, tapi mereka
sebagaimana Ulama Syafi’iyah tidak membolehkan wakaf benda bergerak berbentuk
uang. Ulama hambali juga membolehkan mewakafkan binatang, senjata, perabotan
atau perlengkapan rumah, dengan pertimbangan barang-barang tersebut dapat diambil
manfaatnya dan keberadaannya tidak berubah, dan tetap seperti semula.

Abdullah, Boedi. “Bergerak, Dominasi Pendapat Ulama Malikiyah Dalam Peraturan


Perundang-Undangan Tentang Wakaf Di Indonesia: Analisis Terhadap Pasal Pasal
Tentang Wakaf Benda.” Asy-Syari‘ah: Jurnal Hukum Islam VI, no. 8 (2016).
———. “HUKUM WAKAF BENDA BERGERAK (UANG) MENURUT FATWA
ULAMA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG
WAKAF.” Asy-Syari‘ah 20, no. 1 (2018).

yusep rafiqi. “Wakaf Benda Bergerak Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Perundang
Undangan Di Indonesia.” Al-Maslahah: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam 6, no.
2 (2018).

Anda mungkin juga menyukai